Proposal Praktek Kerja Lapangan II Pembekuan Tuna Loin (Kelompok 3) Fix1
Proposal Praktek Kerja Lapangan II Pembekuan Tuna Loin (Kelompok 3) Fix1
BENTENG LAUT
SEJAHTERA
OLEH :
DISUSUN OLEH :
Nama /NIT :
Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui :
Nova M. Tumanduk, M. Si
NIP.197111292001122003
i
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kemudahan sehingga dapat menyelesaikan ptoposal yang berjudul
“Pembekuan Tuna Loin di PT. Benteng Laut Sejahtera”. Penyusunan proposal ini
tidak lepas dari bantuan para pihak, untuk itu kami mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Bapak Daniel Hentje Ndahawali, S.Pi M.Si selaku Direktur Politeknik
Kelautan dan Perikanan Bitung yang telah menyelenggarakan PKL II
ini;
2. Ibu Nova M. Tumanduk, M.Si selaku Ketua Program Studi Teknik
Pengolahan Produk Perikanan yang telah membimbing dan memberikan
arahan
3. Ibu Nova M. Tumanduk, M.Si selaku pembimbing I dan ibu Desi selaku
pembimbing II yang telah membimbing dan memberikan arahan serta
petunjuk untuk penyusunan proposal ini;
4. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan Proposal Praktik
Kerja Lapang II.
Kami tentu menyadari bahwa proposal ini masih jauh dari kata sempurna,
untuk itu diharapkan kritik serta saran dari pembaca agar proposal ini nantinya
dapat bermanfaat bagi semua.
Kelompok III
ii
DAFTAR ISI
Halaman
iii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
v
I. PENDAHULUAN
Sumber daya kelautan dan perikanan merupakan salah satu potensi sumber
daya alam yang sanggat besar dan mendapatkan perhatian yang serius di Indonesia.
Secara singkat, dua per tiga wilayah Indonesia terdiri dari laut, memiliki pulau
sebanyak lebih dari 17.000 serta garis pantai sepanjang 81.000 km. Salah satu jenis
sumber daya ikan yang memiliki potensi besar di Indonesia adalah dari kelompok
ikan pelagis besar antaranya Tuna, Tomgkol dan Cakalang.
Salah satu cara yang sering dilakukan adalah dengan teknik pemotongan
loin. Istilah Tuna Loin adalah produk yang dibuat dari tuna segar yang mengalami
perlakuan penyiangan, pembelahan membujur menjadi 4 bagian (LOIN),
membuang daging gelap, pembuangan lemak, pembuangan kulit, perapihan dan
pembekuan cepat dengan suhu pusatnya maksimum -180C (BSN, 2006 dalam
Andriee, 2013).
Penanganan terhadap ikan tuna tersebut harus dilakukan secara cermat,
cepat, dan selalu menjaga dalam rantai dingin. Hal tersebut dikarenakan daging ikan
tuna memiliki kandyngan asam amino histidine yang relatif tinggi. Setelah ikan
mati, enzim-enzim yang berasal dari bakteri akan menguraikan histidine menjadi
histamin. Histamine tersebut sering menyebabkan keracunan yang disebut dengan
Scombroid Poisoning. Food and Drug Administrasion (FDA) menetapkan batas
kandungan histamin pada ikan yang menjadi mengindikasikan potensi resiko
terhadap kesehatan adalah 50 ppm (Anon., 1996 dalam Irianto, 2008).
PT. Benteng Laut Sejahtera merupakan salah satu Perusahan perikanan yang
bergerak dalam bidang penanganan dan pengolahan tuna loin beku yang berada di
Bitung, Sulawesi Utara.
1
1.2 Tujuan
Tujuan pelaksanaan PKL II yaitu :
1. Mampu mengetahui alur proses pembekuan Tuna Loin di PT. Benteng Laut
Sejahtera.
2. Mampu mengidentifikasi GMP dan SSOP
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Teleosteri
Subclass : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Subordo : Scombroide
Family : Scombridae
Genus : Thunnus
Tubuh ikan ini sepeti cerutu, mempunyai sirip punggung, sirip depan yang
biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang. Mempunyai jari-jari sirip
tambahan (finlet) dibelakang sirip punggung dan sirip dubur. Perut kecil, sirip ekor
bercagak agak kedalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujung hipural.
Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan agak gelap
pada bagian atas tubuhnya, sebagianbesar memiliki sirip tambahan yang berwarna
kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap (Ditjen Perikanan, 1983 dalam
Riadi, 2020).
3
Gambar 1 Ikan Tuna Sirip Kuning
Sumber. Riadi, M. (2020_
4
Tabel 1. Komposisi Gizi dari Beberapa Jenis Ikan Tuna
5
c. Kulit normal, bersih, sedikit lender
d. Tidak ada kerusakan fisik (utuh)
6
pencemaran pada tahap berikutnya dengan suhu pusat produk maksimal 4,4
0
C.
3. Pencucian ; Ikan dicuci dengan hati-hati menggunakan air bersih dingin
yang mengalir secara cepat, cermat dan saniter untuk memprtahankan suhu
pusat produk maksimal 4,40C. Pencucian ini bertujuan untuk
menghilangkan sisa kotoran dan darah yang menempel ditubuh ikan
sehingga bebas dari kontaminasi bakteri pathogen.
4. Pembuatan loin ; Pembuatan loin dilakukan dengan cara membelah ikan
menjadi empat bagian secara membujur. Proses pembuatan loin dilakukan
secara cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat
produk 4,40C. Pembuatan loin ini bertujuan untuk mendapatkan bentuk loin
sesuai dengan ukuran yang ditentukan dan bebas dari kontaminasi bakteri
pathogen.
5. Pengulitan dan Perapihan ; Tulang, daging hitam (dark meat) dan kulit yang
ada pada loin dibuang hingga bersih. Pengulitan dan perapihan dilakukan
secara cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat
produk 4,40C.
6. Sortasi Mutu ; Sortasi mutu dilakukan dengan memeriksa loin apakah masih
terdapat tulang, duri, daging merah dan kulit secara manual. Sortasi
dilakukan secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat
produk maksimal 4,40C.
7. Pembungkusan (wrapping); Loin yang sudah rapih selanjutnya dikemas
dalam plastik secara individu vakum dan vakum secara cepat. Proses
pembungkusan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dan tetap
mempertahankan suhu pusat produk maksimal 4,40C.
8. Pembekuan ; Loin yang sudah dibungkus kemudian dibekukan dengan alat
pembeku (freezer) seperti ABF, CDF, Brain hingga suhu pusat ikan
mencapai maksimal -180C dalam waktu maksimal 4 jam.
9. Penimbangan ; Loin ditimbang satu per satu dengan menggunakan
timbangan yang sudah dikalibrasi. Penimbangan dilakukan cepat, cermat
dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal -180C.
7
Tujuan dari penimbangan ini adalah mendapatkan berat loin sesuai dengan
ukuran yang telah ditentukan dan bebas dari kontaminasi bakteri pathogen.
10. Pengepakan ; Loin yang telah dilepaskan dari pan pembeku, kemudian
dikemas dengan plastik dan dimasukkan dalam master karton secara cepat,
cermat dan saniter sehingga melindungi produk dari kontaminasi dan
kerusakan selama transportasi dan penyimpanan serta sesuai label.
11. Pengemasan ; Produk akhir dikemas dengan cepat, cermat secara saniter dan
higienis, pengemasan dilakukan dengan kondisi yang dapat mencegah
terjadinya kontaminasi dari luar terhadap produk.
12. Pelabelan dan Pemberian Kode ; Setiap kemasan produk tuna loin beku yang
akan diperdagangkan agar diberi tanda dengan benar dan mudah dibaca,
mencantumkan bahasa yang dipersyaratkan disertai keterangan jenis
produk, berat bersih produk, nama dan alamat lengkap dengan unit
pengolahan secara lengkap, bila ada tambahan lain diberi keterangan bahan
tersebut, tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa.
13. Penyimpanan; Penyimpanan tuna loin beku dalam gudang beku (cold
storage) dengan suhu maksimal -25˚C dengan penyimpangan suhu
maksimal ±2˚C. Penataan produk dalam gudang beku diatur sedemikan rupa
sehingga memungkinkan sirkulasi udara dapat merata dan memudahkan
pembongkaran. 2.3 Tata Letak Pabrik atau Fasilitas Menurut
Wignjosoebroto (2009), tata letak pabrik atau fasilitas dapat didefinisikan
sebagai tata cara pengaturan fasilitas-fasilitas pabrik guna menunjang
kelancaran proses produksi. Pengaturan tersebut akan berguna untuk luas
area penempatan mesin atau fasilitas penunjang produksi lainnya,
kelancaran gerakan pemindahan material, penyimpanan material yang baik
bersifat temporer maupun permanen, personel pekerja dan sebagainya. Tata
letak pabrik ada dua hal yang diatur letaknya yaitu pengaturan mesin dan
pengaturan departemen yang ada dari pabrik. Tujuan utama didalam design
tata letak pabrik pada dasarnya adalah untuk meminimalkan biaya
pemindahan, biaya produksi, perbaikan, keamanan, biaya penyimpanan
produk setengah jadi dan pengaturan tata letak pabrik yang optimal akan
8
dapat memberikan kemudahan dalam proses supervisi serta menghadapi
rencana perluasan pabrik dikemudian hari.
1. Penerimaan bahan baku; bahan baku Tuna yang diterima harus dalam
keadaan segar dengan melakukan seleksi bahan baku.
2. Penanganan dan Pengolahan; Penanganan dan pengolahan pada perusahaan
harus dilakukan secara cepat, hati-hati dan saniter untuk mencegah
terjadinya kenaikan suhu, mengurangi pertumbuhan bakteri, kandungan
histamin, serta kerusakan fisik pada pengolahan. Selama penanganan dan
pengolahan seorang quality control selalu melakukan pengecekan suhu pada
ikan.
3. Bahan Pembantu; Air yang digunakan pada proses produksi adalah air bor
yang sudah dilakukan pengujian. Es yang digunakan untuk proses produksi
adalah es yang dibuat oleh perusahaan dengan menggunakan air bor.
4. Bahan Kimia; Bahan Kimia yaitu chlorine, kaporit, Sabun.
5. Pengemasan dan Pelabelan; Produk yang diolah dikemas pada kemasan
yang terbuat dariplastik yang bernama IVP (Individual Vacuum Page).
Kemasan sudah dijamin kebersihannya, tidak mudah sobek dan tahan air. 6.
Penyimpanan; Penyimpanan produk akhir dilakukan di Cold Storage
(dengan suhu -20ºC). Sebelum Cold Storage digunakan, seorang Quality
Control memonitor suhu cold storage apakah telah memenuhi standar untuk
penyimpanan produk akhir.
6. Distribusi; Proses distribusi dilakukan dengan menggunakan container.
Container harus dipastikan dalam keadaan bersih serta bebas dari bau.
9
mencegah terjadinya kontaminasi terhadap produk yang diolah (FDA 2019 dalam
Maroef, Sipahutar, Hidayah 2021). SSOP merupakan bagian penting dari program
prasyaratan untuk sistem HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point). Prinsip
dasar sanitasi meliputi dua hal, yaitu membersihkan dan sanitasi. Penerapan SSOP
menurut terdiri dari 8 kunci yang meliputi :
1. Keamanan air dan es; keamanan air mecakup petugas dan prosedur standart
yang di gunakan untuk menjamin keamanan air. Di dalamnya akan di
tetapkan tahap-tahap perlakuan untuk air yang diperoleh adalah air dengan
kualitas tertentu, misalnya untuk memenuhi standar air minum, untuk air
yang kontak dengan produk dan untuk pembuatan es, sehingga tidak ada
kontaminasi silang antara air yang siap minum dan air yang tidak siap
minum.
2. Kebersihan permukaan yang kontak dengan produk; kebersihan permukaan
peralatan atau sarana dalam pabrik yang kontak dengan produk berisi
standar prosedur pembersihan dan sanitasi alat frekuensi pembersihan, dan
petugas yang bertanggung jawab. Prosedur pembersihan harus mencakup
cara (metode) pembersihan, baik dengan penyemprotan, busa gel, detergen
ionis, detergen non ionic atau kationik dan konsetrasi yang digunakan.
Prosedur sanitasi akan mencakup cara sanitasi, jenis sanitizer yang
digunakan (uap panas, ultraviolet, ozonisasi dan sebagainya) atau bahan
kimia yang diizinkan (klorin) dan konsentrasi yang digunakan.
3. Pencegahan kontaminasi silang; berisi prosedur-prosedur untuk
menghindari produk dari kontaminasi silang dari pekerja, bahan mentah,
pengemas, dan permukaan yang kontak dengan produk. Di dalam SSOP ini
mencakup tindakan-tindakan yang menyangkut pembersihan bahan baku
untuk mengurangi kontaminasi silang, ketentuan mengenai boleh tidaknya
pekerja pindah atau mengunjungi bagian lain atau melengkapi setiap ruang
proses pengolahan dengan fasilitas pembersihan dan sanitasi desain lay out
sarana dan prasarana.
4. Fasilitas toilet dan tempat cuci tangan; Setiap karyawan yang bekerja
diruang pengolahan harus mencuci tangan dengan sempurna dengan
menggunakan air panas san sabun, kemudian di bilas dengan air yang
10
mengandung bahan densifeksi (klorin 50 ppm), iodophor atau disinfektan
lainnya. Pencucian tangan di lakukan sebelum dan sesudah makan siang
atau istrahat, setelah melakukan pekerjaan lain yang mungkin menyebabkan
kontaminasi.
5. Proteksi bahan-bahan kontaminasi; Di dalam program ini tercakup prosdur-
prosedur yang lazim digunakan untuk mencegah tercampurnya bahan-bahan
non pangan kedalam produk pangan yang dihasilkan, permukaan yang
kontak dengan produk, bahanbahan non pangan yang dimaksud meliputi
pelumas, bahan bakar, senyawa pembersih, saniter, cemaran zat kimia dan
cemaran fisik lainnya.
6. Pelabelan dan penyimpanan bahan kimia; mencakup tata cara dan jenis
pelabelan yang diterapkan pada bahan-bahan kimia yang digunakan, baik
untuk produksi atau pembersihan, fumigasi, desinfeksi dan sebagainya.
Pelabelan dan penyimpanan dapat digolongkan berdasarkan jenis bahan.
7. Pengendalian kesehatan dan hygiene karyawan; mencakup pengendalian
kesehatan bagi karyawan agar tidak menjadi sumber kontaminasi bagi
produk, bahan kemasan atau permukaan yang kontak dengan produk. Di
dalam SSOP ini terdapat ketentuan mengenai cara pelaporan karyawan yang
sakit atau mendapatkan perawatan karena sakit. Hal ini termasuk
penjadwalan bagi pemeriksaan rutin kesehatan karyawan, imunisasi dan
pengujian untuk penyakit-penyakit tertentu.
8. 8. Pengendalian hama; Hama merupakan binatang atau serangga yang tidak
dikehendaki keberadaannya. Beberapa sehingga sebenarnya hidup dan
berkembangbiak di produk pangan dan merusak produk tersebut. Karena itu,
perlu dilakukan pengendalian hama yang tidak diinginkan dalam
lingkungan industri. Hama sering sekali menyebabkan kontaminasi yang
membahayakan. Beberapa hama yang biasa terdapat pada industri pangan
dan memerlukan penanganan atau pembasmian antara lain binatang
pengerat dan serangga. Untuk membrantas atau menghindarkan hama yaitu
dengan menjaga kebersihan ruangan penyimpangan, fumigasi terjadwal
(jenis fumigasi), pemasangan perangkap tikus di pintu masuk dan
sebagainya.
11
III. METODE PRAKTEK
Dari metode tersebut, didapatkan data berupa data primer dan sekunder.
Alat dan bahan peraktik yang digunakan untuj menunjang dan mempelancar
kegiatan metode kerja praktik kerja lapang II antara lain :
12
5. Jurnal kegiatan
1. Analisa Deskriptif
13
DAFTAR PUSTAKA
Riadi, M. (2020). Ikan Tuna (Klasifikasi, jenis, kandungan gizi, grade dan mutu).
KajianPustaka.Com.
Riandi, M. (2020 Februari 07). Ikan Tuna (Klasifikasi, Jenis, Kandungan Gizi dan
Grade Mutu). Retrieved From https://www.kajianpustaka.com/
14