Anda di halaman 1dari 4

Beberapa Penerapan Dan Aspek-Aspek Yang Ditanamkan Pada Era-Generasi

Digital Untuk Kewarganegaraan Yang Unggul


Digital Citizenship
Ditulis oleh

Iqbal Darma Saputra/1152100379

Saat ini kita hidup di abad yang dinamakan abad modern. Pada abad ini dikenal sebagai abad
yang di mana pola hidup masyarakat kita sudah sangat tergantung akan kebutuhan modern melalui
hal-hal yang berbau digital. Tidak hanya itu saja, ada sebutan kaum bagi yang terlahir di abad digital
saat ini, yap benar kaum milenaial, kita adalah generasi milenial yang memiliki karakteristik yang
beragam, dari generasi milenial ini juga lahirlah yang Namanya Gen-Z yang menjalanlan berbagai
macam profesi dalam kehidupan di masyarakat secara gradual yang akan mundur dan masa depan
kehidupan akan didominasi oleh suatu generasi berikutnya yaitu siapa lagi kalau bukan kita, benar
banget, generasi milenial. Generasi milenial dengan karakteristik, sifat, kepercayaan, sistem nilai
tertentu melakukan aktivitas yang memberikan pengaruh dan dampak terhadap kelangsungan
kehidupan, termasuk kehidupan demokrasi. Nah bagaimana kita sebagai generasi ini dapat
membentuk era terbaru yang berpengaruh nantinya sebagai warga negara yang memiliki cakap digital
dan mampu membentuk kontruksi pemuda-pemuda yang kedepannya semakin baik.

Lalu konsep wawasan global warga negara (global citizenship) tidak berfokus pada sebuah
status kewarganegaraannya dan juga bukan pada perubahan menjadi konteks global tetapi bagaimana
peran warga negara tersebut dalam mengjadapi konteks global. Noddings (Rapoport, 2008, p. 92)
mengatakan bahwa “a global citizen is one who can live and work effectively anywhere in the world,
supported by a global way of life”. Dari kajian tersebut tertulis bahwa sebuah wawasan global
warga negara pada umumnya atau dasarnya adalah menghendaki warga negara sehingga dapat
bekerja dan memiliki aktifitas hidup sebagai warga negara yang baik dalam tatanan kehidupan
dunia. Maka dari itu seorang warga negara efektif dalam kehidupan pada era globalisasi ini pad
adasarnya dikehendaki dalam tatanan yang harus memiliki ilmu pengetahuan, skill, keterapilan dan
memiliki citra atau sikap yang dapat memperdalam rasa identitas dan intergritas dirinya sebagai bagian
dari warga negara tersebut.

Kualitas demokrasi dalam sebuah negara ditentukan oleh kualitas partisipasi warganya. Jika di
bayangkan maka akan menjadi seperti ini. Jika di kehidupan nyata kita pun juga memiliki label
kewarganegaraan yang bedasarkan pada asal negara kita. Lalu jika kita berada di media sosial atau
sedang di media maya kita pun juga membawa yang namanya kewarganegaaraan yang kita bawa dari
lahir hingga kita kembali ke tanah, maka dari itu kita sebagai warga negara yang saat ini tumbuh
bersama pesatnya teknologi jaman yang tidak bisa di pungkiri dalam berinteraksi di media sosial atau
lingkup alat teknologi yang ada, kita harus benar benar di mengimplementasikan norma-norma yang
patut kita jaga.

Berdasarkan pemikiran mengenai konsep dan tingkatan kewarganegaraan/citizenship yang


membingkai pembentukan wawasan global warga negara, maka dapat diidentifikasi tingkatan
wawasan global warga negara yang dianalogikan sebentuk dengan perangkat lunak komputer yang
meningkat secara terus menerus, sebagai berikut:

1.Warga negara egosentris yang memandang dunia berdasarkan pandangan diri sendiri;

2.Warga negara ideosentris yang memandang dunia luar berdasarkan kelompoknya;


3.Warga negara sosiosentris yang memandang dunia berdasarkan bangsa seseorang;

4.Warga negara multisentris yang memandang dunia berdasarkan budaya yang beragam;

5.Warga negara geosentris yang memandang dunia berdasarkan pandangan seluruh umat
manusia di muka bumi (Gerzon, 2010, pp. 12-18)

Maka dari itu didefinisikan sebagai norma-norma yang sesuai, serta perilaku yang bertanggung
jawab dalam penggunaan teknologi informasi. Hal ini mengacu pada warga negara yang dapat
menggunakan teknologi seperti internet dan berselacar di media sosial secara efektif. Maka dari itu
secara umum saya mencari beberapa aspek persyaratan yang sesuai dan bisa merekontruksi dengan
baik untuk menjalankkan peran-peran yang dapat di implementasikan secara baik.

Oleh karena itu, studi kepustakaan (library research) digunakan untuk memberikan tinjauan
yang komprehensif tentang konsep kewarganegaraan digital, konsep generasi, karakteristik dan peran
mereka dalam melakukan partisipasi dalam konteks demokrasi partisipatori. Lalu munculah teori
Generasi Howe dan Strauss dalam buku Penguin pada tahun 2001 berjudul Generational Theory karya
Codrington yang menciptakan 5 generasi pada setiap generasinya yaitu Generasi Baby Boomers(1946-
1964), Generasi X (1965-1980) , Generasi Y (milenial 1981-1995), Generasi Z (1995-2010), Generasi
Alpha (2011-2025).

Nah dari generasi di atas yang telah disebutkan tadi memiliki karakterstik dalam menghadapi
atau pengimplementasian kewarganegaraan digital ini. Maka dari itu diperlukannya pembekalan ilmu
pengetahuan yang dapat menciptaan masyarakat yang cakap dalam hidup berdigital di era teknologi
infomasi di era abad saat ini. Yang pertama ada

1. Komunikasi Digital Contoh yang bisa di implementasikan adalah pertukaran informasi di


dunia digital yang bisa menggunakan banyak bentuk bentuk media seperti media sosial atau
media elektronik. Dan pengguna pun harus bisa memahami betul perbedaan dan karateristik
masing-masing dampak penggunaanya dan cara penggunaan yang baik
2. literasi Digital contohnya seperti Kemampuan untuk berinteraksi di dunia digital
menggunakan teknologi ini termasuk mengenal perangkat yang digunakan, media yang dipilih,
tujuan yang ingin dicapai. Dampak yang akan ditimbulkan, serta cara penggunaanya dengan
tepat agar tidak menimbulkan permasalahan terutama bagi masyarakat secara umum dan bagi
bangsa secara lebih luas.
3. Etika digital yaitu penggambarannya seperti standar dan aturan dalam penggunaan dunia
digital ini juga harus diperhatikan sedemikian rupa agar tercipta keharmonisan sesama
pengguna dan tidak menimbulkan kekacauan dan konflik dalam masyarakat secara luas ,
4. hukum digital contohny adalah pertanggujawaban setiap praktik penggunaan media digital.
Pengguna harus mengetahui dan memahami aturan dan perundangan yang membatasi aksi
mereka di dunia digital sehingga pengguna lebih berhati-hati terhadap setiap aksi yang diambil
melalui media digital,
5. Digital Kesehatan dan mental yang dalam penerapan tidak bisa dipisahkan karena ketika salah
dalam penggunaanya maka netizen diluar sana jika menyerang kita karena kita memiliki
kesalahan maka kita akan terkena mental dan psikis kita sehingga digital Kesehatan ini perlu
di diberikan,
6. Hak dan tanggung jawab Digital Berkomunikasi di dunia digital adalah kesempatan yang
tersedia untuk semua orang. Oleh karena itu, setiap orang harus dapat menggunakannya
dengan nyaman, dan aman untuk mengekspresikan dirinya, tanpa mengancam hak-hak orang
lain. Kemajuan teknologi telah memberikan keistimewaan bagi banyak orang
7. Keamanan digital yaitu Informasi yang dibagikan di dunia maya selayaknya juga dapat
dilindungi. Oleh karena itu, perlu pengetahuan dan pemahaman tentang kehati-hatian dan
keselamatan penggunaan media digital.

Menurut Margaret Stimmann Branson (1999:8) juga ada 3 kompetisi kewarganegaraan yang
telah ia sebutkan dan ia jabarkan. Yang pertama warga negara harus ada sebuah pengetahuan ilmu
yang memadai (civic knowledge), lalu harus memiliki keterampilan sebagai warganegara yang dapat
menunjang penggunaan media digital dengan baik (civic skills), dan sikap kewarganegaraan (civic
disposition) yang baik. Namun, kompetensi kewarganegaraan perlu dilengkapi dengan berbagai
pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan penggunaan teknologi informasi. sehingga
demokrasi yang berkualitas dapat dicapai dan sekaligus memberikan manfaat terhadap kesejahteraan
bersama (civic virtue).

Maka dari itulah, konsep-konsep yang telah di usulkan oleh Margaret Stimmann Branson
(1999:8) yaitu bahwa di era digital ini, para pendidik dan peserta sebagai pengguna teknologi perlu
memahami berbagai aspek norma-norma digital, agar mereka dapat menggunakan teknologi ini secara
tepat dan baik yang diimplemetasikan masyarakat luas, pelajar baik mahasiswa di ruang publik yang
sangat bebas ini dan berbeda jauh dengan kehidupan pada real-life sesungguhnya. Maka dari itu kita
sebagai mahasiswa yang dibekali mata kuliah kewarganegaraan ini nantinya dapat diharapkan mampu
mencetak dan mengubah pola pikir individu untuk menyiapkan menjadi warga negara yang dapat
melakukan praktik -praktik yang baik untuk dapat menciptakan demokrasi berkeadaban dan hal ini
perlu di sebarluaskan kepada banyaknya mahasiswa agar mereka siap dalam berperan secara baik dan
luas tentang kewarganegaraan digital ini yang nantinya dapat mewujudkan peran secara baik dan
bertanggung jawab

Dan juga ada beberapa konteks yang perlu diperhatikan dalam berjalannya digital citizenship
yang juga turut andil berpengaruh besar. Salah satunya menurut (Winataputra & Budimansyah, 2007,
p.4) ia menggambarkan konseptual dari ahli Cogan and Derricot yaitu kontek sosial, konteks spasial
dan konteks temporal.

Pada konteks sosial warganegara dari berbagai generasi yang sudah dijelaskan diatas tadi
harus mampu dan bisa bekerja dan berinteraksi dengan warga lainnya yang dari berbagai tingkatan
umur dan perbedaan jaman kelahiran sehingga harus mengetahui keadaan dan konteks pembicaraan
sehingga kita bisa menyesuaikan dan mampu ikut serta dan terlibat dalam persoalan diskusi politik dan
keikutsertaan dalam kehidupan bermasyarakat untuk sama-sama mengatasi persoalan polemik yang
berasal dari media sosial dan teknologi yang juga beriringan tumbuh bersama generasi.

Pada konteks spasial diharapkannya dampak digital dari kemodern-an dunia semakin
menjunjung perluasan dan perkuatan penddian untuk ilmu dalam Kerjasama antar negara sehingga
dapat membuka kesadaran bahwa kita ini adalah sebagai bagian dari komunitas baik secara nasional
dan global.

Lalu yang terakhir ada konteks temporal yaitu, setiap warga negara harus mengubah
mindsetnya untuk siap kedepannya dalam menghadapi dan menyeimbangkan pengetahuan dan nilao
nilai dengan persiapan kedepannya dengan matang agar dapat menghadapi berbagai bentuk
kecenderungan yang tidak positif maupun yang positif dari dampak globalisasi di masa depan yang
dimana untuk menyelamatkan generasi selanjutnya.
KESIMPULAN
Bersama-an dengan perkembangan jaman, dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat,
seharusnya kita perlu melakukan perubahan yang signifikan pada sisi konten, metode, dan konteks
pada pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan karena karena setiap elemen manusia yang lahir di
berbagai jaman memiliki banyak karakteristik yang berbeda beda. Menyiapkan generasi muda milenial
sebagai pilar demokrasi di masa yang akan datang adalah tugas dari para pendidik agar mereka
menjadi kewarganegaraan digital yang mampu dan bisa menjalankan perannya dengan sebaik-baiknya
dengan bentuk rupa yang positif sehingga menghasilkan civic virtue yang dapat membangkitkan
kebajikan dan wawasan global dalam demokrasi.

Dengan elemen-elemen yang dibuat untuk menjadikan dasar-dasar dalam pengembangan


digital pada wawasan global warga negara di era digital dalam pembelajaran Pendidikan
kewarganegaraan sehingga dapat menciptakan elemen kewarganegaraan digital sekaligus sebagai
jembatan dalam konteks multimensional.

Daftar Pustaka

Winataputra, U. & Budimansyah, D., 2007. Civic Education: Konteks, Landasan,


Bahan ajar, dan Kultur Kelas. Bandung: Program Studi Pendidikan
Kewarganegaraan SPS UPI

Reichert, R., & Karin, W.K., (eds). ( 2 0 1 8 ) . Mapping a changing field: a literature
review on digital citizenship. Digital Culture & Society (DCS) .Vol. 4, Issue 2/2018
Gerzon, M., 2010. Global citizen: how our vision of the world is outdated, and
what we can do about it. London : Rider Book

Anda mungkin juga menyukai