Anda di halaman 1dari 2

Nadhira Armi

1801101010048

Ekonomi Moneter

Kebijakan Makroprudensial

Kebijakan makroprudensial adalah sebuah kebijakan yang bertujuan untuk membatasi risiko dan
biaya dari krisis sistemik. Terdapat  3 (tiga) kalimat kunci untuk menggambarkan kebijakan
makroprudensial  yaitu

 Diterapkan dengan tujuan menjaga stabilitas sistem keuangan


 Diterapkan dengan berorientasi pada sistem keuangan secara keseluruhan (system-wide
perspectives)
 Diterapkan melalui upaya membatasi terbangunnya (build-up) risiko sistemik.

Secara sederhana kebijakan makroprudensial "SSKperiode1" merupakan penerapan prinsip


kehati-hatian pada sistem keuangan guna menjaga keseimbangan antara tujuan makroekonomi
dan mikroekonomi. Kebijakan makroprudensial lebih berorientasi pada sistem secara
keseluruhan. Dengan demikian, fokus kebijakan makroprudensial tak hanya mencakup institusi
keuangan, namun meliputi pula elemen sistem keuangan lainnya,seperti pasar keuangan,
korporasi, rumah tangga, dan infrastruktur keuangan. Ini disebabkan kebijakan makroprudensial
merupakan kebijakan dengan tujuan akhir meminimalkan terjadinya risiko sistemik.

erkait dengan kewenangan makroprudensial, beberapa opsi penataan kelembagaan yang dapat
dipilih adalah: (a) diserahkan pada otoritas tunggal, (b) kewenangan dari berbagai otoritas, atau
(c) kewenangan dari komite khusus. Tidak ada sebuah model yang sama yang dapat
diberlakukan di semua negara dalam menentukan penataan kelembagaan otoritas keuangan yang
tepat di suatu yurisdiksi.

Penataan kelembagaan yang dipilih akan mengacu pada karakteristik masing-masing negara.
Kerangka kebijakan makroprudensial di "BankIndonesiaSSK" disusun dengan difokuskan pada
upaya untuk mendorong terpeliharanya stabilitas sistem keuangan yang diwujudkan melalui 4
(empat) hal, yaitu: (i) risiko sistemik yang teridentifikasi sejak dini dan termitigasi; (ii) financial
imbalances yang minimal sehingga mendukung fungsi intermediasi yang seimbang dan
berkualitas; (iii) sistem keuangan yang efisien; dan (iv) akses keuangan dan Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah (UMKM) yang meningkat.

BI menerapkan 4 langkah starategi operasional kebijakan makroprudensial yang terdiri dari: 

1. Identifikasi sumber risiko sistemik Selain berdasarkan asesmen internal, BI juga


melakukan survei dan FGD kepada stakeholders untuk dapat menangkap potensi risiko
sistemik dari sudut pandang stakeholders, seperti perbankan, pakar ekonomi, media,
akademisi dan pelaku pasar lainnya. 
2. Pengawasan makroprudensial BI memiliki wewenang untuk melakukan pengawasan
secara tidak langsung maupun secara langsung pada institusi keuangan terkait, dengan
berkoordinasi dengan OJK. Pengawasan makroprudensial dilakukan melalui monitoring,
stress identification serta risk assessment terhadap potensi risiko yang telah teridentifikasi
sebelumnya. Berdasarkan proses tersebut, BI akan mengeluarkan sinyal risiko. Jika
asesmen menunjukkan bahwa stabilitas sistem keuangan terjaga dengan baik, BI akan
melakukan proses pengawasan seperti biasa. Dalam hal risiko menunjukkan peningkatan
yang patut diwaspadai, BI akan megambil respon kebijakan melaui perumusuan
kebijakan makroprudensial. Terakhir, jika sinyal risiko menunjukkan potensi krisis, BI
akan mengaktifkan Protokol Manajemen Krisis. 
3. Respons kebijakan melalui desain dan implementasi instrumen kebijakan
makroprudensial Instrumen kebijakan makroprudensial diterapkan untuk mencegah
terjadinya risiko sistemik. Berdasarkan cakupannya, instrumen dapat diterapkan secara
umum (misalnya Countercyclical Buffer) maupun targeted ke sektor tertentu (Loan to
Value Ratio). Sedangkan dari sisi objek, instrumen dapat ditujukan untuk mengatur
permodalan, kredit, likuiditas maupun intermediasi.
4. Protokol manajemen krisis (PMK) Bila hasil asesmen menunjukkan peningkatan risiko
yang menuju ke krisis, BI akan segera mengaktifkan PMK. 

Anda mungkin juga menyukai