Bagi Ibu Marda, sebagai seorang guru, mengetahui karakter anak merupakan hal
yang paling penting. “Karakter siswa di kelas tidak ada yang sama. Tingkat pemahaman
mereka pun berbeda-beda,” jelasnya. “Misalnya, ada anak yang bisa matematika, tetapi
kurang menguasai pelajaran lain. Atau, ada juga anak yang kurang menguasai banyak
pelajaran, tetapi bagus di SBK (Seni, Budaya, dan Keterampilan). Padahal, anak tersebut
bukannya tidak bisa, tetapi hanya butuh waktu agak lama atau mungkin butuh metode
pengajaran lain. Kita tidak boleh menganggap dia bodoh atau sejenisnya karena setiap anak
pasti mempunyai kelebihan.”
Bukan hanya itu, Ibu Marda juga memahami bahwa setiap anak membutuhkan
perhatian. “Ada yang mencari perhatian dengan bersikap sulit diatur, atau malah sebaliknya,
menjadi pendiam dan penurut. Kita tidak bisa menyamakan anak yang satu dengan yang lain;
yang penting adalah metode pendekatan ke anak. Kita perlu dekat dulu dengan anak. Kita
ketahui dulu karakter anak itu seperti apa. Setelahnya, barulah kita bisa memutuskan
bagaimana menghadapi anak tersebut,” lanjut Ibu Marda.
Meningkatkan Semangat Belajar Siswa
Salah satu kendala yang sering Ibu Marda temui saat mengajar adalah mood siswa.
Ada kalanya suatu hal di luar sekolah bisa mempengaruhi mood siswa saat belajar di kelas.
Selain itu, sesekali, untuk membuat pembelajaran lebih menyenangkan, Ibu Marda mengajak
para siswa belajar di luar kelas. Hari itu, misalnya, Ibu Marda mengajak mereka berkumpul
di area halaman sekolah untuk belajar matematika dengan cara yang berbeda dari biasanya.
Ibu Marda meminta para siswa membuat barisan berdasarkan kelompok angka tertentu. Para
siswa pun tampak antusias mengikuti instruksi-instruksi yang disampaikan.
Ibu Marda juga menekankan pentingnya bagi siswa untuk saling mengenal satu sama
lain. Oleh karena itu, ia menerapkan sistem rolling (pergantian) tempat duduk bagi siswa
setidaknya setiap satu atau dua bulan sekali. Dari sistem inilah, muncul cerita-cerita yang
membantunya mengenali para siswa lebih dalam. “Kadang ada anak yang protes, bilang
enggak mau duduk sama si ini atau si itu karena sering diganggu. Saya lalu tanya ke anak itu,
kenapa dia sering mengganggu temannya. Dari proses itu lama-lama jadi terbuka, oh,
ternyata dia begini atau begitu. Setelah itu kita coba ubah supaya dia enggak begitu lagi.
Tetapi, kadang anak-anak juga bisa sadar dan berubah sendiri,” ujar Ibu Marda. Selain
berganti teman sebangku, para siswa juga merasakan perubahan susunan tempat duduk. Dari
yang berderet bisa berubah menjadi berkelompok, atau ditata menjadi bentuk “U”. Pergantian
susunan tempat duduk ini dilakukan setiap sebulan sekali untuk menyegarkan suasana
belajar. “Berkat sistem rolling, setiap siswa jadi pernah merasakan duduk dengan semua
teman sekelasnya secara bergantian,” tambah Ibu Marda.
Source:
https://rise.smeru.or.id/id/blog/cerita-guru-dari-lombok-%E2%80%9Ctidak-ada-anak-yang-
bodoh%E2%80%9D