Anda di halaman 1dari 75

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

A DENGAN DIAGNOSA MEDIS


ABSES PERIANAL DAN DIABETES MELLITUS TIPE II DI RUANG FILIFUS
DI RS. IMMANUEL PROVINSI JAWA BARAT
BERDASARKAN TEORI SELF CARE OREM

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Praktik Aplikasi Keperawatan Medikal Bedah Dasar
Koordinator Aplikasi Keperawatan Medikal Bedah Dasar:
Ibu Susilawati,M.Kep.,ns.Sp.KMB
Dosen Pembimbing Aplikasi Keperawatan Medikal Bedah Dasar:
Ibu Rita Fitri Yulita, M.Kep

Disusun Oleh :

Sri Atun

NPM : 215120038

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN

FITKES UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI

CIMAHI

2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha


Pengasih lagi Maha Panyayang, kami panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya,
yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas Asuhan keperawatan pasien stroke dalam keperawatan
medikal bedah dasar.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar makalah ini dapat di perbaiki sebagaimana
mestinya.

Akhir kata kami berharap semoga tugas Asuhan keperawatan pasien stroke dalam
keperawatan medikal bedah dasar ini berguna dan dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Bandung, November 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah................................................................................1
B. Tujuan Masalah.............................................................................................3
C. Metode Penyusunan......................................................................................4
BAB II LANDASAN TEORI..............................................................................5
1. Konsep Selulitis............................................................................................5
2. Konsep Asuhan Keperawatan.....................................................................18
BAB III TINJAUAN KASUS...........................................................................27
A. Pengkajian...................................................................................................27
B. Analisa Data................................................................................................36
C. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas............................................39
D. Rencana Asuhan Keperawatan....................................................................40
E. Implementasi Dan Evaluasi........................................................................47
BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................60
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................72
A. Kesimpulan.....................................................................................................72
B. Saran............................................................................................................73
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Selulitis merupakan peradangan akut terutama menyerang jaringan subkutis,
biasanya didahului luka atau trauma dengan penyebab tersering Streptokokus
betahemolitikus dan Stafilokokus aureus. Selulitis adalah peradangan pada
jaringan kulit yang mana cenderung meluas kearah samping dan ke dalam.
(Meidikayanti & Wahyuni, 2017).
Penyebab selulitis diantaranya adalah infeksi bakteri dan jamur, serta disebabkan
oleh penyebab lain seperti genetic, gigitan serangga dan lain – lain.Untuk
menghindari terkena selulitis biasa dilakukan dengan melembabkan kulit secara
teratur, memotong kuku jari tangan dan kaki secara hati-hati, mindungi tangan
dan kaki, merawat secara tepat infeksi kulit pada bagian superficial (Sari et al.,
2020).
Selulitis secara sederhana didefinisikan sebagai infeksi akut pada kulit yang

melibatkan dermis dan jaringan subkutan (Sullivan dan Bara, 2018). Faktor
resiko terjadinya selulitis yang paling umum adalah edema, terutama lymphedema
karena cairan limfatik dianggap memfasilitasi pertumbuhan bakteri. Faktor
lain seperti usia, obesitas, insufisiensi vena, tinea pedis, trauma, dermatitis,
dan lainnya (Pavlotsky, 2004).
Strategi yang perlu dilakukan adalah pemberian edukasi perawatan mandiri dan
dukungan karena sangat berpotensi untuk mencegah terjadinya komplikasi akut
maupun kronis, hal ini dilakukan secara terus menerus (Anggreini & Lahagu,
2021).

B. Tujuan Masalah
Adapun tujuan masalah pada penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan secara langsung dan
mendokumentasikannya secara komprehensif meliputi aspek bio-psiko-
sosial dan spiritual dengan proses pendekatan keperawatan pada pasien

1
2

Tn.R dengan diagnosa selulitis dan stroke infark di ruang Filipus RS


Immanuel Provinsi Jawa Barat.

2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus pada penyusunan makalah ini dengan pasien
diagnosa selulitis dan stroke infark pada Tn. R meliputi :
a. Mengidentifikasi gambaran pengkajian pada Tn.R dengan penyakit
Selulitis di ruang Filipus RS Immanuel Provinsi Jawa Barat.
b. Menyusun diagnosa keperawatan pada Tn.R dengan penyakit selulitis
di ruang Filipus RS Immanuel Provinsi Jawa Barat.
c. Membuat rencana asuhan keperawatan pada Tn.R dengan penyakit
selulitis di ruang Filipus RS. Immanuel Provinsi Jawa Barat.
d. Melakukan implementasi keperawatan pada Tn.R dengan penyakit
selulitis di ruang filifus RS Immanuel Provinsi Jawa Barat.
e. Mengevaluasi hasil intervensi keperawatan pada Tn.R dengan
penyakit selulitis di ruang filipus RS Immanuel Provinsi Jawa Barat.
C. Metode Penyusunan
Dalam pembahasan laporan hasil asuhan keperawatan yang berjudul “
Asuhan Keperawatan pada Tn.R dengan selulitis di ruang filipus RS Immanuel
Provinsi Jawa Barat” penyusun membagi dalam V BAB, yaitu sebagai beikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini penyusun menguraikan mengenai fenomena selulitis, membahas
tujuan masalah dan metode penyusunan makalah.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini penyusun menguaraikan mengenai konsep penyakit selulitis meliputi
definisi, etiologi, tanda dan gejala, patomekanisme, dan penatalaksanaan medis.
Pada bab ini juga penyusun menguraikan mengenai konsep asuhan keperawatan
secara umum meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan dan asuhan
keperawatan.
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
Pada bab ini penyusun menguraikan mengenai data hasil pengkajian, analisa data,
asuhan keperawatan, implementasi dan evaluasi pada Tn.R dengan diagnosa
medis Selulitis.
3

BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini penyusun membahas mengenai perbandingan antara teori dan
kejadian yang sebenarnya terjadi termasuk penyebab dan perubahan yang dialami
pasien.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini penyusun menguraikan mengenai kesimpulan laporan kasus yang
disesuaikan dengan tujuan pembahasan laporan kasus serta saran yang berkaitan
dengan kelanjutan asuhan keperawatan pada Tn.R.
4

BAB II
LANDASAN TEORI
1. Konsep Celluliis
A. Definisi
Selulitis merupakan inflamasi jaringan subkutan dimana proses
inflamasi, yang umumnya dianggap sebagai penyebab adalah bakteri
S.aureus dan atau Streptococcus ( Arif Muttaqin, hal 68, 2011 ).
Selulitis merupakan suatu penyebaran infeksi bakteri ke dalam kulit dan
jaringan di bawah kulit. Infeksi dapat segera menyebar dan dapat masuk ke
dalam pembuluh getah bening dan aliran darah. Jika hal ini terjadi, infeksi
bisa menyebar ke seluruh tubuh.
Selulitis merupakan infeksi pada lapisan kulit yang lebih dalam. Dengan
karakteristik sebagai berikut :

 Peradangan supuratif sampai di jaringan subkutis.


 Mengenai pembuluh limfe permukaan.
 Plak eritematus, batas tidak jelas dan cepat meluas.

B. Etiologi
Penyakit Selulitis umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri dan jamur, namun
ada beberapa penyebab lain dari selulitis yaitu :
a. Infeksi bakteri dan jamur
 Disebabkan oleh Streptococcus grup A dan Staphylococcus aureus
 Pada bayi yang terkena penyakit ini dibabkan oleh Streptococcus
grup B
 Infeksi dari jamur Aeromonas Hydrophila, tapi Infeksi yang
diakibatkan jamur termasuk jarang.
 S. Pneumoniae (Pneumococcus)
b. Penyebab lain
 Gigitan binatang, serangga, atau bahkan gigitan manusia.
 Kulit kering
 Eksim
5

 Kulit yang terbakar atau melepuh


 Diabetes
 Obesitas atau kegemukan
 Pembekakan yang kronis pada kaki
 Penyalahgunaan obat-obat terlarang
 Menurunnyaa daya tahan tubuh
 Cacar air
 Malnutrisi
 Gagal ginjal

Faktor yang memperparah perkembangan selulitis :

 Usia
Semakin tua usia, kefektifan sistem sirkulasi dalam menghantarkan
darah berkurang pada bagian tubuh tertentu. Sehingga abrasi kulit
potensi mengalami infeksi seperti selulitis pada bagian yang
sirkulasi darahnya memprihatinkan.
 Melemahnya sistem immun (Immunodeficiency)
Dengan sistem immune yang melemah maka semakin
mempermudah terjadinya infeksi. Contoh pada penderita leukemia
lymphotik kronis dan infeksi HIV. Penggunaan obat pelemah
immun (bagi orang yang baru transplantasi organ) juga
mempermudah infeksi.
 Diabetes mellitus
Tidak hanya gula darah meningkat dalam darah namun juga
mengurangi sistem immun tubuh dan menambah resiko terinfeksi.
Diabetes mengurangi sirkulasi darah pada ekstremitas bawah dan
potensial membuat luka pada kaki dan menjadi jalan masuk bagi
bakteri penginfeksi.
 Cacar dan ruam saraf
Karena penyakit ini menimbulkan luka terbuka yang dapat menjadi
jalan masuk bakteri penginfeksi.
6

 Pembangkakan kronis pada lengan dan tungkai (lymphedema)

Pembengkakan jaringan membuat kulit terbuka dan menjadi jalan


masuk bagi bakteri penginfeksi.
 Infeksi jamur kronis pada telapak atau jari kaki
Infeksi jamur kaki juga dapat membuka celah kulit sehinggan
menambah resiko bakteri penginfeksi masuk
 Penggunaan steroid kronik
Contohnya penggunaan corticosteroid.
 Penyalahgunaan obat dan alcohol
Mengurangi sistem immun sehingga mempermudah bakteri
penginfeksi berkembang.

C. Penatalaksanaan
Pengobatan yang tepat dapat mencegah penyebaran infeksi ke darah dan
organ lainnya. Diberikan penicillin atau obat sejenis penicillin (misalnya
cloxacillin).
Jika infeksinya ringan, diberikan sediaan per-oral (ditelan). Biasanya
sebelum diberikan sediaan per-oral, terlebih dahulu diberikan suntikan
antibiotik jika:
 Penderita berusia lanjut
 Selulitis menyebar dengan segera ke bagian tubuh lainnya
 Demam tinggi.
Jika selulitis menyerang tungkai, sebaiknya tungkai dibiarkan dalam posisi
terangkat dan dikompres dingin untuk mengurangi nyeri dan
pembengkakan
7

D. Anatomi Fisiologi

Kulit merupakan pembatas tubuh dengan lingkungan sekitar karena


posisinya yang terletak di bagian  paling luar. Luas kulit dewasa 1,5 m2
dengan berat kira-kira 15% berat badan.
a. Lapisan Epidermis (kutikel)
Lapisan epidermis terdiri dari :
 Stratum Korneum (lapisan tanduk)
Lapisan kulit paling luar yang terdiri dari sel gepeng yang mati,
tidak berinti, protoplasmanya berubah menjadi keratin (zat
tanduk).
 Stratum Lusidum
Terletak di bawah lapisan korneum, lapisan sel gepeng tanpa inti,
protoplasmanya berubah menjadi protein yang disebut eleidin.
Lapisan ini lebih jelas tampak pada telapak tangan dan kaki.
 Stratum Granulosum (lapisan keratohialin)
Merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng dengan sitoplasma berbutir
kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir kasar terdiri dari
keratohialin. Mukosa biasanya tidak mempunyai lapisan ini.
8

E. fgegeg
F. Tipe Diet Nutrisi
1. Diet Rendah Kalori
Diet rendah kalori untuk menurunkan berat badan yang kemudian
diikuti dengan diet untuk mempertahankan berat badan. Pasien DM
yang menjalani diet rendah kalori harus menyadari perlunya
penurunan berat badan dan berat badan yang diturunkan tidak boleh
dibiarkan naik kembali.
2. Sistem penukaran hidrat arang
Sistem penukarang hidratarang digunakan untuk pasien-pasien DM
yang mendapatkan suntikan insulin atau obat-obatan hipoglikemik
oral dengan dosisi tinggi. Diet yang berdasarkan sistem ini merupakan
diet yang lebih rumit untuk diikuti oleh seseorang pasien DM, tetapi
mempunyai kelebihan, yaitu diet ini lebih fleksibel dan bervariasi
ketimbang diet tipe bebas gula (Hasriani, 2018).
G. Pemilihan Jenis Makanan
Makanan yang dainjurkan untuk pasien Celulitis adalah makanan yang
mengandung sumber karbohidrat kompleks (seperti nasi, roti, mie, kentang,
singkong, ubi dan sagu), mengandung protein rendah lemak (seperti ikan,
ayam tanpa kulit,tempe, tahu dan kacang- kacangan) dan sumber lemak
dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang diolah dengan cara
dipanggang, dikukus, direbus dan dibakar). Makanan yang mengandung
karbohidrat alamiah berserat juga dianjurkan, misalkan roti yang terbuat
dari biji gandum, sayuran, kacang- kacangan, serta buah segar (Hasriani,
2018).
Makanan untuk diet Celulitis biasanya kurang bervariasi, sehingga
banyak penderita Celulitis yang merasa bosan, sehingga variasi diperlukan
agar penderita tidak merasa bosan. Hal itu diperbolehkan asalkan
penggunaan makanan penukar memiliki kandungan gizi yang sama dengan
makanan yang digantikan.
H. Pengaturan Jadwal Makan
Penderita celulitis makan sesuai jadwal, yaitu 3 kali makan utama dan
10

3 kali makan selingan dengan interval waktu 3 jam. Jadwal makan standar
untuk penderita DM yaitu: (Rianty, 2017)

Jenis Makanan Waktu Total Kalori


Makan Pagi 07.00 20%
Selingan 10.00 10%
Makan Siang 13.00 30%
Selingan 16.00 10%
Makan Sore/Malam 19.00 20%
Selingan 21.00 10%

I. Penentuan Jumlah Kalori Diit


Penentuan jumlah kalori diit Celulitis harus disesuaikan oleh status
gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung percentage
of relative body weight (BBL = berat badan normal) dengan rumus:
(Hasriani, 2018)
BB(kg) X 100%

TB (m)
11

2. Konsep Teori Self Care Orem


a. Sejarah
Dorothea Orem adalah salah seorang teoritis keperawatan terkemuka di
Amerika. Dorothe Orem lahir di Baltimore, Maryland di tahun 1914. Ia
memperoleh gelar sarjana keperawatan pada tahun 1939 dan Master
keperawatan pada tahun 1945. Selama karir profesionalnya, dia bekerja sebagai
seorang staf keperawatan, perawat pribadi, perawat pendidik dan administrasi,
serta perawat konsultan. Ia menerima gelar Doktor pada tahun1976. Dorothea
Orem adalah anggota subkomite kurikulum di universitas Katolik. Ia mengakui
kebutuhan untuk melanjutkan perkembangan konseptualisasi keperawatan. Ia
pertama kali mempublikasikan ide-idenya dalam ‘keperawatan: konsep praktik’
pada tahun 1971, yang kedua pada tahun 1980 dan yang terakhir di tahun 1995.
b. Model Teori Keperawatan Orem
Model konsep menurut Dorothea E. Orem yang dikenal dengan model
Self Care memberikan pengertian jelas bahwa bentuk pelayanan keperawatan
dipandang dari suatu pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan individu dalam
memenuhi kebutuhan dasar dengan tujuan mempertahankan kehidupan,
kesehatan, kesejahteraan sesuai dengan keadaan sehat dan sakit.
Model self Care (perawatan Diri) ini memiliki keyakinan dan nilai yang
ada dalam keperawatan diantaranya dalam pelaksanaan berdasarkan tindakan
atas kemampuan. Self care didasarkan atas kesengajaan serta dalam
pengamgilan keputusan dijadikan sebagai pedoman dalam tindakan, setiap
manusia menghendaki adanya self care dan sebagai bagian dari kebutuhan
dasar manusia, seseorang mempunyai hak dan tanggung jawab dalam
perawatan diri sendiri dan orang lain dalam memelihara kesejahteraan, self care
juga merupakan perubahan
tingkah laku secara lambat dan terus menerus didukung atas pengalaman sosial
sebagai hubungan interpersonal, self care akan meningkatkan harga diri
seseorang dan dapat mempengaruhi dalam perubahan konsep diri. Orem
membagi kebutuhan dasar Orem dalam kelompok kebutuhan dasar yang terdiri
dari pemeliharaa dalam pengambilan udara (oksigenasi), pemeliharaan
pengambilan air, pemeliharaan dalam pengambilan makanan, pemeliharaan
kebutuhan proses eliminasi, pemeliharaan keseimbangan aktivitas dan istirahat,
pemeliharaan dalam keseimbangan antara kesendirian dan interaksisosial,
12

kebutuhan akan pencegahan pada kehidupan manusia dalam keadaan sehat dan
kebutuhan dalam perkembangan kelompok sosial sesuai dengan potensi,
pengetahuan dan keinginan manusia.
c. Paradigma Keperawatan
Keperawatan adalah suatu seni, pelayanan/ bantuan dan teknologi. Tujuan
dari keperawatan adalah membuat pasien dan keluarganya mampu melakukan
perawatan sendiri, diantaranya mempertahankan kesehatan, mecapai kondisi
normal ketika terjadi kecelakaan atau bahaya, serta mengontrol, menstabilisasi
dan meminimalisasi efek dari penyakit/ kondisi yang kronis atau kondisi
ketidakmampuan.
d. Karakteristik Keperawatan
Teori keperawatan selain digunakan untuk menyusun suatu model yang
berhubungan dengan konsep keperawatan, juga memiliki karakteristik
diantaranya: pertama, teori keperawatan mengidentifikasi menjabarkan konsep
khusus yang berhubungan dengan hal-hal nyata dalam keperawatan sehingga
teori keperawatan didasarkan pada kenyataan-kenyataan yang ada di alam.
Kedua, teori keperawatan juga digunakan berdasarkan alasan-alasan yang
sesuai dengan kenyataan yang ada.
e. Asuhan Keperawatan
Menurut Orem asuhan keperawatan dilakukan dengan keyakinan bahwa
setiap orang mempunyai kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga
membantu individu memenuhi kebutuhan hidup,memelihara kesehatan dan
kesejahteraannya. Oleh karena itu teori ini dikenal dengan self care (perawatan
diri)/ defisit teori.
13

3. Konsep Asuhan Keperawatan

FORMAT PENGKAJIAN
APLIKASI TEORI MODEL SELF CARE OREM
(Universal Self care, Development Self care. Health Deviation)

1. Universal Self care


a. Kebutuhan oksigen
b. Kebutuhan cairan
c. Kebutuhan nutrisi
d. Kebutuhan eliminasi
e. Kebutuhan sosial
f. Istirahat dan tidur
g. Konsep diri
2. Devolopment Self care
a. Identitas
Berisikan data umum dari pasien. Yang terdiri dari nama, tempat
dan tanggal lahir, jenis kelamin, status kawin, agama,
pendidikan, pekerjaan, tanggal masuk, alamat, tanggal
pengkajian, dan diagnose medis.
1. Usia : Tahun
2. Jenis kelamin : L/P
3. Pendidikan :
4. Agama :
5. Pekerjaan :
b. Penyakit keturunan
c. Persepsi terhadap penyakitnya
d. Pengetahuan terhadap penyakit
3. Health Deviation
a. Tindakan preventif yang dilakukan untuk mengatasi masalah
b. Halangan untuk melakukan tindakan preventif
14

FORMAT PENGKAJIAN
Tanggal masuk :
Ruang /Kelas :
Nomor Kamar :
a. Identitas Pasien
1. Nama :
2. Usia :
3. Jenis Kelamin :
4. Agama :
5. Suku/Bangsa :
6. Pendidikan :
7. Pekerjaan :
8. Status Perkawinan :
9. Alamat :
10. Nomer Telp
b. Riwayat Sakit Dan Kesehatan
1. Keluhan Utama :
2. Penyakit Yang Diderita :
3. Riwayat kesehatan keluarga :
4. Susunan keluarga :
c. Kebutuhan
1. Pemeliharaan Kebutuhan Udara atau Oksigen
- Gangguan pernafasan :
- Alat bantu pernafasan :
- Sirkulasi udara :
- Letak tempat tinggal :
2. Pemeliharaan Kebutuhan Air
- Sumber air yang digunakan :
- Konsumsi air :
- Kondisi air :
- Skala mandi : x/hari
15

3. Pemeliharaan Kebutuhan Makanan


- Frekuensi makan :
- Jenis :
- Porsi :
- Diet khusus :
- Makanan yang disukai :
- Pantangan :
- Napsu makan :
4. Perawatan Proses Eliminasi dan Ekskresi
- BAB
a. Frekuensi :
b. Konsistensi :
c. Warna :
d. Masalah yang dirasakan :
- BAK
a. Frekuensi :
b. Warna :
c. Masalah yang dirasakan :

5. Pemeliharaan Keseimbangan Aktivitas dan Istirahat


- Aktivitas
a. Aktivitas sehari-hari :
b. Rekreasi :
c. Alat bantu :
d. Mandi :
e. Gosok gigi :
f. Keramas :
g. Potong kuku :
- Istirahat
a. Waktu tidur :
b. Jumlah :
c. Insomnia :
16

6. Pemeliharaan Keseimbangan Privasi dan Interaksi Sosial


- Kegiatan Lingkungan :
- Interaksi Sosial :
- Keterlibatan Kegiatan Sosial :
7. Pencegahan Resiko yang mengancam Kehidupan dan Kesejahteraan
- Kebersihan kamar mandi :
- Konsumsi vitamin :
- Imunisasi :
- Olahraga :
- Upaya keharmonisan keluarga :
8. Peningkatan Kesehatan dan Pengemabangan Potensi dalam Hubungan
Sosial
- Konsultasi Dokter :
- Pelayanan kesehatan lingkungan rumah :
- Komunikasi lingkungan :
d. Pemeriksaan Fisik
- Tinggi badan :
- Kondisi fisik :
- Tabel perkembangan fisik :

Pemeriksaan Kondisi sebelum sakit Kondisi saat sakit


1. Tekanan darah
2. Suhu
3. Denyut nadi
4. Berat badan

e. Pemeriksaan Diagnostik
- USG :
- CT SCAN :
- RO :
f. Terapi
17

1. Universal Self care


Udara
1. Apakah anda pernah mengalami sesak nafas?
2. Apakah anda pernah merokok?
3. Apakah lingkungan di sekitar anda bersih?

Air
1. Apakah air yang anda konsumsi higienis?
2. Apakah air yang anda gunakan jernih atau keruh?
3. Berasal dari mana air yang anda gunakan?
Makanan
1. Apakah makanan yang anda konsumsi sudah mengandung 4 sehat 5
sempurna?
2. Apakah pola makan anda sudah teratur?
3. Apakah anda sering makan makanan yang berbahan pengawet?
Proses eliminasi dan ekskresi
1. Apakah air yang anda minum sama dengan yang anda keluarkan?
2. Bagaimana frekuensi BAB dan BAK anda?
3. Bagaimana warna feses dan air seni anda?
Istirahat
1. Apakah frekuensi waktu anda beraktivitas lebih banyak dari pada waktu
anda beristirahat?
2. Apakah anda pernah mengalami insomnia?
3. Berapa jam anda tidur?
Interaksi sosial
1. Bagaimana cara anda berkomunikasi dengan orang lain?
2. Apakah interaksi anda dengan sesama baik?
Kesehatan
1. Apakah anada mempunyai alergi terhadap obat?
2. Apakah anda mengonsumsi alkohol?
3. Apa saja penyakit yang pernah anda derita?
Hubungan sosial
18

1. Bagaimana hubungan anda dengan lingkungan masyarakat, keluarga,


kelompok, teman?

2. Development Self care


Kebutuhan-kebutuhan yang dikhususkan untuk proses perkembangan kebutuhan
akibat adanya suatu kondisi yang baru. Kebutuhan yang dihubungkan dengan
suatu kondisi yang baru. Meliputi perubahan tempat tinggal, perubahan pola
konsumsi makanan, melanisme untuk mempertahankan keamanan akibat adanya
pola kriminalitas, lingkungan yang tidak mendukung, atau berbahaya, konflik
keluarga, perkembangan perubahan informasi dan sosialisasi yang dibutuhkan
oleh anak dan orang dewasa dalam keluarga, perkembangan kepercayaan dan
pola perkembangan perubahan informasi dan sosialisasi yang dibutuhkan oleh
anak dan orang dewasa dalam keluarga perkembangan kepercayaan dan pola
perilaku dalam keluarga.
Contoh : Develomental self care
Keluarga dengan anak usia sekolah yang salah satunya menderita penyakit
kronis. Tahap tumbuh kembang anak usia anak sekolah terganggu. Peran sebagai
orang tua terganggu dalam memenuhi anggota keluarga. Fungsi sosialisasi
terganggu.
1. Bagaimana pemenuhan nutrisi ?
2. Apakah kebutuhan nutrisi anda selama ini tercukupi?
3. Apakah anda lahir sesuai waktunya atau prematur?
3. Health Deviation
Kebutuhan berkaitan dengan adanya penyimpangan status kesehatan seperti :
kondisi sakit atau injury, atau kecelakaan yang dapat menurunkan kemampuan
keluarga untuk memenuhi kebutuhan self carenya baik secara permanen maupun
temporer, sehingga keluarga tersebut membutuhkan bantuan orang lain.
Contoh :
Keluarga tidak mampu merawat yang sakit. Keluarga tidak mampu memenuhi
kebutuhan anak sakit seperti : nutrisi, istirahat, sosialisasi, dll.
Format Pengkajian
Identitas pasien
19

1. Nama :
2. Usia : Tahun
3. Jenis kelamin :
4. Pendidikan :
5. Agama :
6. Pekerjaan :
7. Status perkawinan :
8. Nomer Telp :
9. Alamat :
Identitas Penanggung Jawab
1. Nama :
2. Usia :
3. Jenis kelamin :
4. Alamat :
5. Pekerjaan :
6. Nomer telp :
7. Hubungan dengan pasien :
Riwayat kesehatan
1. Adakah penyakit keturunan?
2. Sebelumnya pernah masuk Rumah Sakit? Jika iya, menderita penyakit apa?
3. Bagaimana pengobatannya, tuntas atau tidak?
4. Obat apa saja yang pernah digunakan?
5. Apa yang anda rasakan saat ini?
6. Bagaimana status kesehatan anda secara umum?
7. Penanggulangan kesehatan seperti apa yang bisa anda lakukan dirumah?
8. Apakah anda perokok? (Ya/Tidak)
9. Apakah anda peminum minuman beralkohol? (Ya/Tidak)
10. Apakah anda pengguna obat-obatan terlarang? (Ya/Tidak)
11. Apakah anda sering tidak larut malam? (Ya/Tidak)
12. Apakah pemenuhan nutrisi anda teratur? (Ya/Tidak). Alasan?
13. Apakah BAK dan BAB anda teratur? (Ya/Tidak)
14. Apakah kebutuhan cairan anda terpenuhi? (Ya/Tidak)
20

15. Apakah anda berolah raga secara teratur?(Ya/Tidak)


Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital
Saat Di Rumah Saat Di Rumah Sakit

3. Pemeriksaan wajah
4. Pemeriksaan kepala dan leher
5. Pemeriksaan toherks atau dada
6. Pemeriksaan abdomen
7. Pemeriksaan genetalia dan rektal
8. Pemeriksaan punggung dan tulang belakang
9. Pemeriksaan ektremitas atau muskuluskeletal
10. Pemeriksaan telinga, hidung dan tenggorokan
11. Pemeriksaan fungsi penglihatan
12. Pemeriksaan fungsi neurologis
13. Pemeriksaan kulit atau integument
14. Pemeriksaan penunjang atau diagnostik medik
15. Kebutuhan pasien
1. kebutuhan oksigen
2. kebutuhan cairan
3. kebutuhan nutrisi
4. kebutuhan eliminasi
5. interaksi sosial
6. istirahat dan tidur
7. konsep diri
Penangan
1. tindakan preventif yang di lakukan untuk mengatasi masalah
2. halangan untuk melakukan tindakan preventif

Diagnosa Keperawatan
21

.................................................................................................................................
.................................................................................................................................
22

A. Rencana Keperawatan

No SDKI SLKI SIKI Rasional


1. Risiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen infeksi Observasi
keperawatan selama 2 x 24 Observasi 1. Untuk mengetahui status infeksi pada
jam infeksi berkurang, 1) Identifikasi status infeksi area luka pasien.
dengan kriteria hasil: 2) Periksa kesiapan dan kemampua 2. Untuk membantu pasien dalam
a. Luka di area menerima informasi memenuhi informasi penncegahan
ekstremitas bagian 3) Monitor status infeksi infeksi.
bawah selalu bersih Terapeutik 3. Dapat mengetahui apakah diarea pasien
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi mengalami infeksi atau tidak.
2) Ajarkan memeriksa kondisi luka Terapeutik
Edukasi 1. Agar dapat memeriksa kondisi luka
1) ajarkan cara merawat kulit pada edema dan mengetahui kondisi luka
Kolaborasi 2. Agar pasien mengetahui cara memeriksa
1) Kolaborasi dengan dokter pemberian luka yang diderita
resep antibiotik. Edukasi
1. Posisi duduk dapat membuat pasien
lebih nyaman ketika makan
Kolaborasi
1. Agar nutrisi pasien dapat terpenuhi.
2. Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri
keperawatan selama 3x24 Observasi :
jam, Nyeri akut dapat 1. Identifikasi Kesiapan dan kemampuan
teratasi dengan kriteria menerima informasi
hasil: Terapeutik :
- Skala nyeri berkurang 1 1. Sediakan materi dan media pendidikan
(0 – 10) kesehatan
- tanda-tanda vital dalam 2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
rentang normal. kesepakatan
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab,periode,dan strategi
23

meredakan nyeri
2. Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
3. Ajarkan tekhnik nonfarmakologi untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan dokter pemberian
resep analgetik.
3. Kerusakan Setelah dilakukan asuhan Perawatan integritas kulit Observasi
integritas jaringan Observasi 1. Paparan sinar matahari dapat memicu
keperawatan selama 3x24
1. Identifikasi penyebab gangguan respon bagian dalam tubuh pada orang
jam, kerusakan integritas integritas kulit (suhu lingkungan yang rentan. Ruam pada kulit terjadi
ekstrem) karena kulit mengalami sensitivitas
jaringan dapat teratasi
Terapeutik terhadap cahaya
dengan kriteria hasil: 1. Gunakan produk berbahan Terapeutik
- Integritas kulit dan ringan/alami dan hipoalergi pada 2. Untuk memilimalisir terjadinya alergi
kulit sensitive pada kulit
jaringan meningkat Edukasi Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab 3. Melindungi kulit dan kerusakan akibat
(lation, serum) 4. sinar matahari
2. Anjurkan minum air yang cukup 5. Menjaga kelembaban kulit
3. Anjurkan meningkatkan buah dan 6. Untuk menghidari munculnya ruam
sayur pada kulit
4. Anjurkan untuk mengindari 7. Untuk menyerap atau membelokan
terpaparnya suhu esktrem sinar ultraviolet
5. Anjurkan menggunakan tabir surya 8. Untuk menghindari paparan sinar
sun protection factor (SPF) minimal matahari secara langsung
30 saat berada diluar rumah
6. Anjurkan untuk memakai Untuk menghindari paparan sinar
payung/topi dan baju tertutup pada matahari secara langsung
saat keluar rumah.
24

BAB III

TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
a. Nama Pasien : Tn. R
b. Jenis Kelamin : Pria
c. Tanggal Lahir : 15 Juni 1957
d. Usia : 65 tahun
e. Agama : Islam
f. Status perkawianan : Menikah
g. Pekerjaan : Wiraswasta
h. Pendidikan : SD
i. Alamat : Jl. Kopo
j. Nomor CM : 01434892
k. Diagnosa Medis : Cellulitis & Stroke Infark
l. Tanggal Pengkajian : 28 November 2022
m. Tanggal Masuk RS : 28 November 2022 Jam 10.00

Penanggung Jawab
a. Nama : Ny. I
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. Pendidikan : SMP
d. Hubungan dengan Pasien : Anak Pertama
e. Alamat : Jl. Kopo

2. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Pasien Riwayat Penyait Sekarang
1) Keluhan utama
Pasien mengeluh tangan kanan dan kaki kanan lemas tidak bisa
digerakan
2) Kronologi penyakit saat ini
Sejak 2 hari yang lalu pasien mengeluh jalan kaki serasa
25

sempoyongan, Penyakit ini sangat mengganggu terhadap aktivitas


sehari – hari klien..
3) Apa yang diharapkan pasien dari pelayanan kesehatan
Pasien berharap segera cepat sembuh dan segera pulang kerumah.
b. Riwayat Penyakit Masa Lalu
1) Penyakit masa anak-anak Tidak ada
2) Alergi : Tidak ada
3) Pengalaman sakit / dirawat sebelumnya
Riwayat TD tinggi, Stroke sejak 3 tahun karena pola makan dan
suka manis-manis dan mempunyai riwayat gastritis. Pasien tidak
pernah dirawat, jika sakit pegal atau sakit kepala dan nyeri pasien
suka mengkonsumsi obat dari warung.
4) Pengobatan terakhir Mengkonsumsi obat warung, umtuk darah
tingginya tidak terkontrol dengan baik.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien tinggal dengan suami dan kedua anaknya satu laki-laki satu
perempuan. Pasien merupakan anak bungsu dari 2 bersaudara, ada
keluarga pasien yang menderita penyakit yang serupa dengan pasien
yaitu bapaknya. Tidak ada keluraga yang menderita penyakit menular,
ada keluarga mempunyai penyakit turunan yaitu Asam urat,stroke.
Ketika pasien sakit atau ada anggota keluarga yang sakit keluarga selalu
mendukung dan mendukung anggota yang sakit supaya cepat sembuh.

Genogram
26

Keterangan :
: Perempuan yang meninggal
: Laki-laki yang meninggal
: Perempuan
: Laki-laki
: Pasien perempuan
-------- : serumah

3. Universal Self Care Requisites


a. Keseimbangan pemasukan udara
Bentuk dada simetris, retraksi dada ringan, pengembangan maksimal,
RR 22x/menit, Tidak ada nyeri tekan, Suara napas vesikuler, terdengar
sonor di seluruh lapang paru.
Kesimpulan : tidak ada masalah pada pemenuhan kebutuhan oksigen
b. Keseimbangan cairn daan elektrolit
Cairan Infus di IGD : RL 1000 20 gtt/menit
Hasil Laboratorium
Jenis Pemeriksaan Hasil Rujukan Interpretasi
HEMATOLOGI
Hemoglobin 14,7 12,0 – 16,0 g/dL Normal
Leukosit 10.98 3800 - 10600 Tinggi /
00 sel/uL Lekositosis
Eritrosit 4.8 3.6 – 5.6 juta/uL Normal
Hematokrit 44 35 – 47 % Normal
Trombosit 26300 150000 – 440000 Normal
0 sel/uL
KIMIA KLINIK (Elektrolyte
(Na,K,Gds)
Kreatinin 0.96 0.62 – 1.1 Normal
mmol/L
Natrium (NA) 140 136 – 146 Meq/L Normal

Glukosa Darah 88 <140 meq/L Normal


Sewaktu
27

c. Pemenuhan kebutuhan nutrisi

No Kebiasaan Di Rumah Di Rumah Sakit


1 Nutrisi
Makan
 Jenis  Nasi, lauk, sayur  Nasi TIM
 Frekuensi  2 x/hari  3 x/hari
 Porsi  1 porsi habis  1/5 Porsi
 Keluhan  Tidak ada keluhan  Tidak Nafsu Makan

Minum
 Jenis  Air teh, teh manis  Air Putih
air putih jarang  1 gelas
 Frekuensi  6 Gelas/Hari  150-300 cc/Hari
 Jumlah (cc) dan minuman  Tidak ada
 900-1000cc
 Keluhan Kurang lebih
 Tidak Ada
2 Eliminasi
BAB
 Frekuensi  2 hari sekali  Belum BAB
 Warna  kuning sejak 2 hari yang
 Konsistensi  lunak lalu
 Keluhan  Tidak Ada  Tidak ada
 Tidak Ada
BAK
 Frekuensi  4-6 kali  2 x dari pagi
 Warna  Kuning sampe siang
 Jumlah (cc)  Banyak menggunakan
 Keluhan  Tidak Ada diapers
 Kuning
 500-600 cc
 Tidak ada
3 Istirahat dan tidur
 Waktu tidur
o Malam, pukul  4-5 jam  Tidur 3-4 jam
o Siang, pukul  Tidak tentu
 Lamanya  Jarang  1 jam
 Keluhan  1 – 2 Jam  Sulit tidur saat
 Tidak Ada siang dan malam
hari
4 Kebiasaan diri
 Mandi  2x/hari  1x/hari di waslap
28

 Perawatan  1 Minggu sekali  belum


rambut 2-3 kali keramas  Belum
 Perawatan kuku  1 minggu sekali  Belum
 Perawatan gigi  Gigi Pasien Kotor,
 Tingkat  3x/hari klien tidak bau
Ketergantungan  Tidak tentu badan, Rambut
 Kebiasaan klien lengket dan
merokok  Tidak ada kusam
 Kebiasaan  Berhenti senam DM  dibantu
olahraga sejak 3 bulan yang  tidak merokok
lalu  Tidak bisa
beraktivitas

d. Interaksi dan Isolasi Sosial


Status emosi pasien tampak lelah, ekspresi wajah pucat, suana hati
pasien gelisah, perasaan pasien tidak nyaman dengan sakitnya. Jika
pasien merasa sedih atau senang selalu bercerita kepada orang
kepercayaannya yaitu anak.
Pasien sangat dekat dengan istri dan kedua anakanya, karena serumah.
Pasien juga selalu rutin melakukan kegiatan pengajian atau kegiatan
masyarakat pasien dekat dengan tetangganya juga. Selama sakit
aktivitas pasien jarang ketemu dengan tetangga karena dirawat di RS.
e. Spiritual
Pasien beragama islam, saat ini pasien tidak mengalami kesulitan
melakukan ibadah sholat dan puasa ramadhan tahun kemarin tamat.
Pasien suka berdoa tetapi dan pasien mengetahui tatacara sholat
sedang sakit dan pasien sholat dengan terlentang.
f. Pencegahan Resiko yang mengancam Kehidupan dan Kesejahteraan
Uraian persepsi pasien terhadap konsep ketuhanan, makna hidup,
sumber harapan : Pasien memaknai bahwa sakit ini mungkin ujian dari
Allah, dan dijadikan hikmah/pelajaran untuk menjaga pola dan jenis
makanan yang dikonsumsi dan jangan meminum minuman yang
manis harus lebih banyak lagi minum air putih. Pasien beharap
semoga cepat sembuh dan diangkat sakit yang dideritanya supaya bisa
kembali kumpul dengan anak- anaknya di rumah.
g. Peningkatan Kesehatan dan pengembangan Potensi dalam hubungan
29

sosial
Berdasarkan hasil pemeriksaan klien di diagnosa stroke dan selulitis
dan mendapatkan therapi. Klien mengatakan akan mematuhi dan
mengikuti semua program pengobatan
4. Developmental Self Care Requisites
Perubahan fisik pada pasien Tn.R dengan Cellulitis dan Stroke antara lain,
menimbulkan peningkatan dalam berkemih,selera makan, keletihan,
kelemahan. Dan klien karena parese sebelah kanan mengalami
ketergantungan dalam memenuhu ADL nya
5. Health Deviation Self Care Requisites
Pada pasien Tn.R dengan Cellulitis dan Stroke terjadi ketidakseimbangan
antara kebutuhan yang harus dipenuhi dengan kemampuan yang dimiliki.
Pasien Cellulitis dan stroke akan mengalami penurunan pola makan dan
adanya komplikasi yang dapat menghalangi aktivitas sehari-hari seperti
kesulitan dalam berbicara karena mengalami ganggua komunikasi verbal.
6. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Kondisi klien secara umum
Penampilan umum : Pasien tampak pucat
Kesadaran : Compos mentis
GCS 15 (E 5 M 6 V 5)
Tanda-tanda vital : TD = 140/71 mmHg
HR = 75 kali/menit
RR = 22 kali/menit
S = 36,3 0C
Status Antopometri : BB = 65 kg
TB = 165 cm
IMT = 23.9
2) keadaan kulit: warna kulit kuning langsat, turgor kulit kaki
sedikit kering, kelainan kulit ada di area kaki sebelah kiri
terdapat luka.
3) Kepala
30

a) Bentuk bulat simestris, keadaan kulit warna kuning langsat,


kelainan kulit tidak ada, pertumbuhan rambut panjang tebal.
Bentuk wajah sebelah kiri rero.
b) Mata simestrik, kebersihan bersih, penglihatan tajam jelas,
pupil normal, refleks bagus, skelera putih, konjungtiva
anemis
c) Telinga : Bentuk simetris, kebersihan bersih, tidak ada
sekret, fungsi normal dan nyeri telinga tidak ada.
d) Hidung : fungsi normal, polip sekret tidak ada, tidak ada
nyeri tekan
e) Mulut : kemampuan bicara rero, keadaan bibir kering,
selaput mukosa merah, warna lidah keputihan, gigi ada
sedikit karises, oropharing bau nafas (keton), suara jelas,
dahak tidak ada)
a. Sistem Respirasi
Bentuk dada simetris, retraksi dada ringan, pengembangan maksimal, RR
22x/menit, Tidak da nyeri tekan, Suara napas vesikuler, terdengar sonor di seluruh
lapang paru.
b. Sistem Sirkulasi
Tidak ada pembesaran vena jugularis, konjungtiva merah muda, sklera putih
kecoklatan, Suara jantung lup dup SI dan II tunggal pada mid clavikula sinistra
ICS 4-5, TD140/71 mmHg, nadi kuat 88x/menit, akral agak dingin, CRT 1 detik,
suhu 36,20 C.
c. Sistem Neurologi
Kesadaran composmentis, GCS 4-5-6, reflek cahaya +/+, pupil isokor diameter 2/2
mm, Reflek patela: +/+, refleks babinski -/-, pasien mampu merasakan tajam daN
tumpul dikedua kaki, pasien cenderung mengantuk tetapi mudah dibangunkan.
d. Sistem Perkemihan
VU tidak teraba penuh, tidak terdapat nyeri tekan.
e. Sistem Pencernaan
Bentuk simetris, warna kulit merata, saat diauskultasi bising usus
9x/m, saat di perkusi suara timpani 4 kuadran perut pasien, saat
dipalpasi/ditekan pasien meringis kesakitan kuadran 2.
31

f. Sistem Muskulokeletal
Pasien mampu menggerakkan ekstremitas atas dan bawah dengan
baik. Skala otot pasien :

1 5

5 5

g. Sistem Endokrin
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
h. Sistem Reproduksi
Keadaan genetalia bersih dan tidak ada kelainan.
i. Sistem Integumen
j. Ekstremitas
Jari tangan kumplit ada 10, tangan kiri terbatas karena di pasang infus.
Jari kaki kumplit berjumlah 10, Kekuatan tangan kanan 1 tangan kiri 5
dan kaki kanan 5 sedangkan kaki kiri 5. Sensasi tangan dan kaki
pasien masih bisa merasakan, refleks patela tangan kanan dan kiri
serta kaki kanan dan kiri ada respon.
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
28-11-2022 dilakukan pemeriksaan photo thorax AP
Kesan : Kardiomegali tanpa bendungan paru. Tidak tampak TB
paru aktif dan pneumonia. Artherosklerosis aorta.
b. Labolatorium
Pemeriksaan darah lengkap pada tanggal 09-04-2022 dengan hasil

Ureum 20 10 - 50 mg/dL Normal

Kreatinin - 0,5 – 1,5 mg/dL Normal


Glukosa Darah 88 70-200 mg/dL Normal
Sewaktu
IMUNOLOGI
Rapid antigen Negatif Negatif
COVID-19
32

5. Therapy Yang Diberikan

Nama obat Cara Dosis Indikasi


pemberian
Merupakan obat antibiotik golongan
sefalosporin yang bekerja dengan
cara menghambat pertumbuhan
Levofloxacin IV 1x1 Btl
bakteri atau membunuh bakteri

Obat yang digunakan untuk


menangani gejala atau penyakit yang
berkaitan dengan Menghilagkan
Paracetamol IV 2x1 Gr
Nyeri.

Obat yang bekerja dengan cara


dioleskan kepada area luka
eksteremitas bawah bagian kiri

Mupirocin Salep 2x5 G


33

B. Analisa Data
No. Data Etiologi Problem/Masalah
1. DS : Selulitis Risiko Infeksi B.d
- Pasien mengatakan gatal ↓ Adanya Akselerasi
diarea ekstremitas bagian Bakteri jaringan pada syaraf
bawah ↓
Luka
DO : ↓
- Bising usus 9x/m Dolor
- TB : 165 cm ↓
- BB : 65Kg Akselera
- Membran mukosa si
pucat, lidah putih jaringan
- Otot pengunyahan dan syaraf
penelanan lemah sekitar

Infeksi
Jaringan
Subkutan

Risiko Infeksi
34

2. DS : Adanya Infeksi melalui Nyeri Akut B.d


- Pasien mengatakan bakteri, virus Adanya infeksi akibat
Sakit diarea ekstremitas ↓ bakteri.
bagian bawah Selulitis

DO : Inflamasi
- Bising usus 9x/m ↓
- TB : 165 cm Infeksi
- BB : 65Kg ↓
- Membran mukosa Rangsan
pucat, lidah putih g syaraf
Otot pengunyahan dan presepto
penelanan lemah r

Nyeri
Akut

3. DS: Selulitis Kerusakan Integritas


- Pasien mengatakan ↓ Kulit B.d adanya
mempunyai luka di area Dolor akselerasi jaringan
ekstremitas bawah ↓ pada syaraf
sebelah kiri Akselerasi/Deselerasi dihubungkan dengan
- Gatal dan panas di area jaringan syaraf
luka sekitar
DO: ↓
- Terdapat luka di aera Nyeri Otot
ekstremitas bawah ↓
sebelah kiri Kerusa
kan
Intergri
tas
Kulit
35

C. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas


a. Risiko Infeksi B.d Adanya Akselerasi jaringan pada syaraf
b. Nyeri Akut B.d Adanya infeksi akibat bakteri.
c. Kerusakan Integritas Kulit B.d adanya akselerasi jaringan pada syaraf
dihubungkan dengan
36
37
38

D. Rencana Asuhan Keperawatan


Nama Pasien : Tn.R Ruangan : Filifus
No. Medrek : 01434892 Diagnosa Medis : Selulitis & Stroke Infark
Tanggal : 28 Novenber 2022
No. SDKI SLKI SIKI Rasional
DX
1. Risiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen infeksi Observasi
keperawatan selama 2 x 24 Observasi 4. Untuk mengetahui status infeksi pada
jam infeksi berkurang, 4) Identifikasi status infeksi area luka pasien.
dengan kriteria hasil: 5) Periksa kesiapan dan kemampua 5. Untuk membantu pasien dalam
b. Luka di area menerima informasi memenuhi informasi penncegahan
ekstremitas bagian 6) Monitor status infeksi infeksi.
bawah selalu bersih Terapeutik 6. Dapat mengetahui apakah diarea pasien
3) Jelaskan tanda dan gejala infeksi mengalami infeksi atau tidak.
4) Ajarkan memeriksa kondisi luka Terapeutik
Edukasi 3. Agar dapat memeriksa kondisi luka
1) ajarkan cara merawat kulit pada edema dan mengetahui kondisi luka
Kolaborasi 4. Agar pasien mengetahui cara memeriksa
1) Kolaborasi dengan dokter pemberian luka yang diderita
Edukasi
resep antibiotik. 1. Posisi duduk dapat membuat pasien
lebih nyaman ketika makan
Kolaborasi
1. Agar nutrisi pasien dapat terpenuhi.
2. Kerusakan Setelah dilakukan asuhan Perawatan integritas Observasi
keperawatan selama 3x24 kulit 4. Paparan sinar matahari dapat memicu
integritas jaringan
jam, kerusakan integritas Observasi respon bagian dalam tubuh pada orang
jaringan dapat teratasi 1) Identifikasi penyebab gangguan yang rentan. Ruam pada kulit terjadi
dengan kriteria hasil: integritas kulit (suhu lingkungan karena kulit mengalami sensitivitas
- Integritas kulit dan ekstrem) terhadap cahaya
jaringan meningkat Terapeutik
39

Terapeutik 5. Untuk memilimalisir terjadinya alergi


1) Gunakan produk berbahan pada kulit
ringan/alami dan hipoalergi pada Edukasi
kulit sensitive 6. Melindungi kulit dan kerusakan akibat
Edukasi 9. sinar matahari
1) Anjurkan menggunakan pelembab 10. Menjaga kelembaban kulit
(lation, serum) 11. Untuk menghidari munculnya ruam
2) Anjurkan minum air yang cukup pada kulit
3) Anjurkan meningkatkan buah dan 12. Untuk menyerap atau membelokan
sayur sinar ultraviolet
4) Anjurkan untuk mengindari 13. Untuk menghindari paparan sinar
terpaparnya suhu esktrem matahari secara langsung
5) Anjurkan menggunakan tabir surya
sun protection factor (SPF) Untuk menghindari paparan sinar matahari
minimal 30 saat berada diluar secara langsung
rumah
6) Anjurkan untuk memakai
payung/topi dan baju tertutup pada
saat keluar rumah.

3. Nyeri Akut Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri


keperawatan selama 3x24 Observasi :
jam, Nyeri akut dapat 2. Identifikasi Kesiapan dan
teratasi dengan kriteria kemampuan menerima informasi
hasil: Terapeutik :
- Skala nyeri berkurang 1 3. Sediakan materi dan media
(0 – 10) pendidikan kesehatan
- tanda-tanda vital 4. Jadwalkan pendidikan kesehatan
sesuai kesepakatan
dalam rentang normal. Edukasi :
4. Jelaskan penyebab,periode,dan
strategi meredakan nyeri
5. Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
6. Ajarkan tekhnik nonfarmakologi
40

untuk mengurangi rasa nyeri


Kolaborasi :
Kolaborasi dengan dokter pemberian
resep analgetik.
41

E. Implementasi Dan Evaluasi

Nama Pasien : Tn.R Ruangan : Filipus


No. Medrek : 01434892 Diagnosa Medis : Selulitis & Stroke Infark

Hari/Tanggal Waktu DX Implementasi dan Catatan Evaluasi Nama dan


Perkembangan Paraf
Selasa, 29 07.00 1-3 Operan dinas Observasi TTV DX 1. Risiko Infeksi
November 1-3 R : TD = 120/80 mmHg, HR = 75 S : pasien mengatakan luka di area
08.00
kali/menit, RR
2022 ekstremitas sudah dilakukan pembersihan
= 20 kali/menit, S = 36,3 C 0
secara berkala
Identifkasi kemungkinan penyebab
1 O:
08.30
Infeksi. Identifikasi situasi yang
- TD = 160/71 mmHg, HR = 90
menyebabkan infeksi.
kali/menit, RR = 20 kali/menit, S =
36,3 0C
- kadar glukosa pasien 88 mg/dL
A : masalah belum teratasi
R : pasien mengatakan sakit seperti
P : lanjutkan intervensi
2
09.00 terbakar diarea luka ekstremitas bagian
- ajarkan cara merawat kulit pada
bawah sebelah kanan.
edema
Identifikasi penyebab,periode,dan
strategi meredakan nyeri
42

Identifikasi penyebab gangguan integritas DX 2. Nyeri Akut


kulit (suhu lingkungan ekstrem)
09.30 3 S : pasien mengatakan Nyeri diarea luka
R : pasien mengatakan kaki kiri sulit
ekstremitas kaki sebelah kiri
digerakan pasien juga mengatakan sulit
O:
duduk sendiri harus di bantu
- TD = 160/71 mmHg, HR = 90
Anjurkan minum air yang cukup
kali/menit, RR = 20 kali/menit, S =
Anjurkan meningkatkan buah dan sayur
36,3 0C
- kadar glukosa pasien 88 mg/dL
- Skala Nyeri 6 (0-10)
R : Mengajarkan pasien untuk merawat A : masalah belum teratasi
10.00 1
luka kulit secara mandiri. P : lanjutkan intervensi
Monitor kualitas dan kuantitas Luka - Ajarkan Pasien Memonitor Status
Nyeri

R : Mengajarkan pasien untuk


10.30 2
memonitor status nyeri.
43

11.30 3 R : mengajarkan pasien untuk


DX 3. Kerusakan Integritas Kulit
mengidentifikasi penyebab kerusakan
S : pasien mengatakan terkejut kulit diarea
pada kulit ekstremitas bagian bawah.
ekstremitas bagian bawah terkelupas
seketika digaruk disaat sedang gatal .
O:
- pasien tampak lemah

12.00 2 R : Mengajarkan pasien - pasien berbaring di tempat tidur


mengidentifikasi penyebab sulit untuk bangun dan perlu
nyeri,kualitas dan kuantitas nyeri diarea bantuan
luka ekstremitas bagian bawah. - Kekuatan tangan kanan 3 tangan
kiri 5 dan kaki kanan 4 sedangkan
kaki kiri 5
R : mengajarkan pasien mengecek status
13.00 1 A : masalah belum
luka di area ekstremitas bagian bawah.
teratasi
P : lanjutkan intervensi
- Monitor kondisi umum selama
mengidentifikasi penyebab
kerusakan integritas kulit.
R : menganjurkan pasien menghindari - Anjurkan menggunakan tabir surya
13.30 3
suhu yang berubah-ubah sun protection factor (SPF)
minimal 30 saat berada diluar
rumah

14.00 3 R : menganjurkan menggunakan


44

pelembab (Lotion)

07.00 1-3
Rabu, Operan DX 1. Risiko Infeksi
30 dinas S : pasien mengatakan luka di area
07.30 1-3
November Observ ekstremitas sudah dilakukan pembersihan
2022 asi secara berkala
08.00 1
TTv O:
R : TD = 120/80 mmHg, HR = 75 - TD = 130/25 mmHg, HR = 8 5
kali/menit, RR = 20 kali/menit, S = kali/menit, RR = 20 kali/menit, S =
36,7 0C 36,3 0C
Monitor tanda infeksi lanjutan - kadar glukosa pasien 88 mg/dL
A : masalah belum teratasi
R : ganti balutan pada area luka
P : lanjutkan intervensi
ekstremitas bagian bawah. ajarkan cara merawat kulit pada edema
monitor tanda-tanda infeksi lanjutan

R : Memonitor Kualitas Nyeri Pasien


2
09.00
diarea ekstremitas bagian bawah

2 R : Monitor Vital Sign


09.30
45

10.00 R : Monitor Kualitas, Kuantitas Luka


3 DX 2. Nyeri Akut
S : pasien mengatakan Nyeri diarea luka
10.30 R : mengajarkan pasien
1 ekstremitas kaki sebelah kiri
Mengidentifikasi kualitas infeksi
O:
- TD = 160/71 mmHg, HR = 90
R : Mengajarkan pasien cara mengganti
kali/menit, RR = 20 kali/menit, S =
balutan selama masa perawatan.
36,3 0C
- kadar glukosa pasien 88 mg/dL
- Skala Nyeri 5 (0-10)
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
Ajarkan Pasien Memonitor Status Nyeri
Ajarkan Tekhnik relaksasi distraksi

11.00 R : mengajarkan pasien mengganti


3 balutan selama masa perawatan

12.00
R : Anjurkan menggunakan tabir surya
sun protection factor (SPF) minimal 30
saat berada diluar rumah

R : Kolaborasi dengan dokter pemberian


13.00
1 resep antibiotik.
46

Kamis, 01 07.30 1-3 Operan DX 1. Risiko Infeksi


Desember 08.00 1-3 dinas S : pasien mengatakan luka di area
2022 Observ ekstremitas sudah dilakukan pembersihan
asi secara berkala
08.30 1 TTV O:
R : TD = 120/80 mmHg, HR = 80 - TD = 130/25 mmHg, HR = 8 5
kali/menit, RR = 22 kali/menit, S = 35,9 kali/menit, RR = 20 kali/menit, S =
0
C 36,3 0C
- kadar glukosa pasien 88 mg/dL
A : masalah teratasi
Intervensi dihentikan
P : Hentikan intervensi
47

DX 2. Nyeri Akut
S : pasien mengatakan Nyeri berkurang
09.00 2 diarea luka ekstremitas kaki sebelah kiri
R : Memonitor Skala Nyeri , kualitas
O:
nyeri
- TD = 160/71 mmHg, HR = 90
kali/menit, RR = 20 kali/menit, S =
36,3 0C
- kadar glukosa pasien 88 mg/dL
09.30 2 - Skala Nyeri 4 (0-10)
R : mengajarkan tekhnik relaksasi A : masalah teratasi sebagian
distraksi P : lanjutkan intervensi
Ajarkan Pasien Memonitor Status Nyeri
Ajarkan Tekhnik relaksasi distraksi
Ajarkan Tekhnik relaksasi distraksi

10.00
R : Memonitor vital sign.
48

11.00 3 R : anjurkan merawat luka di area DX 3. Kerusakan Integritas Kulit


ekstremitas bagian bawah S : pasien mengatakan bisa merawat luka
di area ekstremitas bagian bawah .
O:
12.00 - pasien tampak lemah
R : anjurkan memakai lotion diarea luka
- pasien berbaring di tempat tidur
sulit untuk bangun dan perlu
bantuan
- Kekuatan tangan kanan 3 tangan
kiri 5 dan kaki kanan 4 sedangkan
kaki kiri 5
A : masalah belum
teratasi
P : lanjutkan intervensi
- Monitor kondisi umum selama
mengidentifikasi penyebab
kerusakan integritas kulit.
- Anjurkan menggunakan tabir surya
sun protection factor (SPF)
minimal 30 saat berada diluar
rumah
49
3. ANALISIS

World Health Organisation (2009) mendefinisikan self-care sebagai


kemampuan individu, keluarga dan masyarakat dalam meningkatkan
kesehatan, mencegah penyakit, dan menjaga kesehatan dan mengatasi penyakit
dan kecacatan dengan atau tanpa dukungan dari penyedia layanan kesehatan.

Self care merupakan teori keperawatan yang dikembangkan oleh


Dorothea Orem (1971). Orem mengembangkan definisi keperawatan yang
menekankan kebutuhan klien terhadap perawatan diri sendiri. Perawatan diri
sendiri (self care) dibutuhkan oleh setiap individu manusia, baik laki-laki
maupun perempuan, anak-anak maupun dewasa. Saat self care tidak dapat
terpenuhi maka akan mengakibatkan terjadinya kesakitan ataupun kematian.

Menurut Orem, asuhan keperawatan diperlukan ketika klientidak dapat


memenuhi kebutuhan biologis, psikologis, perkembangan dan sosial. Perawat
akan menilai apa yang membuat klien tidak dapat memenuhi kebutuhannya,
apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kemampuannya, serta menilai
seberapa jauh klien mampu memenuhinya secara mandiri.

Self care Selulitis merupakan program yang harus dijalankan sepanjang


kehidupan penderita Selulitis dan menjadi tanggungjawab penuh bagi penderita
selulitis. Self care Selulitis bertujuan mengoptimalkan kontrol infeksi luka,
mengoptimalkan kualitas hidup, serta mencegah komplikasi akut dan kronis.
Beberapa studi menunjukan bahwa dapat meminimalkan komplikasi yang
terjadi karena selulitis.

Self care DM merupakan tindakan mandiri yang harus dilakukan oleh


penderita DM dalam kehidupannya sehari-hari. Tujuan melakukan tindakan
self care untuk mengontrol glukosa darah. Tindakan yang dapat mengontrol
glukosa darah, meliputi pengaturan pola makan (diet), latihan fisik (olahraga),
perawatan kaki, penggunaanobat diabetes, dan monitoring gula darah.

Penyakit diabetes melitus membutuhkan penanganan seumur hidup


51

dalam pengendalian kadar gula darah. Terapi pada DM memiliki tujuan utama
yaitu untuk mengurangi komplikasi yang ditimbulkan akibat DM dengan cara
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah. Hal tersebut dapat
dilakukan dengan cara memelihara kualitas hidup yang baik dan menjaga kadar
glukosa darah dalam batas normal tanpa terjadi hipoglikemia.Perawat dalam
menerapkan teori self care, memiliki peran sebagai fasilitator, educator, dan
advocate bagi klien Diabetes Mellitus dalam mempertahankan seoptimal
mungkin kemampuan yang dimiliki klien sehingga mencapai status kesehatan
yang optimal. Penerapan self care Orem untuk asuhan keperawatan dimulai
dari penelitian/pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, rencana
keperawatan, melaksanakan keperawatan serta evaluasi (Abrahim, 2011)
(Dalam Jurnal Jon Hafan, 2014).

Secara umum diabetes melitus memerlukan perawatan jangka panjang


yang membutuhkan pengawasan. Tanpa pengelolaan yang baik maka akan
terjadi peningkatan gula darah yang dapat menimbulkan komplikasi pada
banyak organ dan jaringan (Doriguzzi, 2012). Berdasarkan Textbook of
Diabetes, komplikasi yang dapat ditimbulkan berupa komplikasi metabolik
akut dan kronik (Cryer, 2010). Komplikasi akut terjadi pada saat kadar glukosa
darah plasma mengalami perubahan yang relatif akut. Komplikasi yang dapat
terjadi antara lain; hipoglikemi, ketoasidosis diabetik dan hiperosmolar non
ketotik. Hipoglikemia dapat terjadi seumur hidup selama program pengobatan
yang disebabkan karena efek samping pemberian obat stimulus insulin dalam
tubuh maupun obat insulin dari luar (Cryer, 2010). Ketoasidosis diabetik dan
hiperosmolar non ketotik, keduanya dapat terjadi karena kadar insulin yang
sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan glukosiuria berat,
penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam
lemak bebas (Smeltzer et al, 2010).

Sedangkan komplikasi kronik adalah peningkatan gula darah yang


berlangsung terus menerus dan lama yang berdampak pada terjadinya

51
52

angiopati diabetik yaitu gangguan pada semua pembuluh darah di seluruh


tubuh. Pada komplikasi kronik, terjadi gangguan berupa: mikroangiopati
(retinopati, nefropati) dan makroangiopati (jantung koroner, luka kaki diabetik,
stroke) ataupun terjadi pada keduanya (neuropati, rentan infeksi, amputasi)
(Smeltzer et al, 2010). Setiap tahunnya lebih dari empat juta orang meninggal
akibat diabetes, dan jutaan orang mengalami efek buruk dari diabetes atau
berada dalam kondisi komplikasi jangka panjang dan komplikasi jangka
pendek yang mengancam jiwa terutama kondisi hipoglikemia (IDF, 2011).

Hipoglikemia adalah episode ketidaknormalan konsentrasi glukosa dalam


plasma darah yang menunjukkan nilai kurang dari 3,9 mmol/ l (70 mg/dl) dan
merupakan komplikasi akut DM yang seringkali terjadi secara berulang
(Cryer, 2005). Ada sedikit

variasi nilai kadar gluksa darah dalam mendefinisikan hipoglikemia. Menurut


Smeltzer et al (2010) hipoglikemia terjadi ketika kadar glukosa kurang dari 50-
60 mg/dl, menurut Wiliams & Hopper (2007) < 50 mg/dl, Dunning (2009) <
54 mg/dl dan (Cryer, 2010); Ferry (2013) <= 70 mg/dl. Berdasarkan American
Diabetes Association Workgroup on Hypoglycemia, (2005) sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan dan banyak riset tentang hipoglikemia, nilai
<= 70 mg/dl adalah nilai rujukan yang sekarang digunakan untuk
mendefinisikan hipoglikemia (ADA, 2005). Hipoglikemi yang tidak tertangani
dengan baik dapat memperberat penyakit diabetes bahkan menyebabkan
kematian (ADA, 2013; Cryer, 2005; Ferry, 2013; Phillips, 2009).

Hipoglikemia diklasifikasikan sebagai ringan, sedang dan berat


berdasarkan tanda dan gejala serta kebutuhan bantuan dari luar (Frederick,
Cox, & Clarke, 2003). Hipoglikemi ringan dan sedang menimbulkan gejala
keringat dingin, tubuh terasa gemetar, jantung berdebar, kecemasan, sulit
berkonsentrasi, dan rasa lapar. Pasien DM dapat menolong dirinya sendiri
dengan cara meminum atau makan yang mengandung gula. Hipoglikemia berat

52
53

sering muncul tanpa dirasakan, menimbulkan gejala keletihan fisik,


kebingungan, perubahan perilaku, koma, kejang sampai terjadi kematian.
Kondisi ini membutuhkan bantuan penatalaksanaan medis secara cepat (Cryer
et al, 2003; Frederick et al, 2003). Hipoglikemia membutuhkan penanganan
dengan cepat dan tepat sehingga tidak berdampak merusak organ utama
manusia terutama otak (Amiel et al, 2008; Bonds et al, 2010). Penurunan kadar
glukosa di bawah nilai < 55 mg/dl akan berdampak secara akut pada fungsi
otak karena otak sangat tergantung dengan glukosa dan otak tidak mampu
menyimpan cadangan glukosa untuk proses metabolismenya (Zammitt & Frier,
2005). Sel otak akan mengalami iskemia apabila tidak mendapatkan suplai
oksigen dan glukosa 4-6 menit, serta akan menimbulkan kerusakan otak yang
bersifat irreversible jika lebih dari 10 menit (Liang et al, 2009 ).

Penelitian Cefalu (2005) & Doriguzzi (2012) menjelaskan bahwa strategi


utama dalam mengontrol hipoglikemia adalah memberikan edukasi pada
pasien tentang gejala awal hipoglikemia, bagaimana menolong atau merawat
diri sendiri saat hipoglikemi terjadi. Pasien diajarkan dalam mengatur waktu
kebutuhan makan, membatasi jumlah karbohidrat yang dimakan, sering
memonitor gula darah dan belajar mengenali hubungan penurunan tingkat gula
darah dengan gejala hipoglikemi. Namun hasil studi pasien DM di Hongkong
yang mendapatkan terapi insulin dan pernah mengalami hipoglikemia
menemukan hasil kontradiktif terhadap strategi pencegahan hipoglikemia
tersebut. Penelitian yang dilakukan pada 120 pasien DM di Hongkong
yang

mendapatkan terapi insulin, menemukan bahwa 18 responden (15%)


mengalami peningkatan ketakutan dan kekhawatiran terhadap pengalaman
hipoglikemia. Pada penelitian tersebut, 42,5% dari total sampel dilaporkan
melakukan kontrol gula darah secara rutin. Menariknya, dari 18 responden
yang mengalami ketakutan dan kekhawatiran terhadap pengalaman
hipoglikemia, ditemukan 8 responden melakukan kontrol gula darah secara

53
54

rutin (Shiu & Wong, 2002). Dari kedua penelitian di atas dapat disimpulkan
bahwa dengan melakukan pengontrolan gula darah secara rutin tidak menjamin
bahwa seorang pasien akan merasa mampu dan siap dalam menerapkan strategi
mencegah hipoglikemia.

Pengalaman hipoglikemia adalah pengalaman unik yang mungkin akan


dirasakan berbeda setiap individu dalam mempersepsikannya (Richmond,
1996). Terkadang pasien merasa enggan untuk menceritakan pengalamannya
terhadap orang lain (Shiu & Wong, 2002). Di Indonesia, peneliti juga belum
menemukan publikasi riset terkait persepsi dan pengalaman pasien menghadapi
hipoglikemia. Dengan adanya perubahan paradigma pelayanan kesehatan yang
berfokus pada pasien (patient-centred) daripada berfokus hanya pada penyakit
maka tenaga kesehatan khususnya perawat harus memiliki pemahaman yang
komprehensif terhadap pengalaman hipoglikemi dari perspektif diabetisi
(Cryer, 2008; Stewart, 2001). Pemahaman itu dapat dijadikan perawat sebagai
salah satu sumber dalam melengkapi pengkajian proses keperawatan secara
holistik bahwa perawat melihat pasien secara menyeluruh meliputi aspek bio-
psikososio dan spiritual. Sejalan dengan fenomena tentang begitu kompleksnya
masalah yang dihadapi pasien dalam mengontrol gula darahnya termasuk
pengalaman yang menakutkan jika menghadapi hipoglikemia, peneliti tertarik
untuk menggali pengalaman pasien tersebut dari segi perspektif pasien.

Adapun kelebihan dan kekurangan dari Teori Orem adalah :

a. Kelebihan Teori Orem

Kekuatan umum yang dimiliki teori ini adalah aplikasinya untuk


pelaksanaan praktek keperawatan sebagai pekerja klinik baru. Konsep self
care, nursing system, dan self care deficite mudah dipahami oleh siswa
keperawatan dan dapat dikembangkan dengan ilmu pengetahuan dan
penelitian

b. Kekurangan Teori orem

54
55

Teori Orem berpendapat bahwa kesehatan bersifat statis, namun dalam


kenyataannya kesehatan itu bersifat dinamis dan selalu berubah. Kesan lain
dari model konsep ini adalah untuk penempatan pasien dalam sistem
mencakup kapasitas individu untuk gerakan fisik. Selain itu ada konsep
keperawatan Orem menekankan individu untuk memenuhi kebutuhan
perawatannya sendiri tanpa adanya ketergantungan pada orang lain, tetapi
ketika seorang klien sakit maka kemampuan keperawatan dirinya sendiri
dalam memenuhi kebutuhannya akan berkurang akibatnya suplai
kebutuhan yang akan terpenuhi menjadi tidak optimal.

55
BAB IV
PEMBAHASAN

Selama melakukan asuhan keperawatan pada Ny. E dengan diagnose Diabetes


Mellitus Tipe II dan Stroke Infark di Ruangan Zaitun 1 RSUD Al-Ihsan pada tanggal
11 April 2022 ada beberapa hal yang perlu dibahas dan diperhatikan. Dalam
penerapan asuhan keperawatan tersebut telah berusaha mencoba menerapkan asuhan
keperawatan pada Ny. E sesuai dengan teori – teori yang ada untuk melihat lebih
jelas asuhan keperawatan yang diberikan dan sejauh mana keberhasilan yang dicapai
akan diuraikan sesuai dengan tahap – tahap proses keperawatan di mulai dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
A. Pengkajian
Menurut ( Carpet & Moyet 2017 ) Pengkajian merupakan tahap yang sistematis
dalam pengumpulan data tentang individu keluarga dan kelompok. Dalam
melakukan pengkajian pada klien data didapatkan dari klien beserta keluarga,
catatan medis serta tenaga kesehatan lainnya.
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pasien mengeluh tangan kanan lemas tidak bisa
digerakan. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise)
atau hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan
terjadi akibat adanya kerusakan pada area motorik di korteks bagian frontal,
kerusakan ini bersifat kontralateral artinya jika terjadi kerusakan pada
hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada sebelah kiri. Pasien juga akan
kehilangan kontrol otot vulenter dan sensorik sehingga pasien tidak dapat
melakukan ekstensi maupun fleksi (Tarwoto, 2013). Pada saat sebelum
masuk rumah sakit pasien juga tidak bisa membuka mata. Hal ini
dikarenakan kerusakan pada lobus temporal atau parietal yang dapat
menghambat serat saraf optik pada korteks oksipital. Gangguan penglihatan
juga dapat disebabkan karena kerusakan pada saraf cranial III, IV dan VI.
2. Riwayat Kesehatan Dahulu
57

Pada saat dilakukan pengkajian pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi,
diabetes mellitus sejak 3 tahun yang lalu karena suka makanan yang
manis-manis dan mempunyai riwayat gastritis. Menurut AAY, (2016),
diabetes mellitus merupakan sekumpulan gejala yang timbul pada
seseorang, ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi nilai
normal akibat tubuh kekurangan insulin baik absolut maupun relatif.
Penyakit ini dapat menyerang semua lapisan umur serta tidak
membedakan status sosial dari penderita. Gejala klinis yang khas pada
DM yaitu “Triaspoli” polidipsi (banyak minum), poliphagia (banyak
makan) & poliuri (banyak kencing), disamping disertai dengan keluhan
sering kesemutan terutama pada jari-jari tangan, badan terasa lemas, berat
badan menurun drastis, gatal-gatal dan bila ada luka sukar sembuh, terjadi
gangguan mata, dan disfungsi ereksi, yang merupakan gejala-gejala klasik
yang umumnya terjadi pada penderita.
3. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik pada bagian kepala pasien setalah dikaji pasien
terpasang NGT untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya, kemampuan
bicara pasien rero. Pasien stroke dapat pula menunjukkan gejala bicara
tidak jelas (pelo) atau tidak dapat berbicara (afasia). Hal ini pada
umumnya disebabkan oleh karena kelumpuhan saraf otak nomor 12 atau
lobus frontal-temporal di otak (Pinzon & Asanti, 2010) Bibir pada pasien
kering, warna lidah keputihan, terdapat karies dan tercium bau keton.
Penderita penyakit diabetes melitus yang tidak terkontrol yang
menimbulkan bau mulut dengan aroma mirip buah pir, hal ini disebabkan
oleh karena ketoasidosis, dimana tubuh menggunakan lemak karena tidak
adanya glukosa akibat terlalu sedikitnya insulin dalam darah atau jika
resistensi insulin terlalu tinggi yang menyebabkan ambilan glukosa dalam
darah terganggu, hal ini menyebabkan

molekul asam yang dikenal sebagai keton membentuk produk limbah, limbah
keton dapat dieksresikan pada nafas yang menyebabkan bau mulut

57
58

(Mitrayana Dkk., 2014). Pasien mengeluh belum BAB dikarenakan


pasien kurang minum air putih yang cukup dan kurang mengkonsumsi
serat. Selain itu pasien juga memiliki terdiagnosa Stroke sehingga
kurangnya mobilitas fisik dan juga yang adanya fungsi saraf yang
terganggu sehingga pasien sulit untuk BAB.
Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 168/90
mmHg yang menunjukkan bahwa pasien mengalami hipertens. Hipertensi
mendorong terjadinya vaskulopati intraserebral yang pada akhirnya
menyebabkan percepatan aterosklerosis.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pasien dilakukan pemeriksaan radiologi pada tanggal 09 April 2022 hasilnya
terdapat kardiomegali tanpa bendungan paru. Tidak tampak TB paru aktif
dan pneumonia. Artherosklerosis aorta. Kardiomegali adalah sebuah
keadaan anatomis (struktur organ) di mana besarnya jantung lebih besar
dari ukuran jantung normal, yakni lebih besar dari 55% besar rongga
dada. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya hipertensi sehingga jantung
bekerja lebih ekstra dan membuat jantung membesar. Selanjutnya akan
menyebabkan bilik kiri jantung menjadi tebal, kaku dan lemah.
Selanjutnya pasien mengalami aetherosklerosis yaitu penyempitan
pembuluh darah yang diakibatkan oleh hipertensinya.
Pasien mengalami peningkatan pada leukositnya. Hal ini merupakan
reaksi radang yang mengeluarkan sitokin proinflamasi IL-1 dan TNF α.
Leukosit akan memperburuk defisit neurologis dengan meningkatkan
jumlah leukosit yang akan berakibat berlebihnya produksi radikal bebas
dan zat toksik (Lakhan, 2009). Trombosit pada pasien juga mengalami
peningkatan yang bisa di sebabkan oleh produksi trombosit oleh
sumsum

58
59

tulang belakang yang berlebihan sehingga membentuk gumpalan-


gumpalan darah dan menyumbat pembuluh darah.
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Carpento 2018 diagnosa keperawataa adalah suatu pernyataan yang
menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari
individu atau kelompok dimana perawat secara akuntibilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan menurun, membatasi, mencegah, dan merubah. Pada tinjauan teoritis,
ditemukan 4 diagnosa keperawatan pada pasien:
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d gangguan glukosa darah puasa
ditandai dengan dkadar glukosa dalam darah tinggi (383 mg/dL), sulit
berbicara. Selain itu pasien tampak lelah dan sulit berbicara. Pasien juga
memiliki riwayat penyakit DM 3 tahun yang lalu.
2. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan ditandai dengan
otot pengunyah dan otok penelan lemah, bising usus 9x/m, membran
mukosa pucat lidah putih, bibir pasien kering dan ditandai dengan
kondisi klinis pasien mengalami stroke
3. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular ditandai dengan
kekuatan otot menurun, rentan gerak (ROM) menurun, gerakan terbatas,
fisik lemah. Pada saat dikaji kekuatan tangan kanan 3 tangan kiri 5 dan
kaki kanan 4 sedangkan kaki kiri 5.
4. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral ditandai
dengan tidak mampu / kesulitan berbicara (rero). Pasien juga kesulitan
untuk mengungkaokan perasaannya. Pada saat dikaji pasien sulit
menggunakan ekspresi wajah dan sulit untuk mempertahankan
komunikasi.
C. Intervensi
Menurut Potter Perry, 2010 perencanaan adalah kegiatan dalam keperawatan
yang meliputi : meletakan pusat tujuan pada klien, menetapakan hasil yang

59
60

ingin dicapai dan memilih intervensi keperawatan untuk mencapai 77 tujuan.


Dalam menyusunrencana tindakan keparawatan pada klien berdasarkan prioritas
masalah yang ditemukan tidak semua rencana tindakan pada teori dapat
ditegakan pada tinjauan kasus karena rencana tindakan pada tinjauan kasus
disesuaikan dengan keluhan yang dirasakan klien saat dilakukan pengakajian.
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d gangguan glukosa darah puasa,
rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan adalah
mengidentifkasi kemungkinan penyebab hiperglikemia, mengidentifikasi
situasi yang menyebabkan kebutuhan insulin meningkat (mis. penyakit
kambuhan), memonitor kadar glukosa darah, memonitor tanda dan gejala
hiperglikemia (mis. poliuri, polidipsia, polivagia, kelemahan, malaise,
pandangan kabur, sakit kepala), memonitor intake dan output cairan,
memonitor keton urine, kadar analisa gas darah, elektrolit, tekanan darah
ortostatik dan frekuensi nadi, memberikan asupan cairan oral, melakikan
konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap ada
atau memburuk Edukasi, menganjurkan olahraga saat kadar glukosa
darah lebih dari 250 mg/dL, menganjurkan monitor kadar glukosa darah
secara mandiri, menganjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga,
mengajarkan pengelolaan diabetes (mis. penggunaan insulin, obat oral,
monitor asupan cairan, penggantian karbohidrat, dan bantuan
professional kesehatan) dan melakukan kolaborasi dengan dokter tentang
pemberian insulin dan cairan jika diperlukan.

2. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan, rencana tindakan


keperawatan yang akan dilakukan yaitu mengidentifikasi status nutrisi,
alergi, makanan yang disukai, kebutuhan kalori, jenis nutrient dan
intoleransi. Kemudian, memonitor asupan makanan dan berat badan.
Melakukan oral hygiene sebelum makan dan menyajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai, memberikan makanan tinggi serat, tinggi
kalori dan suplemen makanan. Kemudian pasien diberikan edukasi untuk
menganjurkan makan dengan posisi duduk. Kolaborasi dengan dokter

60
61

pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik)


dan kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan.
3. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular, rencana tindakan
keperawatan yang akan dilakukan yaitu mengidentifikasi adanya nyeri
atau keluhan fisik lainnya, mengidentifikasi toleransi fisik melakukan
ambulasi, memonitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum
memulai ambulasi, memonitor kondisi umum selama melakukan
ambulasi Terapeutik. Intervensi yang dilakukam terapeutik yaitu
memfasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis. tongkat, kruk),
memfasilitasi melakukan mobilisasi fisik, dan melibatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi. Intervensi selanjutnya
pasien diberikan edukasi tentang tujuan, prosedut, dan cara ambulasi.

4. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral, rencana


tindakan keperawatan yang akan dilakukan yaitu memonitor kecepatan,
tekanan, kuantitas, volume dan diksi bicara, memonitor proses kognitif,
anatomis, dan fisiologis yang berkaitan dengan bicara, memonitor
frustrasi, marah, depresi atau hal lain yang menganggu bicara dan
mengidentifikasi prilaku emosional dan fisik sebagai bentuk komunikasi.
Kemudian gunakan metode Komunikasi alternative (mis: menulis,
berkedip, papan Komunikasi dengan gambar dan huruf, isyarat tangan,
dan computer), menyesuaikan gaya Komunikasi dengan kebutuhan (mis:
berdiri di depan pasien, dengarkan dengan seksama, tunjukkan satu
gagasan atau pemikiran sekaligus, bicaralah dengan perlahan sambil
menghindari teriakan, gunakan Komunikasi tertulis, atau meminta
bantuan keluarga untuk memahami ucapan pasien, memodifikasi
lingkungan untuk meminimalkan bantuan, mengulangi apa yang
disampaikan pasien, memberikan dukungan psikologis. Pasien diberikan
edukasi dengan menganjurkan berbicara perlahan, mengajarkan pasien
dan keluarga proses kognitif, anatomis dan fisiologis yang berhubungan

61
62

dengan kemampuan berbicara dan melakukan kolaborasi dengan ahli patologi


bicara atau terapis.
D. Implementasi
Menurut Rohmah & Walid (2018) Implementasi adalah realisasi rencana
tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam
pelaksanaan meliputi penguimpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon
klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru.
Setelah rencana tindakan ditetapkan, maka dilanjutkan dengan melakukan
rencana tersebut dalam bentuk nyata, dalam melakukan asuhan keperawatan
pada klien hifrosefalus, hal ini tidaklah mudah. Terlebih dahulu harus mengatur
strategi agar tindakan keperawatan dapat terlaksana, yang dimulai dengan
melakukan pendekatan pada klien agar nantinya klien mau melaksanakan apa
yang perawat anjurkan, sehingga seluruh rencana tindakan keperawatan yang
dilaksanakan sesuai dengan masalah yang dihadapi klien.
Saat dilakukan pengkajian pasien mengeluh Sejak 2 hari yang lalu pasien
mengeluh jalan kaki serasa sempoyongan, 1 hari yang lalu kondisi mulai
memburuk pasien tidak bisa buka mata, tidak bisa bicara dan tidak sadarkan diri
tangan kanan dan kaki kanan pasien lemas tidak bisa digerakan pasien, GDS
pasien 259 mg/dL pasien tampak berbicara rero tidak jelas dan penglihatan
kabur jika GDS tinggi 350 mg/dL.
Masalah kesehatan yang muncul akibat stroke sangat bervariasi, tergantung luas
daerah otak yang mengalami infark atau kematian jaringan dan lokasi yang
terkena (Rasyid & Lyna, 2007, hlm.53). Bila stroke menyerang otak kiri dan
mengenai pusat bicara, kemungkinan pasien akan mengalami gangguan bicara
atau afasia, karena otak kiri berfungsi untuk menganalisis, pikiran logis, konsep,
dan memahami bahasa (Sofwan, 2010, hlm.35). Menurut Mulyatsih dan Airizal
(2008, hlm36), secara umum afasia dibagi dalam tiga jenis yaitu afasia motorik,
afasia sensorik, dan afasia global.

62
63

Afasia motorik merupakan kerusakan terhadap seluruh korteks pada daerah


broca. Seseorang dengan afasia motorik tidak bisa mengucapkan satu kata
apapun, namun masih bisa mengutarakan pikirannya dengan jalan menulis
(Mardjono & Sidharta, 2004, hlm.205). Salah satu bentuk terapi rehabilitasi
gangguan afasia adalah dengan memberikan terapi wicara (Sunardi, 2006,
hlm.7). Terapi wicara merupakan tindakan yang diberikan kepada individu yang
mengalami gangguan komunikasi, gangguan berbahasa bicara, gangguan
menelan. terapi wicara ini berfokus pada pasien dengan masalah-masalah
neurologis, diantaranya pasien pasca stroke (Hearing Speech & Deafness
Center, 2006, dalam sunardi, 2006, hlm.1)
Menurut Wardhana (2011, hlm.167) penderita stroke yang mengalami kesulitan
bicara akan diberikan terapi AIUEO yang bertujuan untuk memperbaiki ucapan
supaya dapat dipahami oleh orang lain. Orang yang mengalami gangguan bicara
atau afasia akan mengalami kegagalan dalam berartikulasi. Artikulasi
merupakan proses penyesuaian ruangan supraglottal. Penyesuaian ruangan
didaerah laring terjadi dengan menaikkan dan menurunkan laring, yang akan
mengatur jumlah transmisi udara melalui rongga mulut dan rongga hidung
melalui katup velofaringeal dan merubah posisi mandibula (rahang bawah) dan
lidah. Proses diatas yang akan menghasilkan bunyi dasar dalam berbicara
(Yanti, 2008).
Latihan pembentukan huruf vokal terjadi dari getaran selaput suara dengan
nafas keluar mulut tanpa mendapat halangan. Dalam sistem fonem bahasa
Indonesia, vokal terdiri dari A, I, U, E dan O. Dalam pembentukan vokal yang
penting diperhatikan adalah letak dan bentuk lidah, bibir, rahang, dan langit-
langit lembut (velum) (Gunawan, 2008, hlm. 72-74). Hal ini juga diperkuat
Wiwit (2010, hlm.49), pasien stroke yang mengalami gangguan bicara dan
komunikasi, salah satunya dapat ditangani dengan cara terapi AIUEO untuk
menggerakkan lidah, bibir, otot wajah, dan mengucapkan kata-kata (Wahyu et
al., 2019).

63
64

E. Evaluasi
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d gangguan glukosa darah puasa
Pada hari pertama setelah dilakukan tindakan keperawatan didapatkan hasil
pasien mengatakan sebelum sakit sering minum-minuman manis. Setelah
dilakukan pengkajian didapatkan hasil TD = 168/90 mmHg, HR = 84
kali/menit, RR = 20 kali/menit, S = 36,3 0C. Kadar glukosa pasien 383 mg/dL
(tinggi), pada saat dikaji bibir pasien terlihat kering, pasien mengatakan haus.
Pasien minum lewat mulut 4-5 sendok. Permasalahan pasien belum teratasi
sehingga untuk hari selanjutnya pasien direncanakan untuk diberikan intervensi
yang pertama yaitu monitor keton urine, kadar analisa gas darah, elektrolit,
tekanan darah ortostatik dan frekuensi nadi, selanjutnya memberikan asupan
cairan oral, konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala hiperglikemia tetap
ada atau memburuk, anjurkan olahraga saat kadar glukosa darah lebih dari 250
mg/dL. Anjurkan monitor kadar glukosa darah secara mandiri, anjurkan
kepatuhan terhadap diet dan olahraga, ajarkan pengelolaan diabetes.
Pada hari ke 3 setelah dilakukan intervensi pasien mengatakan merasa pusing.
Tekanan darah pasien masih tinggi yaitu 172/124 mmHg, nadi pasien 8-
x/menit, tidak ada sesak dengan nilai respirasi 22 x/menit, tidak ada demam juga
pada pasien dengan suhu 35,9oC. Kadar glukosa darah pasien masih tinggi yaitu
232 mg/dL. Masalah pasien masih belum teratasi sehingga intervensi masih
dilanjutka. Pada hari ke 4 keluhan pasien sudah berkurang Tekanan darah
163/117 mmHg, nadi 89 x/menit, respirasi 21 x/menit, suhu 36,9. Kadar glukosa
pasien 265 mg/dL. Pasien diperbolehkan pulang sehingga pasien dilakukan
discharge planning yaitu dengan memberikan edukasi dan mengajurkan pasien
untuk rajin mengecek kadar gula darah, melakukan diit makanan dan
menjelaskan jenis-jenis makanan yang sesuai dengan kondisi pasien dan
mengajarkan keluarga pasien untuk melakukan injeksi insulin. Pasien
mengatakan sudah memahami apa yang dijelaskan oleh perawat.

64
65

2. Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan


Pada hari pertama setelah dilakukan tindakan keperawatan didapatkan hasil
pasien mengatakan sulit menelan karena pasien mengalami rero, pasien juga
terpasang NGT. Setelah dikaji IMT pasien dalam rentan normal yaitu 19,1.
Masalah pasien belum teratasi sehingga perlu dilanjutkan intervesi dan pasien
direncanakan untuk dilakukan intervensi monitoring asupan makanan, berat
badan, memberikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi,
memberikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein, memberikan suplemen
makanan dan menganjurkan posisi duduk. Hari ke dua pasien dilakukan
intervensi dan didapatkan hasil, pasien mengeluh sering haus dan tekanan darah
pasien masih cukup tinggi yaitu 160/90 mmHg, HR = 80 kali/menit, RR = 20
kali/menit, S = 35,7 0C. kadar gula darah pasien pada hari kedua sudah
mengalami penurunan yaitu 259 mg/dL. Masalah pasien masih belum teratasi
sehingga intervensi yang sebelumnya masih dilanjutkan. Pada hari kedua
keluhan pasien masih sama dengan hari sebelumnya, pasien masih diberikan
makanan lewat NGT dengan jenis makanan susu sebanyak 3 kali sehari.
Masalah pasien masih belum teratasi sehingga intervensi sebelumnya masih
dilanjutkan.
Pada hari ketiga setelah dilakukan pengkajian dan dilakukan intervensi pasien
mengatakan makan selalu habis dan masih terpasang NGT. Masalah pasien
belum teratasi dan masih melanjutkan intervensi sebelumya yaitu monitoring
asupan makanan, berat badan, memberikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein, pasien suplemen makanan. Pada hari ke 4 pasien sudah mulai mencoba
untuk makan perlahan dari mulut dan sudah masuk 4-6 sendok. Pasien
diperbolehkan pulang sehingga pasien diberikan edukasi sebelum pulang
tentang diit makanan. Keluarga pasien mengatakan sudah memahami tentang
diit makanan yang dianjurkan oleh pasien. intervensi pada pasien dihentikan.
3. Gangguang mobilitas fisik b.d gangguan neuromuscular
Pada hari pertama setelah dilakukan tindakan keperawatan didapatkan hasil
pasien mengatakan tangan kanan sulit digerakan pasien juga mengatakan

65
66

sulit duduk sendiri harus di bantu. Setelah dikaji pasien tampak lemah, pasien
berbaring di tempat tidur dan pada saat bangun perlu dibantu, kekuatan tangan
kanan 3 tangan kiri 5 dan kaki kanan 4 sedangkan kaki kiri 5. Masalah pasien
belum teratasi sehingga pasien dilanjutkan untuk pemberian intervensi dan
ditambah dengan rencana intervensi selanjutnya yaitu memonitor kondisi umum
selama melakukan ambulasi, melibatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan ambulasi, menjelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
terlebih dahulu kepada keluarga dan mengajarkan tekhnik ambulasi sederhana
dan menyuruh keluarga pasien agar melakukan ambulasi dini. Keluhan pasien
pada hari kedua masih sama, pasien masih tampak lemah dan berbaring di
tempat tidur. Masalah pasien belum teratasi sehingga intervensi pada pasien
masih melajutkan yang sebelumnya.
Setelah dilakukan intervensi pada pasien, di hari ketiga keluhan pasien dan
keadaan pasien masih sama dengan hari pertama dan kedua sehingga masalah
pasien belum teratasi dan masih melanjutkan intervensi sebelumnya yaitu
melibatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi,
menjelaskan tujuan dan prosedur ambuasi dan mengajurkan pasien melakukan
ambulasi dini. Pada hari ke 4 pasien masih mengeluh tangan kanannya masih
sulit digerakan, pasien diperbolehkan pulang sehingga intervensi pada pasien
dihentikan
4. Gangguan komunikasi verbal b.d penurunan sirkulasi serebral
Pada hari pertama setelah dilakukan tindakan keperawatan didapatkan hasil
pasien mengalami kesulitan dalam berbicara dan menyampaikan pesan, pasien
juga sulit mempertahankan komunikasi dan sulit menggunakan ekspresi wajah.
Masalah pasien belum teratasi sehingga intervensi yang masih diberikan dan
ditambah dengan intervensi memonitor frustrasi, marah, depresi atau hal lain
yang menganggu bicara, mengidentifikasi prilaku emosional dan fisik sebagai
bentuk komunikasi, menggunakan metode Komunikasi alternative dan
menyesuaikan gaya Komunikasi dengan kebutuhan pasien agar memudahkan
pasien dalam berkomunikasi dan memodifikasi lingkungan untuk

66
67

meminimalkan bantuan pasien juga di rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis.
Pada hari kedua setelah dikaji pasien lebih kesulitan dalam berbicara dan
menyampaikan pesan, pasien
,asih sulit mempertahankan komunikasi. Masalah pasien belum teratasi
sehingga intervensi masih dilakukan yang sebelumnya.
Pada hari ketiga pasien masih mengalami kesulitan dakan berbicara dan
menyampaikan pesan, pasien kemudian di rujuk ke ahli wicara untuk dilakukan
terapi bicara. Masalah pasien masih belum teratasi sehingga intervensi masih
dilanjutkan yaitu menggunakan metode komunikasi alternative dan
menyesuaikan daya komunikasi dengan kebutuhan pasien, pada hari ke 4 pasien
masih sulit berbicara, pasien diperbolehkan pulang sehingga pasien diberikan
edukasi dan diajarkan latihan berbicara A I U E O, pasien diberikan intervensi
kolaborasi dengan ahli wicara untuk dilakukan psioterapi wicara.

67
68

68
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan teori dapat disimpulkan bahwa penyakit diabetes mellitus


merupakan penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang melebihi
normal akibat kekurangan insulin atau insulin yang diproduksi tidak dapat bekerja
sebagaimana mestinya. Penyebab terjadinya diabetes mellitus tipe II yaitu akibat
penurunan sensitivitas terhadap insulin (resistensi insulin) atau akibat penurunan
produksi insulin. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya diabetes
tipe II adalah sebagai brikut : usia, obesitas, riwayat dan keluarga. Yang ditandai
dengan keluhan poliuria, polidipsia, polifagia, berat badan menurun, lemah,
kesemutan, gatal, visus menurun, bisul/ luka, kadar glukosa darah pada waktu puasa
lebih dari 120 mg/dl dan kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200
mg/dl.
Pada kasus ditemukan empat diagnosa keperawatan yaitu ketidakstabilan kadar
glukosa darah berhubungan dengan gangguan glukosa darah puasa ditandai dengan
dkadar glukosa dalam darah tinggi (383 mg/dL), sulit berbicara. Diagnose kedua
defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan ditandai
dengan otot pengunyah dan otok penelan lemah, bising usus 9x/m, membran mukosa
pucat lidah putih. Diagnosa ketiga gangguang mobilitas fisik berhubungan dengan
gangguan neuromuskular ditandai dengan kekuatan otot menurun, rentan gerak
(ROM) menurun, gerakan terbatas, fisik lemah. Dan diagnosa ke empat gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi serebral ditandai
dengan tidak mampu / kesulitan berbicara (rero).
Dalam melakukan rencana keperawatan tidak menemukan kesulitan karena
penulis melakukan rencana keperawatan bekerja sama dengan perawat ruangan.
Faktor pendukung dari tindakan keperawatan adalah adanya kerjasama yang baik
antara penulis dan perawat ruangan dalam melakukan tindakan keperawatan.
Sedangkan faktor penghambat dalam melakukan tindakan keperawatan kurang
70

lengkapnya pendokumentasian tindakan yang sudah dilakukan di ruangan. Solusi


hal tersebut,
penulis lebih melakukan pendekatan kepada pasien serta melakukan pencatatan
tindakan yang telah dilakukan. Dan bekerja sama dengan perawat ruangan untuk
melanjutkan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang telah dibuat dan
mendokumentasikannya.

B. SARAN

1. Bagi penderita Diabetes Mellitus Tipe II


Bagi penderita Diabetes Mellitus Tipe II diharapkan lebih dapat
memeperhatikan kesehatannya, terutama untuk pola makan dan aktivitas
yang dilakukan.
2. Bagi keluarga
Bagi keluarga diharapkan dapat mengawasi atau memperhatikan klien yang
sedang menderita penyakit Diabetes Mellitus Tipe II, karena dukungan dari
keluarga adalah yang paling penting bagi klien.
3. Bagi perawat atau tenaga kesehatan
Bagi perawat ataupun tenaga kesehatan lain diharapkan dapat memberikan
pelayanan kesehatan atau keperawatan yang baik terhadap klien dan bisa
bertugas sesuai denganfungsinya masing-masing.

70
DAFTAR PUSTAKA
AAY, P. (2016). No Title p. Dm, 10–22.
Al-Ihsan, R. (2021). 10 Penyakit Besar RSUD Al-Ihsan. 2018.
Anggreini, S. N., & Lahagu, E. L. (2021). Pengaruh pendidikan kesehatan tentang
diabetes melitus terhadap sikap pasien diabetes melitus tipe 2 di wilayah
puskesmas rejosari pekanbaru. XV(02), 62–71.
Antari, N., & Esmond, A. (2017). Diabetes Mellitus Tipe 2.
Arifin, N. A. W. (2021). Hubungan Pengetahuan Pasien Diabetes Mellitus Tipe Ii
Dengan Praktik Perawatan Kaki Dalam Mencegah Luka Di Wilayah Kelurahan
Cengkareng Barat. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah Bengkulu, 9(1), 1–10.
Fahra, R. U., Widayati, N., & Sutawardana, J. H. (2017). Hubungan peran perawat
sebagai edukator dengan perawatan diri pasien diabetes melitus tipe 2 di poli
penyakit dalam rumah sakit bina sehat jember. Jurnal NurseLine, 2(1), 67–72.
HASINA, S., & PUTRI, R. (2020). Penerapan Shalat Dan Doa Terhadap Pemaknaan
Hidup Pada Pasien Diabetes Mellitus. Jurnal Keperawatan, 12(1), 47–56.
https://doi.org/10.32583/keperawatan.v12i1.607
Hasriani. (2018). Asuhan Keperawatan Pasien Diabetes Melitus Dalam Pemenuhan
Kebutuhan Nutrisi.
Infodatin. (2020). Infodatin-2020-Diabetes-Melitus.pdf.
Kunaryanti, K., Andriyani, A., & Wulandari, R. (2018). HUBUNGAN TINGKAT
PENGETAHUAN TENTANG DIABETES MELLITUS DENGAN
PERILAKU MENGONTROL GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES
MELLITUS RAWAT JALAN DI RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA.
Jurnal Kesehatan,
11(1), 49–55. https://doi.org/10.23917/jk.v11i1.7007
Meidikayanti, W., & Wahyuni, C. U. (2017). Hubungan Dukungan Keluarga dengan
Kualitas Hidup Diabetes Melitus Tipe 2 Di Puskesmas Pademawu. Jurnal
Berkala Epidemiologi, 5(2), 240–252.
https://doi.org/10.20473/jbe.v5i2.2017.240-252
Mokolomban, C., Wiyono, W. I., & Mpila, D. A. (2018). Kepatuhan Minum Obat

iii
Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Disertai Hipertensi Dengan Menggunakan
Metode Mmas-8. Pharmacon, 7(4), 69–78.
https://doi.org/10.35799/pha.7.2018.21424
Rianty, M. (2017). Asuhan Keperawatan pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2.
Sari, N. P., Dharmawita, D., Sudiadnyani, N. P., & Fitriyani, F. (2020).
Perbandingan Stroke Non Hemoragik Dengan Gangguan Motorik Pada Pasien
Yang Memiliki Faktor Resiko Diabetes Melitus, Hipertensi, Diabetes Melitus
& Hipertensi Di Rsud Dr.H Abdul Moeloek Provinsi Lampung Tahun 2018.
Jurnal Medikes (Media Informasi Kesehatan), 7(1),
197–208. https://doi.org/10.36743/medikes.v7i1.220
Wahyu, A., Wati, L., & Fajri, M. (2019). Pengaruh Terapi AIUEO terhadap
Kemampuan Bicara Pasien Stroke yang Mengalami Afasia Motorik. Journal of
Telenursing (JOTING), 1(2), 226–235. https://doi.org/10.31539/joting.v1i2.787

iv

Anda mungkin juga menyukai