Sosial 1) Seorang ronggeng di lingkungan pentas tidak akan menjadi bahan percemburuan bagi perempuan Dukuh Paruk. Malah sebaliknya. Makin lama seorang suami bertayub dengan ronggeng, makin bangga pula istrinya. Perempuan semacam itu puas karena diketahui umum bahwa suaminya seorang lelaki jantan, baik dalam arti uangnya maupun birahinya (Tohari, 2016: 82) Kutipan di atas memperlihatkan nilai sosial masyarakat Di Dukuh Paruk, bahwa seorang istri tidak cemburu melainkan bangga bila suaminya bertayub dengan ronggeng. 2) Semua pedagang di pasar memperlakukan Srintil sebagai orang istimewa (Tohari, 2016: 81) Kutipan di atas menjelaskan Seorang Ronggeng Di Dukuh Paruk diperlakukan istimewa dibandingkan dengan warga biasa. 3) Jangan mengabadikan kemelaratan seperti orang Dukuh Paruk. 4) Hai, anak-anak, pergilah mandi. Kalau tidak nanti kupingmu mengalir nanah, kakimu kena kudis seperti anak-anak Dukuh Paruk!(Tohari, 2016: 14) Kutipan di atas menjelaskan penilaian orang- orang dari luar Dukuh Paruk yang mempunyai pandangan buruk terhadap warga Dukuh Paruk. Keagamaan 1) Kubur Ki Secamenggala yang terletak di punggung bukit kecil di tengah Dukuh Paruk menjadi kiblat kehidupan kebatinan mereka. Gumpalan abu kemenyan pada nisan kubur Ki Secamenggala membuktikan polah-tingkah kebatinan orang Dukuh Paruk berpusat di sana(Tohari, 2016: 43) Kutipan di atas menjelaskan kebiasaan warga Dukuh Paruk yang memuja-muja Ki Secamenggala, yang merupakan nenek moyang mereka. 2) Ana kidung rumeksa ing wengi Teguh ayu luputing lara Luputa bilahi kabeh Jin setan datan purun... (Tohari, 2016: 30) Tembang di atas adalah sarana penghubung batin dengan nenek moyang mereka yaitu dengan menyanyikan sebuah kidung. Sarana yang diajarkan oleh nenek moyangnya adalah sebuah kidung yang dinyanyikan oleh Sakarya dengan segenap perasaannya. 3) Toh tidak semuanya demikian. Yang tercantik di antara mereka selalu menutup diri di samping ayahnya. Dia bersembahyang, sesuatu yang baru kulihat di luar Dukuh Paruk. Gadis-gadis lain berbisik kepadaku agar jangan mencoba menggoda si alim itu. Kata mereka, hanya laki-laki bersembahyang pula bisa berharap pada suatu saat bisa menjamahnya. Itu pun bila telah terjadi ikatan perkawinan yang sah. Pelanggaran atas ketentuan itu adalah dosa besar. Kutipan di atas menjelaskan bahwa masyarakat Dukuh Dawuan memiliki nilai religiusitas tinggi (Tohari, 2016: 173) Budaya 1) Keesokan harinya Sakarya menemui Kartareja. Laki-laki yang hampir sebaya ini secara turun- temurun menjadi dukun ronggeng di Dukuh Paruk. Pagi itu Kartareja mendapat kabar gembira. Dia pun sudah bertahun-tahun menunggu kedatangan seorang calon ronggeng untuk diasuhnya. Belasan tahun sudah perangkat calungnya tersimpan di para-para di atas dapur. Dengan laporan Sakarya tentang Srintil, dukun ronggeng itu berharap bunyi calung akan kembali terdengar semarak di Dukuh Paruk (Tohari, 2016: 16). Kutipan di atas menjelaskan bahwa kebudayaan ronggeng di Dukuh Paruk yang sudah ada sejak lama. 2) Mereka mengatakan keris itu bernama Kyai Jaran Guyang, pusaka Dukuh Paruk yang telah lama lenyap. Itu keris pekasih yang dulu selalu menjadi jimat para ronggeng. Mereka juga mengatakan hanya karena keberuntunganku maka keris itu sampai ke tanganku. Rasus, dengan keris itu aku akan menjadi ronggeng tenar. Itu kata Kakek dan juga kata Kartareja (Tohari, 2016: 43). Kutipan di atas menjelaskan mengenai kebudayaan keris yang menjadi bagian dari kebudayaan di Dukuh Paruk yang dibudayakan dan dikembangkan oleh masyrakat setempat.