Anda di halaman 1dari 21

KEBIJAKAN PEMDA DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN

EKONOMI YANG BERPIHAK TERHADAP


LINGKUNGAN/EKONOMI HIJAU

DISUSUN
OLEH:
DIANA ULFA
AULIAYA RAHMADANI
JIHAN PASHANIKA

PROGRAM STUDI
FAKULTAS
UNIVERSITAS ALMUSLIM
BIREUEN
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
Makalah ini. Dalam proses penyusunan tugas ini kami menemui beberapa
hambatan, namun berkat dukungan materil dari berbagai pihak, akhirnya kami
dapat menyelesaikan tugas ini dengan cukup baik. Oleh karena itu, melalui
kesempatan ini kami menyampaikan terimakasih kepada semua pihak terkait yang
telah membantu terselesaikannya tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, segala saran dan kritik yang membangun dari semua pihak sangat kami
harapkan demi perbaikan pada tugas selanjutnya. Harapan kami semoga tugas ini
bermanfaat khususnya bagi kami dan bagi pembaca lain pada umumnya.

Matangglumpangdua, November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan masalah......................................................................................3
1.3 Tujuan........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4
2.2 Pendekatan Implementasi Ekonomi Hijau................................................5
2.3 Kebijakan Pemerintah Dalam Pertumbuhan Ekonomi Hijau Di Indonesi.6
2.4 Strategi Pertumbuhan Hijau......................................................................8
2.5 Ekonomi Hijau Dalam Konteks Pembangunan Indonesia........................9
2.6 Kebijakan Pertanian untuk Peningkatan Ketahanan Pangan...................10
BAB III PENUTUP..............................................................................................16
3.1 Kesimpulan..............................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini sektor kepariwisataan merupakan suatu sektor yang
menguntungkan baik bagi pemerintahan suatu daerah maupun keuntungan bagi
masyarakat tertentu serta keuntungan bagi masyarakat pada umumnya. Sektor
kepariwisataan diharapkan mampu membangun suatu motivasi bagi masyarakat
dalam rangka mendorong pertumbuhan sektor ekonomi, terutama sekali daerah-
daerah atau wilayah yang sumber daya alamnya mendukung juga untuk
pengembangan sektor kepariwisaataan.
Kota Sabang yang berjarak sekitar 14 mil dari pesisir pantai Kota Banda
Aceh menjadikan posisinya begitu sentral dan dapat dijadikan sebagai pintu
gerbang bagi arus masuk investasi, barang dan jasa dari dalam dan luar negeri, hal
ini akan sangat berguna bagi peningkatan kesejahteraan ekonomi Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam umumnya dan masyarakat Kota Sabang itu sendiri
khususnya. Mengingat posisinya yang strategis tersebut, diperlukan adanya suatu
kerjasama antara pemerintah kota Sabang, masyarakat serta pengusaha kalangan
Industri untuk mengembangkan sektorwisata. Pengembangan dalam sektor wisata
ini merupakan salah satu tujuan pemerintah Kota Sabang dalam upayanya untuk
meningkatkan pendapatan asli daerah. Seperti yang telah dijelaskan di atas,
kerjasama dengan berbagai unsur yang dapat mengembangkan potensi objek-
objek wisata yang ada di Kota Sabang, khususnya objek wisata pantai Gapang dan
pantai Iboih yang penulis fokuskan disini. Namun dalam pengembangannya harus
sesuai dengan kebijakan Pemerintah Kota Sabang.
Pemerintah Daerah Kota Sabang harus menyadari pentingnya suatu
perencanaan strategis dalam pengembangan sektor wisata untuk dikelola secara
profesional sehingga dapat memberikan kontribusi yang besar bukan hanya
kepada Pendapatan Asli Daerah (PAD), akan tetapi terutama bagi peningkatan
kesejahteraan warga masyarakatnya. Sehubungan dengan hal tersebut, salah satu
usaha untuk dapat meningkatkan penerimaan daerah adalah dengan meningkatkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang salah satunya dari sektor wisata.

1
Dinas Pariwisata Kota Sabang melalui berbagai program telah banyak
melakukan usaha, baik atas inisiatif sendiri maupun program tindak lanjut dari
pemerintah pusat, seperti yang telah diselenggarakan kegiatan berskala
internasional yakni International Diving Competition, Sail Phuket-Sabang yang
telah mengundang klub perkumpulan Yacht (kapal layar) di Phuket untuk ambil
bagian kegiatan, juga akan diselenggarakan kegiatan Internasional sepeda gunung
yang digelar di KM 0.

Penerapan Green Ekonomy di Jepang


Malaysia memiliki nilai lebih dibandingkan dengan negara – negara
lainnya, sehingga Malaysia mendapat julukan “Green Tourism” Karena pesona
alamnya, “Blue Tourism” karena keindahan pantai dan pulau – pulaunya. Tempat
sejarah, dan tempat kuliner makanan, hotel kelas dunia, dan pusat perbelanjaan
yang bagus juga menjadi nilai tambah pariwisata Malaysia.
Berbagai upaya dilakukan oleh Pemerintah Malaysia untuk meningkatkan
Pariwisata di Malaysia. Salah satunya dengan mengiklankan Slogan “ Malayisa
Truly Asia” meggunakan serangkaian serangkaian media cetak dan televisi yang
membawa pesan bahwa Malaysia bukan hanya mewakili seluruh negara di Asia,
tetapi Malaysia adalah “Benar – benar Asia (Truly Asia)”. Selama bertahun –
tahun, wanita yang mengenakan pakaian etnik formal yang rumit, lengkap dengan
hiasan kepala, perhiasan , dan tata rias, mendominasi iklan. Mereka juga
ditampilkan diberanda situs Web Tourism Malaysia. Perempuan ini
menggambarkan bahwa mereka adalah benar – benar Asia dan membuat
kedalaman Malaysia wajib untuk diselami. Alasannya sederhana karena Malaysia
adalah mikropon kosmopolitan Melalyu, Cina, dan India, serta sejumlah kecil
etnis lainnya, dengan definisi Mikrosmos Asia

Green Economy Di Indonesia


Pemerintah Kota Sabang melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
perlahan melakukan pembenahan dan seyogyanya segera bersiap-siap menjadi
destinasi pariwisata dan mempersiapkan diri agar terwujudnya “Sapta Pesona”

2
yakni aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah tamah dan kenangan serta
memberikan penyadaran kepada masyarakat setempat agar sadar wisata untuk
membangun kembali bersama-sama membangun kembali pariwisata di Kota
Sabang. Namun demikian keadaan yang diharapkan belum menunjukan
peningkatan yang berarti, sehingga keadaan sektor wisata Kota Sabang belum
dapat berbuat banyak untuk mengakselerasi kehidupan dan kesejahteraan
masyarakat, bahkan hasil dari sektor wisata ini persentasenya belum menunjukkan
angka yang signifikan dan memberikan kontribusinya terhadap pendapatan
daerah. Penyebab keadaan ini diakui belum banyak tenaga profesional yang
menangani sektor wisata, juga kurangnya perhatian terhadap pengelolaan objek
wisata tersebut

1.2 Rumusan masalah


Bagaiamana upaya pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan
ekonomi hijau di indonesia?

1.3 Tujuan
Untuk mengetahui bagaimana upaya pemerintah dalam meningkatkan
ekonomi hijau di indonesia.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Ekonomi Hijau (Green Economy)


Komitmen pemerintah Daerah Kota Sabang untuk mengembangkan
pariwisata di Kota Sabang dalam rencana induk pengembangan pariwisata daerah,
dalam hal ini telah disampaikan oleh Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kota Sabang bahwa potensi pariwisata di Kota Sabang sangat besar sekali
sehingga harus dikelola secara optimal, yang nantinya dapat mendatangkan
penerimaan bagi daerah. Master Plan Kawasan Sabang 2007-2021 telah
menetapkan daerah wisata yang akan dijadikan prioritas dalam pengembangan
Kawasan Pariwisata Sabang dalam jangka waktu 5 tahun mendatang yaitu daerah
wisata bahari di Iboih dan Gapang. Berikut ini beberapa konsep strategi yang
ditawarkan oleh Pemerintah kota sabang dalam mengembangkan kawasan objek-
objek wisata, antara lain :
1. Peningkatan mutu sarana/prasarana pendukung dan penunjang pariwisata.
2. Peningkatan mutu/jumlah akomodasi, rumah makan, restoran, cafe warung dan
lain-lain.
3. Peningkatan mutu SDM melalui penyuluhan, bimbingan dan pelatihan. 
Penataan obyek wisata dan taman rekreasi.
4. Peningkatan mutu pelayanan (service).
5. Diadakan atraksi budaya dan hiburan.
6. Jalinan hubungan kemitraan dengan whole sellers/retailers didalam dan luar
negeri.
7. Adanya promosi & pemasaran yang baik dan terarah
8. Adanya pola distribusi yang tepat sasaran.

Kajian Hasil Penelitian bahwa Penyusunan strategi pengembangan objek


wisata ini hendaklah dengan memperhatikan kondisi disekitar tujuan objek wisata
tersebut. Untuk itu strategi pengembangan objek wisata di Pantai Gapang dan

4
Pantai Iboih yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata untuk
menunjang peningkatan pendapatan asli daerah.
Berkaitan dengan upaya di atas, strategi yang dilakukan oleh Pemerintah
Kota Sabang adalah memberdayakan masyarakat dengan cara berpartisipasi dalam
pengembangan objek wisata di Pantai Gapang dan Iboih. Caranya dengan
penyewaan perahu-perahu boat dan boat kaca, menghidupkan kembali usaha-
usaha home industri dari masyarakat tentang pembuatan souvenir-souvenir. Dan
Bersama masyarakat mengadakan kegiatan pembersihan laut dari sampah organik.
Tujuannya adalah untuk menjaga kelestarian laut.

2.2 Pendekatan Implementasi Ekonomi Hijau


Adapun upaya-upaya dalam perencanaan untuk pengembangan objek
wisata di Pantai Gapang dan Pantai Iboih dalam peningkatan kunjungan
wisatawan yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Sabang
dianggarkan dalam anggaran keuangan tahun 2021 adalah :
1. Aspek Sarana dan Prasarana
a. Pembangunan fasilitas-fasilitas umum seperti WC, penginapan
b. Perluasan lahan-lahan parkir
c. Pembangunan ruang hijau terbuka
d. Pengadaan air bersih bagi kebutuhan para wisatawan
2. Aspek Aksesibilitas
a. Perencanaan Dermaga kapal layar yang akan di bangun di Pantai Gapang.
b. Membuat rambu-rambu dan penunjuk arah yang menuju ketempat objek
wisata.
3. Aspek Sumber Daya Manusia
a. Penambahan jumlah personil
b. Pembinaan dan pelatihan yang diberikan kepada para pegawai Dinas
Kebudayaan dan pariwisata
4. Promosi

5
a. Mengadakan kegiatan-kegiatan untuk menarik wisatawan, misalnya Sabang
Jazz Festivasl 2021
b. Lomba sepeda gunung tingkat Nasional
c. Melalui situs-situs di internet tentang kepariwisataan Sabang
d. Berpartisipasi dalam kegiatan Wisata Nusantara yang dilakukan di Jakarta
oleh Kementrian Pariwisata dan Festival Malaka yang dilakukan di Malaysia.
Hal ini bertujuan untuk mempromosikan objek-objek wisata di Kota Sabang
Koordinasi yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Sabang adalah sebagai berikut : Dengan Bappeda Kota Sabang yang berfokus
tentang pembenahan kawasan dan tata ruang, dengan Dinas Pekerjaan Umum
yang berfokus pada sarana dan prasarana umum yang ada di kawasan objek wisata
di Pantai Gapang dan Iboih, seperti, penyediaan Mandi, Cuci Kakus
(MCK),tempat sampah, lahan parkir dan tempat duduk, dengan Dinas Perikanan
dan Kelautan yang berfokus terhadap pelestarian dan penanaman terumbu karang,
dengan Dinas Kehutanan penanaman hutan bakau di pesisir pantai, dan dengan
Dinas Perhubungan Kota Sabang yang berfokus pada penyediaan transportasi
menuju ke objek wisata serta pembuatan rambu-rambu dan penunjuk arah.

Grindle (dalam Wahab, 2002) mengemukakan bahwa implementasi


kebijakan ditentukan oleh isi dari kebijakan dan konteks implementasinya. Ide
dasar dari model Grindle adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan maka
kebijakan tersebut perlu dituangkan menjadi program aksi maupun kegiatan.
Implementasi kebijakan tidak selalu berjalan secara mulus, namun akan sangat
tergantung kepada konteks implementasi (context implementation) yang terdiri
dari kekuasaan, kepentingan, strategi, aktor yang terlibat, karakteristik penguasa
dan lembaga, serta kepatuhan dan daya tanggap. (Wahab, 1994).
Mengacu pada pendekatan Grindle sebagaimana tersebut di atas, sebagai
langkah awal perumusan pembangunan hijau, setidaknya ada 3 (tiga) pendekatan
yang dapat dilakukan untuk memberikan fondasi dalam rangka implementasi
ekonomi hijau. 3 (tiga) pendekatan tersebut meliputi pendekatan aspek hukum

6
yang akan menjadi payung hukum dari implementasi ekonomi hijau, pendekatan
dokumen perencanaan yang akan menjadi perekat sekaligus benang merah arah
pembangunan lingkungan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, serta
pendekatan kelembagaan dimana sinkronisasi kebijakan antar lembaga di Provinsi
menjadi salah satu success factor dalam implementasi kebijakan, termasuk
kebijakan pembangunan ekonomi hijau

2.3 Kebijakan Pemerintah Dalam Pertumbuhan Ekonomi Hijau Di


Indonesia
Meskipun strategi nasional pertumbuhan ekonomi hijau belum
dirumuskan, Indonesia telah mengadopsi pertumbuhan ini dalam rencana aksi
strategi nasional dan daerah untuk perubahan iklim. Beberapa kabupaten dan kota
juga sedang menuju strategi pertumbuhan ekonomi hijau, melalui perencanaan
tata ruang yang menggunakan pendekatan ‘bentang alam’ untuk
menyeimbangkan tujuan konservasi dengan pembangunan.
Kementerian Keuangan baru-baru ini meluncurkan Strategi Perencanaan
dan Penganggaran Hijau untuk Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia (Green
Planning and Budgeting/GPB) tahun 2015. Meskipun GPB hanya mencakup
kerangka waktu lima tahun, GPB memberikan landasan kuat bagi kebijakan fiskal
untuk strategi nasional pertumbuhan ekonomi hijau jangka panjang yang
komprehensif.
Seperti yang ditekankan dalam GPB, sejumlah intervensi kebijakan
diperlukan untuk membuat kerangka strategi pertumbuhan ekonomi hijau
nasional, seperti:
(1) Sinyal harga untuk investasi sektor swasta, termasuk reformasi subsidi
yang lebih luas, rezim insentif yang kuat untuk energi terbarukan, skema
pembayaran jasa lingkungan, dan eksplorasi opsi-opsi harga karbon;
(2) Insentif bagi investasi sektor publik, misalnya menggunakan sistem
transfer fiskal antar pemerintah sebagai insentif bagi pemerintah
kabupaten dan provinsi yang mendukung pertumbuhan ekonomi hijau;

7
(3) Efektivitas belanja anggaran publik, misalnya dengan menggunakannya
untuk meningkatkan investasi hijau dari sektor swasta; dan
(4) Mengatasi kegagalan pasar yang menghambat.

Sektor swasta memperhitungkan dampak sosial dan lingkungan. limate


Budget Tagging (CBT/Penandaan Anggaran Perubahan Iklim) yang digagas oleh
Kementerian Keuangan telah berhasil berkembang menjadi instrumen pembiayaan
nasional yang inovatif seperti Sukuk Hijau (obligasi syariah). Selain itu, CBT
telah diperluas ke tingkat subnasional sejak 2020. Bursa Efek Indonesia (BEI)
juga telah mendukung pengembangan investasi Indonesia yang berkelanjutan.
BEI bergabung dengan inisiatif Sustainable Stock Exchange (SSE) PBB pada
2019 dan mendukung Task Force on Climate-related Financial Disclosures
(TCFD/Satuan Tugas untuk Pengungkapan Keuangan terkait Iklim) pada 15 Juni
2021. BEI juga menyediakan produk investasi hijau seperti Green Bond, Sukuk
Hijau, dan Reksa Dana.
Indonesia telah menggunakan instrumen penetapan harga karbon yang
terdiri atas pajak karbon dan perdagangan karbon, yang diatur melalui Undang-
Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Pemerintah saat ini tengah
menyusun draf Peraturan Pemerintah tentang Nilai Ekonomi Karbon untuk
mengatur mekanisme perdagangan karbon.
Selain itu, Kementerian Investasi dan Kementerian Luar Negeri telah
membuat Nota Kesepahaman untuk memperkuat diplomasi ekonomi Indonesia
dalam penanaman modal asing langsung (FDI). Kedua kementerian berkomitmen
untuk menargetkan peluang investasi hijau untuk mendorong investasi di sektor
kesehatan, menarik FDI hijau dan ramah lingkungan, serta menargetkan mitra
strategis dalam kerangka Sovereign Wealth Fund (SWF).
Ekonomi hijau sangat menguntungkan negara. Menurut Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), jalur pembangunan rendah
karbon menuju nol emisi karbon pada 2045 dapat menghasilkan tingkat
pertumbuhan PDB rata-rata 6 persen per tahun, di atas proyeksi bisnis biasa
seperti saat ini. Program ini diperkirakan dapat menciptakan 15,3 juta lapangan

8
kerja dan, yang paling penting, menempatkan negara sebagai tujuan utama
investasi hijau.
Kemajuan ini tentu dapat dicapai lebih cepat dengan dukungan yang kuat.
Selama COP26, Kementerian Keuangan berharap bahwa negara maju dapat
merealisasikan pendanaan terkait perubahan iklim senilai 100 miliar dolar AS
untuk negara-negara berkembang. Dengan bantuan dana internasional, potensi
Indonesia untuk menurunkan tingkat emisi karbon dapat terwujud.
2.4 Strategi Pertumbuhan Hijau

Strategi pembangunan nasional harus didasarkan pada kekuatan, hambatan


dan tantangan masing-masing negara (OECD, 2012a). Negara maju, emerging
market, dan negara berkembang mempunyai peluang dan tantangan yang berbeda
dalam upaya meng‘hijau’kan pertumbuhannya, tergantung situasi politis dan
ekonomi masing-masing (OECD, 2011a).

Suatu strategi pertumbuhan hijau yang baik akan mampu menyediakan


manfaat lingkungan dan ekonomi yang pada akhirnya akan meningkatkan
kesejahteraan. Namun demikian, strategi ini bukanlah satusatunyasolusi untuk
mengatasi kesulitan yang dialami oleh suatu negara. Apabila pertumbuhan
ekonomi tidak cukup baik yang disebabkan masalah kebijakan atau kelembagaan,
maka pertumbuhan hijau tidak akan mampu meningkatkan pertumbuhan
dimaksud apabila masalah strukturalnya tidak dibenahi terlebih dahulu.

Dalam jangka pendek, umumnya kebijakan hijau akan membutuhkan


banyak pembiayaan seperti biaya operasional dan biaya investasi yang cukup
tinggi. Sedangkan dalam jangka panjang, kebijakan hijau dirancang untuk
menghasilkan manfaat ekonomi dan berkontribusi pada pertumbuhan jangka
panjang yang berkelanjutan. Dalam jangka pendek biasanya akan terjadi trade-off
antara upaya perlindungan dan pelestarian lingkungan dengan pertumbuhan
ekonomi.

9
Oleh karena itu, kebijakan pertumbuhan hijau perlu dirancang dengan
tujuan khusus untuk memitigasi trade-off dimaksud dengan memaksimalkan
sinergi dan manfaat ekonomi jangka pendek seperti penciptaan lapangan kerja,
pengentasan kemiskinan serta peningkatan efisiensi. Transisi menuju paradigma
hijau memerlukan perubahan mendasar dalam merumuskan kebijakan ekonomi,
sosial dan lingkungan. Integrasi ketiga dimensi tersebut dalam perumusan
kebijakan adalah sebuah keharusan. Namun demikian, perlu dirumuskan sebuah
solusi kebijakan yang saling menguntungkan. Upaya untuk pengentasan
kemiskinan, penciptaan lapangan pekerjaan dan pemberian akses layanan
kesehatan, pendidikan yang berkualitas dan semua fasilitas yang dapat dinikmati
oleh suatu masyarakat modern harus dilakukan sejalan dengan penghargaan
terhadap sumber daya alam dan lingkungan untuk mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan.
2.5 Ekonomi Hijau Dalam Konteks Pembangunan Indonesia

Menurut salah satu definisi yang paling banyak digunakan, ekonomi hijau
didefinisikan sebagai ekonomi yang menghasilkan peningkatan kesejahteraan
manusia dan ekuitas sosial, sementara secara signifikan mengurangi resiko
lingkungan dan kelangkaan ekologis (UNEP, 2011). Inti dari definisi ini bukanlah
hal baru, karena secara substansial serupa, misalnya, dengan gagasan yang sangat
populer dari pembangunan berkelanjutan yaitu "untuk pembangunan yang
berkelanjutan harus mempertimbangkan faktor sosial dan ekologi, serta ekonomi,
berbasis sumber daya hidup dan non-hidup, dan keuntungan dan kerugian jangka
panjang serta jangka pendek dari alternatif tindakan" (Burger & Mayer, 2003, hal.
8).

Ekonomi hijau menekankan dimensi lingkungan pada Pembangunan


Berkelanjutan1. Ekonomi hijau kemudian perlu dimasukkan dalam konteks
pembangunan berkelanjutan. Secara umum, dimensi lingkungan dari
pembangunan berkelanjutan telah relatif diabaikan dibandingkan dengan dua
lainnya, alasannya yaitu lingkungan memiliki elemen pandangan yang lebih jauh.

10
Strategi ekonomi hijau harus selaras dengan tujuan pembangunan
lainnya. Ekonomi hijau harus dilihat sebagai bagian integral dari konsep yang
lebih luas pembangunan berkelanjutan dan menekankan bahwa ekonomi hijau
harus selalu berhubungan dengan agenda pembangunan lainnya. Tempatnya
dalam konteks perencanaan pembangunan adalah dengan menjembatani
kesenjangan antara agenda pembangunan lainnya seperti Millenium Development
Goals (MDGs) dan Lingkungan atau modal alam. Perbedaan yang jelas juga
harus dibuat antara strategi jangka panjang dan jangka pendek2. Ini adalah suatu
kerangka kerja yang telah disampaikan terutama pada tingkatan atas pembuatan
kebijakan di Indonesia.

Gambar 3. Ekonomi Hijau Dalam Konteks Pembangunan Berkelanjutan

Kebutuhan untuk mengintegrasikan ekonomi hijau dalam konteks


pembangunan yang lebih komprehensif merupakan hal yang sangat krusial.
Indonesia masih menghadapi masalah kemiskinan dan pengangguran. Krisis
keuangan Asia, sampai batas tertentu, telah melambat.
2.6 Kebijakan Pertanian untuk Peningkatan Ketahanan Pangan
Kebijakan pembangunan daerah berorientasi pertumbuhan ekonomi hijau
memungkinkan pemerintah untuk mengelola sumber daya alam yang ada secara
efisien dan berkelanjutan, mendiversifikasi ke dalam pasar-pasar hijau baru, dan
mengamankan dasar-dasar lingkungan dari pembangunan daerah sendiri.
Menurut Raworth et al. (2014), membangun ekonomi hijau yang
menyeimbangkan dimensi ekonomi, lingkungan, dan sosial berarti membangun

11
daerah dengan memberikan manfaat jangka panjang bagi orang-orang yang hidup
dalam kemiskinan, biasanya di daerah pertanian atau perkebunan yang marjinal,
umumnya dengan mendorong pertumbuhan ekonomi, mendukung diversifikasi,
dan menciptakan pekerjaan baru melalui restorasi lingkungan di daerah
sekitarnya.
Ekonomi hijau merefleksikan peluang untuk memperbaiki kualitas hidup
masyarakat, memberantas kemiskinan, menciptakan pekerjaan yang layak,
mempromosikan investasi yang berkelanjutan, dan meningkatkan daya saing dari
perusahaan secara simultan (Saufi et al., 2016). Pemerintah idealnya memperkuat
kerjasama melalui kebijakan mempromosikan transformasi ekonomi menuju
‘ekonomi hijau’ (Megwai et al.,2016).
Pada tingkat makro, ekonomi hijau setelah beberapa tahun transisi dapat
memberikan lebih banyak pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, dan
menghasilkan lebih banyak pekerjaan baru (Lukas, 2015). Dari perspektif gender,
pembangunan berorientasi pertumbuhan ekonomi hijau membuka peluang kerja
lebih banyak bagi perempuan jika pemerintah memprakarsai reformasi struktural
yang dapat mengurangi ketidaksetaraan gender di pasar tenaga kerja, termasuk di
sektor pertanian (Nevena, 2016).
Oleh karena itu, sektor publik dan swasta perlu mendukung model
ekonomi hijau pada masa mendatang dalam pembangunan dan pemberantasan
kemiskinan secara berkelanjutan. Di perdesaan, pertanian adalahpenghidupan
utama bagi penduduk miskin dan berperan penting dalam produksi dan pekerjaan
di bidang pertanian, sehingga kewirausahaan pertanian (agricultural
entrepreneurship) perlu dibangun untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas
produk pertanian.( Firdinan M. Fuad. 2021:26)
Menurut Hisrich et al. (2010), kewirausahaan memainkan peran penting
dalam pembangunan ekonomi, bukan hanya mempertimbangkan peningkatan
output dan pendapatan per kapita karena kewirausahaan melibatkan perubahan
struktur masyarakat dan dunia bisnis melalui inovasi. Kewirausahaan pertanian
mengacu pada kemampuan memahami dan menciptakan peluang ekonomi baru

12
sekaligus memberikan nilai tambah pada produk pertanian di perdesaan
(Estahbanaty, 2013).
Pertanian menjadi salah satu cara untuk mengembangkan Green
Economy atau pertumbuhan ekonomi hijau. Kerusakan lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh pembangunan dan alih fungsi lahan yang tidak tertata
menjadi pemandangan sering terjadi. Bencana alam seperti banjir, tanah longsor
dan kekeringan adalah salah satu akibat pertumbuhan ekonomi yang tidak
melihat aspek lingkungan hidup dan keberlanjutan. Apalagi mengejar target
pembangunan dengan mengeksplotasi tanah untuk sektor lain maupun
sektor pertanian dengan zat kimia yangberbahaya pada lingkungansering terjadi.
Kerusakan lingkungan hidup yang terjadihingga saat ini membuat kalangan
kian gencar meningkatkan sosialisasi dan implementasi terkait green
economy pembangunan yang memperhatikankeseimbangan alam
(AdvocateT.E, 2018).
Tidak jarang untuk Memenuhi kebutuhan pasar, manusia memanfaatkan
lingkungan secara besar-besaran (Todaro.1987). Pertumbuhan ekonomi
ternyata diikuti oleh penurunan kualitas lingkungan yang sangat parah. Kerusakan
lingkungan hidup yang terjadi hingga saat ini membuat berbagai kalangan
kian gencar meningkatkan sosialisasi dan implementasi terkait Green
economy atau pembangunan yang memperhatikan keseimbangan alam.
Kebijakan lain yang perlu diperhatikan oleh pemerintah dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi hijau antara lain:
 Perlu mendorong kebijakan berbasis definisi atau cakupan yang dipakai,
mengingat berbagai standar ditetapkan unilateral baik oleh negara pembeli
atapun standar industri;
 Perlu diperhatikan agar komoditas berorientasi ekspor sesuai dengan
kriteria berkesinambungan (sustainability) yang saat ini semakin menjadi
syarat dari negara pembeli (buyer countries) dan perlu mendorong
kemitraan dengan negara pembeli dan pelaku pasar untuk turut memikul
tanggung jawab, antara lain, dengan memberikan premium price bagi
petani Indonesia;

13
 Pemerintah Indonesia perlu menetapkan daftar Egs (environmental goods)
yang sesuai dengan pola produksi di Indonesia, seperti produk industri
dasar atau hasil pertanian/ perkebunan/kelautan, sebagai nilai tawar dalam
perundingan bilateral dan regional;
 Perkembangan penyediaan energi terbarukan dan industripengguna energi
terbarukan di berbagai negara, dapat berimbas pada menurunnya minat
investor asing untuk berinvestasi di Indonesia;
 Pentingnya sumber daya manusia (SDM), baik dari sisi jumlah maupun
kualitas. Hal ini terutama terkait Pertumbuhan Hijau Berkelanjutan bagi
Indonesia di Forum Internasional dengan kemampuan teknis yang
diperlukan dalam upaya dan kegiatan yang akan mendukung pertumbuhan
hijau berkelanjutan
 Perlu adanya investasi hijau yang dapat mendukung proses pengembangan
dan alih teknologi, pengembangan dan penguasaan perangkat sistem serta
penguasaan pengetahuan dan teknologi di masa mendatang. Hal ini
penting untuk memastikan keberlanjutan dari kegiatan yang memberikan
manfaat kepada semua pihak bahkan dengan berbagai transisi yang terjadi.
Peningkatan SDM, penguasaan pengetahuan dan teknologi serta
pengembangan dan alih teknologi akan menjadi jaminan terjadinya transisi
yang berkeadilan.
 Berbagai Kementerian/Lembaga, pelaku usaha dan berbagai pihak lain di
luar Pemerintah harus aktif berperan sesuai dengan fungsi dan tugasnya
untuk memastikan terjadinya transisi yang berkeadilan. Kolaborasi di
antara berbagai pihak tersebut, sehingga terjadi sinergi dan bukan saling
menghalangi dalam pelaksanaan kegiatan masing-masing.
 Transisi menuju pertumbuhan hijau berkelanjutan memerlukan investor
untuk melakukan investasi dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan
yang lebih luas. Dengan tuntutan ini, investor pun membuat kriteria dan
persyaratan untuk melakukan investasinya di berbagai negara. Jejak
karbon menjadi salah satu kriteria dan pertimbangan Pertumbuhan Hijau
Berkelanjutan bagi Indonesia di Forum Internasional.

14
Pertumbuhan ekonomi dapat juga dicapai dari perubahan struktural dalam
perekonomian. Struktur perekonomian Indonesia telah berubah dengan
mengalami pergeseran dari industri primer ke industri sekunder dan tersier.
Pertanian menyumbang 16 persen dari PDB pada tahun 2000 dan 12 persen pada
tahun 2013; pertambangan 12 persen pada tahun 2000 dan hanya 7 persen pada
tahun 2013. Keuntungan justru didapatkan dari sektor jasa yang mengalami
peningkatan kontribusi terhadap PDB dari 39 persen menjadi 48 persen selama
periode 13 tahun, dengan pertumbuhan tahunan rata-rata 7,2 persen.
Peningkatan yang mengesankan juga didapat dari investasi melalui
Pembentukan Modal Tetap Bruto yang meningkat dari sekitar 20 persen pada
tahun 2000 menjadi sekitar 30 persen dari total PDB pada 2013. Walaupun data
yang akurat cenderung langka, terdapat bukti bahwa pertumbuhan ekonomi ini
telah didorong sebagian oleh investasi swasta: jumlah investasi di bidang
infrastruktur dengan partisipasi swasta telah meningkat dari sekitar $ 15 M per
tahun pada pergantian abad menjadi $ 44 M per tahun menurut data 2013 . Secara
keseluruhan investasi asing langsung telah meningkat dari jumlah tidak
signifikan/negatif menjadi sekitar 2,5 persen dari total PDB pada periode yang
sama.
Kombinasi dari restrukturisasi, pergerakan harga internasional dan, dalam
beberapa kasus, penipisan sumberdaya alam berarti bahwa nilai ekonomi yang
dihasilkan dari sumberdaya alam di Indonesia secara keseluruhan telah menurun
dalam beberapa tahun terakhir. Hasil gabungan dari sumberdaya energi, mineral
dan hutan menyumbang lebih dari 10 persen dari total PDB selama 40 tahun
terakhir (dan selama lebih dari 20 persen pada tahun 1970-an). Sejak tahun 2009,
hasil dari pemanfaatan sumberdaya telah menurun menjadi sekitar 8 persen yang
diakibatkan oleh penurunan harga minyak dan gas.

 Pengarustamaan Pertumbuhan Ekonomi Hijau


Strategi pertumbuhan ekonomi hijau akan mengidentifikasi dan
menargetkan titik masuk utama untuk pendekatan-pendekatan, metode-metode

15
dan perangkat pertumbuhan ekonomi hijau, khususnya dalam perencanaan tata
ruang dan pengambilan keputusan terkait investasi. Kebijakan pertumbuhan
ekonomi hijau perlu diselaraskan dengan tujuan dan kebijakan lain untuk
memastikan bahwa kebijakan tersebut berkontribusi pada tujuan strategis nasional
dan regional Indonesia. Pengarusutamaan secara sistematis akan membantu
memastikan kebijakan dan rencana untuk pertumbuhan ekonomi hijau tetap hemat
biaya dan mencapai target mitigasi dan adaptasi. Pengarusutamaan yang
sistematis akan membuka jalan, tidak hanya menuju pencapaian target INDC, tapi
juga berkontribusi pada keberhasilan pencapaian tujuan pembangunan
berkelanjutan.
Setidaknya ada empat tantangan yang perlu diatasi agar pengarusutamaan
pertumbuhan ekonomi hijau dalam perencanaan berhasil.
(1) semua rencana yang dibuat untuk sektor dan yuridiksi yang berbeda,
harus tetap konsisten dan terkoordinasi dengan baik.
(2) kapasitas yang memadai perlu dibangun di tingkat pemerintah daerah
untuk melengkapi persyaratan tambahan terkait kajian lingkungan hidup
strategis dan rencana-rencana aksi baru, untuk memitigasi dan beradaptasi
pada perubahan iklim.
(3) perlu adanya koordinasi secara sistematis antara wilayah nasional dengan
daerah, serta koordinasi di dalam yurisdiksi. Lalu yang terakhir, perlu
perbaikan tata kelola pemerintahan untuk memastikan bahwa izin-izin
sumber daya alam sesuai dengan persyaratan yang tertuang dalam rencana.

16
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Konsep ekonomi hijau telah memberikan kontribusi besar terhadap
berbagai krisis dunia yang sedang dihadapi dalam beberapa tahun terakhir
diantaranya adalah krisis iklim, krisis pangan dan ekonomi, dengan paradigma
alternatif yang menawarkan janji pertumbuhan sekaligus melindungi ekosistem
bumi pada gilirannya green economy memberikan kontribusi terhadap
pengentasan kemiskinan
Pembangunan berbasis ekonomi hijau merupakan keniscayaan, mengingat
semakin tidak terkendalinya kerusakan lingkungan akibat dari pembangunan.
Paradigma pembangunan harus berubah, dari pembangunan coklat yang
menggunakan energi secara tidak efisien (boros) dan secara sosial tidak cukup
inklusif menuju ekonomi hijau yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Meskipun ekonomi hijau sudah menjadi arus utama pemikiran ekonomi,
sejauh ini perkembangan ekonomi hijau di ndonesia khususnya di daerah masih
dalam tataran normatif, atau paling tidak belum memiliki proporsi signifikan pada
sistem perekonomian daerah. Konsep ekonomi hijau belum sepenuhnya menjadi
rujukan dalam proses pembangunan daerah.
Strategi ekonomi hijau harus selaras dengan tujuan pembangunan
lainnya. Ekonomi hijau harus dilihat sebagai bagian integral dari konsep yang
lebih luas pembangunan berkelanjutan dan menekankan bahwa ekonomi hijau
harus selalu berhubungan dengan agenda pembangunan lainnya. Tempatnya
dalam konteks perencanaan pembangunan adalah dengan menjembatani
kesenjangan antara agenda pembangunan lainnya seperti Millenium Development
Goals (MDGs) dan Lingkungan atau modal alam.

17
DAFTAR PUSTAKA

Surna Tjahja D,dkk , Green Economy Ekonomi Hijau edisi revisi, Bandung:
Rekayasa Sains, 2014, hal. 5.

Fuad, F. M. (2021). Strategi Pengembangan Industri Florikultura dalam


Mencapai Pertumbuhan Ekonomi Hijau di Kabupaten Pekalongan. Kajen:
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pembangunan, 5(01), 22-38

Prasetyo, Alvin. "Penerapan Kebijakan Green Economy Di Tujuh Sektor Industri


Kecil Dan Menengah Jawa Timur." Jurnal Ekonomi dan Bisnis 25.1 (2021):
1-13. https://journal.ubaya.ac.id/index.php/jeb/article/view/4717

Diana Dwi Susanti, Alif Muhammad Wicaksono Membangun Ekonomi Hijau


Dengan Basis Pertanian di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013–2018

Asiyah, S. (2017). Penerapan prinsip ekonomi hijau (green economy) dalam


pengendalian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Provinsi Kalimantan
Tengah (Doctoral dissertation, IAIN Palangka Raya).

Susanti, D. D., & Wicaksono, A. M. (2019). Membangun Ekonomi Hijau Dengan


Basis Pertanian Di Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013–2018. Jurnal
Litbang Provinsi Jawa Tengah, 17(2), 159-167

Triyanti, R., & Susilowati, I. (2018). Strategi Pengelolaan Kawasan Pesisir


Menuju Ekonomi Hijau Di Kabupaten Gunungkidul, Di Yogyakarta,
Indonesia (Doctoral dissertation, School of Postgraduate).

Prasetyo, A. (2021). Penerapan Kebijakan Green Economy Di Tujuh Sektor


Industri Kecil Dan Menengah Jawa Timur. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis,
25(1), 1-13.

18

Anda mungkin juga menyukai