Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

ATRIBUT DAN ANCAMAN LAHAN BASAH


MATA KULIAH EKOLOGI LAHAN BASAH
(ABKC 6255)

Disusun Oleh Kelompok 3:


Arma Damayanti (2010119320008)

Awaludin Akbar (2010119110008)

Elilina Rizka (201011922021)

Muhammad Iqbal Trijanah (2010119310019)

Oktarika Putri Salsabila (2010119220025)

Siti Maryati (20101192200028)

Dosen Pengampu:
Dr. H. Hardiansyah, M.Si.
Mahrudin, S.Pd., M.Pd.
Nurul Hidayati Utami, S.Pd., M.Pd.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
FEBRUARI 2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang
memberikan kami kesempatan untuk menyelesaikan makalah tentang “Atribut dan
Ancaman Lahan Basah” ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam
pembuatan makalah ini kami mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Dengan
begitu di sini kami ingin mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. H.
Hardiansyah, M.Si., Bapak Mahrudin, S.Pd., M.Pd., dan Ibu Nurul Hidayati
Utami, S.Pd., M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Ekologi Lahan Basah,
serta kepada seluruh anggota kelompok yang sudah berpartisipasi dalam
pembuatan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari bahwa massih banyak
terdapat kekurangan dalam penyusunan makalah Ekologi Lahan Basah ini. Maka
dari itu, kami sangat terbuka dengan saran dan masukan yang membangun dari
berbagai pihak.

Selain itu, kami juga berharap makalah ini dapat menjadi manfaat bagi
semua pihak yang membacanya, serta dapat menjadi sumbangan pemikiran
tentang Atribut dan Ancaman Lahan Basah. Akhir kata kami mengucapkan
permohonan maaf apabila ada kesalahan dan kekeliruan dalam pembuatan
makalah ini, dan semoga makalah ini dapat menjadi manfaat bagi setiap orang.

Banjarmasin, 25 Februari 2022

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR…………………………………………………… i
DAFTAR ISI…………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………….. 1
A. Latar Belakang……………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………. 1
C. Metode Penulisan ……………………………………………. 2
D. Tujuan Penulisan……………………………………………... 2
E. Manfaat Penulisan……………………………………………. 2

BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………. 3

A. Pengertian Atribut, Ancaman, dan Lahan Basah…...………... 3


B. Faktor Yang Mempengaruhi Atribut dan Ancaman Di
Lahan Basah …………………………………………………. 4
C. Ancaman Lahan Basah ……..……...…………..…………….. 6
D. Cara Menjaga dan Pengembangan Lahan Basah ……………. 7
E. Peraturan dan Perundang-undangan Tentang Lahan Basah….. 8

BABB III PENUTUP…………………………………………………….. 11

A. Kesimpulan…………………………………………………… 11
B. Saran………………………………………………................. 11

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. 12

ii
iii
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lahan basah adalah istilah kolektif tentang ekosistem yang
pembentukannya dikuasai air, dan proses serta cirinya terutama dikendalikan
air. Lahan basah adalah wilayah rawa, lahan gambut, dan air, baik alami
maupun buatan, bersifat tetap atau sementara, berair ladung (stagnant, static)
atau mengalir yang bersifat tawar, payau, atau asin, mencakup wilayah air
marin yang di dalamnya pada waktu surut tidak lebih daripada enam meter.
Fungsi khusus terpenting lahan basah mencakup pengimbuhan (recharge) dan
pelepasan (discharge) air bumi (ground water), penqendalian banjir,
melindungi garis pantai terhadap abrasi laut, penambatan sedimen, toksikan,
dan hara, serta pemendaman (sequestering) karbon khususnya di lahan
gambut. Hasilan yang dapat dibangkitkan ialah sumberdaya hutan,
sumberdaya pertanian, perikanan, dan pasokan air.
Kendala utama dalam mengembangkan sumberdaya pertanian di
lahan basah ialah ketercapaian (accessibility) dan keterlintasan (trafficability)
yang buruk karena letak kebanyakan lahan basah terpencil dan dengan
prasarana jalan yang sangat terbatas, dan tanahnya pada umumnya
berkapasitas tumpu (bearing capacity) rendah. Kendala lain ialah keanekaan
jarak pendek faktor-faktor penentu hasil panen, termasuk tebal dan tingkat
dekomposisi gambut, hidrologi, tanah, dan kemasaman tanah serta air, yang
menyebabkan hasilpanen dalam petakan tidak seragam. Kendala berikut ialah
amblesan (subsidence) dan pembentukan kemasaman sulfat. Kendala penting
khusus di lahan gambut mencakup percepatan dekomposisi gambut, terjadinya
hidrofobisitas bahan gambut yang takterbalikkan, kenaikan kapiler air lambat
yang dapat membatasi imbuhan air ke mintakat perakaran (rooting zone)
tanaman semusim, dan volum efektif perakaran kecil karena kerapatan lindak
gambut sangat rendah.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari atribut, ancaman, dan lahan basah?
2. Apa saja faktor yang mempengaruhi atribut dan ancaman di lahan basah?
3. Apa saja yang menjadi ancaman lahan basah?
4. Bagaimana menjaga dan mengembangkan lahan basah?
5. Bagaimana peraturan dan perundang-undangan tentang lahan basah?

1.3 Metode Penulisan


Dalam penulisan makalah ini kami menggunakan metode pendekatan
penulisan yang berupa studi pustaka. Studi pustaka merupakan suatu studi
yang digunakan dalam mengumpulkan informasi dan data dengan bantuan
berbagai macam material yang ada di perpustakaan, buku, jurnal ilmiah,
internet, dan lain sebagainya.

1.4 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui pengertian dari atribut, ancaman, dan lahan basah.
2. Untuk mengetahui faktor mempengaruhi atribut dan ancaman di lahan
basah.
3. Untuk mengetahui yang menjadi ancaman di lahan basah.
4. Untuk mengetahui cara menjaga dan pengembangan pada lahan basah.
5. Untuk mengetahui peraturan dan perundang-undangan tentang lahan
basah.

1.5 Manfaat Penulisan


1. Memberikan pengetahuan tentang atribut dan ancaman lahan basah.
2. Sebagai bahan referensi untuk pembaca.
3. Melatih mahasiswa dalam membuat makalah atau karya tulis ilmiah.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Atribut, Ancaman, dan Lahan Basah
Atribut yaitu memiliki keindahan alam dan kepentingan bagi upacara
keagamaan. Sebagai atribut,lahan basah juga akan bernilai dan dihargai oleh
sebagian kelompok masyarakat berhubungan dengan agama dan tatanan sosial
masyarakat setempat serta berguna bagi perkembangan ilmu dan budaya.
(Hidayat dkk., 2015). Ancaman adalah suatu usaha atau kegiatan yang
dilakukan oleh individu atau kelompok tertentu yang berpotensi
membahayakan keselamatan.

Gambar 1. Lahan Basah Sawah


(Sumber: Litbang, 2019)
Lahan basah atau wetland adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya
jenuh dengan air, baik bersifat permanen atau musiman. Wilayah-wilayah
tersebut sebagian atau seluruhnya kadang-kadang digenangi oleh lapisan air
yang dangkal. Menurut Soendjoto dan Dharmono (2016), lahan basah terbagi
menjadi lima jenis, yaitu lahan basah laut (marine wetlands), lahan basah
estuarin (estuarine wetlands), lahan basah riparian (riverine wetlands), lahan
basah lakustrin (lacustrine wetlands), dan lahan basah palustrin (palustrine
wetlands). Menurut Hardjasoemantri (1991) dalam Pramudianto (2011), lahan

3
basah yang banyak diketahui oleh masyarakat adalah lahan basah seperti
rawa-rawa, air payau, tanah gambut.

2.2 Faktor Yang Mempengaruhi Atribut dan Ancaman Di Lahan Basah


Atribut atau keadaan unsur-unsur lahan yang dapat
diukur/diperhatikan struktur, tekstur tanah, kaeadaan tanah, jumlah curah
hujan, distribusi hujan, temperatur, drainase tanah dan jenis vegetasi. Faktor
atribut yang terjadi kebakaran hutan dan tingkat konversi hutan dan lahan
gambut, metode bakar ramah lingkungan, pengetahuan fungsi utama hutan
rawa gambut, pengetahuan penyebab kebakaran hutan rawa gambut, dan
pengetahuan dampak kebakaran hutan rawa gambut.
Kerusakan ekosistem lahan gambut dapat ditekan dengan cara
mengelola berbagai atribut sensitif yang menjadi penyebabnya. Selama ini
kerusakan yang terjadi lebih disebabkan oleh banyak faktor manusia bila
dibandingkan faktor alami. Oleh karena itu, implikasi penemuan penelitian ini
sebagai upaya untuk mengurangi atau menekan kejadian kebakaran dengan
cara melakukan pengelolaan ekosistem hutan rawa gambut secara terpadu dan
berkelanjutan berbasis ekosistem dan partisipasi semua stakeholders terkait.
Ekosistem hutan rawa gambut sebagai mendukung fungsi penyangga
lingkungan sehingga perlu langkahlangkah strategis untuk menekan tingkat
kerusakan dan melestarikan akibat degradasi/kerusakan dan kebakaran hutan
dan lahan gambut (Rieley dan Page, 2003).
Atribut sensitif penting kedua yang mempengaruhi indeks dan status
keberlanjutan pengelolaan hutan rawa gambut terhadap kebakaran, yaitu
masih rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat akan peranan (fungsi dan
manfaat) ekosistem lahan gambut diduga juga sangat berpengaruh pada indeks
dan status eksistensinya.
Konversi lahan merupakan ancaman serius terhadap ketahanan
pangan karena dampaknya bersifat permanen. Lahan sawah yang telah
dikonversi ke penggunaan lain dipertanian sangat kecil peluangnya untuk
berubah kembali menjadi lahan sawah bahkan mungkin peluangnya nol.

4
Substansi masalah konversi lahan bukan hanya terletak pada boleh atau
tidaknya suatu lahan dikonversi tetapi lebih banyak menyangkut kepada
kesesuaian dengan tata ruang, dampak dan manfaat ekonomi dan lingkungan
dalam jangka panjang serta alternatif lain yang dapat ditempuh agar
manfaatnya lebih besar daripada dampaknya (Pakpahan et al., Ruswandi,
2007).
Irawan (2004) mengungkapkan konversi lahan berawal dari
permintaan komoditas pertanian terutama komoditas pangan yang kurang
elastis terhadap pendapatan dibanding dengan komoditas non pertanian. Oleh
karena itu pembangunan ekonomi yang berdampak pada peningkatan
pendapatan penduduk cenderung menyebabkan naiknya permintaan komoditas
non pertanian dengan laju lebih tinggi dibandingkan dengan permintaan
komoditas pertanian. Konsekuensi lebih lanjut adalah karena kebutuhan lahan
untuk memproduksi setiap komoditas merupakan turunan dari permintaan
komoditas yang bersangkutan, maka pembangunan ekonomi yang membawa
kepada peningkatan pendapatan akan menyebabkan naiknya permintaan lahan
untuk kegiatan di luar pertanian dengan laju lebih cepat dibanding kenaikan
permintaan lahan untuk kegiatan pertanian. konversi lahan pertanian ini tentu
akan sangat berdampak terhadap masyarakat yang bermata pencaharian petani,
dimana dengan lahan yang semakin sempit petani akan kesulitan dalam
mendapatkan pekerjaan dan akan mengurangi pendapatan petani yang
nantinya diduga akan berpengaruh terhadap kesejahteraan petani itu sendiri.
Faktor yang berperan penting yang menyebabkan proses konversi
lahan pertanian ke nonpertanian menurut Saefulhakim dan Nasution (1995)
adalah perkembangan standar tuntutan hidup, fluktuasi harga pertanian,
struktur biaya produksi pertanian, teknologi, aksesibilitas, resiko dan
ketidakpastian dalam pertanian. Lahan pertanian dapat memberikan banyak
manfaat seperti dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Namun, akibat
konversi lahan tersebut sehingga menjadikan semakin sempitnya lahan
pertanian akan mempengaruhi segi ekonomi, sosial, dan lingkungan tersebut.
Jika konversi lahan pertanian ke non pertanian ini terus dilakukan dan tak

5
terkendali, maka hal ini tidak hanya menjadi masalah bagi petani di daerah,
tetapi hal ini bisa menjadi masalah nasional bangsa Indonesia. Konversi lahan
pertanian akan sangat berkaitan dengan kesejahteraan petani karena lahan
merupakan sumber kehidupan para petani.
2.3 Ancaman Di Lahan Basah
Tiap lahan basah tersusun atas sejurnlah komponen fisik, hayati, dan
kimia berupa tanah, air, spesies tumbuhan dan hewan serta hara. Proses-
proses di antara dan di dalam komponen-komponen tersebut memungkinkan
lahan basah menjalankan fungsi-fungsi serta membangkitkan hasil, di
samping adanya ciri-ciri berharga pada skala ekosistem (Tim PLBT, 1999).
Lahan basah di berbagai kawasan terancam hilang atau rusak, karena
pengusikan proses-proses alami oleh tindakan manusia berupa intensifikasi
pertanian, penggundulan tanah, urbanisasi, pencemaran, pembangunan
bendungan pengalihan air berskala nasional, dan bentuk-bentuk campur
tangan lain terhadap sistem ekologi dan hidrologi (Hardjoamidjojo, 1999).

Gambar 2. Perkebunan Sawit


(Sumber: Info Sawit, 2018)
Ancaman yang paling umum pada lahan basah ialah alih fungsi lahan,
di mana lahan basah yang seharusnya tergenang air dikeringkan dan dijadikan
sebagai lahan perkebunan, terutama kelapa sawit. Contohnya perubahan lahan
gambut menjadi lahan perkebunan kelapa sawit akan menyebabkan emisi gas

6
karbondikosida yang awalnya tersimpan pada lahan gambut akan keluar ke
atmosfer sehingga dapat menyebabkan pemanasan global (Adinugroho, 2015).

Gambar 3. Hutan Gambut Yang Terbakar


(Sumber: IEC, 2014)
Selain itu, dalam proses pembukaan lahan perkebunan pada lahan
gambut, umumnya dilakukan dengan cara pembalakan atau pembakaran,
dimana kedua hal ini sangat mengancam baik bagi lingkungan sekitar ataupun
fauna flora sekitar. Pada pembakaran lahan gambut, selain pembakaran yang
terjadi di permukaan tanah, api juga akan masuk ke dalam tanah dari lahan
gambut, sehingga menyusahkan pemadaman nya dan akan menimbulkan titik
api yang baru, dimana api yang berada pada tanah di lahan gambut akan
membakar akar dan pada akhirnya akan menyebabkan kebakaran di titik yang
berbeda (Adinugroho, 2015).

2.4 Cara Menjaga dan Pengembangan Lahan Basah


Dalam melaksanakan strategi penanganan pengembangan kawasan
lahan basah harus berdasarkan perangkat hukum yang ada yaitu untuk
perencanaan pengembangan wilayah adalah Keppres RI No. 80 tahun 1999.
(Meneg KLH, 2006). Dasar hukum Keppres No. 32 tahun 1990, tentang
Kawasan Lindung perlu dipertimbangkan dalam penetapan kawasan
konservasi dan kawasan budidaya di lahan basah. Lahan basah gambut dengan
ketebalan > 3 m merupakan kawasan lindung atau konservasi, walaupun
sebenarnya kawasan konservasi di lahan gambut tidak cukup memperhatikan
kedalamannya saja tetapi perlu juga melihat lapisan di bawahnya. Jika lapisan

7
di bawahnya pasir kuarsa atau mineral berpirit, maka walaupun ketebalan
gambut < 3 m, maka daerah itu tetap harus dijadikan kawasan konservasi
(Sabiham, 2006).
2.4.1 Pengelolan Konservasi
Pengelolaan kawasan lindung di kawasan lahan basah bertujuan
untuk menjaga tata air. Selain itu, lahan gambut mempunyai ciri ekosistem
alam yang sangat spesifik dan khas, sehingga perlu dilakukan tindakan
konservasi dan perlindungan.
2.4.2 Kawasan Budidaya
Pengembangan kawasan budidaya bertujuan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi wilayah dan mewujudkan keseimbangan pertumbuhan
antar wilayah dengan tetap memperhatikan keseimbangan lingkungan dalam
memanfaatkan potensi sumberdaya alam yang ada.

2.5 Peraturan dan Perundang-undangan Tentang Lahan Basah


2.5.1 Peraturan dan Kebijakan Lahan Basah di Indonesia
Peraturan mengenai konservasi lahan basah tertuang melalui
Keputusan Presiden Nomor R.09/PRD/PU/X/1991 yang telah
diratifikasi Konvensi Ramsar pada tanggal 19 Oktober 1991 dengan
dilakukannya penetapan Taman Nasional Berbak sebagai daftar situs
Konvensi Ramsar 1971. Pada pertemuan tahunan ke-18 Majelis
Umum IUCN yang diadakan di kota Perth, Australia tahun 1990,
dalam salah satu resolusinya telah memutuskan penambahan daftar
wilayah konservasi yaitu Danau Eyre, Australia dan Hutan Bakau
Teluk Bintuni di Irian Jaya ke dalam daftar konservasi Konvensi
Ramsar 1971 (WCED,1987 dalam Pramudianto, 2011).
Kebijakan dan peraturan konservasi dan tata kelola lahan
basah di Indonesia perlu di terapkan dengan baik oleh seluruh lapisan
masyarakat agar apa yang menjadi tujuan tercapai den terlaksana
dengan baik sehingga keberadaan ekosistem lahan basah terjaga
keberadaannya dan dapat dimanfaatkan dengan baik dan bijaksana.

8
2.5.2 Peraturan dan Kebijakan Lahan Basah Secara Global
Peraturan mengenai ekosistem lahan basah secara global
terdapat dalam suatu Konvensi Internasional yang disponsori oleh
IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources) yang saat ini berganti menjadi The World Conservation
Union). Konvensi ini bernama Conventions on Wetlands of
International Importance, Especially as Waterfowl Habitat atau
disingkat sebagai Ramsar Convention 1971.
Keberadaan lahan basah di Amerika Serikat telah mengalami
penurunan dimana lahan basahnya lebih dari 50 % pada jaman
kolonial hingga saat ini telah hilang. Kemudian di negara-negara
berkembang telah terjadi perubahan lahan basah akibat penggunaan
waduk dan saluran irigasi (Elsworth, 1990 dalam Pramudianto 2011).
Kemudian Pantanal di Brazil mempunyai rawa-rawa seluas 110.000
km 2 yang berkuirang akibat semakin meluasnya pertanian,
pembuatan bendungan dan berbagai bentuk pembangunan lainnya
(WCED,1987 dalam Pramudianto, 2011).
Usaha yang telah dilakukan untuk mengatur masalah ini
sudah ada sekitar 30 tahun yang lalu. Pada tahun 1961, atas inisiatif
AQUA Project yang dibentuk oleh Masyarakat Internasional yang
menangani masalah Danau (Societas Internationalis Limnologiae).
UNESCO juga menyebutkan bahwa danau dan sungai besar
merupakan wilayah konservasi yang penting. Di tahun 1962
Konferensi MAR yang diadakan oleh International Union for
Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) yang sekarang
dikenal dengan nama the World Conservation Union , the
International Waterfowl Research Bureau(IWRB) dan International
Council for Birds Preservation (ICBP) yang menyatakan untuk
memfokuskan perhatian dan mengkoordinasi tindakan-tindakan
mengenai konservasi lahan basah Palearctic. Konvensi ini berada

9
dalam daftar perjanjian internasional UNESCO yang mewakili
organisasi internasional di bawah Perserikatan Bangsa-bangsa.
Kedudukan Sekretariat Jenderal Konvensi ini berada di kota Gland,
Swiss dan memiliki kantor cabang di kota Slambridge, Inggris.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Lahan basah atau wetland adalah wilayah-wilayah di mana tanahnya jenuh
dengan air, baik bersifat permanen atau musiman. Wilayah-wilayah tersebut
sebagian atau seluruhnya kadang-kadang digenangi oleh lapisan air yang
dangkal. Atribut lahan basah akan bernilai dan dihargai sebagian kelompok
masyarakat berhubungan dengan agama dan tatanan sosial serta berguna bagi
perkembangan ilmu dan bud aya. Ancaman adalah suatu usaha atau kegiatan
yang dilakukan oleh individu atau kelompok tertentu yang berpotensi
membahayakan keselamatan. Ancaman yang paling umum pada lahan basah
ialag alih fungsi lahan, dimana lahan basah yabg seharusnya tergenang air
dikeringkna dan dijadikan sebagai lahan perkebunan. Cara menjaga dan
pengembangan lahan basah berdasarkan perangkat hukum yang ada yaitu
Dasar Hukum Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung perlu
dipertimbangkan dalam penetapan kawasan konservasi dan kawasan budidaya
di lahan basah. Peraturan mengenai konservasi lahan basah tertuang melalui
Keputusan Presiden Nomor R. 09/PRD/PU/X/1991. Dan Peraruran mengenai
ekosistem lahan basah sexara global terdapat dalam sutau Konsensi
Internasional yang di sponsori oleh IUCN ((International Union for
Conservation of Nature and Natural Resources) yang saat ini berganti menjadi
The World Conservation Union)

3.2 Saran
Lahan basah di berbagai kawasan terancam hilang atau rusak, karena
pengusikan proses-proses alami oleh tindakan manusia. Sebaiknya melakukan
tindakan yang tepat terhadap Kawasan lahan basah, misalnya ketika ingin
melakukan pembukaan, jangan dilakukan dengan cara membakar atau
pembalakan.

11
DAFTAR PUSTAKA
Soendjoto, M. A., & Dharmono. (2016). Potensi, Peluang, dan Tantangan
Pengelolaan Lingkungan Lahan Basah secara Berkelanjutan. Prosiding.
Banjarmasin: Lambung Mangkurat University Press.
Litbang. (2019). Pendampingan dan Identifikasi Masalah Gelar Teknologi Di
Lahan Basah Penas 2020. Diakses melalui
http://sumbar.litbang.pertanian.go.id/index.php/berita-mainmenu-26/13-
info-aktual/1515-pendampingan-dan-identifikasi-masalah-gelar-teknologi-
di-lahan-basah-penas-2020. Pada 26 Februari 2022.
Adinugroho, W. C. (2015). Kebakaran Hutan dan Lahan. Diakses melalui
https://www.wetlands.or.id. Pada 25 Februari 2022.
IEC. (2014). Dampak Negatif Kebakaran Hutan Gambut. Diakses melalui
https://environment-indonesia.com/dampak-negatif-kebakaran-hutan-
gambut/. Pada 26 Februari 2022.
Info Sawit. (2014). Mengenal Jenis Lahan Yanf Teoat Untuk Perkebunan Kelapa
Sawit. Diakses melalui https://www.infosawit.com/news/8600/mengenal-
jenis-lahan-yang-tepat-untuk-perkebunan-kelapa-sawit. Pada 27 Februari
2022.

12

Anda mungkin juga menyukai