Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH

TEKNOLOGI PRODUKSI PAKAN ALAMI

SAFIRA

PROGRAM STUDI AKUAKULTUR


JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2022
ii

LAPORAN PRATIKUM MATA KULIAH


TEKNOLOGI PRODUKSI PAKAN ALAMI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Menyelesaikan Mata Kuliah
Teknologi Produksi Pakan Alami

Oleh :

Safira
O27120005

PROGRAM STUDI AKUAKULTUR


JURUSAN PERIKANAN DAN KELAUTAN
FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2022
iii

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Kultur Pakan Alami

Nama : Safira

Kelas : Akua 01

Kelompok : 2 (Dua)

Palu, 2022

Mengetahui;

Asisten Praktikum Mata Kuliah


Teknologi Produksi Pakan Alami

Menyetujui;

Kordinator Pratikum Mata Kuliah


Teknologi Produksi Pakan Alami
iv

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji Syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah

memberikan berkat dan kesabaran, sehingga penulis dapat menyelesaikan

Laporan Mata Kulia Teknologi Produksi Pakan Alami. Penulis juga tak lupa

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Selaku dosen koordinator Mata Kuliah Teknologi Produksi Pakan Alami

2. Kakak Asisten Praktikum Mata Kuliah Teknologi Produksi Pakan Alami

yang telah mendampingi selama praktek.

3. Teman-teman yang telah membantu dalam menyusun laporan ini.

4. Orang tua yang selalu memberikan do’a, dan cinta kasihnya, serta

dukungan selama ini dengan tulus serta harapan dan cita-citanya untukku.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih sangat jauh dari kata

sempurna.Oleh karena itu, penulis mohon maaf apabila di dalam laporan ini masih

terdapat kekurangan atau kesalahan.

Palu,

Safira
v

DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN SAMPUL..................................................................................i
HALAMAN JUDUL.................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................iii
UCAPAN TERIMAKASIH........................................................................iv
DAFTAR ISI.................................................................................................v
DAFTAR TABEL......................................................................................Vii
DAFTAR GAMBAR................................................................................Viii
DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................1
1.2 Tujuan Praktikum............................................................................2
1.3 Kegunaan Praktikum......................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Artemia............................................................................4
2.1.1 Klasifikasi Artemia Sp............................................................4
2.1.2 Morfologi Artemia Sp............................................................5
2.1.3 Habitat dan Penyebaran Artemia Sp.......................................5
2.2.4 Kebiasaan Makan Artemia.....................................................6
2.2 Dekapsulasi......................................................................................7
2.3 Non Dekapsulasi..............................................................................8
2.2 Deskripsi Dapnia Sp........................................................................4
2.2.1 Klasifikasi Daphnia SP...........................................................4
2.2.2 Morfologi Daphnia Sp............................................................5
2.2.3 Kebiasaan Makan Daphnia Sp................................................6
2.2.4 Proses Budidaya Daphnia Sp..................................................6
2.3 Deskripsi Tubifex Sp.......................................................................4
2.3.1 Klasifikasi Tubifex Sp............................................................4
2.3.2 Morfologi Tubifex Sp.............................................................5
2.3.3 Habitat dan Penyebaran Tubifex Sp.......................................5
2.3.4 Kebiasaan Makan Tubifex Sp.................................................6
2.3.5 Proses Budidaya Tubifex Sp..................................................6
BAB 3 MATERI DAN METODE PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat...........................................................................7
3.2 Alat dan Bahan................................................................................7
3.3 Prosedur Kerja.................................................................................7
3.3.1 Persiapan Wadah....................................................................7
3.3.2 Dekapsulasi...............................................................................
3.3.3 Non Dekapsulasi.......................................................................
vi

3.3.4 Pemanena..................................................................................
3.4 Analisa Data.....................................................................................8
3.4.1 Ca & Mg.................................................................................8
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil...............................................................................................10
4.1.1 Artemia Sp................................................................................
4.1.2 Daphnia Sp................................................................................
4.1.3 Tubifex Sp................................................................................
4.2 Pembahasan...................................................................................10
4.2.1 Artemia Sp................................................................................
4.2.2 Daphnia Sp................................................................................
4.2.3 Tubifex SP................................................................................
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan........................................................................................11
5.2 Saran..............................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA
1

BAB 1 PENDAHULAN

1.1 Latar Belakang

Menurut (Widodo dkk., 2016) Dalam usaha budidaya udang atau ikan ada

dua kegiatan yang sangat penting dalam usaha budidaya yaitu pembenihan dan

pembesaran udang ataupun ikan, yang dimana tersedianya pakan alami sebagai

pakan bagi ikan ataupun udang yang memiliki nilai gizi yang sesuai kebutuhan

bagi larva ikan ataupun udang yang akan di budidayakan.

Menurut (Tyas, 2004 dalam Tombinawa dkk., 2016) Pakan alami sangat

diperlukan dalam budidaya pembenihan ikan atau udang, yang dimana pakan

alami akan menunjang kelangsungan hidup, ketahanan stress larva, dan post larva

dari benih ikan ataupun udang yang akan di budidaya.

Menurut (Tombinawa dkk., 2016) Artemia sp adalah salah satu jenis pakan

alami yang menjadi makanan bagi larva udang atau ikan, yang dimana Artemia sp

ini mengandung nutrisi yang sangat penting bagi larva terutama protein dan asam

amino bagi pertumbuhan ikan ataupun udang.

Menurut (Surtikanti dkk., 2017 dalam Hasan dan Kasmawijaya, 2021)

Daphnia sp adalah salah satu jenis krustasea seperti udang-udangan yang bagian

tubuhnya terlindungi oleh cangkang yang transparan dan terbuat dari bahan

polisakarida yaitu kitin.

Menurut (Hamron dkk., 2018) Cacing sutera (Tubifex sp) adalah salah satu

jenis pakan alami yang ketersediaanya sangat di perlukan dalam usaha budidaya
2

ikan atau udang. Pada ikan air tawar cacing sutera sangat diminati seperti benih

ikan nila dan juga ikan hias lainya serta larva udang.

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dilakukannya praktikum ialah untuk mengenalkan kepada

praktikan mengenai jenis – jenis pakan alami dan cara budidaya yang di lakukan

dalam kegiatan Akuakultur.

1.3 Kegunaan Praktikum

Dengan terlaksananya praktikum pakan alami di harapkan dapat menjadi

bekal bagi praktikan dalam melatih keahlian pada kegiatan budidaya pakan alami

yang di gunakan sebagai sumber nutrien bagi larva organisme yang di

budidayakan.
3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Artemia Sp

2.1.1 Klasifikasi Artemia Sp

Artemia sp. merupakan  pakan yang sangat baik untuk larva udang maupun

organisme akuatik lainnya (Depita, 2004). Klasifikasi Artemia sp. menurut Depita

(2004) yaitu Phylum : Arthropoda, Class : Crustacea,Sub class :  Branchiopoda,

Ordo : Anostraca,Family : Artemiidae,Genus : Artemia, Species : Artemia sp.

2.1.2 Morfologi Artemia Sp

Menurut dalam Depita (2004), Siklus hidup dimulai dari saat menetasnya

kista. Setelah 15-20 jam pada suhu 25°C kista akan menetas menjadi embrio.

Dalam waktu beberapa jam embrio ini masih akan tetap menempel pada kulit

kista. Pada Fase ini, embrio akan menyelesaikan perkembangannya kemudian

berubah menjadi nupili yang sudah bias berenang bebas di perairan. Pada awalnya

naupili akan berwarna orange kecoklatan  akibat masih mengandung kuning telur.

Artemia sp. yang baru menetas tidak akan makan, karena mulut dan anusnya

belum terbentuk secara sempurna. Setelah 12 jam mereka akan mengganti

kulit  dan memasuki tahap larva kedua. Dalam fase ini mereka akan mulai makan,

dengan pakan berupa alga, bakteri, dan berupa detritus organik lainnya. Naupili

akan berganti kulit sebanyak 15 kali sebelum mencapai fase dewasa dalam waktu

8 hari. Artemia dewasa mampu tahan terhadap suhu antara -18 hingga 40°C.

Sedangkan suhu yang optimal untuk penetasan kista Artemia sp. dan pertumbuhan
4

adalah sekitar 25-30°C. Meskipun demikian, hal ini masih ditentukan oleh strain

masing-masing Artemia sp. menghendaki kadar salinitas antara 30-35 ppt.

Artemia Sp banyak ditemukan di pasaran dalam bentuk telur istirahat yang

sering disebut kista. Kista ini berbentuk bulatan kecil berwarna coklat,

berdiameter 200-300 mikron yang diselubungi oleh cangkang yang tebal dan kuat.

Cangkang ini berguna untuk melindungi embrio yang tidak aktif terhadap

pengaruh kekeringan, benturan keras, sinar ultra violet dan mempermudah

pengapungan (Mudjiman, 2008). Ada beberapa tahap penetasan A.salina yaitu

tahap hidrasi, tahap pecah cangkang dan tahap payung (pengeluaran).

2.1.3 Habitat dan Penyebaran Artemia Sp

Artemia sp. Memiliki sistem osmoregulasi yang efisien sehingga mampu

berdaptasi pada kisaran salinitas yang luas, yaitu 1-200 ppt. Artemia Sp juga

mampu mensintesis hemoglobin secara efisien untuk mengatasi kandungan

oksigen yang rendah pada keadaan salinitas tinggi. Sedangkan suhu optimum bagi

Artemis Sp adalah 25-30 , Artemia tinggal di perairan laut ( Depita, 2004 ).

2.1.4 Kebiasaan Makan Artemia Sp

Artemia bersifat pemakan segala atau omnivora. Makanannya berupa

plankton, detritus,dan partikel-partikel halus yang dapat masuk mulut. Artemia

dalam mengambil makanan bersifat penyaring tidak selektif (non selective filter

feeder) sehingga apa saja yang dapat masuk mulut Artemia seakan-akan menjadi

makanannya. Akibatnya kandungan gizi Artemia sangat dipengaruhi oleh kualitas

pakan yang tersedia pada perairan tersebut (Isnansetyo dan Kurniastuti, 1995)
5

2.2 Dekapsulasi

Proses dekapsulasi akan mempermudah Artemia sp. keluar dari cangkang

sehingga kelangsungan hidupnya akan meningkat karena pada proses dekapsulasi

terjadi penipisan cangkang yang memungkinkan nauplius cepat menetas.

Penipisan cangkang akan terjadi dalam waktu dekapsulasi, akan tetapi lama waktu

optimum yang diperlukan dan jenis larutan dekapsulasi belum dapat ditentukan

secara tepat karena acuan lama waktu selama ini hanya didasarkan pada

perubahan warna siste dan larutan dekapsulasi. Oleh karena itu, perlu dilakukan

penelitian masalah lama waktu perendaman dan larutan dekapsulasi ini.

Menurut Mudjiman (1989) dekapsulasi memiliki beberapa keuntungan: (1)

nauplius bersih dari cangkang telur dan telur yang tidak menetas, (2) telur

sekaligus telah dibebashamakan oleh bahan pendekapsulasi, (3) hasil penetasan

lebih baik, (4) tidak diperlukan penyinaran untuk penetasan, dan (5) telur yang

telah didekapsulasi dapat langsung digunakan untuk makanan benih ikan, udang,

dan kepiting.

2.3 Non Dekapsulasi

Chumaidi et al., (1990) menyatakan bahwa perkembangbiakan artemia ada

dua cara, yakni partenhogenesis dan biseksual. Pada artemia yang termasuk jenis

parthenogenesis populasinya terdiri dari betina semua yang dapat membentuk

telur dan embrio berkembang dari telur yang tidak dibuahi. Sedangkan pada

artemia jenis biseksual, populasinya terdiri dari jantan dan betina yang

berkembang melalui perkawinan dan embrio berkembang dari telur yang dibuahi.
6

Sutaman (1993) mengatakan bahwa penetasan cyste artemia dapat

dilakukan dengan 2 cara, yaitu penetasan langsung (non dekapsulasi) dan

penetasan dengan cara dekapsulasi. Cara dekapsulasi dilakukan dengan mengupas

bagian luar kista menggunakan larutan hipoklorit tanpa mempengaruhi

kelangsungan hidup embrio.

2.2 Deskripsi Daphnia Sp

2.2.1 Klasifikasi Daphnia Sp

Daphnia sp. adalah komponen utama zooplankton air tawar dengan panjang

tubuh antara 0,2 - 3,2 mm Daphnia sp. mempunyai bentuk tubuh pipih

bilateral.Tubuh ditutupi oleh cangkang dari kutikula yang mengandung khitin

transparan yang disebut karapaks. Pembagian segmen tubuh Daphnia sp. hampir

tidak terlihat. Daphnia sp. memiliki tubuh transparan sehingga organ tubuh bagian

dalam terlihat jelas.Pada bagian kepala terdapat mata majemuk, ocellus, dan dua

pasang antena yaitu antena pertama dan antena kedua yang bercabang dengan

panjang mencapai setengah atau lebih dari panjang tubuh yang berfungsi untuk

berenang, maxilla, dan mandibula (Ebert, 2005).

2.2.2 Morfologi Daphnia Sp

Post abdomen merupakan bagian paling posterior dari tubuh dan pada

ujungnya terdapat sepasang cakar seperti kuku (claw). Bagian tengah tubuh

terdapatlima pasang kaki renang yang tertutup oleh bulu (setae) Ruang antara

cangkang dan tubuh bagian dorsal merupakan tempat pengeraman telur

(Mokoginta, 2003).
7

Daphnia sp. Jantan umumnya lebih kecil dibanding betina, tetapi memiliki

antenula yang lebih panjang. Daphnia sp. Jantan dewasa memiliki panjang antara

1 – 5 mm,sedangkan ukuran panjang betina dewasa berkisar antara 3 – 5 mm

(Ebert, 2005). Daphnia sp. Betina memiliki kantung induk (brood chamber) pada

dinding tubuh dan permukaan dorsal karapaks yang digunakan untuk menyimpan

telurnya (Clare, 2002).

2.2.3 Habitat dan Penyebaran Daphnia Sp

Habitat Daphnia sp. adalah air tawar yang tergenang (Nasution dan

Supranoto, 2004). Daphnia sp. menjadi zooplankton dominan di perairan,

Daphnia sp. juga dapat hidup pada bagian atas kolom air di dekat permukaan air

yang kaya fitoplankton (Clare, 2002). Daphnia sp. merupakan plankton yang

mempunyai ukuran tubuh kecil dan lemah untuk melawan arus yang kuat.

Daphnia sp. hanya mampu bergerak migrasi secara vertikal.

Daphnia sp. dapat tumbuh pada lingkungan dengan kisaran pH antara 6,5 –

8,5, dimana kisaran pH optimum antara 7,2 – 8,5,salinitas umumnya sekitar 1,5

ppt, sedangkan suhu optimum untuk Daphnia sp. adalah 18 – 24oC. Konsentrasi

oksigen terlarut optimum yaitu di atas 3,5 mg/l.Pada kandungan amoniak antara

0,35 – 0,61 ppm, Daphnia sp. masih dapat hidup dan berkembangbiak dengan

baik (Mokoginta, 2003).

2.2.4 Kebiasaan Makan Daphnia Sp

Daphnia sp. termasuk hewanfilter feeder yang biasanya memakan berbagai

macam bakteri, ragi, alga bersel tunggal, detritus, dan bahan organik terlarut. Alga

hijau merupakan makanan terbaik untuk Daphnia sp.. Daphnia sp. biasanya
8

memakan partikel yang berukuran 1 µm – 50 µm. Daphnia sp. muda dengan

ukuran 1 mm mampu menyaring partikel kecil ukuran 20-30 mikrometer,

sedangkan Daphnia sp. dewasa dengan ukuran 2-3 mm dapat menangkap partikel

sebesar 60-140 mikrometer Partikel makanan yang tersaring akan turun melalui

rongga pencernaan dan dikeluarkan melalui anus pada bagian ujung rongga

pencernaan (Casmuji, 2002).

2.2.5 Proses Budidaya Daphnia Sp

Keringkan terlebih dahulu dasar kolam dengan dijemur selama 2-3 hari.

Kemudian tambahkan pupuk untuk menumbuhkan pakan plankton sebagai

makanan daphnia dan moina. Genangi kolam dengan air bersih sedalam 30 cm

dan diamkan lagi selama 2-4 hari, Kolam siap ditebari dengan bibit daphnia dan

moina.

2.3 Deskripsi Tubifex Sp

2.3.1 Klasifikasi Tubifex Sp

Klasifikasi cacing sutra menurut Gusrina (2008) yaitu Filum : Annelida,

Kelas : Oligochaeta, Ordo : Haplotaxida, Famili : Tubifisidae, Genus : Tubifex,

Spesies : Tubifex sp

2.3.2 Morfologi Tubifex Sp

Tubifex sp. memiliki ukuran panjang 1-2 cm dengan warna kemerah-

merahan. Tubuh cacing Tubifex terdiri dari 2 lapis otot yang membujur dan

melingkar sepanjang tubuhnya. Cacing ini mempunyai saluran pencernaan berupa

celah kecil dari mulut sampai anus (Priyambodo dan wahyuningsih, 2001).
9

2.3.3 Kebiasaan Makan Tubifex Sp

Cacing sutera digunakan untuk pakan benih ikan konsumsi, terutama pada

ikan–ikan yang dibudidayakan secara massal. Dari segi harga, cacing sutra

tergolong relatif murah dan kandungan nutrisinya pun tidak kalah jika

dibandingkan dengan pakan lainnya seperti Artemia sp, Rotifera, Daphnia sp,

Infusoria dan jentik nyamuk (Khairuman dkk, 2008). Kebiasaan makan cacing

sutra adalah memakan detritus, alga benang, diatom atau sisa-sisa tanaman yang

terlarut di lumpur (Suharyadi, 2012). Cacing sutra akan memilih bahan yang kecil

serta lunak sebagai pakan (Isyaturradhiyah, 1992 dalam Febrianti, 2004).

2.3.4 Proses Budidaya Tubifex Sp


10

BAB III METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum Teknologi Produksi Pakan Alami dilaksanakan pada tanggal

2022. Bertempat di Laboratorium Kualitas Air, Fakultas Peternakan dan

Perikanan, Universitas Tadulako Palu.

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan pada pratikum kali ini, Sebagai Berikut :

Tabel 3-1. Alat dan bahan


No Nama Alat dan bahan Fungsi
1. wadah Sebagai wadah untuk mengkultur Artemia
Sp

2. Aerator Untuk penyalur oksigen

3. Lampu Sebagai alat untuk menarik artemia ke dasar

4. Mikroskop Untuk mengamati perkembangan kista


Artemia Sp

5. Kista Artemia Sp Bibit yang akan di kultur

3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Persiapan Wadah

3.3.2 Dekapsulasi

Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada saat dekapsulasi yaitu sebagai
berikut :

1. Memasukan kista kering ke dalam wadah dan menghidrasi selama 1 – 2 jam


dalam air laut atau air tawar .
11

2. Menyaring kista menggunakan planton net dan mencuci berish.

3. Mencampur kista dengan larutan kaporit / klorin dengan dosis 1,5 ml per 1
gram kista.

4. Mengaduk kista hingga menjadi warna merah bata.

5. Menyaring menggunakan plankton net dan membilasnya menggunakan air


bersih sampai bau klorin hilang.

6. Kista siap diretakan an akan menetas setelah 18 – 24 jam.

3.3.3 Non Dekapsulasi

Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada saat non dekapsulasi yaitu
sebagai berikut :

1. Menyiapkan wadah penetasan telur artemia

2. Menyiapkan air laut

3. Memasukan telur artemia kedalam wadah penetasan yang di desain dengan


aerator

4. Menunggu selama 24 jam dan telur akan menetas.

3.3.4 Pemanenan
3.4 Analisis Data
12

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Artemia Sp

4.1.2 Daphnia Sp

$.1.3 Tubifex Sp

4.2 Pembahasan

4.2.1 Artemia Sp

4.2.2 Daphnia Sp

4.2.3 Tubifex Sp
13

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN


1

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai