Anda di halaman 1dari 11

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)

AL-MASTHURIYAH

Tugas Mandiri : Makalah Individu (Telaah Teks Bahasa Inggris)

Tugas Mata Kuliah : Bahasa Inggris ( Wacana )


Dosen : M. Irham, S.S.,M.Si
Nama Mahasiswa : Santi
NIM : 1832.2009
Semester/Jurusan : PAI/VII.1

Judul Teks : Sikap Santri Dan Ustadz Terhadap Pendidikan Multibahasa Di


Pesantren

Nama Penulis : Saidna Zulfiqar A. bin Tahir (University of Iqra Buru), 

Sumber :https://saidnazulfiqar.wordpress.com/2015/04/01/the-attitude-of-
santri-and-ustadz-toward-multilingual-education-at-pesantren/

1
DAFTAR ISI

Judul........................................................................................................................................1

Daftar Isi.................................................................................................................................2

A. PENGANTAR.............................................................................................................3
B. RANGKUMAN...........................................................................................................3
1. Pengertian Pesantren..............................................................................................3
2. Sikap terhadap Pendidikan Multibahasa................................................................4
3. Pendidikan Multibahasa.........................................................................................4
C. TELAAH.....................................................................................................................5
1. Kekurangan Artikel...............................................................................................5
2. Kelebihan Artikel..................................................................................................5
3. Substansi yang di bahas.........................................................................................5
D. PENUTUP...................................................................................................................6
LAMPIRAN................................................................................................................8

2
A. PENGANTAR
Sikap merupakan salah satu aspek penting dalam keberhasilan belajar mengajar
multibahasa di Pesantren atau Pesantren di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh sikap Santri/santri dan Ustadz/guru terhadap pendidikan
multibahasa di Pesantren di kota Makassar, Indonesia.
Pesantren atau pesantren adalah lembaga pendidikan yang berakar pada sistem
pendidikan Hindu-Islam yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai sistem
pendidikan pribumi Indonesia sejak tahun 1062 (Yasmadi, 2002: 99; Daulay, H.P, 2009:
61 ; Madjid, 2013: 3; Nizar, dkk, 2013: 85; Engku, dkk, 2014: 107). Kata 'Pesantren'
berasal dari kata 'Santri' dengan awalan -pe dan akhiran -an berarti tempat tinggal
seorang santri/santri (Dhofier, 1984: 18; Daulay, 2009: 61; Nizar: 87; Engku, et al. ,
2014: 172). Menurut Madjid (2013: 21), ada dua konsepsi kata santri dilihat dari asalnya.
Pertama, kata ‘santri’ berasal dari bahasa sansekerta ‘shastri’ berarti melek huruf atau
bisa membaca dan menulis. Oleh karena itu, Santri adalah seorang sastrawan yang
disebabkan oleh pengetahuannya tentang Kitab Suci. Kedua, kata ‘santri’ berasal dari
bahasa Jawa ‘cantrik’ yang berarti orang yang lama bersama seorang guru kemanapun
dia pergi dan tinggal untuk memperoleh ilmu dan keterampilan darinya atau orang yang
mengikuti kursus dari seorang guru. Pola hubungan antara guru dan santri (guru-cantrik)
banyak digunakan pada era Islam sehingga berubah dari guru-cantrik menjadi guru-
santri. Selanjutnya, kata 'guru' berubah menjadi 'Kiai' atau 'Ustadz' yang berarti tua, suci,
dan suci.
Peneliti ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sikap Santri dan Ustadz terhadap
pendidikan multibahasa di Pesantren tetapi tidak signifikan disebabkan kurangnya
pengetahuan, keyakinan, dan loyalitas terhadap peraturan pemerintah.

B. RANGKUMAN
1. Pengertian Pesantren
Sebuah lembaga dapat digolongkan sebagai Pesantren apabila memenuhi beberapa
syarat atau beberapa unsur pokok Pesantren, yaitu; Kiai/Ustadz/guru, santri/santri,
masjid, pondok/asrama, dan ajaran agama atau ajaran Kitab Suci (Dhofier, 1984: 44).
Berdasarkan pandangan dan penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa Pesantren
adalah lembaga pendidikan agama yang terdiri dari Kiai/Ustadz, santri, masjid, dan

3
asrama dimana semua santri/santri harus tinggal di dalam Pesantren untuk mempelajari
Kitab Suci dan ilmu-ilmu agama. .
Saat ini telah tersebar 27.218 Pesantren di Indonesia termasuk 240 Pesantren di
Sulawesi Selatan/Makassar dan jumlah Pesantren tersebut akan bertambah dari hari ke
hari berdasarkan lulusannya yang berniat untuk membangun cabang atau yang baru
(Depag: Direktori Pondok Pesantren, 2011 : 173). Sistem pembelajaran lembaga
pendidikan ini dimodernisasi dan dikembangkan dengan menerapkan perpaduan mata
pelajaran agama dan umum, khususnya mata pelajaran dua bahasa asing, selain bahasa
Indonesia dan bahasa daerah yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris dalam proses belajar
mengajar serta digunakan dalam kehidupan sehari-hari. komunikasi di dalam Pesantren.
Kewajiban untuk menggunakan bahasa asing dimaksudkan untuk meningkatkan
pengetahuan siswa dalam studi Islam dan ilmu pengetahuan melalui keterampilan bahasa
mereka.
2. Sikap terhadap Pendidikan Multibahasa
Sikap adalah perasaan, keyakinan, atau pendapat tentang persetujuan atau
ketidaksetujuan terhadap sesuatu. Sikap adalah kecenderungan untuk merespons secara
kognitif, emosional, atau perilaku terhadap objek, orang, atau situasi tertentu dengan cara
tertentu. Sikap memiliki tiga komponen utama: kognitif, afektif, dan perilaku. Komponen
kognitif menyangkut keyakinan seseorang; komponen afektif melibatkan perasaan dan
evaluasi; dan komponen perilaku terdiri dari cara bertindak terhadap objek sikap. Aspek
kognitif sikap umumnya diukur dengan survei, wawancara, dan metode pelaporan
lainnya, sedangkan komponen afektif lebih mudah dinilai dengan memantau tanda-tanda
fisiologis seperti detak jantung. Sebaliknya, perilaku dapat dinilai dengan pengamatan
langsung (Strickland, 2001: 56).
3. Pendidikan Multibahasa
Sedangkan pendidikan multibahasa mengacu pada penggunaan dua bahasa atau lebih
sebagai bahasa pengantar. Tujuan dari program pendidikan multibahasa (MLE) adalah
untuk mengembangkan keterampilan kognitif dan penalaran yang tepat melalui program
pembelajaran bahasa terstruktur dan pengembangan kognitif, yang memungkinkan siswa
untuk beroperasi dengan sukses dalam bahasa asli, negara bagian dan nasional mereka.
MLE memberikan landasan yang kuat dalam bahasa pertama (bahasa ibu),
menambahkan bahasa kedua (misalnya nasional) dan ketiga (misalnya bahasa Inggris)
memungkinkan penggunaan yang tepat dari kedua/semua bahasa untuk pembelajaran
seumur hidup (Malone, 2005: 71). Pendidikan multibahasa juga multikultural, dengan

4
pembelajaran dimulai di lingkungan yang dikenal siswa dan menjembatani ke dunia yang
lebih luas. Proses menjembatani memungkinkan mereka untuk mempertahankan bahasa
dan budaya lokal sambil memberikan penguasaan dan pengajaran bahasa negara bagian
dan/atau nasional. Proses ini memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
berkontribusi pada masyarakat nasional tanpa memaksa mereka untuk mengorbankan
warisan linguistik dan budaya mereka.
Berdasarkan pandangan di atas, dapat disederhanakan bahwa pendidikan multibahasa
bertujuan untuk mengembangkan keterampilan kognitif dan penalaran yang tepat. Di sisi
lain, sikap memiliki tiga komponen utama: kognitif, afektif, dan perilaku. Dengan
demikian keberhasilan sistem pendidikan multibahasa tergantung pada sikap siswa dan
guru yang akan dibahas dalam penelitian ini.

C. TELAAH
1. Kelemahan dan Kelebihan
a. Kelemahan dari Tulisan Artikel
Setelah say abaca dan saya telaah dari artikel ini ada beberapa kosa kata yang
kurang di pahami
b. Kelebihan dari Tulisan Artikel
Adapun kelebihan dari artikel ini yaitu dalam segi penulisan sudah tersusun
secara sistematis dari mulai absrak, introduction dan metode nya.
2. Telaah Tentang Substansi Yang Dibahas
Dalam telaah artikel ini dapat disimpulkan bahwa pendidikan multibahasa
bertujuan untuk mengembangkan keterampilan kognitif dan penalaran yang
tepat. Di sisi lain, sikap memiliki tiga komponen utama: kognitif, afektif, dan
perilaku. Dengan demikian keberhasilan sistem pendidikan multibahasa
tergantung pada sikap siswa dan guru yang akan dibahas dalam penelitian ini.
D. PENUTUP
Sebuah lembaga dapat digolongkan sebagai Pesantren apabila memenuhi beberapa
syarat atau beberapa unsur pokok Pesantren, yaitu; Kiai/Ustadz/guru, santri/santri,
masjid, pondok/asrama, dan ajaran agama atau ajaran Kitab Suci (Dhofier, 1984: 44).
Berdasarkan pandangan dan penjelasan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa Pesantren
adalah lembaga pendidikan agama yang terdiri dari Kiai/Ustadz, santri, masjid, dan
asrama dimana semua santri/santri harus tinggal di dalam Pesantren untuk mempelajari
Kitab Suci dan ilmu-ilmu agama. Tujuan dari program pendidikan multibahasa (MLE)

5
adalah untuk mengembangkan keterampilan kognitif dan penalaran yang tepat melalui
program pembelajaran bahasa terstruktur dan pengembangan kognitif, yang
memungkinkan siswa untuk beroperasi dengan sukses dalam bahasa asli, negara bagian
dan nasional mereka. MLE memberikan landasan yang kuat dalam bahasa pertama
(bahasa ibu), menambahkan bahasa kedua (misalnya nasional) dan ketiga (misalnya
bahasa Inggris) memungkinkan penggunaan yang tepat dari kedua/semua bahasa untuk
pembelajaran seumur hidup (Malone, 2005: 71). Pendidikan multibahasa juga
multikultural, dengan pembelajaran dimulai di lingkungan yang dikenal siswa dan
menjembatani ke dunia yang lebih luas. Proses menjembatani memungkinkan mereka
untuk mempertahankan bahasa dan budaya lokal sambil memberikan penguasaan dan
pengajaran bahasa negara bagian dan/atau nasional. Proses ini memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk berkontribusi pada masyarakat nasional tanpa memaksa
mereka untuk mengorbankan warisan linguistik dan budaya mereka.
Berdasarkan pandangan di atas, dapat disederhanakan bahwa pendidikan multibahasa
bertujuan untuk mengembangkan keterampilan kognitif dan penalaran yang tepat. Di sisi
lain, sikap memiliki tiga komponen utama: kognitif, afektif, dan perilaku. Dengan
demikian keberhasilan sistem pendidikan multibahasa tergantung pada sikap siswa dan
guru yang akan dibahas dalam penelitian ini.

6
DAFTAR PUSTAKA

https://saidnazulfiqar.wordpress.com/2015/04/01/the-attitude-of-santri-and-ustadz-toward-
multilingual-education-at-pesantren/

7
LAMPIRAN

THE ATTITUDE OF SANTRI AND USTADZ TOWARD MULTILINGUAL EDUCATION


AT PESANTREN

Saidna Zulfiqar A. bin Tahir (University of Iqra Buru), Abstract: The attitude is an important


aspect of the successful of teaching and learning multilingual at Pesantren or Islamic
boarding school in Indonesia. This study aimed to know the effect of attitude of
Santri/students and Ustadz/teachers toward multilingual education at Pesantren in city of
Makassar, Indonesia.

This study applied quantitative approach using survey design. The population of the study is
all santri and ustadz of Pesantren of IMMIM, Pondok Madinah, and Pesantren Darul Arqam
Muhammadiyah Gombara amount to 839 consist of 788 Santries and 51 Ustadzs in academic
year 20014/2015. The total samples of simple random sampling technique are 85 then
accomplished to 100 samples. In collecting data, the researcher employed questionnaire using
Likert Scale. The data have been analyzed descriptively and inferentially using SPSS Ver. 17.
The researcher found that there was an effect of Santri and Ustadzs’ attitude toward
multilingual education at Pesantren but it was not significant caused of the lack of
knowledge, belief, and loyalty to the government regulation.

Keywords: Attitude, Santri, Ustadz, Multilingual Education, and Pesantren


INTRODUCTION
Pesantren or Islamic boarding school is an educational institution that has its roots to the
Hinduism-Islamic educational system which was founded by Ki Hajar Dewantara as the
indigenous education system of Indonesia since 1062 (Yasmadi, 2002: 99; Daulay, H.P,
2009: 61; Madjid, 2013: 3; Nizar, et al, 2013: 85; Engku, et al, 2014: 107). The word
‘Pesantren’ derived from the word ‘Santri’ with preffix -pe and suffix -an means a place
where a santri/student lives (Dhofier, 1984: 18; Daulay, 2009: 61; Nizar: 87; Engku, et al,
2014: 172). According to Madjid (2013: 21), there are two conceptions of the word ‘Santri’
regarding to its origin. Firstly, the word ‘Santri’ derived from Sanskrit language ‘Shastri’
means literate or able to read and write. Therefore, Santri is a literary person caused by his
knowledge concerning to the Holy Scripture. Secondly, the word ‘Santri’ came from
Javanese language ‘cantrik’ which means a person who go a long with a teacher wherever he

8
goes and stays to acquire knowledge and skill from him or a person who pursues a course
from a teacher. The pattern of relationship between teacher and Santri (guru-cantrik) used
largely in the era of Islam so that it changed from ‘guru-cantrik’ to ‘guru-santri’.
Subsequently, the word ‘guru’ changed into ‘Kiai’ or ‘Ustadz’ which means old, sacred, and
holy.
An institution could be classified as Pesantren when it complies with some conditions or
some basic elements of Pesantren, they are; Kiai/Ustadz/teacher, santri/students, mosque,
pondok/dormitory, and religious teaching or teaching the Holy Scripture (Dhofier, 1984: 44).
Based on the views and explanation above, the researcher concludes that Pesantren is an
educational institution of religious teaching consists of Kiai/Ustadz, santri, mosque, and
dormitory where all santri/students must stay inside of Pesantren to learn the Holy Scripture
and religious sciences.

Nowadays, there are 27.218 Pesantrens dispersed in Indonesia including 240 Pesantrens in
South Sulawesi/Makassar and those number of Pesantrens will increase from day to day
based on its graduators who intend to build the branch or the new one (Depag: Direktori
Pondok Pesantren, 2011: 173). This educational institution’s learning system was modernized
and developed by applying the combination of religious and general subjects, especially the
subjects of two foreign languages, besides, Indonesian and local languages, those are, Arabic
and English in teaching and learning process and also use in daily communication inside of
Pesantren. The obligation to use the foreign languages was intended to improve the students’
knowledge in Islamic study and science through their languages skill.

This research will focus on Modern Pesantrens in City of Makassar which implemented two
foreign languages such as English and Arabic in teaching and learning process and also used
it in daily communication, they are; Pesantren of IMMIM, Pondok Madinah, and Pesantren
Darul Arqam Muhammadiyah Gombara. Those Pesantrens have been chosen as research
subjects by the consideration that these schools have very interesting linguistic tradition.
Where there were two intensive foreign languages have been taught and learned at the
schools, namely Arabic and English. Besides, the students generally come from various tribes
in the eastern of Indonesia with different ethnicity and languages and also came from other
provinces in Indonesia, namely Bugis, Makassar, Mandar, Palu, Kendari, Gorontalo,
Kalimantan, Maluku, Papua and Java that made Pesantren became multilingualism
community.

9
Some previous studies involved to Pesantren still focused on languages teaching and learning
(Melor, et al, 2012: 87; Bin Tahir, S, 2011: 81), some researchers studied about linguistics
and sociolinguistic related to the speech style, bilingual, code-mixing and code-switching
(Hanidah, 2009; Rhohmatillah, 2013; Tantri, 2013: 37), and some others discussed on
teaching morality, teaching Kitab Kuning, and religious learning (Lukens-Bull, 2000: 27; Van
Bruinessen, 1994: 121; Zakaria, 2010: 45). But those studies didn’t consider in-depth yet on
multilingual education that occurred at Pesantren. These reasons awaken the researcher’s
heart to conduct a research on multilingual education and multilingual material development
for Pesantrens’ students. This article only focuses and specifies on the exploration of the
attitude of Santri and Ustadz toward multilingual education at Pesantren.
The Attitude toward Multilingual Education
Attitude is a feeling, belief, or opinion of approval or disapproval towards something. An
attitude is a predisposition to respond cognitively, emotionally, or behaviorally to a particular
object, person, or situation in a particular way. Attitudes have three main components:
cognitive, affective, and behavioral. The cognitive component concerns one’s beliefs; the
affective component involves feelings and evaluations; and the behavioral component
consists of ways of acting toward the attitude object. The cognitive aspects of attitude are
generally measured by surveys, interviews, and other reporting methods, while the affective
components are more easily assessed by monitoring physiological signs such as heart rate.
Behavior, on the other hand, may be assessed by direct observation (Strickland, 2001: 56).

While multilingual education refers to the use of two or more languages as medium of
instruction. The purpose of a multilingual education (MLE) program is to develop
appropriate cognitive and reasoning skills through a program of structured language learning
and cognitive development, enabling students to operate successfully in their native, state and
national languages. MLE provides a strong foundation in the first language (mother tongue),
adding second (e.g. national) and third languages (e.g. English) enabling the appropriate use
of both/all languages for life-long learning (Malone, 2005: 71). Multilingual education is also
multicultural, with learning beginning in the students’ known environment and bridging to
the wider world. The bridging process allows them to maintain local language and culture
while providing state and/or national language acquisition and instruction. This process
provides learners with the opportunity to contribute to national society without forcing them
to sacrifice their linguistic and cultural heritage.

10
Based on the views above, it could be simplified that the multilingual education aimed to
develop appropriate cognitive and reasoning skills. On the other hand, the attitude has three
main components: cognitive, affective, and behavioral. Thus the successful of multilingual
education system depends on the attitude of students and teachers that will be discussed in
this study.

METHOD
The study applied quantitative approach using survey design to gather data at a particular
point in time with the intention of describing the nature of existing conditions, or identifying
standards against which existing conditions can be compared, or determining the
relationships that exist between specific events (Cohen, et al, 2007: 169; Creswell, 2008:
387).

The population of the study is all Santri and Ustadz of Pesantren of IMMIM, Pondok
Madinah, and Pesantren Darul Arqam Muhammadiyah Gombara amount to 839 consist of
788 santries and 51 Ustadzs. The total samples of simple random sampling are 85 then
accomplished to 100 samples. In collecting data, the researcher employed questionnaire using
Likert Scale. The data have been analyzed descriptively and inferentially using SPSS Ver. 17.

11

Anda mungkin juga menyukai