Anda di halaman 1dari 11

Zakat Obligasi Dan Saham

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Pembelajaran Fiqih Zakat

Dosen Pengampu : Umar Farouq Masruchin

Makalah Disusun Oleh :

Bayu Ahmada (20.22.00016)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN ZAKAT DAN WAKAF

FAKULTAS SYARI'AH

INSTITUT PESANTREN MATHALI’UL FALAH

PATI

2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zakat sebagai salah satu kewajiban seorang mukmin yang telah ditentukan oleh Allah
SWT, mempunyai hikmah, dan tujuan. Diantara hikmah tersebut tercermin dari urgensinya
yang dapat memperbaiki kondisi masyarakat, baik dari aspek moril maupun materiil, dimana
zakat dapat menyatukan anggotanya bagaikan sebuah batang tubuh, disamping juga dapat
membersihkan jiwa dari sifat kikir dan pelit, sekaligus merupakan benteng pengaman dalam
ekonomi Islam yang dapat menjamin kelanjutan dan kesetabilannya.
       Di zaman modern ini mengenal suatu bentuk kekayaan yanng diciptakan oleh kemajuan
dalam bidangb industri dan perdagangan dunia, yang disebut “Saham dan Obligasi”. Saham
dan obligasi adalah kertas berharga yang berlaku dalam transaksi-transaksi perdagangan
khusus yang disebut “Bursa kertas-kertas berharga”. Kertas-kertas berharga ini oleh ahli-ahli
keuangan diberi nama “nilai terbawa” dan mengenakan pajak atas pendapatannya yang
selalu mengalir, disebut “Pajak pendapat atas nilai terbawa”, bahkan sebagian lain
menghendaki agar pajak juga dikenakan atas saham itu sendiri berdasarkan bahwa
pajak  adalah pajak atas kekayaan.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini, tim penyusun membagi dalam beberapa sub pembahasan, adalah sebagai
berikut :
1. Pengertian dan perbedaan Saham dan Obligasi
2. Pandangan & Landasan hukum zakat saham dan obligasi
3. Nishab dan kadar zakat saham dan obligasi
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Zakat Saham Dan Obligasi


Saham dan obligasi adalah salah satu bentuk dari surat-surat berharga. Surat-
surat berharga adalah : “Dokumen untuk menetapkan adanya hak pemilikan dalam suatu
proyek atau hutang dalam hal itu”. Transaksi dalam surat berharga tersebut bukan
atas surat itu sendiri melainkan atas hak-hak yang dipresentasikan oleh kertas-kertas
tersebut. Surat berharga dalam hal ini yang dipresentasikan adakalanya
berupa bonds (surat pengakuan hutang / obligasi). Masing-masing jenis surat berharga
tersebut mempunyai pembagian yang bermacam-macam sesuai dengan sifat hak dan
kewajiban yang terkandung oleh surat-surat tersebut.

a) Zakat Saham

Saham adalah kertas yang mempresentasikan hak pemiliknya dalam pemilikan


sebagian dari perusahaan dan memberikannya hak untuk ikut serta dalam mengatur dalam
perusahaan, baik dengan jalan saham atau dengan jalan komisaris.

Menurut Abdurrahman Isa, tidak semua saham dizakati, apabila saham-saham itu
berkaitan dengan perusahaan / perseroan yang menangani langsung perdagangan, untuk
diperdagangkan; maka wajib dizakati seluruh sahamnya. Tetapi apabila saham itu berkaitan
dengan perusahan / perseroan yang tidak menangani langsung perdagangan atau tidak
memproduksi barang untuk diperdagangkan, seperti perusahaan bus angkutan umum,
penerbangan, pelayaran, perhotelan, dimana nilai saham-saham itu terletak pada pabrik-
pabrik, mesin-mesin, maka pemegang saham tidak wajib menzakati saham-sahamnya, tetapi
hanya keuntungan dari saham itu digabungkan dengan harta lain yang dimiliki oleh
pemegang saham yang wajib menzakatinya.

1. Contoh operasional dasar-dasar perhitungan zakat saham:

Untuk menghubungkan hukum-hukum fiqh dan dasar-dasar perhitungan zakat saham


diatas dengan penerapan operasional, berikut kami paparkan contoh penerapannya :

1000 lembar saham dari perusahaan Al Mu’amalat al Islamiyah. Nilai nominal perusahaan
500 dinar. Harga pasar ketika dating waktu pembayaran zakat adalah 600 dinar dan
keuntungan yang dicapai selama setahun adalah 20 dinar per lembar saham.

Jawab :

Saham Perusahaan : 1000 x 600 dinar : Rp. 600.000


Deviden/ keuntungan : 1000 lembar x 20 dinar : Rp. 20.000

Total : Rp. 620.000

2. Contoh Untuk menghitung simulasi saham :

Pak Yusuf memiliki saham PT Amanah Setia 80.000 lembar dengan harga perlembar
adalah Rp. 1.000 maka total Rp. 80.000.000,- dan deviden Rp. 200/lembar = 80.000 x 200 =
Rp. 16.000.000.

Jadi total saham ditambah deviden = 80.000.000 + 16.000.000 = 96.000.000,- Karena


harta Pak Yusuf lebih dari Nishab (85 gram emas = Rp. 25.500.000,-) maka wajib
dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% x 96.000.000,- = Rp. 2.400.000,- (wajib zakat).

Al-hasil, zakat saham perusahaan dikenakan pada saham dan keuntungannya sekaligus
karena dianalogikan dengan perdagangan besarnya 2,5%, jika harta tersebut cukup nishab
dan haul saat itulah zakat wajib diwajibkan.

3. Contoh lain:

Nyonya Fatimah memiliki 500.000 lembar saham PT. Abdi Ilahi Rabbi. Harga
nominal Rp. 5.000,00/lembar. Pada akhir tahun buku, setiap lembar saham memperoleh
deviden Rp. 3.00,00. Bagaimana perhitungan zakatnya?

Jawabannya :

Nilai saham (book value)(500.000 x Rp. 5.000,-) = Rp. 2.5000.000.000,00. Deviden


(500.000 x Rp 300,-) = Rp.150.000.000,00. Total Rp. 2.650.000.000,00. Maka zakat yang
harus dikeluarkan adalah : 2,5% x Rp. 2.650.000.000,00 = Rp. 66.750.000,00.

Berdasarkan hal diatas, sesungguhnya hukum Islam, hukum asalnya adalah


kewajiban zakat dibebankan kepada pemilik saham dan boleh bagi perusahaan membantu
mereka atas perhitungan zakat setiap saham. Berdasarkan keterangan informasi yang dimiliki
serta menyerahkan proses, pembayaran kepada pemilik saham. Hal ini jika tidak ada
peraturan perusahaan atau Undang-Undang Negara yang mengharuskan perusahaan untuk
membayar zakat.

b) Zakat obligasi

Obligasi merupakan istilah dari surat berharga bagi penerapan hutang dari pemilik /


pihak yang mengeluarkan obligasi atas suatu proyek dan memberikan kepada pemegang hak
bunga telah disepakati. Disamping nilai nominal obligasi tersebut pada saat habisnya masa.
Obligasi ialah surat pinjaman dan sebagainya yang dapat diperdagangkan dan biasa
dibayar dengan jalan untuk tiap-tiap tahun. Kalau pemegang perusahaan turut memiliki
perusahaannya dan nilai/kurs saham-sahamnya bisa naik-turun, sehingga pemilik sahamnya
bisa untung-rugi, seperti Mudharabah, maka berbeda dengan pemilik obligasi, sebab ia
hanya memberikan pinjaman kepada pemerintah, bank yang mengeluarkan obligasi dengan
diberi bunga tertentu dan dalam jangka waktu tertentu berlaku obligasi itu.

Mengenai zakat obligasi ini, selama si pemilik obligasi belum dapat mencairkan uang
obligasi, karena belum jatuh temponya atau belum mendapat undiannya, maka ia tidak wajib
menzakatinya, sebab obligasi adalah harta yang tidak dimiliki secara penuh, karena masih
hutang, belum di tangan pemiliknya. Demikianlah pendapat Malik dan Abu Yusuf. Apabila
sudah bisa dicairkan uang obligasinya, maka wajib segera dizakatinya sebanyak 2,5 %.

2.      Cara Penghitungan Zakat Obligasi


a) Obligasi Konvensional

      Pak Saadi memiliki obligasi PT. Infrastruktur Jaya  sebesar Rp 550.000.000 untuk


proyek pembangunan pabrik baru. Bunga yang akan diberikan adalah 10% per tahun dengan
jangka waktu obligasi 10 tahun. Pada akhir tahun pertama. Bagaimana perhitungan
zakatnya?
JAWABAN :
Nilai Obligasi = Rp 550.000.000
Bunga 1 th      = 10% x Rp 550.000.000 = Rp 55.000.000
Total kekayaan 1 th     = Rp 550.000.00 + Rp 55.000.000
                                    = Rp 605.000.000
Apabila bunga tidak dihitung zakat. Maka, hanya dihitung nilai obligasinya, yaitu :
2,5% x Rp 550.000.000 = Rp 13.750.000 yang wajib dizakatkan.

b) Obligasi Syariah (sukuk)

      Pak Saadi memiliki sukuk PT. Barokah Mulia  sebesar Rp 550.000.000 untuk proyek
pengembangan produk. Bagi hasil yag disepakati adalah 60:40 per tahun dimana 60% untuk
Pak Saadi, dengan jangka waktu sukuk 10 tahun. Pada akhir tahun pertama. Bagaimana
perhitungan zakatnya?
JAWABAN :
Nilai sukuk            = Rp 550.000.000
Bagi Hasil             = 60:40
Apabila Pendapatan setelah satu  tahun Rp 100.000.000, maka Bagi hasil untuk Pak Saadi
sebesar 60% x Rp Rp 100.000.000 = Rp 60.000.000, maka zakat yang harus dikeluarkan
adalah :
Nilai sukuk + keuntungan = Rp 550.000.000 + Rp 60.000.000
                                          = Rp 610.000.000
Nilai zakat                         = 2,5% x Rp 610.000.000
                                          = Rp 15.250.000

B. Pandangan & Landasan Hukum Zakat Saham dan Obligasi

1. Pandangan Mengenai Zakat Saham


Salah satu bentuk harta yang berkaitan dengan perusahaan dan bahkan berkaitan
dengan kepemilikannya adalah saham. Pemegang saham adalah pemilik perusahaan yang
mewakilkan kepada manajemen untuk menjalankan operasional perusahaan. Pada setiap
akhir tahun, yang biasanya pada waktu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapatlah
diketahui keuntungan (deviden) perusahaan, termasuk juga kerugiannya. Pada saat itulah
ditentukan kewajiban zakat terhadap saham tersebut.1

Syeikh Abdul Rahman Isa  mengemukakan dua pendapat yang berkaitan dengan


kewajiban zakat pada saham , kriteria wajib zakat atas saham-saham perusahaan adalah
perusahaan-perusahaan itu harus melakukan kegiatan dagang, apakah itu disertai kegiatan
industri maupun tidak.  yaitu2 :

a) Pertama, jika perusahaan itu merupakan perusahaan industri murni, artinya tidak
melakukan kegiatan perdagangan, maka sahamnya tidaklah wajib dizakati. Misalnya
perusahaan hotel, biro perjalanan, dan angkutan (darat, laut, udara). Alasannya adalah
saham-saham itu terletak pada alat-alat, perlengkapan, gedung-gedung, sarana dan
prasarana lainnya. Akan tetapi keuntungan yang ada dimasukan ke dalam harta para
pemilik saham tersebut, lalu zakatnya dikeluarkan bersama harta harta lainya.
b) Kedua, jika perusahaan tersebut merupakan perusahaan dagang murni yang membeli
dan menjual barang-barang, tanpa melakukan kegiatan pengolahan, seperti perusahaan
yang menjual hasil-hasil industri, perusahaan dagang internasional, perusahaan
ekspor-impor, maka saham-saham atas perusahaan itu wajib dikeluarkan zakatnya.

Namun, menurut Yusuf Qardhawi bahwa beliau memperlakukan perusahaan-


perusahaan tersebut secara sama, bagaimanapun bentuknya. Membedakan zakat pada jenis
perusahaan adalah tindakan yang tidak ada landasannya yang jelas dari Quran, sunnah,

1
Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern (Jakarta : Gema Insani, 2002) hlm. 103
2
Yusuf Qardhawi, Op.cit, hlm. 492
ijmak,  dan qiyas yang benar. Karena saham-saham baik pada yang pertama maupun yang
kedua sama-sama merupakan modal yang bertumbuh yang memberikan keeuntungan
tahunan yang terus mengalir, bahkan pada yang kedua keuntungan itu bisa lebih besar.3

2. Pandangan Hukum Zakat Obligasi

Untuk menentukan status hukum bermuamalah dengan obligasi sebaiknya dilihat


pembagian jenis obligasi tersebut. Terdapat 2 macam obligasi yang sekarang kita kenal,
yaitu obligasi konvensional dan obligasi syariah.

a)      Obligasi Konvensional

Para ulama sepakat mengenai keharaman bermuamalah dengan obligasi jenis ini
karena sarat dengan unsur ribawi, namun kontroversi justru terjadi pada hukum
mengeluarkan zakatnya.

Obligasi sangat tergantung kepada bunga yang termasuk kategori riba yang dilarang
secara tegas oleh ajaran Islam. Meskipun demikian, yang menarik adalah bahwa sebagian
ulama‘ walaupun sepakat dengan haramnya bunga tetapi mereka tetap menyatakan bahwa
obligasi adalah satu objek atau sumber zakat dalam perekonomian modern ini.

Pendapat pertama, mengatakan bahwa zakat tidak wajib dikenakan atas obligasi dan
bunga yang diperoleh, karena mengandung unsur riba (bunga) yang diharamkan syara’. Oleh
karena itu, mengeluarkan zakat dari sesuatu yang haram hukumnya tidak sah.4

Pendapat kedua, agak moderat. Pendapat ini mengatakan bahwa meskipun muamalah


dengan obligasi konvensional haram secara syara’, tidak berarti pelakunya dibebaskan dari
zakat. Kepemilikan si pembeli atas obligasi tersebut sah secara syara’ dan obligasi tersebut
merupakan harta produktif yang dapat diperjualbelikan dan memberikan keuntungan bagi
pemiliknya.5

Haramnya bunga tidak bisa dijadikan alasan untuk membebaskan pemilik obligasi
dari kewajiban membayar zakat, oleh karena mengerjakan perbuatan terlarang  tidak bisa
memberikan keistimewaan kepada yang mengerjakan.6

Muhammad Abu Zahrah7 menyatakan bahwa jika obligasi itu kita bebaskan dari
zakat, maka akibatnya orang lebih suka memanfaatkan obligasi dari pada saham. Dengan
demikian, orang akan terdorong untuk meninggalkan yang halal dan melakukan yang haram.
3
Ibid, hlm. 494
4
 Fakhruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia (Malang : UIN Malang Press, 2008) hlm.162
5
Ibid.
6
 Yusuf Qardhawi, Op.cit, hlm. 495
7
Muhammad Abu Zuhrah dalam : Penerapan Zakat dalam Dunia Modern, Syauqi Ismail, terj.
Anshori Umar Situnggal (Jakarta: Pustaka Dian dan Antar Kota, 1989) hlm.187
Dan juga bila ada harta haram, sedangkan pemiliknya tidak diketahui, maka ia disalurkan
kepada sedekah.

b)      Obligasi Syariah

Jika Obligasi tersebut adalah obligasi syariah, maka hukumnya halal dan wajib
dizakatkan, baik obligasinya maupun keuntungan yang diperoleh. Obligasi syariah
menggunakan akad Mudharabah, dengan prosentase bagi hasil yang disetujui kedua belah
pihak. Obligasi itu menjadi wajib dikeluarkan zakatnya, apabila telah memenuhi persyaratan,
yaitu Islam, merdeka, milik sendiri, cukup haul (satu tahun) dan cukup nishab.

3. Landasan Hukum Zakat Saham & Obligasi

Dari sudut hukum, saham dan obligasi termasuk kedalam harta yang wajib
dikeluarkan zakatnya. Kewajiban zakat ini akan lebih jelas dan gamblang, apabila dikaitkan
dengan nash-nash yang bersifat umum, seperti dalam Q.S At-Taubah: 103 yang
mewajibakan semua harta yang dimiliki untuk dikeluarkan zakatnya.

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan 8
dan mensucikan9 mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu
(menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui.”10 Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang
berlebih-lebihan kepada harta benda.

Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan
memperkembangkan harta benda mereka.

Sedangkan diantara dalil hadist adanya kewajiban zakat saham “Sayyidina ali telah
meriwayatkan bahwa nabi saw bersabda: Apabila kamu mempunyai (uang simpanan) 200
dirham dan telah cukup haul (genap setahun), maka diwajibkan zakatnya 5 dirham. Dan
tidak diwajibkan mengeluarkan zakat (emas) kecuali kamu mempunyai 20 dinar dan telah
cukup setahun, maka diwajibkan zakatnya setengah dinar. Demikian juga kadarnya jika
nilainya bertambah, dan tidak diwajibkan zakat suatu harta kecuali genap setahun”  (HR
Abu Dawud)

8
Maksudnya: zakat itu membersihkan mereka dari kekikiran dan cinta yang berlebih-lebihan kepada
harta benda.
9
Maksudnya: zakat itu menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memperkembangkan
harta benda mereka. 
10
Q.S At-Taubah : 103 dalam Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan
terjemahannya (Jakarta : Depag RI, 1983) hlm. 297
Menurut Abu Zahrah saham wajib dizakatkan karena saham adalah harta yang
beredar dan dapat di perjual-belikan, dan pemiliknya mendapatkan keuntungan dari hasil
penjualan tersebut.

B. Nishab dan Kadar Zakat Saham dan Obligasi

1. Nishab dan Kadar Zakat Saham

Saham dianalogikan pada zakat perdagangan, baik nishab maupun ukurannya yaitu
senilai  85 gram emas dan zakatnya sebesar 2,5%. Sementara itu muktamar  internasional
pertama tentang zakat (Kuwait, 29 Rajab 1404 H) menyatakan bahwa jika perusahaan telah
mengeluarkan zakatnya sebelum dividen dibagikan kepada pemegang saham, maka
pemegang saham tidak perlu  lagi mengeluarkan zakatnya. Jika belum mengeluarkan, maka
tentu para pemegang sahamlah yang berkewajiban mengeluarkan zakatnya. Dan hal ini harus
dituangkan dalam peraturan perusahaan agar tidak terjadi pembayaran zakat ganda.11

Apabila perusahaan itu belum mengeluarkan zakatnya, maka si pemilik saham wajib
membayar zakat dengan cara sebagai berikut :

Bila si pemilik bermaksud memperjualbelikan sahamnya, maka volume zakat yang


wajib dikeluarkan ialah sebesar 2,5% dari harga pasaran yag berlaku pada waktu kekayaan
mencapai haul seperti komoditas dagang yang lain. Jika si pemilik  hanya mengambil
keuntungan dari laba tahunan saham itu, maka cara pembayaran zakatnya adalah sebagai
berikut12 :

a) Jika ia bisa mengetahui, melalui perusahaan yang mengeluarkan saham atau pihak
lain, nilai setiap saham dari total kekayaan yang wajib ia zakati, maka ia wajib
membayar zakatnya sebesar 2,5% dari nilai saham itu.
b) Jika ia tidak dapat mengetahuinya, maka ia harus menggabungkan laba saham tersebut
dengan kekayaan yang lain dalam penghitungan haul dan nishab kemudian membayar
zakatnya sebesar 2,5%.

2. Nishab dan Kadar Zakat Obligasi

          Mengenai nishab dan kadar zakat obligasi ini terdapat dua pendapat dalam obligasi
konvensional. Pendapat pertama, Zakat wajib dikeluarkan atas harga atau nilai dari obligasi
itu sendiri dan bukan dari bunganya. Besarnya suku zakat adalah 2,5 persen yang
dikeluarkan setiap akhir tahun, beranalogi pada zakat komoditas perdagangan. Sementara itu,
bunga atau keuntungan yang diperoleh wajib disedekahkan semuanya untuk fakir miskin

11
Fakhruddin, Op.cit, hlm. 158
12
 Ibid.
atau kepentingan umum.13 Ini adalah pendapat Abdurrahman Isa, seorang pakar ekonomi
Islam.

          Pendapat kedua, yaitu pendapat Wahbah al-Zuhaili, dimana zakat wajib atas obligasi
dan bunganya sekaligus. Mekanisme pengeluaran zakatnya adalah dengan menggabungkan
nilai keduanya pada waktu jatuh tempo dan dikeluarkan jika telah
mencapai haul dan nishab dengan suku zakat sebesar 10%, dianalogikan dengan zakat
pertanian dan perkebunan.14

          Melihat kedua pendapat di atas, agaknya pendapat pertama yang lebih tepat.
Mengenakan zakat pada bunga yang diperoleh tidak diperbolehkan, karena bunga tersebut
tidak halal dan harus dikeluarkan semuanya untuk fakir miskin atau kepentingan umum.
Tetapi sejauh pemilikan obligasi sah secara agama, maka zakatpun harus dikenakan atas
obligasi itu. Suku zakat 2,5 persen, dianalogikan dengan zakat komoditas perdagangan.

          Sedangkan besarnya suku zakat untuk obligasi syariah adalah 2,5 persen pertahun (bila
mencapai haul dan nishab), dianalogikan pada zakat komoditi perdagangan.15

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Saham adalah surat bukti bagi persero dalam perseroan terbatas. Saham
merupakan hak kepemilikan terhadap sejumlah tertentu kekayaan suatu perusahaan
terbatas (PT). Sedangkan obligasi adalah surat bukti turut serta dalam pinjaman
kepada perusahaan atau dalam pemerintahan. Mengenai  perolehan gaji, saham dan
obligasi, dalam hukum Islam tetap dikenai zakat apabila sudah cukup  haul dan
nisabnya.
Zakat saham dan obligasi, ada ulama yang berpendapat bahwa apabila
perusahaan itu merupakan perusahaan murni tidak melakukan kegiatan dagang, maka
tidak wajib zakat kecuali apabila penghasilanya digabungkan dengan harta kekayaan
yang dimiliki. Dan adapula ulama yang memandang bahwa saham dan obligasi sama
dengan barang dagangan, maka zakatnya sama dengan zakat barang dagangan yaitu
2,5%.
Sedang mengenai obligasi yang mengandung unsur riba yaitu adanya
perolehan bunga, bahwa dapat disimpulkan haramnya bunga tidak bisa dijadikan

13
Ibid. hlm. 162
14
Ibid. hlm. 163
15
 Ibid.
alasan untuk membebaskan pemilik obligasi dari kewajiban membayar zakat, oleh
karena mengerjakan perbuatan terlarang  tidak bisa memberikan keistimewaan
kepada yang mengerjakan.
Diskuisi tentang bunga bank itu haram ataukah tidak harus dianggap selesai.
Tugas kita adalah terus menumbuhkembangkan institusikeuangan alternatof yang
bebas bunga yang sesuai dengan syariah Islamiyah.

Daftar Pustaka

 Hafidhuddin,Didin. 2002. Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta : Gema


Insani.
 Qardawi, Yusuf. 2006. Hukum Zakat. Terj. Salman Harun dkk. Jakarta : PT.Pustaka
Litera AntarNusa.
 Departemen Agama Republik Indonesia. 1983..Al-Quran dan
terjemahannya. Jakarta : Depag RI.
 Fakhruddin. 2008. Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia. Malang : UIN Malang
Press.

Anda mungkin juga menyukai