Anda di halaman 1dari 20

PENANAMAN DI DAERAH GENANGAN

Perencanaan, Metode, Kendala, dan Arti Penting

Makalah
MK. Pohon Lanskap Perkotaan (ARL 632)

FARIDA DWIRAHMAWATI
A451150031

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
PRAKATA

Puji syukur hanya bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat selesai dengan baik. Makalah ini
merupakan salah satu tugas mata kuliah Pohon Lanskap Perkotaan di Program
Pascasarjana, Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor. Makalah ini berisikan tentang Penanaman Pohon di Daerah Genangan yang
mencakup perencanaan, metode, kendala, dan arti pentingnya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Rachmad Hermawan, M.Sc.F
dan Dr. Ir Bambang Sulistyantara, M. Agr selaku dosen pengajar mata kuliah Pohon
Lanskap Perkotaan atas bimbingan dan arahan yang sangat bermanfaat dalam
penyelesaian tugas ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah banyak membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk memperbaiki kekurangan serta untuk lebih mendalami ilmu terkait.

Bogor, 23 Desember 2016

Penulis
Farida Dwirahmawati

ii
DAFTAR ISI

PRAKATA .................................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... iv
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
Latar Belakang .........................................................................................................1
Fungsi Dan Peranan Pohon ......................................................................................2
MEKANISME POHON MENGATASI GENANGAN ............................................... 2
PENGARUH PENGGENANGAN TERHADAP TANAMAN ................................... 6
METODE PENANAMAN............................................................................................ 8
Pemilihan Jenis Tanaman.........................................................................................8
Meningkatkan Kapasitas Infiltrasi Tanah ..............................................................11
Perbaikan sifat fisik tanah ............................................................................................... 12
Memperbesar kesempatan air untuk berinfiltrasi ............................................................ 12
PENATAAN RUANG DAN MANAJEMEN INFRASTRUKTUR .......................... 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 16

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Ketahanan beberapa tanaman terhadap genangan 10

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Mekanisme evepotranspirasi 3


Gambar 2 Aliran air dari bawah ke atas pada tanaman (Sumber: Campbell, 1999) 4
Gambar 3. Ilustrasi peran pohon dalam mengurangi run off 5
Gambar 4. Infiltrasi air hujan pada natural ground cover 6
Gambar 5. Adaptasi anatomis dan morfologis tanaman pada genangan 8
Gambar 6. Dampak penutupan permukaan lahan terhadap siklus hidrologi 11
Gambar 7. Tipe-tipe LID 14
Gambar 8. Perananan pohon dalam LID 15

iv
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pohon merupakan salah satu komponen dalam pembentukan ruang terbuka
hijau dan juga hutan kota pada lanskap perkotaan. Pohon merupakan tanaman yang
memiliki batang utama dengan percabangan yang berada di atas jauh dari dasar
penanamannya, tumbuh tegak menopang tajuknya dan memiliki pertumbuhan
sekunder berupa munculnya lapisan kulit kayu. Keberadaan pohon memberikan
banyak manfaat untuk menunjang kehidupan perkotaan yaitu memberikan manfaat
pokok bagi masyarakat dan sebagai perbaikan kualitas lingkungan. Manfaat yang
diberikan menurut Peraturan Pemerintah No 63 Tahun 2002 tentang Hutan Kota yaitu
(1) memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika, (2) meresapkan air, (3)
menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota, dan (4) mendukung
pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia.
Aneka jenis pohon telah diciptakan untuk mampu meresapkan air hujan ke
dalam tanah. Sistem perakaran tanaman dan lapisan yang terdiri dari bagian tumbuh-
tumbuhan yang telah mati seperti guguran daun, tangkai, ranting, dahan, cabang, kulit
kayu, bunga, kulit, dan sebagainya, yang menyebar di permukaan tanah yang berubah
menjadi humus akan membantu meresapkan air, menurunkan aliran permukaan, dan
mempertahankan kondisi air tanah di lingkungan sekitarnya. Pada musim hujan laju
aliran permukaan dapat dikendalikan oleh penutupan vegetasi yang rapat, sedangkan
pada musim kemarau potensi air tanah yang tersedia bisa memberikan manfaat bagi
kehidupan di lingkungan perkotaan. Ruang terbuka hijau dengan luas minimal setengah
hektar mampu menahan aliran permukaan akibat hujan dan meresapkan air ke dalam
tanah sejumlah 10.219 m3 setiap tahun (Urban Forest Research, 2002). Kondisi
hidrologi tanah adalah hasilnya interaksi yang kompleks dari faktor tanah dan vegetasi.
(Thurow, 1986).
Kemampuan vegetasi dalam meresapkan dan menyimpan air di dalam tanah
dapat menjadi potensi besar dalam mengatasi masalah banjir. Bencana banjir yang
terjadi belakangan ini lebih disebabkan adanya eksploitasi tata ruang (lahan) secara
berlebihan (PU,2008). Pola hidup dan perilaku masyarakat kota juga dianggap menjadi
faktor serius dalam kaitannya dengan ancaman banjir di wilayah kota. Upaya
memanfaatkan vegetasi unruk memanajemen run off perlu dilaksanakan secara
simultan dengan merencanakan penggunaan vegetasi yang memiliki kemampuan
mengurangi genangan melalui kemapuan penyerapan air oleh akar yang tinggi serta
evapotranspirasi yang tinggi. Selain itu, ketahanan vegetasi terhadap genangan juga
menjadi pertimbangan. Penataan ruang juga menjadi hal yang penting sebagai penentu
keseimbangan air di bumi ini, yaitu antara air hujan, air permukaan dan air tanah. Kita
harus bisa menciptakan keseimbangan dalam arti bahwa air berjumlah cukup di musim
kemarau dengan kualitas yang baik dan tidak menimbulkan banjir di musim hujan,
sehingga dapat memberikan manfaat dan menjamin kelangsungan hidup manusia.

1
Fungsi Dan Peranan Pohon
Keberadaan pohon memberikan banyak manfaat untuk menunjang kehidupan
perkotaan yaitu memberikan manfaat pokok bagi masyarakat dan sebagai perbaikan
kualitas lingkungan. Secara garis besar fungsi pohon adalah (Grey, 1978):
1. Ameliorasi iklim, artinya dapat mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro.
Elemen utama dari iklim adalah radiasi matahari, temperatur udara, angin, dan
kelembaban udara untuk memberikan kenyamanan;
2. Engineering, memberikan perlindungan terhadap erosi, banjir, polusi udara,
kebisingan, sialu, dan terpaan angin;
3. Arsitektur, yaitu fungsinya membentuk ruang, screening, dan kontrol privasi;
4. Estetika.
Sedangkan menurut Suarja (1993), berbagai tumbuhan yang dapat ditanam
dalam hutan kota memiliki fungsi:
1. Tanaman penyerap (absorbsi) dan penjerap (adsorbsi) partikel timbal (Pb), seperti
: Agathis alba (damar), Switenia macrophylla (mahoni), Podocarpus imbricatus
(jamuju), Myristica fragnans (pala), Pithecelobium dulce (asam landi), Cassia
siamea (johar).
2. Tanaman penyerap dan penjerap debu, seperti : mahoni, Diospyros discolor
(bisbul), D. celebica (kayu hitam), Mimusops elengi (tanjung), Canarium
commune (kenari), Shorea leprosula (meranti merah), serta Filicium decipiens
(kiara payung);
3. Tanaman penyerap karbondioksida (CO2) dan penghasil oksigen (O2) yang baik,
seperti: damar, Bauhinia purpurea (kupu-kupu), Leucaena leucocephala (lamtoro
gung), Acacia auriculiformis (akasia), serta Ficus benyamina (beringin).
4. Tanaman penyerap dan penapis bau, seperti: Michelia champaka (cempaka) dan
tanjung.
5. Tanaman yang dapat dimanfaatkan untuk mengurangi genangan air, seperti :
Artocarpus integra (nangka), Paraserianthus falcataria (albisia), Acacia vilosa,
Indigofera galegoides, Dalbergia sp, Tectona grandis (jati), Samanea saman
(kihujan), serta lamtorogung;
6. Tanaman pencegah intrusi air laut, seperti: Causuarina equisetifolia (cemara laut),
Ficus elastica, Havea brasiliensis (karet), Garcinia mangostana (manggis),
Lagerstroemia speciosa (bungur), Fragraera fragnans, serta Cocos nucifera
(kelapa).

MEKANISME POHON MENGATASI GENANGAN


Tanaman dapat berperan mengatasi genangan melalui mekanisme infiltrasi oleh
tanah dan penyerapan oleh akar. Tanaman yang efektif digunakan untuk mengatasi
genangan adalah tanaman yang memiliki kemapuan tinggi menyerap air dan
kemampuan evapotranspirasi yang tinggi. Evapotranspirasi adalah
gabungan evaporasi dan transpirasi tumbuhan yang hidup di permukaan bumi. Air yang
diuapkan oleh tanaman dilepas ke atmosfer. Evaporasi merupakan pergerakan air ke
udara dari berbagai sumber seperti tanah, atap, dan badan air. Transpirasi merupakan

2
pergerakan air di dalam tumbuhan yang hilang melalui stomata akibat diuapkan
oleh daun. Evapotranspirasi adalah bagian terpenting dalam siklus air
(https://id.wikipedia.org/wiki/Evapotranspirasi).
Evapotranspirasi adalah kombinasi proses kehilangan air dari suatu lahan
bervegetasi melalui evaporasi dan transpirasi. Evaporasi adalah proses dimana air
diubah menjadi uap air (vaporasi, vaporization) dan selanjutnya uap air tersebut
dipindahkan dari permukaan bidang penguapan ke atmosfer (vapor removal). Evaporai
terjadi pada berbagai jenis permukaan seperti danau, sungai lahan pertanian, tanah,
maupun dari vegetasi yang basah. Transpirasi adalah vaporisasi di dalam jaringan
tanaman dan selanjutnya uap air tersebut dipindahkan dari permukaan tanaman ke
atmosfer (vapor removal). Pada transpirasi, vaporisasi terjadi terutama di ruang antar
sel daun dan selanjutnya melalui stomata uap air akan lepas ke atmosfer. Hampir semua
air yang diambil tanaman dari media tanam (tanah) akan ditranspirasikan, dan hanya
sebagian kecil yang dimanfaatkan tanaman (Allen et al. 1998).
Gambar 1 dan 2 menggambarkan proses evapotranspirasi pada tanaman.

Gambar 1. Mekanisme evepotranspirasi

3
Gambar 2 Aliran air dari bawah ke atas pada tanaman (Sumber: Campbell, 1999)

Mekanisme tanaman dalam mengatasi genangan melalui proses infiltrasi


berkaitan dengan Limpasan air yang merupakan adalah proses di mana air mengalir di
atas permukaan bumi. Air berpindah dan bergerak menuju tempat yang lebih rendah
melalui saluran-saluran air seperti sungai dan got hingga kemudian masuk ke
danau, laut, dan samudra. Setelah hujan, tidak semua air ikut melalui tahap limpasan.
Beberapa di antara mereka bergerak jauh ke dalam tanah. Air ini disebut air infiltrasi.
Air merembes ke bawah dan menjadi air tanah. Pohon dapat membantu mengurangi
genangan dan limpasan dengan beberapa cara. Salah satunya adalah dengan mencegat
jatuhnya hujan dan menyimpan pada daun dan kulit. Bagian dari air tersebut akan
menguap dan sebagian secara bertahap akan dilepaskan ke dalam tanah di bawahnya.
Pada permukaan tanah, daun pohon tumbang membantu membentuk lapisan humus,
membantu mempertahankan kelembaban tanah, dan pelabuhan organisme yang
memecah bahan organik dan mendaur ulang elemen untuk digunakan dalam

4
pertumbuhan tanaman. Lapisan penting ini juga memungkinkan air hujan untuk
meresap ke dalam tanah sehingga mengurangi run off. Di bawah tanah, akar menyerap
air yang pada akhirnya akan dilepaskan ke atmosfer melalui proses transpirasi (Fazio,
2010).
Ilustrasi peran pohon dalam mengurangi run off dijelaskan dalam gambar
berikut

Gambar 3. Ilustrasi peran pohon dalam mengurangi run off


Harsono (1995) menjelaskan bahwa pengaruh vegetasi terhadap aliran
permukaan terjadi melalui (a) intersepsi hujan oleh tajuk tumbuhan, (b) mengurangi
laju aliran permukaan dan gaya dispersinya, (c) pengaruh akar dalam peningkatan
granulasi dan porositas, (d) kegiatan biologi dalam tanah yang memperbaiki porositas,
dan efek transpirasi yang mengeringkan tanah. Penutupan tanah dengan vegetasi dapat
meningkatkan infiltrasi karena perakaran tanaman akan memperbesar granulasi dan
porositas tanah, disamping itu juga mempengaruhi aktifitas mikroorganisme yang
berakibat pada meningkatkan porositas tanah Selanjutnya air masuk melalui infiltrasi
tetap tersimpan karena tertahan oleh tanaman penutup di bawahnya atau sisa-sisa

5
tanaman berupa daun yang sifatnya memiliki penutupan yang rapat sehingga menekan
evaporasi.
Tutupan lahan sangat menentukan proses infiltrasi dalam menegatasi dan
mencegah runoff. Percobaan yang pernah dilakukan di Indonesia berupa
membandingkan DAS untuk pertanian, dengan 25 % wilayahnya dihutankan kembali,
dan yang lain lagi 100 % dihutankan kembali dengan Pinus mercusii, Tectona gandis,
Swetenia macrophylla dan Eucalyptus alba. Hasil dilaporkan bahwa, daerah yang
dihutankan kembali aliran sungainya secara terus-menerus dalam musim kering yang
besarnya 2,5 kali lipat dari aliran sungai yang berasal dari DAS untuk pertanian
(Hamilton, et al. 1997). Gambar 3 menggambarkan infiltrasi air hujan pada tutupan
lahan natural. Sementara menurut United States Environmental Protection Agency
(EPA), tutupan lahan alami dapat menyerap air hujan sebesar 50 % (Gambar 3).

Gambar 4. Infiltrasi air hujan pada natural ground cover

PENGARUH GENANGAN TERHADAP TANAMAN


Genangan sangat berpengaruh terhadap kondisi tanaman karena secara drastis
mempengaruhi fisiko-kimia tanah, terutama potensial redoks, pH dan O2 tanah (Parent
et al, 2008). Genangan air tanah telah lama diidentifikasi sebagai stres abiotik utama
dan kendala yang diberikannya pada akar memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

6
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Dengan demikian, genangan air merupakan
faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan dan kelangsungan
hidup spesies tanaman, tidak hanya pada ekosistem alami, tetapi juga pada sistem
pertanian dan hortikultura (Dat et al. 2006).
Pada saat air menggenangi tanah, ruang udara dipenuhi air, mengakibatkan
terjadinya perubahan karakteristik beberapa fisiko-kimia tanah. Pada saat air
memenuhi pori-pori tanah, udara didesak keluar, difusi gas berkurang dan senyawa
beracun terakumulasi akibat kondisi anaerobik. Semua perubahan ini sangat
mempengaruhi kemampuan tanaman untuk bertahan hidup. Sebagai responsnya,
resistensi stomata meningkat, fotosintesis dan konduktivitas hidrolik akar menurun,
dan translokasi fotoassimilat berkurang (Kirk et al 2003; Dat et al.2004).
Secara keseluruhan, salah satu efek utama genangan air adalah rendahnya
keberadaan O2 di bagian tanaman yang terendam, karena gas O2 berdifusi 10.000 lebih
cepat di udara dibandingkan di dalam air. Kekurangan O2 umumnya menyebabkan
sangat cepat berkurangnya laju fotosintesis pada tanaman yang tidak toleran genangan,
yang umumnya dianggap sebagai hasil dari berkurangnya mulut stomata (Huang et al,
1997;. Gravatt dan Kirby 1998; Pezeshki dan Delaune 1998;. Malik et al 2001). Faktor-
faktor lain seperti penurunan kadar klorofil daun, penuaan dini daun, dan penurunan
luas daun juga dapat menyebabkan penghambatan fotosintesis pada tahap berikutnya
(Sena Gomes dan Kozlowski 1980; Cao dan Conner 1999).
Adaptasi morfologis tanaman terhadap genangan adalah terbentuknya lentisel
hipertrofi merupakan perubahan anatomi umum yang diamati pada pelbagai spesies
tanaman berkayu selama tergenang (Yamamoto et al.1995, Kozlowski 1997). Adaptasi
morfologi penting lainnya terhadap genangan adalah perkembangan akar adventif,
yang berfungsi menggantikan akar utama (Bacanamwo dan Purcell 1999; Gibberd et
al. 2001, Malik et al. 2001). Pembentukan akar khusus ini terjadi ketika sistem
perakaran asli tidak mampu memasok air dan mineral yang dibutuhkan tanaman
(Mergemann dan Sauter 2000). Selain itu, membusuknya sistem akar utama dapat
dianggap sebagai pengorbanan untuk memungkinkan penggunaan energi yang lebih
efisien bagi pengembangan sistem akar yang lebih sesuai (Dat et al. 2006). Akar
adventif biasanya terbentuk di dekat pangkal batang atau di wilayah di mana lentisel
berlimpah, dan pertumbuhan mereka adalah lateral, sejajar dengan permukaan
air/tanah. Kehadiran akar adventif di perbatasan antara permukaan tanah jenuh air
dengan atmosfir mencerminkan pentingnya akar ini dalam menggantikan sistem akar
yang normal baik di dalam air maupun jauh di permukaan air tanah. Terakhir, salah
satu respons yang paling penting terhadap genangan air adalah terbentuknya ruang
kosong (aerenkhima) pada korteks akar. Terbentuknya aerenkhima ini mungkin
merupakan respons terhadap genangan baik pada spesies yang toleran maupun yang
tidak toleran (Vartapetian dan Jackson 1997, Schussler dan Longstreth 2000, Chen et
al 2002;. Evans 2004). Adaptasi tanaman terhadap genangan dijelaskan pada Gambar
5 berikut.

7
Gambar 5. Adaptasi anatomis dan morfologis tanaman pada genangan

METODE PENANAMAN
Penanaman tanaman pada daerah genangan memerlukan perencanaan yang
matang berkaitan dengan pemilihan pohon yang tahan terhadap genangan serta metode
memperbaiki keadaan tanah yang kurang dapat meresapkan air dengan baik.

Pemilihan Jenis Tanaman


Tanaman yang efektif digunakan untuk mengatasi genangan adalah tanaman
yang memiliki kemapuan tinggi menyerap air dan kemampuan evapotranspirasi yang
tinggi. Biasanya jenis tanaman dengan jumlah daun banyak mempunyai luas
permukaan daun untuk penguapan yang tinggi. Jenis tanaman yang memenuhi kriteria
ini adalah tanaman yang mempunyai jumlah daun yang banyak, sehingga mempunyai
stomata (mulut daun) yang banyak pula. Ketahanan tanaman terhadap genangan juga
menjadi pertimbangan pemilihan tanaman di daerah rawan banjir. Tanaman semak
umumnya mentranspirasikan air lebih sedikit dari tanaman berkayu karena semak tidak
memiliki akar yang sedalam tanaman kayu, dan daun yang posisinya setinggi tanaman
kayu (Swank, 1974). Sudarmadi (1981) mengelompokkan tanaman berdasarkan daya
tahannya terhadap genangan air sebagai berikut:
1. Tanaman tahan genangan (sampai 60 hari lebih tergenang) mencakup
tanaman Albizzia lebbeckioides, A. procera, Adenanthera microsperma, Sesbania
sesban, Anacardium occidentale, Havea brasiliensis (karet), Coffea
robusta (kopi), Pinus mercusii (pinus), Canarium commune (kenari), Ceiba
petandra;

8
2. Tanaman agak tahan genangan (sampai 40 hari tergenang) seperti jenis
tanaman Albizzia falcataria, Imperata cylindrical (alang-alang), Artocarpus
integrifolia (nangka), Cinnamomum burmanii, Crotalaria juncea, Leucaena
glauca, Tephorisa maxima, Aleurites mollucana, Camellia sinensis
(teh), Indigofera galegoides, Mimosa pudica (sikejut), Clitoria laurifolia, Eugenia
jamboloides (jambu bol);
3. Tanaman tidak tahan genangan (tergenang hanya sampai dengan 20 hari) adalah
jenis tanaman Tephrosia vogwlii, T. candida, Albizzia montana, Nicotiana
tabacum (tembakau), Tectona grandis (jati), Crotalaria anagyroides, Agathis
ioranthifolia (damar).

Sedangkan menurut Soeranegara dan Indrawan (1988), tanaman-tanaman yang


tahan terhadap genangan air adalah seperti dijelaskan pada tabel 1 berikut

9
Tabel 1. Ketahanan beberapa tanaman terhadap genangan

10
Meningkatkan Kapasitas Infiltrasi Tanah
Infiltrasi merupakan salah satu proses kunci pada pencegahan genangan dan
manajemen runoff karena proses ini menentukan berapa banyak bagian dari curah
hujan masuk ke dalam tanah dan berapa banyak yang menjadi aliran permukaan.
Infiltrasi tergantung pada adanya kecukupan porositas di permukaan tanah untuk jalan
meresapnya air hujan, dan cukupnya porositas tanah lapisan bawah (subsoil) dan bahan
induk tanah (jika dangkal) untuk menyimpan air hujan. Ketika porositas dari
permukaan tanah terlalu rendah untuk menerima curah hujan , atau porositas lapisan
tanah terlalu rendah untuk memungkinkan air hujan meresap masuk (permeabilitas
tanah terlalu lambat ) , maka infiltrasi air hujan akan terbatas dan sejumlah air hujan
akan hilang sebagai limpasan permukaan. Beberapa kondisi tutupan permukaan lahan
sangat berpengaruh terhadap infiltrasi air hujan dan siklus hidrologi. Dampak
penutupan permukaan lahan terhadap siklus hidrologi dapat digambarkan seperti pada
Gambar 4.

Gambar 6. Dampak penutupan permukaan lahan terhadap siklus hidrologi


Menurut Arsyad (1989), banyaknya air yang dapat diinfiltrasikan dapat
ditingkatkan dengan simpanan depresi yang ditimbulkan oleh pengolahan tanah,
pembuatan galengan-galengan atau pengolahan menurut kontur. Mengurangi
banyaknya evaporasi juga memperbesar jumlah air yang meresap ke dalam tanah.
Pemupukan dengan bahan organik dan penutupan tanah dengan tanaman atau sisa-sisa

11
tanaman juga memperbesar kapasitas infiltrasi. Lobang-lobang atau celah-celah pada
tanah yang ditimbulkan organisme tanah atau serangga memperbesar peresapan air.
Hilangnya air dari tanah melalui sistem drainase, transpirasi dan evaporasi
mengosongkan pori-pori tanah yang memungkinkan penyerapan air dari hujan
berikutnya.
Secara garis besar tindakan-tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga dan
mempertahankan agar laju infiltrasi tetap tinggi adalah: perbaikan sifat fisik tanah dan
memperbesar kesempatan air untuk berinfiltrasi.

Perbaikan sifat fisik tanah


Perbaikan sifat fisik tanah terutama bertujuan untuk meningkatkan granulasi
(pembentukan agregat) dan mempertahankan kemantapan agregat. Cara ini dapat
memperbesar porositas tanah (ruang pori makro) dalam tanah. Hal ini dapat dicapai
dengan:
1. Menutup tanah baik dengan vegetasi maupun dengan sisa-sisa tanaman (mulsa)
untuk meredam energi tumbukan hujan yang dapat menghancurkan struktur
tanah. Struktur tanah yang hancur akan menutup pori-pori tanah, yang dapat
menyebabkan terbentuknya lapisan kerak, sehingga akan mengakibatkan
menurunnya laju infiltrasi.
2. Menambah bahan organik ke dalam tanah sebagai sumber energi bagi aktivitas
organisme tanah. Dengan demikian akan tersedia miselia jamur dan aksinomisetes
yang akan mengikat secara fisik partikel primer tanah menjadi agregat dan akan
mengeluarkan senyawa-senyawa organik yang akan mengikat secara kimiawi
partikel primer menjadi agregat.
3. Menambah soil conditioner yaitu bahan kimia yang bertujuan mempertahankan
susunan agregat dan struktur tanah sehingga dapat meningkatkan porositas.

Memperbesar kesempatan air untuk berinfiltrasi


Upaya untuk memperbesar kesempatan air untuk berinfiltrasi dapat dilakukan dengan
cara:
1. Memperbanyak simpanan depresi (depression storage) dengan pengolahan tanah
dan penanaman secara kontur, pembuatan teras (teras kredit, teras gulud, teras
bangku), budidaya lorong, pemberian mulsa.
2. Memperbanyak simpanan depresi melalui pengolahan tanah (tillage). Namun
pengolahan tanah jangan sampai berlebihan dan memecah struktur tanah sehingga
rentan terhadap pukulan air hujan. Tanah diolah seperlunya pada kandungan air
tanah yang tepat serta menggunakan herbisida untuk membasmi gulma.
3. Meningkatkan pori-pori biologis (biopore) berupa lubang-lubang yang dibuat oleh
cacing tanah / serangga, serta perakaran tanaman.
4. Memperbanyak simpanan depresi melalui penerapan mulsa vertikal (penempatan
mulsa secara vertikal pada saluran teras) dan pembuatan rorak.
5. Memperbanyak sumur / lubang resapan buatan.

12
PENATAAN RUANG DAN MANAJEMEN INFRASTRUKTUR
DALAM MENGATASI GENANGAN DAN MENGURANGI LIMPASAN

Sampai saat ini, potensi pohon untuk mengatasi limpasan Darurat di daerah
perkotaan belum dimanfaatkan dengan baik. Pendekatan tradisional yang digunakan
oleh sebagian besar kota untuk mengelola pohon perkotaan telah berfokus pada tujuan
estetika jangka pendek sering merugikan kesehatan pohon dan realisasi penuh dari jasa
ekosistem yang disediakan oleh pohon-pohon. Pohon merupakan komponen yang
berguna dan berharga dari infrastruktur kota untuk mengurangi limpasan dan
mengatasi genangan, namun, banyak kota enggan untuk memperluas program
penanaman pohon karena masalah anggaran.
Penataan pohon di perkotataan harus diikuti dengan prinsip-prinsip penataan
ruang. Penataan Ruang harus mengedepankan keseimbangan antara kawasan budidaya
dan kawasan lindung dilanggar, padahal alam memiliki kapasitas daya dukung tertentu.
Keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) harus menjadi perhatian yang serius dalam
penataan ruang. Saat ini keberadaan RTH di kota-kota besar semakin berkurang karena
dianggap tidak memberikan nilai ekonomis. Sebagai contoh kasus, berdasarkan data
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta, pada tahun 1985 Jakarta masih
memiliki RTH seluas 28,76% dari luas wilayah Ibu Kota. Sepuluh tahun kemudian
(1995), luas RTH itu susut menjadi 24,88%. Memasuki tahun 2000 dan sesudahnya,
RTH Jakarta tinggal 9,3%, jauh di bawah kondisi ideal menurut UU Penataan Ruang
bahwa luas RTH minimum adalah 30%. Bahkan, di Jakarta sekarang, kantong-kantong
air atau kawasan air, situ, danau, dan rawa hanya tinggal 2,96% saja, padahal kondisi
idealnya adalah harus di atas 20%. Data ini merepresentasikan bagaimana terjadinya
degradasi kawasan RTH dan resapan air di kota-kota besar (www.faisalbasri.com).
Saat ini tindakan yang perlu segera dilakukan adalah mengembalikan fungsi
kawasan-kawasan ke fungsi awalnya yang lebih ramah lingkungan berdasar atas UU
Penataan Ruang. Memang bukan perkara sederhana untuk mengubah kembali fungsi
budidaya yang sudah terbentuk untuk dikembalikan menjadi fungsi-fungsi yang ramah
lingkungan yang akan mengorbankan kepentingan ekonomi. Namun apalah artinya
kesejahteraan ekonomi yang tinggi jika sewaktu-waktu bisa musnah dalam sekejap
akibat bencana banjir, belum lagi perasaan was-was setiap kali musim hujan datang
akan diikuti oleh banjir yang melanda. Dalam mengatasi masalah genangan dan banjir,
paradigma penanganan banjir yang telah ada selama ini perlu sedikit digeser dan lebih
diarahkan ke tindakan pencegahan. Hal ini dapat dijadikan pedoman dalam
pengendalianpemanfaatan ruang sehingga dapat meminimasi dan mengeliminir
terjadinya banjir akibat pembangunan yang kurang berwawasan lingkungan. Metode
manajemen air hujan secara ekologis di daerah perkotaan dapat berkontribusi untuk :
1) pengurangan jumlah limpasan air hujan dan dari puncaknya, 2) penyimpanan air
hujan, untuk menutupi kebutuhan air berkualitas rendah, seperti irigasi taman, 3)
akuifer setempat pengisian, 4) pengurangan kerusakan properti dan gangguan aktivitas,
yang karena jaringan saluran pembuangan yang tidak memadai, 5) peningkatan kualitas
hujan limpasan melalui retensi polutan, filtrasi, dekomposisi, serapan tanaman, 6)

13
mitigasi polusi limpasan badan air penerima, dan 7 ) peningkatan lanskap perkotaan
dan pinggiran kota. (Papafotiou dan K.L. Katsifarakis, 2015).
Saat ini di negara-negara maju dikembangkan metode Low Impact
Development (LID) yang merupakan adalah strategi manajemen banjir yang berusaha
untuk mengurangi dampak dari peningkatan limpasan dan stormwater dengan
mengelola limpasan di daerah yang terdekat dari sumbernya. LID terdiri dari satu set
strategi desain situs yang meminimalkan limpasan dan didistribusikan, praktik
struktural skala kecil yang meniru alam atau perencanaan hidrologi melalui proses
infiltrasi, evapotranspirasi, pemanenan, filtrasi dan penahanan stormwater. Teknik LID
telah banyak diterapkan dalam rangka untuk memulihkan kondisi water environment
(Kwak et al, 2016).
Prinsip-prinsip dasar dari Low Impact Development (LID) meliputi:
1 Air adalah sumber daya;
2 Mengurangi penutupan lahan terbangun sehingga memungkinkan air meresap ke
dalam tanah;
3 Gunakan sistem alam untuk meningkatkan infiltrasi air;
4 Melindungi daerah ekologis penting dalam pembangunan.

Gambar 7. Tipe-tipe LID


Aplikasi LID menurut Kwak et al (2016) seperti pada Gambar 5 meliputi:
1. Retention Type, berupa :
a. rainwater retention pond;
b. rainwater tank;
c. rainwater bank;
d. rooftop rain garden.

2. Infiltration Type, berupa :


a. pervious pavement;
b. infiltration ditches;
c. green roof system;
d. Infiltration pits.

14
Gambar 8. Perananan pohon dalam LID
Srategi Low Impact Development (LID) tidak bisa dilepaskan dengan pohon yang
dikenal sebagai “vertical rain garden” yang memberikan beberapa keuntungan,
termasuk mengelola limpasan bila ditanam dengan benar.

15
DAFTAR PUSTAKA

Campbell. 1999. Biologi. Erlangga. Jakarta


Dat J, Folzer H, Parent C, Badot P-M, Capelli N. 2006. Hypoxiastress:Current
Understanding and Perspectives. Advances and Topical Issues (3): 664-674
Grey, G.W. dan Deneke, F.I. 1978. Urban Forestry. John Wiley and Son, Inc. Canada.
Hamilton, L.S. dan P.N.King, 1997. Daerah Aliran Sungai Hutan Tropika (Tropical
Forested Watersheds). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Harsono, 1995. Hand Out Erosi dan Sedimentasi. Program Pasca Sarjana Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Huang B, Johnson JW, NeSmith DS. 1997. Responses to root-zone CO2 enrichment
and hypoxia of wheat genotypesdiffering in waterlogging tolerance. Crop
Science 37: 464-468
Kwaka D, Hyunwoo Kima, dan Mooyoung Hana. 2016. Runoff Control Potential for
Design types of Low Impact Development in Small Developing Area Using
XPSWMM. Procedia Engineering 154: 1324 – 1332.
Malik AI, Colmer TD, Lambers H, Schortemeyer M. 2001. Changes inphysiological
and morphological traits of roots and shoots of wheat in response to different
depths of waterlogging. Australian Journal of Plant Physiology 28: 1121-1131
Papafotiou E. dan K.L. Katsifarakis. 2015. Ecological Rainwater Management in
Urban Areas. Preliminary Considerations for the city of Corinth, Greece.
Agriculture and Agricultural Science Procedia 4: 383 – 391.
Suarja, J. 1993. Meningkatkan Peranan Vegetasi dalam Upaya Memperbaiki
Lingkungan Hidup Kota Jakarta, dalam Majalah Ilmiah Penghijauan, KPPL.
Jakarta.
Sudarmadi, H. 1981. Mengenal Vegetasi dan Lingkungannya, Jurusan Biologi,
FMIPA, IPB, Bogor.
Parent, C. et al. 2008. an Overview of Plant Responses to Soil Waterlogging. Plant
Stress 2 (1): 20-27
Pezeshki SR, DeLaune RD. 1998. Responses of seedlings of selected woody species to
soil oxidation-reduction conditions. Environmental and Experimental Botany
40: 123-133
Pingping H. et al. 2013. Effect of Vegetation Cover Types on Soil Infiltration Under
Simulating Rainfall. Nature Environment and Pollution Technology 12: 193-
198
Rosenow, J.E. 2010. Tree City USA Bulletin. USDA Forest Service, Pacific Southwest
Research Station and Jennifer Karps, Grey-to-Green Coordinator, City of
Portland (Oregon) Environmental Services.
Thurow, T.L., W.H. Blackburn, and C.A. Taylor, Jr. 1986. Hydrologic characteristics
of vegetation types as affected by livestock grazing systems, Edwards Plateau,
Texas. J. Range Mange 39:505-509.

16

Anda mungkin juga menyukai