Oleh
Alfi ‘Atiyatul Mubasyiroh
NIM : 22.6.9.0237
c. Fungsi
Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan perkara- antara orang-orang yang beragama Islam di
bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah
dan ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam pasal 49 Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
Fungsi peradilan agama antara lain Fungsi mengadili (judicial power),
Fungsi pembinaan Fungsi pengawasan, Fungsi nasehat, Fungsi
administrative dan fungsi lainnya melakukan koordinasi dalam pelaksanaan
tugas hisab dan rukyat dengan instansi lain yang terkait, seperti DEPAG,
MUI, Ormas Islam dan lain-lain, serta pelayanan penyuluhan hukum,
pelayanan riset/penelitian dan sebagainya serta memberi akses yang seluas-
luasnya bagi masyarakat dalam era keterbukaan dan Transparansi
Informasi Peradilan, sepanjang diatur dalam Keputusan Ketua Mahkamah
Agung RI Nomor KMA/144/SK/VIII/2007 tentang Keterbukaan Informasi
di Pengadilan.
d. Analisis Salah Satu Dalam Peradilan Agama
C. Kesimpulan
Pada keadaan seperti diatas, kewajiban melakukan hadhanah terletak
dipundak kedua orangtua. Prinsip tersebut hanya akan berjalan lancar bilamana
kedua orangtua tetap dalam hubungan suami isteri. Yang menjadi persoalan
adalah apabila kedua orangtua sianak telah berpisah cerai. maka pihak rnanakah
yang lebih berhak terhadap anak itu. Dalam Kaitannya dengan masalah ini ada
dua priode bagi anak yang perlu dikemukakan.
Apabila terjadi perceraian, demi kepentingan anak dalam umur tersebut,
maka ibu lebih berhak untuk mengasuhnya, bilamana persyaratan -
persyaratannya dapat dilengkapi. lbnu Qudamah seorang pakar hukum pengikut
Mazhab Hambali dalam kitabnya Al-Mughni menjelaskan tidak ada perbedaan
pendapat di kalangan ulama dalam masalah tersebut.
Dasar hukumnya adalah hadis Abu Hurairah yang menceritakan seorang
wanita mengadukan tingkah bekas suaminya yang hendak mengambil anak
mereka berdua, yang telah mulai mampu menolong mengambil air dari sumur.
Lalu Rasulullah menghadirkan kedua pihak yang bersengketa dun mengadili:
"Hai anak, ini ibumu dan ini ayahmu. Pilihlah yang mana yang engkau sukai
untuk tinggal bersamanya. Lalu anak itu memilih ibunya". Anak yang disebut
dalam hadis di atas sudah mampu membantu ibunya mengambil air di sumur,
yang diperkirakan berumur di atas tujuh tahun atau sudah mummayyiz. Dengan
demikian hadis tersebut menunjukkan bahwa anak yang sudah mumayyiz atau
sudah dianggap mampu menentukan pilihan sendiri, diberi hak untuk memilih
sendiri.
D. Daftar Pustaka
Analisa Yurisprudensi Pengadilan Agama, Tentang Hadhanah, Harta
https://perpustakaan.mahkamahagung.go.id/assets/resource/ebook/Analisa
Desember 2022)S