Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

FONOLOGI
Klasifikasi Fonem

Oleh :

REFKY MAULANA ISHAQ


NIM : 21120009

Dosen Pengampu Mata Kuliah :


Dr. Novelti. M, Hum

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SUMATERA BARAT
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia- Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa pula penulis
mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Tidak lupa pula kami mengucapkan terimakasih kepada ibu Dr. Novelti. M. Hum
selaku dosen mata kuliah Fonologi prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah
membantu penulis dalam mengerjakan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih
kepada teman - teman yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca, bahkan penulis berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari - hari.
Bagi penulis sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis. Untuk itu
penulis sangat mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Padang Panjang, 10 Mei 2022

Penulis

i
Daftar Isi
Kata Pengantar................................................................................................................ i
Daftar Isi.......................................................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan.......................................................................................................... 1
1.1 Latar belakang makalah.............................................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah........................................................................................................ 1
1.3 Batasan masalah ......................................................................................................... 1
1.4 Tujuan ......................................................................................................................... 1
1.5 Manfaat........................................................................................................................ 1

Bab II Pembahasan......................................................................................................... 2
2.1 Pendahuluan................................................................................................................ 2
2.2 Bunyi Segmental......................................................................................................... 2
2.3 Bunyi Suprasegmental................................................................................................. 8

Bab III Penutup............................................................................................................... 10


3.1 Kesimpulan.................................................................................................................. 10

Daftar Pustaka................................................................................................................. 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuturan-tuturan yang digunakan manusia untuk berkomunikasi merupakan untaian
bunyi segmental dan untaian bunyi supra segmental. Bunyi segmental merupakan bunfyi
primer, bunyi utama, bunyi pokok yang berupa bunyi vokoid dan bunyi kontoid. Bunyi
vokoid apabila dilihat dari perannya mampu membedakan makna, maka bunyi itu disebut
sebagai fonem yakni fonem vokal. Bunyi kontoid apabila dilihat dari perannya mampu
mebedakan makna, maka bunyi itu juga disebut sebagai fonem yakni fonem konsonan.
Baik fonem vokal maupun fonem konsonan merupakan bentuk bunyi-bunyi
segmental yang menbentuk untaian kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Fonem vocal
dan konsonan jika dikaji dari perilaku kebahasaannya akan menghasilkan beberapa jenis
seperti vokal, konsonan, semivokal, diftong, deret vokal, gugusan konsonan, dan deret
konsonan.
1.2 Batasan Masalah
Pada pembahasan kali ini penulis membatasi masalah pada ;
1. Bunyi Segmental.
2. Bunyi Suprasegmental.
Maka dari itu penulis hanya berfokus dalam membahas hal yang tersebut diatas.

1.3 Rumusan Masalah


Untuk mempermudah penulis dalam membuat makalah ini maka terdapat beberapa
rumusan masalah yang membantu penulis sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan bunyi segmental ?
2. Apa yang dimaksud dengan bunyi suprasegmental ?

1.4 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui bunyi segmental.
2. Mengetahui bunyi suprasegmental.

1.5 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dalam penulisan makalah ini ialah penulis dapat mengetahui
bagaimana bunyi yang dihasilkan baik yang berupa bunyi segmental maupun bunyi
suprasegmental.

1
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Pendahuluan
Tuturan-tuturan yang digunakan manusia untuk berkomunikasi merupakan
untaian bunyi segmental dan untaian bunyi supra segmental. Bunyi segmental
merupakan bunfyi primer, bunyi utama, bunyi pokok yang berupa bunyi vokoid
dan bunyi kontoid. Bunyi vokoid apabila dilihat dari perannya mampu
membedakan makna, maka bunyi itu disebut sebagai fonem yakni fonem vokal.
Bunyi kontoid apabila dilihat dari perannya mampu mebedakan makna, maka
bunyi itu juga disebut sebagai fonem yakni fonem konsonan.
Baik fonem vokal maupun fonem konsonan merupakan bentuk bunyi-bunyi
segmental yang menbentuk untaian kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana.
Fonem vocal dan konsonan jika dikaji dari perilaku kebahasaannya akan
menghasilkan beberapa jenis seperti vokal, konsonan, semivokal, diftong, deret
vokal, gugusan konsonan, dan deret konsonan.
Dalam pembentukan tuturan tersebut, selain bunyi segmental juga dibentuk
secara bersama-sama dengan bunyi-bunyi suprasegmental tersebut adalah nada,
tempo, dan dinamik.

2. 2 Bunyi Segmental
2. 2. 1 Vokal, Konsonan, dan Semivokal,
Fonem-fonem dalam suatu bahasa terutama dipilah atas vokal dan
konsonan. Selain itu, berdasarkan sifat halangan udara yang terjadi pada
alat ucap terdapat pula bunyi yang membedakan makna antara sifat vokal
dan sifat konsonan. Karena itu pula, bunyi yang memiliki sifat demikian
disebut dengan semivokal.
Setiap bahasa memiliki sistem fonem yang bisa berbeda dengan sistem
fonem bahasa lain. Beberapa kemungkinan sistem fonem suatu bahasa
ditentukan oleh kekayaan fonem-fonem yang dimiliki oleh bahasa
tersebut. Samsuri, (1994:128) menyatakan setidaknya ada tiga
kemungkinan sistem vokal dalam bahasa. Ketiga sistem vokal tersebut
dikemukakan dalam gambar berikut .
Gambar 1. Sistem Vokal Tiga
I u

2
Gambar 2. Sistem Vokal Lima
i u

e o

Gambar 3. Sistem Vokal Enam


i u

e a o

Selain sistem vokal tersebut, (Hyman, 1975:28) menyebutkan ada


sistem vokal tujuh dalam bahasa Yoruba. Robins (1992:111) menyatakan
untuk memberikan suaut kerangka acuan yang berlaku umum, terlepas
dari bunyi vokal dalam bahasa tertentu tercatat ada delapan bunyi vokal
yang disebut sebagai vokal-vokal kardinal. Vokal kardinal terdiri atas
delapan bunyi vokal. Vokal kardinal ini diartikulasikan dengan lidah dan
bibir pada posisi tetap yaitu empat vokal depan dan empat vokal belakang.
Selain sistem vokal kita perlu pula memahami sistem konsonan dalam
bahasa. Untuk mengkaji sistem konsonan dalam suatu bahasa, dapat
dilihat dari beberapa ahli bahasa yang dijadikan patokan dalam
menganalisis. Sistem konsonan sederhana dikemukakan oleh Chaer
(1994:119) dalam bentuk peta konsonan pada tabel berikut.
Tabel 1. Peta Konsonan dan Semivokal Chaer

3
Berdasarkan beberapa sistem vokoid dan konsonan yang
dikemukakan para ahli bahasa diatas dapat dijadikan pedoman untuk
mengkaji dan menganalisis bahasa.
Untuk mengkaji sistem vokal, konsonan dan semi vokal dalam
bahasa Indonesia akan sangat menarik bila kita membandingkan pendapat
Lapoliwa (1981) dalam A Generative Approach to The Phonology og
Bahasa Indoensia dengan pendapat Alwi (1998) dan kawan-kawan
termasuk Lapoliwa membicarakan fonem bahasa Indonesia dalam buku
Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (edisi ketiga).
Sistem fonem bahasa Indonesia menurut Lapoliwa (1981) terdiri
dari 6 vokal dan 23 konsonan. Konsonan dalam bahasa Indonesia menurut
Lapoliwa terdiri dari 19 kosonan asli dan 4 konsonan pinjaman. Sistem
fonem bahasa Indonesia menurut Alwi (1998) dalam buku Tata Bahasa
Baku Bahasa Indonsia (Edisi ketiga). Terdiri dari 6 vokal dan 22 konsonan.
Jumlah vokal bahsa Indonesia yang dikemukakan Lapoliwa sama dengan
jumlah vokal yang dikemukakan Alwi. Kesamaan vokal tersebut juga
terlihat pada proses artikulasi yang sama. Perbedaan antara keduanya
terlihat pada jumlah konsonan termasu juga perbedaan proses artikulasinya.
Terdapat beberapa perbedaan konsonan antara Lapoliwa dan Alwi.
1. Lapoliwa hanya menetapkan lima tempat artikulasi sedangkan
Alwi menetapkan enam tempat artikulasi dalam pembentukan
konsonan bahasa Indonesia.
2. Lapoliwa mengemukakan 23 konsonan sedangkan Alwi
mengemukakan hanya 22 konsonan dalam bahasa Indonesia.
3. Konsonan /f/ bagi Lapoliwa merupakan konsonan frikatif bilabial
tal bersuara sedangkan bagi Alwi konsonan /f/ adalah
konsonanfrikatif labiodental tak bersuara.
4. Konsonan /r/ bagi Lapoliwa merupakan konsonan getar lateral
alveolar/palatal bersuara sedangkan menurutu Alwi konsonan /r/
adalah konsonan getar dental/alveolar bersuara.
5. Konsonan /l/ bagi Lapoliwa merupakan konsonan lateral
alveolar/palatal bersuara sedangkan bagi Alwi konsonan /l/
adalah konsonan lateral dental/alveolar bersuara.
6. Lapoliwa memasukkan konsonan /?/ dalam bahasa Indonesia
sedangkan Alwi tidak memasukkannya sebagai fonem bahasa
Indonesia.
Hal menarik dalam penepatan Lapoliwa atas fonem-fonem tersebut
dengan membuktikan peran bunyi sebagai pembeda makna. Dengan
menggunakan pasangan minimal antar bunyi Lapoliwa menetapkan fonem-
fonem bahasa Indonesia. Berikut contoh pasangan minimal antar bunyi
tersebut adalah :
Penetapan vokal /i/ dengan analisis pasangan minimal dengan bunyi-
bunyi vokoid lainnya dalam bahasa Indonesia.
Contoh :

4
a. i/ a /ikan/ -/ akan/
b. i/u /gila/ -/ gula/
c. i/o /kita/ -/ kota/
Penetapan vokal /a/ dengan analisis pasangan minimal dengan bunyi-
bunyi vokoid lainnya dalam bahasa Indonesia.
Contoh :
a. a/i /akan/ - /ikan/
b. a/u /bata/ - /batu/
c. a/o /kata/ - /kota/
Penetapan vokal /u/ dengan analisis pasangan minimal dengan bunyi-
bunyi vokoid lainnya dalam bahasa Indonesia.
Contoh :
a. u/i /gula/ - /gila/
b. u/a /batu/ - /bata/
c. u/o /pula/ - /pola/
Penetapan vokal /o/ dengan analisis pasangan minimal dengan bunyi-
bunyi vokoid lainnya dalam bahasa Indonesia.
Contoh :
a. o/a /kota/ - /kata/
b. o/u /pola/ - /pula/
c. o/e /bola/ - /bela/
Penetapan konsonan /p/ dengan analisi pasangan minimal dengan bunyi
-bunyi kontoid lainnya dalam bahasa Indoensia.
Contoh :
a. p/b /paku/ - /baku/
b. p/t /panah/ - /tanah/
c. p/d /apa/ - /ada/
Penetapan konsonan /b/ dengan analisis pasangan minimal dengan
bunyi-bunyi kontoid lainnya dalam bahasa Indonesia.
Contoh :
a. b/t /ibu/ - /itu/
b. b/d /abu/ - /adu/
c. b/k /abu/ - /aku/
Penetapan konsonan /t/ dengan analisis pasangan minimal dengan
bunyi-bunyi kontoid lainnya dalam bahasa Indonesia.
Contoh :
a. t/d /tua/ - /dua/
b. t/k /satu/ - /saku/
c. t/g /satu/ - /sagu/
Penetapan konsonan /d/ dengan analisis pasangan minimal dengan
bunyi-bunyi kontoid lainnya dalam bahasa Indonesia.
Contoh:
a. d/g /duda/ - /duga/
b. d/s /duka/ - /suka/

5
c. d/c /dari/ - /cari/
Penetapan konsonan /k/ dengan analisis pasangan minimal dengan
bunyi-bunyi kontoid lainnya dalam bahasa Indonesia.
Contoh:
a. k/t /saku/ - /satu
b. k/d /duka/ - /duda/
c. k/g /akar/ - /agar/
Penetapan konsonan /g/ dengan analisis minimal pasangan dengan
bunyi-bunyi kontoid lainnya dalam bahasa Indonesia.
Contoh:
a. g/p /garaŋ/ - /paraŋ/
b. g/b /gila/ - /bila/
c. g/t /sagu/ - /satu/
Penetapan konsonan /s/ dengan analisis minimal pasangan dengan
bunyi-bunyi kontoid lainnya dalam bahasa Indonsia.
Contoh :
a. s/p /saraŋ/ - /paraŋ/
b. s/b /sila/ - /bila/
c. s/t /asap/ - /atap/
Penetapan konsonan /m/ dengan analisis pasangan minimal dengan
bunyi-bunyi kontoid lainnya dalam bahasa Indonesia.
Contoh :
a. m/p /malu/ - /palu/
b. m/b /muat/ - /buat/
c. m/t /mari/ - /tari/
Penetapan konsonan /ŋ/ dengan analisis pasangan minimal dengan
bunyi-bunyi kontoid lainnya dalam bahasa Indonesia.
Contoh :
a. ŋ/p /sedaŋ/ - /sedap/
b. ŋ/b /ŋeri/ - /beri/
c. ŋ/t /buŋa/ - /buta/
Pemetaan fonem-fonem dalam setiap bahasa secara umum selalu
dilihat berdasarkan cara artikulasi dan daerah artikulasi bahkan ada yang
menambahkannya berdasarkan sikap pita suara yang melahirkan bunyi
bersuara dan tidak bersuaramya bunyi itu. Alwi (1998) telah
mengemukakan penamaan fonem-fonem dalam bahasa Indonesia.
Berpedoman pada Alwi (1998) berikut contoh dari penamaan fonem-fonem
bahasa Indonesia itu adalah sebagai berikut.
Konsonan /p/ adalah konsonan hambatan bilabial tak bersuara.
Konsonan ini dilafalkan dengan bibir atas dan bibir bawah terkatup rapat
sehingga udara dari paru-paru tertahan untuk sementara waktu sebelum
kaatupan dilepaskan. Fonem /p/ dapat dilihat seperti kata /pola/ , /kapar/ ,
dan /siap/.

6
Konsonan /b/ adalah konsonan hambatan bilabial bersuara. Konsonan
ini dilafalkan dengan bibir atas dan bibir bawah terkatup rapat
sehinggaudara dari paru-paru terhambat untuk sementara waktu sebelum
katupan dilepaskan. Fonem /b/ dapat dilihat dari kata /bola/ , /kabar/ , dan
/aba/.
Konsonan /t/ adalah konsonan hambat alveolar tak bersuara. Konsonan
ini dilafalkan pada dengan ujung lidah ditempelkan pada gusi sebelum
udara dari paru-paru dilepaskan. Fonem /t/ dapat dilihat dari kata /tari/ ,
/pantay/ , dan /rapat/.
Konsonan /d/ adalah konsonan hambat alveolar bersuara. Konsonan ini
dilafalkan dengan ujung lidah ditempelkan pada gusi sebelum udara dari
paru-paru dilepaskan. Fonem /d/ dapat dilihat dari kata /dari/.
Konsonan /k/ adalah konsonan hambat velar tak bersuara. Konsonan ini
dilafalkan dengan menempelkan belakang lidah pada langit-langit lunak
sebelum udara dari paru-paru dilepaskan. Fonem /k/ dapat dilihat seperti
dalam kata /kalah/ , /akar/ , dan /politik/.
Konsonan /g/ adalah konsonan hambat velar bersuara. Konsonan ini
dilafalkan dengan menempelkan belakang lidah pada langit-langit lunak
sebelum udara dari paru-paru dilepaskan. Fonem /g/ dapat dilihat dalam
kata /galah/ , /agar/ , dan /sagu/.

2. 2. 2 Diftong dan Deret Vokal


Diftong dalam bahasa Indonesia berjumlah sebanyak tiga buah yakni
/ay/, /aw/, /oy/ yang masing-masingnya dituliskan dengan ai, au, dan oi.
Selain itu, dalam bahasa Indonesia terdapat pula diftong pengaruh bahasa
asing seperti diftong /ey/ yang ditulis ei dan berfariasi dengan /ay/ yang
ditulis ai. Diftong tersebut dapat ditlihat dalam contoh berikut.
/ay/ /suŋay/
/aw/ /harimaw/
/oy/ /sepoy/
/ey/ /survay/
Deret vokal merupakan dua vokal yang msing-masingnya mempunyai
satu hembusan nafas sehingga masing-masing vokal termasuk dalam satu
suku kata yang berbeda. Dapat dilihat dari contoh berikut.
/ii/ /fiil/
/iu/ /tiup/
/io/ /kios/
/ai/ /saiŋan/
/ae/ /daerah/

2. 3. 1 Gugusan Konsonan, Deret Konsonan


Gugusan konsonan berarti dua konsonan terdapat dalam satu suku kata
yang sama. Deret konsonan berarti bahwa dua konsonan dalam kata
terpisah dalam suku kata yang berbeda.

7
Dalam bahasa Indonesia, gugusan konsonan dominan terdiri atas dua
konsonan. Pada umumnya konsonan pertama adalah hambatan /p, b, t, d, k,
g/ dan konsonan frikatif /f, s/ sedangkan pada konsonan kedua adalah
konsonan /r/ atau /l, w, m , n, f, t, k/
/pl/ /pleonasme, pleno/
/bl/ /blaŋko, blambaŋan/
/kl/ /klinik, klimaks/
/gl/ /global, gladiator/
/fl/ /flamboyan, flu/
/sl/ /slogan, slipi/
Bentuk deret konsonan dalam bahasa Indonesia berarti dua konsonan
yang terletak berderet terpisahkan dalam suku kata. Bentuk deret konsonan
tersebut dapat dilihat pada contoh dibwah ini.
/mp/ /empat/ /mb/ /ambil/ /nt/ /untuk/
/nd/ /indah/ /nc/ /lancar/ /nj/ /janji/
/rg/ /harga/ /rj/ /kerja/ /rm/ /cermin/
/ks/ /paksa/ /kb/ /akbar/ /kd/ /takdir/
/ht/ /tahta/ /hk/ /bahkan/ /hw/ /bahwa/
/ls/ /palsu/ /lj/ /salju/ /lt/ /sultan/

2. 3 Bunyi Suprasegmental
2. 3. 1 Nada
Nada merupakan bentuk fonem suprasegmental. Perbedaan-perbedaan
tinggi nada merupakan frekuensi getaran pada bunyi berirama sebagai
fonem-fonem sekunder atau suprasegmental (Bloomfild, 1995:110).

2. 3. 2 Tempo
Tempo merupakan salah satu bentuk fonem suprasegmntal dalam
bahasa yang mampu membedakan makna kata. Tempo merupakan panjang
pendeknya mengucapkan untuk fonem segmental. Tempo merupakan
rentang waktu atau kuantitas yakni panjang waktu relatif dipertahankannya
alat-alat ucap pada suatu posisi. Tanda untuk fonem panjang biasanya
digunakan tanda titik dua dibelakang lambang untuk bunyi itu seperti dalam
bahsa Jerman, Beet [be:t] yang berbeda dengan Bett [bet]. Penanda lain
yang sering digunakan adalah dengan menulis fonem itu dua kali seperti
dalam Ortografi Suomi, Finlandia, yakni kaapi “cupboard” yang berarti [a]
panjang dan [p] panjang (Bloomfild, 1995:105).

2. 3. 3 Dinamik
Dinamik terbentuk dari amplitudo gelombang-gelombang bunyi dan
dibuat dengan gerakan yang lebih bertenaga seperti memompakan lebih
banyak suara, mempertemukan pita suara lebih dekat untuk menyuarakan
dan menggunakan otot-otot dengan lebih kuat untuk membuat artikulasi
oral. Dalam bahasa Inggris terdapat tiga fonem suprasegmental yang berupa

8
tekanan yakni: (1) tekanan paling tinggi, (2) tekanan tinggi (biasa), dan (3)
tekanan rendah. Tekana paling tinggi ditandai dengan tanda petik dua
bagian atas sebelum fonem segmental [“..]. Tekanan tinggi (biasa) ditandai
dengan petik satu atas sebelum fonem segemental [‘..]. Tekanan renda
ditandai dengan tanda petik satu bawah sebelum fonem segmental [, ]
(Bloomfield, 1995:106).
Fonem suprasegmental menurut Arifin (1989:1951-157) adalah Tona, adalah
kualitas tinggi nada yakni meniggi atau menurunnya bunyi pada suku-suku kata
atau pada kata, terjadi karena jumlah getaran pita suara yang berubah-ubah,
frekuensi fundamental berubah-ubah atau tinggi rendah bunyi berubah-ubah.
Tekanan adalah munculnya suatu kekuatan yang lebih besar pada bagia alat ucap
yang menindih salah satu bagian dari alat ucap lainnya. Tekanan terjadi karena
celah tulang rawan membuka lebih besar, intensitas lebih keras, dan suara
terdengar lebih keras. Panjang Bunyi merupakan lama sebuah bunyi diucapkan
pada sebuah fonem. Panjang bunyi terjadi karena pita suara bergetar lebih lama,
udara bergetar lebih lama dna bunyi terdengar lebih lama. Jeda merupakan
penghentian suara sejenak setelah mengucapkan bagian kata atau kata dalam
sebuah ujaran. Lagu bicara merupakan intonasi yakni naik turunnya nada ketika
mengucapkan suara ujaran.

9
BAB III
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Bunyi segmental merupakan bunfyi primer, bunyi utama, bunyi pokok
yang berupa bunyi vokoid dan bunyi kontoid. Baik fonem vokal maupun
fonem konsonan merupakan bentuk bunyi-bunyi segmental yang menbentuk
untaian kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Dalam pembentukan tuturan
tersebut, selain bunyi segmental juga dibentuk secara bersama-sama dengan
bunyi-bunyi suprasegmental tersebut adalah nada, tempo, dan dinamik.
Fonem vocal dan konsonan jika dikaji dari perilaku kebahasaannya akan
menghasilkan beberapa jenis seperti vokal, konsonan, semivokal, diftong,
deret vokal, gugusan konsonan, dan deret konsonan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Amril dan Ermanto. 2007. Fonologi Bahasa Indonesia. Padang: UNP PRESS.

11

Anda mungkin juga menyukai