Anda di halaman 1dari 7

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN

FAKULTAS HUKUM – BANDUNG


UJIAN AKHIR SEMESTER

N.P.M : ______________________ MATA KULIAH : HUKUM TENTANG LEMBAGA


NEGARA
KODE : LAW 182115-02
KELAS : A dan B
NAMA : ______________________ TANGGAL UJIAN : 14 Juli 2021
WAKTU UJIAN : 120 Menit
SEMESTER : GENAP 2020/2021
SIFAT UJIAN : TAKE HOME

PETUNJUK PENGERJAAN DAN PENGUMPULAN

1) Sebelum mulai mengerjakan soal, pastikan telah melakukan presensi sesuai


ketentuan Ujian.
2) Perhatikan tata terbit penyelenggaraan UAS Semester Genap TA 2020/2021.
3) Kejujuran awal dari keberhasilan, kerjakan secara mandiri, dilarang keras
untuk melakukan plagiarisme dan/atau copy paste.
4) Wajib menuliskan sumber, jika saudara mengutip sumber pada file jawaban dan
referensi sebagai sumber, tidak diperbolehkan bersumber dari wikipedia
ataupun blogspot.
5) Berkas jawaban dikumpulkan dalam format word dengan judul dokumen
UAS_NPM_Nama Mahasiswa ke IDE section UAS.

SOAL

1) Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi adalah dua lembaga negara yang sama-
sama melaksanakan kekuasaan kehakiman. Kewenangan Mahkamah Agung diatur
melalui ketentuan Pasal 24A ayat (1) UUD NRI 1945 sedangkan Mahkamah Konstitusi
diatur melalui Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD NRI 1945. Dengan pembagian itu,
pengujian peraturan perundang-undangan (judicial review) di bawah Undang-Undang
terhadap Undang-Undang adalah kewenangan Mahkamah Agung. Sedangkan
constitutional review adalah kewenangan Mahkamah Konstitusi. Keberadaan
Mahkamah Konstitusi sendiri tidak lepas dari pengaruh perkembangan judicial review
dalam perkara Marbury vs Madison di Amerika Serikat (1789) yang menginspirasi
pembentukan Verfassungsgerichtshof oleh Hans Kelsen di Austria (1920). Ide ini
kemudian meluas dan dianggap sebagai keniscayaan dalam sebuah negara demokrasi.
a. Jelaskan pokok perkara dalam kasus Marbury vs Madison dan mengapa dikatakan
perkara tersebut menjadi titik awal gagasan judicial review dalam negara
demokrasi?
b. Jelaskan analisis saudara, berdasarkan kewenangannya apakah Mahkamah Agung
dibenarkan untuk melakukan pengujian terhadap peraturan selain peraturan
perundang-undangan (dalam hal ini beleidsregel) seperti dalam kasus Keputusan
Bersama Menteri tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut di Lingkungan
Sekolah yang diselenggarakan Pemerintah Daerah yang kemudian dicabut oleh
Mahkamah Agung?

2) Amandemen UUD 1945 telah memberi jaminan akan pelaksanaan pemilihan umum
yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Secara konstitusional disebutkan
bahwa pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan Dewan Perwakilan
Daerah (Pasal 22 E Ayat 2). Sementara untuk pemilihan kepala daerah (pilkada) dipilih
secara demokratis, artinya tidak ada ketentuan yang mengatur secara
konstitusional bahwa Pilkada harus dilaksanakan secara langsung. Karena diatur
dalam pasal yang tidak saling terkait, maka Mahkamah Konstitusi melalui Putusannya
nomor 97/PUU-XI/2013 menyatakan bahwa Pilkada bukan bagian dari rezim Pemilu.
Implikasinya, menurut Mahkamah harus dipikirkan lembaga negara mana yang
berwenang untuk mengadili sengketa hasil Pilkada. Saat ini, untuk sementara waktu,
sampai dengan diaturnya lembaga mana yang berwenang memutus sengketa hasil
Pilkada, proses penyelesaiannya masih menjadi kewenangan dari Mahkamah
Konstitusi.
a. Jelaskan menurut pendapat saudara, apakah Pilkada di Indonesia dimungkinkan
untuk dilaksanakan tanpa melalui pemilihan langsung? dan apakah saudara
sependapat jika Pilkada dilakukan secara tidak langsung?
b. Jelaskan menurut pendapat saudara, bagaimana sebaiknya mengatur penyelesaian
sengketa Pilkada ke depan? apakah perlu membuat lembaga negara baru atau
cukup dengan mendayagunakan lembaga negara yang sudah ada seperti Bawaslu?
mengingat Mahkamah Konstitusi sudah menyatakan dalam Putusannya bahwa
kewenangan Mahkamah Konstitusi terbatas pada sengketa hasil Pemilu dan
Pilkada bukanlah bagian dari rezim Pemilu.

3) Pada periode tahun 2016, publik dihebohkan dengan Laporan Hasil Pemeriksaan
pembelian lahan Sumber Waras yang dikeluarkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK). Dalam kasus ini, Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)
berdasarkan temuan BPK dinilai bertanggung jawab terhadap kerugian negara dalam
pembelian lahan yang diperuntukkan bagi pembangunan RS Sumber Waras. Ahok pun
membalas dengan menuding ada permufakatan jahat yang melibatkan BPK dalam
rangka menjatuhkan nama baik dan karir politiknya. 1 Berselang beberapa saat, temuan
BPK ini ternyata berbanding terbalik dengan hasil penyelidikan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) yang justru mementahkan hasil audit BPK. Kesimpulannya, temuan KPK
dan pernyataannya justru berlawanan dengan BPK yang menyatakan adanya dugaan
pelanggaran hukum dalam kasus RS Sumber Waras.
1
a. Jelaskan menurut analisis saudara, bagaimana penyelesaiannya bilamana terjadi
perbedaan pendapat antara Badan Pemeriksa Keuangan dengan lembaga penegak
hukum (Kepolisian, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi) mengenai ada
atau tidaknya kerugian negara yang diduga terjadi karena perbuatan melawan
hukum?
b. Jelaskan menurut analisis saudara, apakah ada relevansi antara persepsi bahwa
BPK tidak netral dari kepentingan politik dengan syarat pengisian jabatan anggota
BPK yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan
Pemeriksa Keuangan?

4) Reformasi memiliki agenda besar yang menghendaki negara lebih serius dalam
penegakan hukum dan hak asasi manusia. Sebagai langkah strategis untuk
memulainya, negara kemudian mencabut Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993
dan “meningkatkan derajatnya” dalam bentuk Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang Hak Asasi Manusia dan mengundangan Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2000 tentang Pelanggaran HAM Berat. Kedua Undang-Undang ini memberi jaminan
lebih bagi eksistensi Komnas HAM dalam struktur ketatanegaraan, dibanding jika
(hanya) diatur dalam bentuk Keputusan Presiden yang rentan untuk dicabut sesuka
hati oleh Presiden. Perubahan ini juga berkaitan dengan indepensi kelembagaan
Komnas HAM sehingga dimungkinkan untuk melakukan rekrutmen komisioner yang
berasal dari kalangan sipil (non birokrasi negara). Persoalannya, perubahan ini juga
tidak secara signifikan membantu negara menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran
HAM berat yang terjadi di masa lalu. Sampai saat ini, para penyintas kasus HAM di
masa lalu masih memperjuangkan keadilan akibat pelanggaran HAM berat yang
mereka atau keluarganya alami (ambil contoh kasus 1965 dan 1998).
a. Jelaskan menurut pendapat saudara, berdasarkan hukum kelembagaan negara apa
yang menyebabkan Komnas HAM belum maksimal dalam penyelesaian kasus
pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu?
b. Jika anda dilibatkan dalam rencana penataan lembaga Komnas HAM (termasuk
wewenang, tugas dan fungsinya) apa yang akan anda usulkan agar Komnas HAM
lebih maksimal dalam membantu penyelesaian pelanggaran HAM berat? Berikan
argumentasinya!

5) Indonesia pasca reformasi memiliki banyak sekali lembaga negara yang bersifat
penunjang (auxiliary organ). Ada Komnas HAM, lalu ada Komnas Perempuan, ada
Komnas Perlindungan Anak. Belum lagi lembaga negara lain yang menggunakan
nomenklatur “Badan” seperti Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan yang terbaru adalah Badan Riset dan
Inovasi Nasional (BRIN). Menjamurnya lembaga negara ini bukan tanpa masalah.
Pertama-tama adalah adanya masalah nomenklatur, artinya apa yang membedakan
penggunaan istilah Komisi dan Badan dalam sebuah nama lembaga negara. Kedua,
terkait dengan definisi yang diatur dalam dasar hukum pembentukannya. Ada yang
disebut sebagai “lembaga mandiri” seperti Komnas HAM dan Ombudsman RI, ada yang
disebut sebagai “lembaga independen” seperti KPK sebelum diubah melalui UU Nomor
19/2019, “lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif” seperti KPK hari ini
dan ada yang disebut sebagai “lembaga pemerintah” seperti Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB). Banyaknya perbedaan ini menimbulkan pertanyaan
mengenai grand design kelembagaan negara di Indonesia.
a. Jelaskan menurut pendapat saudara, bagaimana sebaiknya hukum tentang
kelembagaan negara mengatur dan merapikan berbagai lembaga negara penunjang
yang ada di Indonesia saat ini (termasuk mengatur mana yang menggunakan istilah
Komisi mana yang menggunakan istilah Badan atau sebaiknya menggunakan satu
istilah yang padu)? Berikan argumentasinya dan berikanlah contoh yang relevan
untuk mendukung usulan saudara!
b. Dalam hal terjadi sengketa kewenangan antar lembaga negara penunjang yang
kewenangannya tidak berasal dari UUD maka bagaimana mekanisme
penyelesaianya? Berikan argumentasinya!

---------------------------------------------selamat mengerjakan------------------------------------------

UAS HTLN_6051901291_Muhammad Nuno Aulia Rahman_A

Muhammad Nuno Aulia Rahman

6051901291

Kelas A

1.a) Kasus Marbury vs Madison ini merupakan Kasus Konstitusi Pertama di Dunia,Dalam
kasus Marbury Vs Madison tersebut, ketentuan yang memberikan kewenangan Kewenangan
untuk Supreme Court untuk mengeluarkan writ of mandamus yang ada pada Pasal 13 Judiary
Act dianggap melebihi kewenangan yang sudah diberikan konstitusi, dan hal itu
menyebabkan Supreme Court yang dinyatakan bertentangan dengan konstitusi sebagai the
supreme of the land. Dan dalam saat itu juga dinyatakan bahwa Marbury itu sesuai dengan
hukum berhak atas surat-surat pengangkatannya. Dan keberanian dari John Marshall sebagai
ketua MA pada saat itu, maka akhirnya judicial review itu ditemukan dan dikembangkan
dalam praktek penegakan konstitusi di banyak Negara. Putus itulah yang dinyatakan sebagai
penemuan hukum karena telah melahirkan sistem hukum baru dalam lingkup Dunia.2

b) Menurut Saya pengujian terhadap peraturan di bawah undang-undang yang dilakukan oleh
Mahkamah Agung itu dalam kasus tersebut adalah benar adanya, karena berdasarkan Pasal
2
https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11769
24 Ayat 1 UUD 1945 menyebutkan bahwa Mahkamah Agung berwenang dalam menguji
peraturan perundang undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang. Yang
dimana dalam kewenangannya, Mahkamah Agung itu memang dapat menguji suatu
peraturan dibawah Undang-Undang yang dimana dalam kasus tersebut, dapat dibilang bahwa
kasus tersebut merupakan Peraturan Daerah, sehingga dalam pencabutan peraturan tersebut,
Mahkamah Agung memang memiliki kewenangan untuk mencabutnya.3

2.a) Menurut Saya, Pilkada dapat dilaksanakan secara tidak langsung. Mengapa ?. Karena
pada dasarnya Negara Indonesia memang merupakan Negara Demokrasi yang dimana dalam
pemilihan kepala daerah/negaranya. Dibutuhkan rakyat untuk memilih pemimpinnya. Akan
tetapi walaupun hal ini merupakan hal yang sepatutnya terjadi, tentunya akan ada dampak
buruknya yaitu kepala daerah yang dipilih ternyata tidak memiliki kualitas yang baik dalam
memimpin daerah itu. Sedangkan jika pemilihan dilaksanakan secara tidak langsung,
Pemilihan Kepala Daerah itu dilakukan oleh seseorang yang terjamin kualitasnya, dan beliau
ini tahu betul bagaimana kualitas dari calon kepala daerah yang akan ditunjuknya. Tentu
dalam hal ini akan membuat daerah tersebut menjadi lebih maju dan sejahtera, walaupun
mungkin, masyarakat daerah setempat akan merasa bahwa mereka tidak dapat menyalurkan
hak mereka untuk memberikan pendapat. Karena dari apa yang telah terjadi di Indonesia ini,
Saya melihat bahwa Suara Mayoritas sangatlah tidak menjamin bahwa seorang calon
pemimpin itu memiliki kualitas yang baik.

b) Menurut Saya, dalam rangka menyelesaikan sengketa di dalam pilkada ke depan, perlu
dibentuk suatu lembaga baru yang mengawasi jalannya operasi Pilkada di suatu daerah,
Karena jika memang pada akhirnya kewenangan Pengawasan pilkada diberikan kepada
Bawaslu yang dalam tanda kutip Mahkamah Kontitusi sudah mengatakan bahwa pilkada
bukan merupakan rezim dari Pemilu, maka Bawaslu tentu harus bekerja ekstra dalam
pengawasannya, karena kewenangan yang diberikan kepada Bawaslu berdasarkan Undang-
Undang sudah cukuplah rumit.4 Dan oleh sebab itu jika memang lembaga pengawasan
sangatlah diperlukan untuk berjalannya pilkada di suatu daerah. Maka pembentukan lembaga
pengawasan baru merupakan opsi terbaik untuk mengatasi hal ini.

3.a)Menurut Saya, jika terjadi suatu perbedaan pendapat antara BPK dengan Badan Penegak
Hukum mengenai ada atau tidaknya kerugian negara yang diduga terjadi karena perbuatan

3
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5cd543cf5d1d4/arti-ijudicial-review-i--ilegislative-
review-i-dan-iexecutive-review-i/
4
https://www.bawaslu.go.id/id/profil/tugas-wewenang-dan-kewajiban
melawan hukum. Maka perlu diadakan Arbitrase antara BPK dengan Badan Penegak Hukum,
yang dimana didalam Arbitrase itu dibutuhkan Pihak ke 3 yang netral sehingga tidak
memihak salah satu pihak. Dan jika dilihat dari soal diatas, Pihak Netral yang dapat menjadi
pihak ke 3 menurut Saya adalah KPK, karena dalam pembantahan tuduhannya atas tuduhan
yang diberikan oleh BPK kepada Bapak Basuki, itu merupakan fungsi atau kewenangannya
sehingga pembantahan tuduhan itu sudah merupakan kewenangannya.

b) Menurut Saya ada relevansi antara persepsi bahwa BPK tidak netral dari kepentingan
politik dengan syarat pengisian jabatan anggota BPK yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Karena jika dilihat dalam
pengisian jabatan anggota BPK di dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006,
disebutkan dalam poin D, bahwa dalam pemilihan anggota BPK, seseorang yang akan dipilih
harus memiliki integritas moral dan kejujuran.5 Yang dimana dalam teks tersebut, BPK lebih
terbilang memihak dan tidaklah netral dalam mengambil keputusannya, dan tentu saja itu
melanggar Pasal 13 tersebut. Yang seharusnya BPK di dalam kelembaganegaraan Indonesia,
dalam menjalankan tugasnya, harus selalu bersifat netral dan jujur dalam bertindak. Karena
kewenangan yang diberikan kepada BPK bukanlah untuk mementingkan suatu kepentingan
salah satu pihak, melainkan seluruh pihaklah yang seharusnya diuntungkan.

4.a) Menurut Saya, dalam penyelesaian Kasus pelanggaran HAM berat di masa lampau yang
belum dimaksimalkan oleh Komnas HAM karena dalam masa lampau pada saat pelanggaran
berat itu terjadi, secara kelembagaan kewenangan dan tugas Komnas HAM dalam
mendukung keadilan dalam Hak Asasi Manusia belumlah ada, seperti sekarang, karena pada
masa lampau, kasus kasus pelanggaran ham tersebut sudah terlalu lama dan berhadapan
langsung dengan kepentingan politik. Yang oleh sebab itu, dalam penyelesaian suatu kasus
HAM berat yang terjadi di masa lampau, yang dimana lembaga komnas HAM belumlah ada,
Komnas HAM kesulitan mencari asal usul dari suatu kasus tersebut, karena cerita dalam
kasus tersebut sulit diketahui karena terselimuti bumbu politik.

b)Jika Saya terlibat dalam penataan Komnas HAM dalam penyelesaian masalah HAM berat
adalah Yang saya lakukan adalah melakukan pengusulan kepada Kepala Komnas HAM yang
dimana dalam penyelesaian suatu kasus HAM berat, perlu dikurangi Politik Buying Time
yang berupa pertemuan dengan Presidenm Menkopolhukam atau Jaksa Agung dalam
mengembankan suatu persoalan kasus HAM berat. Karena hal tersebut menyebabkan
mandeknya hasil penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM. Dan seharusnya Komnas
5
https://jabar.bpk.go.id/files/2009/03/UU-15-Tahun-2006.pdf
HAM harus lebih mengutamakan keadilan bagi para korban HAM berat dan memberikan
kepastian hukum bagi keluarga korban.6

5.a) Menurut Saya, merapikan dan mengatur lembaga Negara Penunjang Indonesia yang
terdiri dari banyak sekali jenis dan istilah nya. Diperlukan, karena dengan tidak
dilakukannnya pengaturan tentang lembaga Negara Penunjang Indonesia ini, maka kategori
dari Negara Penunjang akan semakin banyak dan kewenangan dan tugas yang dimiliki akan
dipertanyakan. Karena Masyarakat pasti bertanya apa guna dari lembaga-lembaga negara
yang jumlah dan istilahnya banyak tersebut. Secara contoh, mungkin ilustrasi yang Saya akan
berikan adalah ketika suatu lembaga negara penunjang dibentuk dalam rangka membantu
lembaga negara yang ada diatasnya. Akan tetapi setelah dibaca ulang mengenai tugas dan
kewenangannya, semua kewenangan tersebut tidak ada bedanya dengan lembaga diatasnya.
Yang menyebabkan opini bahwa pembentukan dari Lembaga Negara tersebut yang kurang
jelas.

b)Lembaga Negara penunjang atau yang secara umumnya disebut sebagai state auxiliary
agencies yang dibentuk berdasarkan UU atau peraturan lainnya yang secara keseluruhan itu
lembaga diakui keabsahannya sebagai lembaga yang dibentuk oleh pemerintah, namun di
dalam tugas ataupun kedudukannya, mereka hanya bersifat penunjang bagi pelaksanaan
kekuasaan negara. Dan di dalam proses perkara sengketa tentang kewenangan lembaga
negara, tidak semua lembaga negara itu memenuhi unsur sebagai pemohon ataupun
termohon. Menurut Saya penyelesaian dari lembaga state auxiliary agencies ini berada di
ranah kewenangan MK yang sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat 1 UUD NRI tahun
1945.

6
https://www.komnasham.go.id/index.php/news/2021/4/1/1739/refleksi-pengadilan-ham-sebuah-hutang-
penyelesaian-kasus-pelanggaran-ham-berat.html

Anda mungkin juga menyukai