Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

DERMATITIS SEBOROIK

Oleh :
Gusti Angri Angalan
I4061161037

Pembimbing Klinik :
dr. Herni, Sp.KK

KEPANITERAAN KLINIK
SMF DERMATOVENEROLOGY
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2018

1
LEMBAR PERSETUJUAN

Telah disetujui Laporan Kasus dengan judul:

Dermatitis Seboroik

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan

Kepaniteraan Klinik Dermatovenereology

Pontianak, Mei 2018

Pembimbing Disusun oleh

dr. Herni, Sp. KK Gusti Angri Angalan

2
BAB I
PENDAHULUAN

Dermatitis seboroik (DS) merupakan penyakit eritroskuamosa kronis, biasa


ditemukan pada usia anak dan dewasa. Keadaan ini ditandai oleh kelainan kulit di
area tubuh dengan banyak folikel sebasea dan kelenjar sebasea aktif, yaitu daerah
wajah, kepala, telinga, badan bagian atas dan lipatan tubuh (inguinal, inframamae
dan aksila). Kadang-kadang dapat juga mengenai daerah interskapular, umbilikus,
perineum, dan anogenital.1
Diagnosis dermatitis seboroik umumnya mudah ditegakkan secara
klinis, dan tidak memerlukan alat bantu khusus. Pemeriksaan tambahan lain
berupa pemeriksaan laboratorium dan pemakaian alat non invasif dapat membantu
diagnosis dan terapi spesifik yang diperlukan.2,3
Prevalensi DS di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS. dr. Cipto
Mangunkusumo berkisar antara 1 sampai 5 % pada populasi umum.1 Di
Poliklinik Kulit dan Kelamin RS. dr Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun
2014, ditemukan prevalensi DS sebesar 1%, umumnya menyerang dewasa muda,
laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan usia 1 bulan hingga 88 tahun.5
Terdapat berbagai faktor yang berpengaruh pada DS yang berpengaruh pada
prinsip tatalaksana DS. Prognosis dipengaruhi oleh awitan DS, dan pada bayi
prognosisnya jauh lebih baik daripada DS pada dewasa.1

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dermatitis Seboroik


2.1.1. Definisi
Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit papuloskuamosa dengana
predileksi di daerah kaya kelenjar sebasea, scalp, wajah dan badan. Dermatitis
sering dikaitkan dengan Malasesia, terjadi gangguan imunologis mengikuti
kelembaban lingkungan, perubahan cuaca, ataupun trauma dengan penyebaran
lesi di mulai dari derajat ringan misalnya ketombe sampai bentuk eritroderma.4

2.1.2. Epidemiologi
Dermatitis seboroik dapat terjadi pada semua kelompok usia, namun
biasanya terpisah menjadi dua golongan usia yaitu neonatus dan dewasa. 1 Pada
bayi, penyakit memuncak pada 3 bulan pertama, sedangkan pada dewasa pada
usia 30 hingga 60 tahun. DS biasanya diderita lebih banyak oleh lelaki
dibandingkan dengan perempuan, dalam berbagai golongan usia dan ras. Di
berbagai negara Asia, pasien DS berusia antara 12 hingga 20 tahun. DS juga dapat
ditemukan pada pasien dengan kondisi imunosupresi (misalnya pasien dengan
HIV/AIDS, transplantasi organ) dan penyakit lain misalnya Parkinson, serta
gangguan nutrisi dan kelainan genetik.5

2.1.3. Etiologi dan Patogenesis


Patogenesis DS masih belum diketahui dengan pasti, namun berhubungan
erat dengan jamur Malassezia, kelainan imunologis, aktivitas kelenjar sebasea dan
kerentanan pasien. Jumlah sebum yang diproduksi bukan faktor utama pada
kejadian DS. Permukaan kulit pasien DS kaya akan lipid trigliserida dan
kolesterol, namun rendah asam lemak dan skualen. Flora normal kulit, yaitu
Malassezia sp dan Propionibacterium acnes, memiliki enzim lipase yang aktif
yang dapat mentransformasi trigliserida menjadi asam lemak bebas. Asam lemak
bebas bersama dengan reactive oxygen species (ROS) bersifat antibakteri yang

4
akan mengubah flora normal kulit. Perubahan flora normal, aktivasi lipase dan
ROS akan menyebabkan dermatitis seboroik.1 Meningkatnya lapisan sebum pada
kulit, kualitas sebum, respon imunologis terhadap Pityrosporum, degradasi sebum
dapat mengiritasi kulit sehingga terjadi mekanisme eksema.4
Kelainan pada lipid permukaan dapat menyebabkan keratinisasi tidak efektif
dan / atau aktivitas lipase dari Pityrosporum ovale, yang dapat menghasilkan asam
lemak inflamasi. Penelitian juga menunjukkan bahwa Malassezia furfur atau
metabolismenya sebesar-produk dapat menyebabkan peradangan melalui respons
yang diperantarai sel imun yang melibatkan sel T, sel Langerhans dan kaskade
komplemen. Di bawah ini adalah alur yang menunjukkan peran Malassezia sp
pada dermatitis seboroik. Koloni jamur mempunyai kemampuan untuk
berproliferasi di permukaan kulit hingga menimbulkan reaksi inflamasi dan secara
klinis nampak berupa skuama. Pasien dengan ketombe menunjukkan peningkatan
titer antibodi terhadap Malassezia sp.

Gambar 2.1 Peran jamur Malassezia pada dermatitis seboroik di


kulit kepala.6

5
2.1.4. Manifestasi Klinis
Pada bayi berusia kurang dari 3 bulan lesi akan swasirna, sedangkan pada
dewasa bersifat kronis dan dapat residif.6 Secara klinis dapat ditemukan kondisi
seboroik (seborrhoic state) berupa perubahan warna kulit menjadi eritema atau
hipopigmentasi atau keabuan dengan folikel yang terbuka, serta skuama
pitiriasiformis ringan hingga berat. Pada orang dewasa kelainan ditemukan area
wajah dan kelopak mata serta di daerah kepala berupa pitiriasis kapitis atau
ketombe. Sedangkan di area badan tampak lesi pitiriasiformis berbentuk petaloid
atau folikular. Kelainan dapat khusus di daerah lipatan disertai eksematisasi, atau
dapat juga generalisata hingga eritrodermik.1
Manifestasi klinis pada Bayi
Pada bayi dapat terjadi dari usia minggu pertama kelahiran hingga 3 bulan,
dan kelainan berhubungan dengan waktu neonatus memproduksi sebum yang
selanjutnya akan mengalami regresi hingga pubertas. Tempat predileksi adalah
kulit kepala bagian vertex (cradle cap) berupa plak eritematosa disertai skuama
kuning kecoklatan yang lekat dan menyebar ke seluruh bagian kulit kepala. Selain
itu, juga terdapat krusta. Lesi dapat ditemukan di wajah, leher dan menyebar ke
punggung serta ektremitas, berupa plak inflamasi di daerah intertrigo, yaitu aksila
dan lipat paha. Lesi juga bisa didapatkan di area popok.1
Manifestasi klinis pada dewasa
Pada orang dewasa DS bersifat kronis dan residif, terjadi ada usia 30-60
dengan puncak di usia 40 tahunan. 1 Pada kulit kepala umumnya tingkat
keparahan DS sedang, skuama sedikit, kering, warna putih dan mudah lepas. Pada
gejala yang lebih berat terdapat plak berasal dari skuama kering yang tebal
kekuningan.7 Lesi dapat terlihat juga di wajah secara simetris yaitu di alis, dahi,
kelopak mata atas, plika nasolabialis dan cuping hidung.
Tempat lain yang sering terkena pada regio retroaurikularis, kanal auditori
eksternal, aurikula dan conchae bowl. Gejala yang ditemukan berupa eritema dan
gatal disertai rasa terbakar dan gatal ringan terutama di kulit kepala. Folikulitis
pitirosporum juga dapat ditemukan di daerah seboroik. Biasanya dimulai saat
remaja sebagai akibat respons aktivitas androgen yang meningkatkan

6
produktivitas kelenjar sebasea.1 DS pada orang dewasa mengalami periode remisi
dan eksaserbasasi. Pencetus kekambuhan DS umumnya akibat stres emosional,
letih, depresi, perubahan suhu, higiene pribadi, pajanan matahari, perubahan pola
makan, infeksi, obat dan berada di ruangan dingin cukup lama.7
Pada pasien HIV-AIDS, DS umumnya parah dan cenderung sulit diatasi
dengan terapi standar. Secara klinis dapat ditemukan erupsi di wajah berupa
butterfly rash, menyerupai lesi sistemik lupus eritematosa. DS biasanya terjadi
pada pasien dengan hitung CD4+ sebesar 200 – 500/mm3 dan dapat ditemukan
sebagai manifestasi klinis pertama pada pasien HIV-AIDS.1

Gambar 2.2 Manifestasi klinis dermatitis seboroik.8

7
Gambaran khas dermatitis seboroik adalah eritema dengan warna
kemerahan dan ditutupi dengan sisik berminyak besar yang dapat dilepaskan
dengan mudah. Pada kulit kepala, lesi dapat bervariasi dari sisik kering (ketombe)
sampai sisik berminyak dengan eritema (Gambar 2.2.A). Pada wajah, penyakit ini
sering mengenai bagian medial alis, yaitu glabella (Gambar 2.2.B), lipatan
nasolabial (Gambar 2.2.C), concha dari daun telinga, dan daerah retroauricular
(Gambar 2.2.D). Lesi dapat bervariasi dalam tingkat keparahan eritema sampai
sisik halus (Gambar 2.2.E). Pria dengan jenggot, kumis, atau jambang, lesi
mungkin melibatkan daerah yang ditumbuhi rambut (Gambar 2.2.F), dan lesi
hilang jika daerah tersebut dicukur.Daerah dada medial pada pria terlihat petaloid
yang bervariasi dan ditandai dengan bercak merah terang di pusat dan merah
gelap di tepi (Gambar 2.2.G).Pasien yang terinfeksi HIV, lesi terlihat menyebar
dengan pertanda inflamasi (Gambar 2.2.H).

2.1.5 Diagnosis
Diagnosis dermatitis seboroik umumnya cukup ditegakkan dengan
pemeriksaan klinis. Dermatitis seboroik mempunyai ciri-ciri unik tergantung pada
kelompok usia yang terpengaruh, bentuk pada anak atau bayi sifatnya dapat
sembuh sendiri, sementara pada orang dewasa penyakit ini sifatnya kronis. 1
Dermatitis seboroik terjadi pada daerah-daerah yang memiliki aktivitas kelenjar
sebasea yang menonjol, terutama hidung dinding samping, nasolabial dan
melolabial lipatan, alis, glabela, kulit kepala, dan dada tengah. Kasus dermatitis
seboroik juga dapat di picu oleh stres emosional, depresi, kelelahan, dan
perubahan musim. Terjadi peningkatan insiden dan keparahan penyakit di musim
dingin. Sinar matahari telah dilaporkan juga meningkatkan dan memperburuk.
Selain itu ditegakkan juga berdasarkan morfologi khas lesi eksema dengan
skuama kuning, tingkat keparahan dan intensitas yang bervariasi. Pada kasus yang
sulit dapat dilakukan pemeriksaan histopatologi. 4 Kultur jamur dan kerokan kulit
dengan KOH amat bermanfaat untuk menyingkirkan tinea kapitis maupun infeksi
yang disebabkan kuman lainnya.9

8
2.1.6 Diagnosis Banding
A. Psoriasis
Kelainan kulit pada psoriasis berupa eritema sirkumskrip dan merata
dengan skuama berlapis, kasar , berwarna putih seperti mika dan disertai dengan
Auspitz sedangkan pada dermatitis seboroik eritema dan skuama yang berminyak
dan agak kekuningan, batasnya agak kurang jelas. Skuama pada psoriasis jika
dicoba dilepas akan mungkin berdarah tetapi skuama pada dermatitis seboroik
dengan sangat mudah dilepas. Tempat predileksinya pun berbeda , predileksi
psoriasis antara lain skalp, perbatasan skalp dengan muka, ekstremitas bagian
ekstensor terutama siku dan lutut, dan daerah lumbosakral, sedangkan predileksi
dermatitis seboroik di : skalp, dahi, pipi, hidung. Tempat lain yang mungkin :
liang telingan luar, lipatan nasolabial, daerah sternum, areola mame, lipatan
dibawah mame pada wanita, interskapular, umbilicus, lipat paha, dan daerah
anogenital. Psoriasis biasanya melibatkan kuku, disamping menimbulkan kelainan
pada kulit, psoriasis dapat pula menyebabkan kelainan pada sendi walaupun
jarang. Pada dermatitis seboroik rasa gatal akan muncul jika sudah berat
sedangkan pada psoriasis gatal sudah dirasakan dari awal penyakit.4

Gambar 2.3 Psoriasis di kepala


B. Rosasea
Rosasea memiliki kesamaan dengan dermatitis seboroik karena dapat
menghasilkan eritema wajah menyerupai dermatitis seboroik. Tempat predileksi
rosasea adalah di sentral wajah, yaitu hidung, pipi, dagu, dahi, dan alis, terkadang

9
meluas ke leher bahkan pergelangan tangan atau kaki. Sedangkan dermatitis
seboroik terdapat pada tempat sebore, dengan skuama yang berminyak dan agak
gatal. Kelaianan kulit pada rosasea adalah eritema, telangiektasia, papul, edema,
dan pustul. Adanya eritema dan telangiektasia yang persisten pada setiap episode
merupakan gejala khas rosasea. Lesi umumnya simetris.4

Gambar 2.4 Rosasea

2.16 Tatalaksana
Tatalaksana medikamentosa DS pada skalp dan nonskalp meliputi
pemakaian obat secara topikal dan sistemik, dapat pula disertai pemakaian bahan
lain yang dapat digunakan sebagai terapi ajuvan ataupun terapi pencegahan. 10
Prinsip utama tatalaksana ketombe dan dermatitis seboroik di skalp adalah untuk
mengontrol kondisi kulit kepala agar nyaman dengan biaya seminimal mungkin.
Sejak tahun 1960 telah tersedia beragam sediaan yang digunakan untuk mengatasi
ketombe dan DS, baik berupa sampo, kondisioner, obat yang dijual bebas maupun
menggunakan resep. Prinsip tatalaksana perawatan rambut pada ketombe dan DS
adalah pengobatan harus dapat diterima secara estetik; yaitu dapat digunakan
bersama dengan bahan perawatan rambut harian yang akan meningkatkan
kepatuhan dan keberhasilan pengobatan.11

Pilihan pengobatan medikamentosa untuk DS umumnya berupa obat


antijamur, anti inflamasi, keratolitik, dan kalsineurin inhibitor. 9 Laporan terbaru
menyatakan penambahan pilihan pengobatan pada DS non skalp berupa obat yang

10
mengandung bahan nonsteroid bersifat antiinflamasi berkhasiat antijamur (anti-
inflammatory with antifungal properties/AIAFp) dengan bukti kesahihan B (level
of evidence).11

Di bawah ini adalah tabel yang berisi berbagai pilihan pengobatan yang
dapat digunakan pada kasus dermatitis seboroik. Pilihan pengobatan utama
dengan bukti kesahihan terbaik (A) adalah golongan obat antijamur, diikuti
dengan kortikosteroid dan beberapa alternatif pilihan obat lainnya.

Tabel 2.1 Pilihan pengobatan dermatitis seboroik nonskalp


Level of Evidence*
Obat anti jamur
Ketokonazol A
Siklopiroksolamin A
Sertakonazol C
Metronidazol A
Itrakonazol C
Litium Suksinat/Litium Glukonat A
Kortikosteroid
Hidrokortison A
Obat kombinasi anti inflamasi – Antifungal (AIAF)
Promiseb® B
Kalsineurin inhibitor
Takrolimus B
Pimekrolimus B
*)Level of Evidence: A:uji klinis terkontrol acak buta ganda, B:uji
klinis dengan randomisasi, C: studi terbuka

Sediaan anti-inflamasi nonsteroid topikal berkhasiat antijamur telah


digunakan di beberapa negara Eropa dan Asia untuk pasien DS. Produk tersebut
tidak mengandung kortikosteroid maupun bahan imunomodulator. Penggunaan
produk bukan obat resep merupakan pilihan pengobatan yang berguna khususnya
untuk daerah wajah. Produk dapat menjadi pilihan pertama, khususnya bagi
pasien yang enggan menggunakan obat konvensional.
Krim juga mengandung emolien yang dapat menghilangkan gejala
dermatitis seboroik, misalnya memperbaiki kulit kering, mengurangi gatal,
mengurangi kemerahan, dan rasa nyeri, serta mempermudah
penyembuhan.12

11
Tabel 2.2 Pengobatan DS nonskalp pada populasiAsia.13
Produk Formula Cara Penggunaan
DS Ringan
Anti jamur topikal Krim siklopiroks Dua kali per hari dalam
1%
4 minggu
Krim
ketokonazol 2%
AIAF Pirokton
olamine/
algycera atau
krim bisabolol
Steroid topikal Salap & krim
Hidrokortison 1%
Kalsineurin inhibitor topikal Krim
Pimekrolimus
1%
Salep Takrolimus
0,1%
DS Sedang- berat
Steroid topikal (kelas 2) Salap Dua kali perhari dalam 4
Aklometasone minggu
0-05%
Krim Desonide
0.05%
Anti jamur sistemik Itrakonazol 100 Bulan pertama: 200 mg/hr
mg kapsul selama 1 minggu lalu
lanjut tiap
2hr/bulan hingga 11 bulan
Terbinafin 250 Regimen terus menerus:
mg kapsul 250 mg/hr selama 4-6
minggu Regimen
intermiten: 250 mg/hr
selama 12 hari per bulan
untuk 3 bulan
Flukonazol 50 mg 50 mg/hr selama 2 minggu
capsul atau 200-300 mg/minggu
untuk 2-4 minggu

Pengobatan tidak menyembuhkan secara permanen sehingga terapi


dilakukan berulang saat gejala timbul. Tatalaksana yang dilakukan antara lain:4
1. Sampo yang mengandung obat anti Malassezia, misalnya selenium sulfida,
zinc pirithione, ketokonazol, berbagai sampo yang mengandung ter dan
solusio terbinafine 1%.

12
2. Untuk menghilangkan skuama tebal dan mengurangi jumlah sebum pada
kulit dapat dilakukan dengan mencuci wajah berulang dangan sabun lunak.
Pertumbuhan jamur dapat dikurangi dengan krim imidazol dan
turunannya, bahan antimikotik di daerah lipatan bila ada gejala.
3. Skuama dapat diperlunak dengan krim yang mengandung asam salisilat
atau sulfur
4. Pengobatan simtomatik dengan kortikosteroid topikal potensi sedang,
immunosupresan topikal (takrolimus dan pimekrolimus) terutama untuk
daerah wajah sebagai pengganti kortikosteroid topikal.
5. Metronidazol topikal, siklopiroksalamin, talkasitol, benzoil peroksida dan
salep litium suksinat 5%.
6. Pada kasus yang tidak membaik dengan terapi konvensional, dapat
dilakukan terapi sinar ultraviolet-B (UVB) atau pemberian itrakonazole
100mg/hari per oral selama 21 hari.
7. Bila tidak membaik dengan semua modalitas terapi, pada dermatitis
seboroik yang luas dapat diberikan prednison 30mg/hari untuk respon
cepat.

2.1.7 Prognosis
Pada bayi, prognosis DS baik dimana penyakit ini dapat hilang dengan
sendirinya pada saat memasuki usia 6 bulan hingga 1 tahun, namun dapat muncul
kembali ketika memasuki masa pubertas.
Pada remaja ataupun dewasa, DS cenderung kronis dan memiliki
kecenderungan untuk sembuh lalu kambuh secara tiba-tiba sehingga pengobatan
yang tepat diperlukan untuk mengontrolnya
Secara keseluruhan, pengobatan yang tepat dapat memberikan perbaikan
dan kadang menghilangkan dermatosis yang disebabkan oleh DS, namun tidak
ada pengobatan yang permanen dan keluhan cenderung datang kembali saat
pengobatan dihentikan.14

13
BAB III
PENYAJIAN KASUS

A. Anamnesis
a. Identitas Pasien
Nama : Nn. K
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 17 tahun
Alamat : Jl. Pangeran Natakususma Gg Samarukun 12
Agama : Islam
Pekerjaan : Siswa
Tanggal Pemeriksaan : 24 April 2018
b. Keluhan Utama
Gatal-gatal dan ruam merah di daerah wajah
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poliklinik kulit dan kelamin dengan keluhan
gatal-gatal dan ruam merah di wajah sejak 2 minggu terakhir. Gatal-
gatal dirasa semakin memberat sejak 4 hari yang lalu dan ruam merah
pada wajah semakin membesar. Sudah berobat ke dokter umum dan
mendapatkan salep Hidrokortison 12,5% dan Dexamethason oral, tetapi
gatal masih dirasa dan pada wajah mengelupas dan sering digaruk
pasien. Keluhan ketombe pada kepala juga dirsa pasien sudah sejak
lama. Pasien mengaku sehari-hari menggunakan sampo dove dan
ketombe tidak mau hilang. Riwayat alergi makanan(-) alergi obat(-)
asma(-)
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan yang sama pernah dialami pasien sekitar 6 bulan yang
lalu. Keluhan beruka gatal-gatal kemerahan pada wajah dan ketombe
pada kepala. Berobat ke poliklinik kulit dan kelamin dan keluhan dirasa
sembuh.

14
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.
Riwayat DM dalam keluarga(-)
f. Genogram

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien

g. Riwayat Sosial, Ekonomi, Kebiasaan, dan Lingkungan


Pasien mengatakan bahwa ia mandi 2 kali sehari menggunakan air
ledeng PDAM dan menggunakan sabun cair. Pasien mengatakan bahwa
menggunakan handuk sendiri. Keluarga pasien memiliki kebiasaan
mencuci dan menjemur perlengkapan tidur (seperti kasur, sprei dan
sarung bantal) pasien saat tampak kotor saja. Tempat tinggal sekitar
rumah pasien merupakan daerah perumahan yang padat.
h. Pemeriksaan Fisik
1. Tanda Vital
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Tekanan darah : 110/80 mmHg


Nadi : 88x/menit
Frekuensi napas : 20x/menit

15
Suhu : 36,5 0C
2. Status Generalis
a. Kulit : warna kulit kuning pucat, tidak ada kelainan kulit bawaan
b. Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), strabismus (-)
c. THT :
 Telinga : deformitas (-), sekret (-)
 Hidung : deviasi septum (-), sekret (-)
 Tenggorokan : faring hiperemis (-), tonsil (T1/T1)
d. Paru
 Inspeksi : Simetris , retraksi (-)
 Palpasi : fremitus taktil simetris kanan-kiri
 Perkusi : sonor di semua lapang paru
 Auskultasi : SND: ves (-/-), SNT: Rh (-), Wh (-)
e. Jantung :
 Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
 Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS V linea midclavicula sinistra
 Perkusi : batas jantung dalam batas normal
 Auskultasi : S1S2 tunggal, reguler, gallop (-), Murmur (-)
f. Abdomen :
 Inspeksi : perut datar, simteris kanan-kiri, distensi (-),venektasi (-)
 Auskultasi : suara bising usus dalam batas normal (<8x per menit)
 Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
 Perkusi : timpani seluruh kuadran, shifting dullness (-)
g. Punggung : deformitas (-)
h. Ekstremitas :
Akral hangat,
CRT<2detik, edema(-)
3. Status Lokalis

16
Regio Nasolabial, Supra orbital,
Glabella dan Blepharo bilateral

Regio Capitis

Regio Nasolabial, Supra orbital, Glabella dan Blepharo bilateral terdapat lesi
makula eritema multipel, sirkumsrip, lentikular, berkonfluens disertai papul-papul
milier dengan skuama halus berminyak, erosi dan ekskoriasi.
Regio Capitis terdapat lesi deskuamasi dengan skuama halus dan erosi.

Macula eritema multiple sirkumskrip lentikular

B. Pemeriksaan Penunjang
Saran pemeriksaan: kerokan kulit dengan KOH dan pemeriksaan
histopatologi

17
C. Diagnosis
Dermatitis Seboroik

D. Tatalaksana
a. Non-medikamentosa
1) Edukasi kepada pasien bahwa penyakit ini cenderung kronis dan merupakan
penyakit berulang, dengan demikian, pasien harus diberitahu bahwa
tujuannya pengobatan akan mengontrol daripada menyembuhkan penyakit.
2) Pasien juga diberitaukan bahwa pengobatan tidak menyembuhkan secara
permanen sehingga terapi dilakukan berulang saat gejala timbul.
3) Pasien diedukasi untung menghindari stres, kurang tidur, makan makanan
yang rendah lemak dan menjaga kebersihan kulit dan kepala.
b. Kuratif
 Topikal
1. Salep momethasone furoate 2 kali sehari pada wajah (pagi setelah mandi dan
sebelum tidur)
2. Sampo Ketomed scalp solusio digunakan 1 kali sehari saat mandi
 Sistemik
1. Antihistamin : Cetirizine tab 1 x 10 mg (malam)
2. Steroid : Metil prednisolone tab 2 x 8 mg
3. Antijamur : Spyrocon 2 x 1 kaps (pagi dan malam)
E. Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Bonam
Ad Sanactionam : Dubia ad Bonam

18
BAB IV
PEMBAHASAN

Seorang wanita usia 17 tahun datang dengan keluhan gatal-gatal dan


kemerahan di wajah sejak 2 minggu terakhir. Gatal-gatal dirasa semakin
memberat sejak 4 hari yang lalu dan ruam merah pada wajah semakin membesar. .
Keluhan ketombe pada kepala juga dirsa pasien sudah sejak lama. Keluhan yang
sama pernah dialami pasien sekitar 6 bulan yang lalu. Keluhan beruka gatal-gatal
kemerahan pada wajah dan ketombe pada kepala. Sudah berobat ke poliklinik
kulit dan kelamin dan keluhan dirasa sembuh.

Gambar 3.1 Daerah Predileksi pada Pasien


Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada pasien didapatkan efloresensi
lesi makula eritema multipel, sirkumsrip, lentikular, berkonfluens disertai papul-
papul milier dengan skuama halus berminyak, erosi dan ekskoriasi di regio
nasolabial, supra orbital, glabella dan blepharo bilateral. Ditemukan juga lesi
deskuamasi dengan skuama halus dan erosi di regio capitis.
Melalui keluhan tersebut dapat diperkirakan penyebabnya bisa
dikarenakan peradangan pada kulit akibat peningkatan aktivitas fisiologi tubuh,
infeksi akibat jamur, bakteri ataupun virus. Kemudian dari lesi ditemukan makula
eritema disertai papul-papul miliar dan skuama halus yang mengarahkan
diagnosis ke kelompok dermatosis eritemaskuamosa. Selanjutnya pada

19
pemeriksaan status lokal, ditemukan predileksi dari lesi adalah di daerah wajah
(alis mata, kelopak mata, glabellla, lipatan nasolabial) merupakan daerah
predileksi dermatitis seboroik, yaitu pada bagian tubuh yang banyak terdapat
kelenjar sebasea (kelenjar minyak). Diagnosis juga dipertegak dengan ditemukan
adanya lesi deskuamasi dengan skuama halus pada bagian kepala yang
merupakan jenis dermatitis seboroik tipe Pityriasis sica. Dermatitis seboroik
adalah penyakit kulit inflamasi superfisial kronis yang mengalami remisi dan
eksaserbasi dengan area seboroik sebagai area predileksi. Area seboroik adalah
bagian tubuh yang banyak terdapat kelenjar sebasea yaitu kulit kepala, telinga
bagian luar, saluran telinga, badan bagian atas (presternum, interskapula, areolla
mammae) dan daerah lipatan (ketiak, lipatan di bawah mammae, umbilikus,
lipatan paha, daerah anogenital, dan lipatan pantat).1
Pasien diterapi secara medikamentosa maupun non-medikamentosa. Pada
tatalaksana medikamentosa pasien diberikan pengobatan topikal dengan
Momethasone Furoate cream dioles 2 kali sehari pada lesi kemerahan di wajah
untuk mengurangi reaksi inflamasi pada pasien. Selain itu pasien juga diberikan
sampo Ketomed scalp solusio yang mengandung ketokonazol 2% sebagai anti
jamur untuk ketombe yang pasien rasakan. Pertumbuhan jamur dapat dikurangi
dengan shampoo kepala yang mengandung anti malazessia.
Pengobatan sistemik untuk mengurangi keluhan gatalnya dengan
menggunakan Cetirizine 1x10 mg dan Metilprednisolon 2x8 mg sebagai
antiinflamasi untuk peradangan pada lesi. Diberikan juga Spyrocon kaps 2x1
sebagai antijamur per oral. Antifungi diberikan untuk mencegah infeksi jamur
Pityrosporum ovalec pada kulit dapat diberikan oral maupun topikal dimana
jamur ini memiliki keterkaitan kuat dengan kejadian dermatitis seboroik.
Rekomendasi terapi menurut WHO adalah penggunaan sampo keratolitik untuk
mengurangi inflamasi dan krusta. Terdapat berbagai jenis sediaan suspensi
berbahan dasar deterjen atau sampo yang mengandung bahan aktif seperti asam
salisilat, coal tar, pyrithione zinc, dan selenium sulfide.
Pada terapi non-medikamentosa, pasien diedukasi bahwa penyakit ini
cenderung kronis dan merupakan penyakit berulang, dengan demikian, pasien

20
harus diberitahu bahwa tujuannya pengobatan adalah mengontrol daripada
menyembuhkan penyakit. Pasien juga diberitaukan bahwa pengobatan tidak
menyembuhkan secara permanen sehingga terapi dilakukan berulang saat gejala
timbul. Kasus-kasus yang telah mempunyai faktor konstitusi agak sukar
disembuhkan, meskipun penyakitnya dapat terkontrol. Faktor predisposisi
hendaknya diperhatikan, misalnya stess emosional dan kurang tidur. Mengenai
diet, dianjurkan rendah lemak, kurangi konsumsi gula, dan banyak mengkonsumsi
sayuran. Kebersihan kulit kepala yang tepat merupakan hal utama dalam
mengobati dermatitis seboroik.

21
BAB V
PENUTUP

Nn.K, usia 17 tahun telah didiagnosa dengan Dermatitis Seboroik


berdasarkan anamnesis dan gambaran klinis pada kulit pasien. Pengobatan yang
tepat dan optimal pada pasien dapat memberikan perbaikan dan kadang
menghilangkan dermatosis yang disebabkan oleh dermatitis seboroik, namun
tidak ada pengobatan yang permanen dan keluhan cenderung datang kembali saat
pengobatan dihentikan.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Collins CD, Hivnor C. Seborrheic Dermatitis. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI,
Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, Wolff K, penyunting. Dermatology in
General Medicine. Edisi ke-7. New York: McGrawHill Book, Co;2012.p. 259-
66.
2. Schwarts RA, Janusz CA, Janniger CK. Seborrheic dermatitis: An overview.Am
Fam Phys. 2006;74:125-30.
3. Barbareschi M, Benardon S, Veraldi S. Role of the laboratory. Dalam: Micalli G,
Veraldi S, penyunting. Seborrheic Dermatitis. Gurgaon: MacmillanMedical
Communications; 2015. p. 29-30.
4. Menaldi SL, K Bramono, W Indriatmi.. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke
tujuh. Jakarta.: FKUI; 2016: 232-33.
5. Cheong WK, Yeung CK, Torsekar RG, Suh DH, Ungpakorn R, Widaty S, dkk.
Treatment of seborrhoeic dermatitis in Asia: A consensus guide. Skin
Appendage Disord. 2015;1:187-96.
6. Schwartz J, DeAngelis YM, Dawson Jr TL. Dandruff and seborrheic dermatitis: a
head scratcher. Dalam: Evans T, Wickett R, penyunting. Practical Modern Hair
Science. Edisi ke-1. Illinois: Allured Pub; 2012. p.389–413.
7. Peyri J, Lleonart M. Clinical and therapeutic profi le and quality of life of patients
with seborrheic dermatitis. Actas Dermosifi liogr. 2007;98:476–82.
8. Naldi, Luigi. 2009. Seborrheic Dermatitis. England : The New England Journal
of Medicine. N Engl J Med 360(1):387-396.
9. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ.
Sebborcheic Dermatitis. In :Fitzpatrick. Dermatology in General Medicine. 8th
ed. New York : McGraw Hill Company.2012: 259-63.
10. Golderberg G. Optimizing treatment approaches in seborrheic dermatitis. J
ClinAesthet Dermatol. 2013;(6):44–9.
11. Schwartz J, Cardin CW, De Angelis YM, Dawson Jr T. Dandruff and
seborrheic dermatitis. Dalam: Baran R, Maibach H, penyunting. Textbook of
Cosmetic Dermatology. Edisi ke-4. London: Informa; 2010. p.230–9.

23
12. Micali G, DallÓglio F, Tedeschi A. Treatment of seborrheic dermatitis of the
face with Sebclair. Dalam: Micali G, Veraldi G, penyunting. Seborrheic
Dermatitis. Gurgaon:Macmillan; 2015.h. 67-9.
13. Cheong WK, Yeung CK, Torsekar RG, Suh DH, Ungpakorn R, Widaty S, dkk.
Treatment of seborrhoeic dermatitis in Asia: A consensus guide. Skin
Appendage Disord. 2015;1:187-96.
14. Collins, C. D., & Hivnor, C. (2011). Seborrheic Dermatitis. In L. A.
Goldsmith, S. I. Katz, B. A. Gilchrest, A. S. Paller, D. J. Leffel, & K. Wolff,
Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine, 8th Ed, 2V (Vol. 1, pp. 259-
266). New York: McGraw-Hill.

24

Anda mungkin juga menyukai