Anda di halaman 1dari 3

Halaman 125

Aspek Kehidupan Pandangan Pengarang


Sosial 1) Seorang ronggeng di lingkungan pentas tidak
akan menjadi bahan percemburuan bagi
perempuan Dukuh Paruk. Malah sebaliknya. Makin
lama seorang suami bertayub dengan ronggeng,
makin bangga pula istrinya. Perempuan semacam
itu puas karena diketahui umum bahwa suaminya
seorang lelaki jantan, baik dalam arti uangnya
maupun birahinya (Tohari, 2016: 82)
Kutipan di atas memperlihatkan nilai sosial
masyarakat Di Dukuh Paruk, bahwa seorang istri
tidak cemburu melainkan bangga bila suaminya
bertayub dengan ronggeng. 
2) Semua pedagang di pasar memperlakukan
Srintil sebagai orang istimewa (Tohari, 2016: 81)
Kutipan di atas menjelaskan Seorang Ronggeng
Di Dukuh Paruk diperlakukan istimewa
dibandingkan dengan warga biasa.
3) Jangan mengabadikan kemelaratan seperti
orang Dukuh Paruk.
4) Hai, anak-anak, pergilah mandi. Kalau tidak
nanti kupingmu mengalir nanah, kakimu kena
kudis seperti anak-anak Dukuh Paruk!(Tohari,
2016: 14)
Kutipan di atas menjelaskan penilaian orang-
orang dari luar Dukuh Paruk yang mempunyai
pandangan buruk terhadap warga Dukuh Paruk.
Keagamaan 1) Kubur Ki Secamenggala yang terletak di
punggung bukit kecil di tengah Dukuh Paruk
menjadi kiblat kehidupan kebatinan mereka.
Gumpalan abu kemenyan pada nisan kubur Ki
Secamenggala membuktikan polah-tingkah
kebatinan orang Dukuh Paruk berpusat di
sana(Tohari, 2016: 43)
Kutipan di atas menjelaskan kebiasaan warga
Dukuh Paruk yang memuja-muja Ki
Secamenggala, yang merupakan nenek moyang
mereka.
2) Ana kidung rumeksa ing wengi
Teguh ayu luputing lara
Luputa bilahi kabeh 
Jin setan datan purun... (Tohari, 2016: 30)
Tembang di atas adalah sarana penghubung
batin dengan nenek moyang mereka yaitu
dengan menyanyikan sebuah kidung. Sarana
yang diajarkan oleh nenek moyangnya adalah
sebuah kidung yang dinyanyikan oleh Sakarya
dengan segenap perasaannya.
3) Toh tidak semuanya demikian. Yang tercantik di
antara mereka selalu menutup diri di samping
ayahnya. Dia bersembahyang, sesuatu yang baru
kulihat di luar Dukuh Paruk. Gadis-gadis lain
berbisik kepadaku agar jangan mencoba
menggoda si alim itu. Kata mereka, hanya laki-laki
bersembahyang pula bisa berharap pada suatu
saat bisa menjamahnya. Itu pun bila telah terjadi
ikatan perkawinan yang sah. Pelanggaran atas
ketentuan itu adalah dosa besar.
Kutipan di atas menjelaskan bahwa masyarakat
Dukuh Dawuan memiliki nilai religiusitas tinggi
(Tohari, 2016: 173)
Budaya 1) Keesokan harinya Sakarya menemui Kartareja.
Laki-laki yang hampir sebaya ini secara turun-
temurun menjadi dukun ronggeng di Dukuh Paruk.
Pagi itu Kartareja mendapat kabar gembira. Dia
pun sudah bertahun-tahun menunggu kedatangan
seorang calon ronggeng untuk diasuhnya. Belasan
tahun sudah perangkat calungnya tersimpan di
para-para di atas dapur. Dengan laporan Sakarya
tentang Srintil, dukun ronggeng itu berharap bunyi
calung akan kembali terdengar semarak di Dukuh
Paruk (Tohari, 2016: 16).
Kutipan di atas menjelaskan bahwa kebudayaan
ronggeng di Dukuh Paruk yang sudah ada sejak
lama.
2) Mereka mengatakan keris itu bernama Kyai
Jaran Guyang, pusaka Dukuh Paruk yang telah
lama lenyap. Itu keris pekasih yang dulu selalu
menjadi jimat para ronggeng. Mereka juga
mengatakan hanya karena keberuntunganku maka
keris itu sampai ke tanganku. Rasus, dengan keris
itu aku akan menjadi ronggeng tenar. Itu kata
Kakek dan juga kata Kartareja (Tohari, 2016: 43).
Kutipan di atas menjelaskan mengenai
kebudayaan keris yang menjadi bagian dari
kebudayaan di Dukuh Paruk yang dibudayakan
dan dikembangkan oleh masyrakat setempat.

Anda mungkin juga menyukai