Anda di halaman 1dari 10

BAHAN MATERI PERKULIAHAN

LANDASAN PENDIDIKAN
(TATAP MUKA KE-7)

LANDASAN FILOSOFIS
konstruktivisme dan pancasila

DOSEN: DR.HJ.CONNIE CHAIRUNNISA, MM


PEMAHAMAN TENTANG
1
KONSTRUKTIVISME
Konstruktivisme dalam pembelajaran adalah suatu filosofi yang
didasari oleh pemikiran bahwa proses pembentukan pengetahuan pada
individu manusia merupakan hasil kegiatan mental yang ditunjang
oleh proses pengalaman belajarnya .
KONSTRUKTIVISME ADALAH SEBUAH ALIRAN YANG DIRINTIS OLEH
GS COUNTS DAN SISWANYA YANG BERNAMA JOHN DEWEY,
MENGATAKAN BAHWA PENDIDIKAN DAN SEKOLAH BUKAN SAJA
MEMPUNYAI MISI UNTUK JANGKA PANJANG KEDEPAN, MELAINKAN
SEBAGAI AGEN PERUBAHAN SOSIAL
Aliran konstruktivisme adalah satu aliran filsafat yang menekankan
bahwa pengetahuan adalah kontruksi (bentukan). Pengetahuan
bukanlah suatu tiruan dari kenyataan (realitas), pengetahuan
merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif melalui kegiatan
seseorang.
2 Pengertian filsafat konstruktivisme
 KONSTRUKTIVISME BERASAL DARI KATA KONSTRUKTIV DAN ISME.
KONSTRUKTIV BERARTI BERSIFAT MEMBINA, MEMPERBAIKI, DAN
MEMBANGUN. SEDANGKAN ISME DALAM KAMUS BAHASA INONESIA
BERARTI PAHAM ATAU ALIRAN.
Konstruktivisme merupakan aliran filsafat pengetahuan
yang menekankan bahwa pengetahuan kita merupakan
hasil konstruksi kita sendiri
 Pandangan konstruktivis dalam pembelajaran mengatakan bahwa
anak-anak diberi kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri
dalam belajar secara sadar, sedangkan guru yang membimbing siswa
ke tingkat pengetahuan yang lebih tinggi.
 teori konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan
kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari
kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau
kebutuhannya tersebut dengan bantuan fasilitasi orang lain.
3 Hakikat guru dan murid menurut
aliran filsafat konstruktivisme
 peran guru atau pendidik dalam aliran konstruktivisme ini adalah
sebagai fasilitator dan mediator yang tugasnya memotivasi dan membantu
siswa untuk mau belajar sendiri dan merumuskan pengetahuannya. Selain
itu guru juga berkewajiban untuk mengevaluasi gagasan-gagasan siswa
itu, sesuaikah dengan gagasan para ahli atau tidak.
 GURU MENYEDIAKAN ATAU MEMBERIKAN KEGIATAN-KEGIATAN YANG MERANGSANG
KEINGIN-TAHUAN SISWA, MEMBANTU MEREKA UNTUK MENGEKSPRESIKAN
GAGASAN MEREKA DAN MENGKOMUNIKASIKAN IDE ILMIAHNYA (WATT & POPE,
1989). MENYEDIAKAN SARANA YANG MERANGSANG BERPIKIR SISWA SECARA
PRODUKTIF DAN MENDUKUNG PENGALAMAN BELAJAR SISWA.
 Para siswa menciptakan atau membentuk pengetahuan mereka sendiri
melalui tingkatan atau interaksi dengan dunia.
 Siswa tidak lagi diposisikan bagaikan bejana kosong yang siap diisi.
 Siswa diberikan kebebasan untuk mencari arti sendiri dari apa yang
mereka pelajari. Ini merupakan proses menyesuaikan konsep dan ide-ide
baru dengan kerangka berpikir yang telah ada dalam pikiran mereka dan
siswa bertanggung jawab atas hasil belajarnya.
4
Hakikat pembelajaran menurut aliran
filsafat konstruktivisme
 Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa
dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami.
Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang telah ia
punyai.
 Konstruksi arti adalah proses yang terus menerus. Setiap kali
berhadapan dengan fenomena atau persoalan yang baru, diadakan
rekonstruksi, baik secara kuat maupun lemah.
 Belajar bukanlah kegiatan mengumpulan fakta, melainkan lebih
suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian yang
baru. Belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan merupakan
perkembangan itu sendiri (Fosnot, 1996), suatu perkembangan yang
menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.
 Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema
seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut
situasi ketidakseimbangan (disequilibrium) adalah situasi yang baik
untuk memacu belajar.
 Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar dengan dunia
fisik dan lingkungan.
5
Filsafat Ilmu dan Relevansinya
dengan Nilai-Nilai Pancasila
 Filsafat ilmu merupakan satu bidang pengetahuan campuran
yang eksistensi dan pemekarannya bergantung pada
hubungan timbal-balik dan saling-pengaruh antara filsafat
dan ilmu.
 filsafat sebagai sebuah ilmu pengetahuan akan dijadikan
sebagai pandangan hidup. Terkait dengan Pancasila,
Pancasila sebagai sebuah pandangan hidup sudah tentu
memiliki nilai-nilai filsafat yang terkandung di dalamnya, dan
bahkan Pancasila telah memiliki ilmu pengetahuan
 Secara filsafati, Pancasila merupakan sistem nilai-nilai
ideologis yang berderajat. Artinya di dalamnya terkandung
nilai luhur, nilai dasar, nilai instrumental, nilai praksis, dan
nilai teknis.
 Agar ia dapat menjadi ideologi bangsa dan negara Indonesia
yang lestari tetapi juga dinamis berkembang, nilai luhur dan
nilai dasarnya harus dapat bersifat tetap, sementara nilai
instrumentalnya harus semakin dapat direformasi dengan
perkembangan tuntutan zaman.
6
Pengembangan Nilai- Nilai Pancasila
 Pancasila mempunyai pengertian secara umum sebagai pandangan
dunia (way of life), pandangan hidup (weltanschauung), pegangan
hidup (weldbeschauung),
 Pancasila diperuntukkan sebagai petunjuk arah semua kegiatan dan
aktivitas hidup dan kehidupan di segala bidang : politik, pendidikan,
agama, budaya, sosial dan ekonomi. Ini berarti semua tingkah laku
dan tindak tanduk perbuatan manusia Indonesia harus dijiwai dan
merupakan pancaran dari semua sila Pancasila.
 Secara etimologis, menurut tingkatnya, kata “Pancasila” berasal
dari bahasa Sansekerta, India (bahasa kasta Brahmana). Menurut
Prof. Muhammad Yamin, dalam bahasa Sansekerta perkataan
”Pancasila” ada dua macam arti, yaitu: Panca artinya ‘lima’,
sedangkan, syiila berkaitan dengan peraturan tingkah laku yang
penting/ baik. Dengan demikian, Pancasila itu memiliki prinsip-prinsip
moral dan etika.
 Pengetahuan tentang Pancasila sebagai kesadaran dapat
menimbulkan kelanjutan transformasi di dalam kepribadian dan jiwa
manusia.
7 Problem Kebangsaan dan
Pengamalan Nilai-Nilai Pancasila
 Proses kebangsaan Indonesia sampai hari ini terus
berlangsung dengan pelbagai dinamika dan
permasalahannnya. Beberapa tahun terakhir persoalan
persatuan kebangsaan terasa mengalami tantangan yang
tidak ringan, yang tampak pada munculnya peristiwa-peristiwa
kerusuhan yang tak sedikit (Sutrisno, 2006:142). Perbedaan
aliran keagamaan dapat menyulut perpecahan yang pada
akhirnya rasa persatuan semakin hilang.
 Permasalahan aktual yang lain ialah merebaknya praktek
korupsi yang dilakukan oleh pejabat negara dan pejabat
daerah membuat peradaban bangsa Indonesia semakin hancur.
Ketika korupsi menjadi budaya bangsa Indonesia, maka negara
Indonesia akan mengalami kesulitan untuk maju dan bersaing
dengan negara lain. Menguatnya praktek korupsi di Indonesia
disebabkan oleh para pejabat negara yang tidak mampu
mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Bahkan mereka apatis, dan
tidak peduli dengan Pancasila. Pancasila dijadikan sebagai
sebuah identitas saja, tetapi tidak pernah diimplementasikan
ke dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
8 SOLUSI MASALAH KEBANGSAAN

1. proses penyadaran terhadap nilai-nilai yang terkandung


dalam Pancasila yang memiliki banyak makna bagi kehidupan
umat manusia.
2. memperbaiki mental pejabat negara agar tidak selalu
melakukan korupsi yaitu dengan selalu menanamkan nilainilai
Pancasila.
3. menanamkan nilai-nilai Pancasila ke dalam hati nurani. Jika
hati nurani tidak memiliki kepedulian dan empati terhadap nilai-
nilai luhur dari ontologi Pancasila maka sulit untuk
mengimplementasikan makna Pancasila di dalam kehidupan
masyarakat.
4. Pengetahuan tentang Pancasila tidaklah cukup berkedudukan
di luar, akan tetapi harus dapat menyatu dengan pribadinya,
terjelma sebagai sifat, sebagai suasana yang meliputinya
dengan mutlak, sampai-sampai dialami sebagai mentalitas,
sebagai watak insan kamil di dalam seluruh jiwa dan pikiran
manusia.
9 pengamalan Pancasila dalam upaya
mengatasi persoalan kebangsaan di Indonesia,
1. dengan memberikan pengetahuan, pengetahuan biasa,
pengetahuan ilmiah dan pengetahuan filsafat tentang
Pancasila
2. dengan kesadaran, melalui sikap yang sadar dan
mengetahui pertumbuhan keadaan yang ada dalam diri
sendiri akan membantu seseorang untuk mengamalkan
nilai-nilai Pancasila.
3. Ketiga, dengan ketaatan, yaitu selalu dalam keadaan
sedia untuk memenuhi wajib lahir dan batin, lahir
berasal dari luar misalnya dari pemerintah, batin dari
diri sendiri.
4. kemampuan yang cukup kuat, pendorong untuk
melakukan perbuatan yang sesuai dengan nilai-nilai
luhur Pancasila. Kelima, mawas diri, yakni dengan
selalu menilai diri sendiri apakah dirinya berbuat baik
atau buruk dalam melaksanakan Pancasila (Kaelan,)

Anda mungkin juga menyukai