Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

TELAAH PROSA
Moral

Oleh :

KELOMPOK 1

1. AULIANA FITRI RISFA


2. MELANI YULIA INDRA
3. REFKY MAULANA ISHAQ

Dosen Pengampu Mata Kuliah :


MEGASARI MARTIN, S.S, M.Pd

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
SUMATERA BARAT
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia- Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa pula kami
mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontibusi dengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya.
Tidak lupa pula kami mengucapkan terimakasih kepada ibu Megasari Martin, S.S,
M.Pd selaku dosen mata kuliah Telaah Prosa prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
yang telah membantu kami dalam mengerjakan makalah ini. Kami juga mengucapkan
terimakasih kepada teman- teman yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca . bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa
pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari- hari.
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu
kami sangat mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Padang Panjang, 20 Mei 2022

Penyusun

i
Daftar Isi
Kata Pengantar................................................................................................................ i
Daftar Isi.......................................................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan.......................................................................................................... 1
1.1 Latar belakang makalah.............................................................................................. 1
1.2 Rumusan masalah........................................................................................................ 1
1.3 Batasan masalah ......................................................................................................... 1
1.4 Tujuan ......................................................................................................................... 1
1.5 Manfaat........................................................................................................................ 1

Bab II Pembahasan......................................................................................................... 2
2.1 Unsur Moral dalam Fiksi............................................................................................. 2
2.2 Pesan Religius dan Kritik Sosial................................................................................. 3
2.3 Bentuk Penyampaian Moral........................................................................................ 3

Bab III Penutup............................................................................................................... 6


3.1 Kesimpulan.................................................................................................................. 6

Daftar Pustaka................................................................................................................. 8

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca,
merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya. Secara umum moral mnyaran
pada pengertian ( ajaran tentang ) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan
sikap, kewajiban, dan sebagainya.
Moral dalam karya sastra biasanya dicerminkan pandangan hidup pengarang yang
bersangkutan, pandangannya tentang nilai- nilai kebenaran, dan hal itulah yang ingin
disampaikannya kepada pembaca. Moral dalam cerita, menurut Kenny ( 1966:89 ),
biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral
tertentu yang bersiat praktis, yang dapat diambil ( dan ditafsirkan ) lewat cerita yang
bersangkutan oleh pembaca
1.2 Batasan Masalah
Pada pembahasan kali ini penulis membatasi masalah pada ;
1. Unsur Moral dalam Fiksi
2. Pesan Religius dan Kritik Sosial
3. Bentuk Penyampaian Moral
Maka dari itu penulis hanya berfokus dalam membahas hal yang tersebut diatas.

1.3 Rumusan Masalah


Untuk mempermudah penulis dalam membuat makalah ini maka terdapat beberapa
rumusan masalah yang membantu penulis sebagai berikut :
1. Bagaimana unsur moral dalam fiksi ?
2. Bagaimana pesan religius dan kritik sosial itu?
3. Bagaimana bentuk penyampaian moralnya ?

1.4 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui unsur moral dalam fiksi.
2. Mengetahui pesan religius dan kritk sosial fiksi.
3. Mengetahui cara penyampaian moral dalam fiksi.

1.5 Manfaat
Manfaat yang diperoleh dalam penulisan makalah ini ialah penulis dapat mengetahui
unsur moral yang terkandung didalam karya fiksi, selain itu dari buku referensi dapat
juga diketahui pesan religius dan kritik sosial yang dimiliki sebuah karya fiksi, serta
mengetahui cara penyampaian penulis fiksi dalam gaya penyampaian pesan moralnya.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Unsur Moral dalam Fiksi


a. Pengertian dan Hakikat Moral
Moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada
pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya. Secara umum
moral mnyaran pada pengertian ( ajaran tentang ) baik buruk yang diterima umum
mengenai perbuatan sikap, kewajiban, dan sebagainya.
Moral dalam karya sastra biasanya dicerminkan pandangan hidup pengarang
yang bersangkutan, pandangannya tentang nilai- nilai kebenaran, dan hal itulah
yang ingin disampaikannya kepada pembaca. Moral dalam cerita, menurut Kenny
( 1966:89 ), biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan
ajaran moral tertentu yang bersiat praktis, yang dapat diambil ( dan ditafsirkan )
lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca.
Moral dalam karya sastra, atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat sastra,
selalu dalam pengertian yang baik. Dengan demikian, jika dalam sebuah karya
sastra ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh – tokoh yang kurang terpuji, baik
mereka berlaku sebagai tokoh antagonis, protaginis, tidaklah berarti bahwa
pengarang menyarankan kepada pembaca untuk bertindak dengan demikian.
b. Jenis dan Wujud Pesan Moral
Dalam sebuah karya fiksi pun, sering terdapat lebih dari pesan moral untuk
tidak mengatakan terdapat banyak pesan moral yang berbeda. Hal ini belum lagi
berdasarkan pertimbangan dan atau penafsiran dari pihak pembaca yang juga
berbeda- beda baik dari segi jumlah maupun jenisnya. Jenis danatau wujud pesan
moral yang terdapat dalam karya sastra akan bergantung pada keyakinan,
keinginan, dan interes pengarang yang bersangkutan.
Jenis ajaran moral itu sendiri dapat mencakup masalah, yang boleh dikatakan,
bersifat takterbatas. Ia dapat mencakup seluruh persoalan hidup dan kehidupan,
seluruh persoalan hidup dan kehidupan, seluruh persoalan yang mneyangkut
harkat dan martabat manusia.
Secara garis besar persoalan hidup dan kehidupan manusia itu dapat dibedakan
ke dalam persoalan hubungan manusia dengan diri sendiri, hubungan manusia
dengan manusia lain dalam lingkup sosial termasuk hubungannya dengan
lingkunan alam, dan hubungan manusia dengan tuhannya.
Persoalan manusia dengan dirinya sendiri dapat bermacam jenis dan tingkat
intensitasnya. Ia dapat berhubungan dengan masalah- masalah seperti ekstensi
diri, harga diri,rasa percaya diri, takut, maut, rindu, dendam, kesepian, dan lain-
lain yang melibat ke dalam diri dan kejiawaan seseorang individu. Masalah-
masalah yang berupa hubungan antar manusia itu antara lain dapat berwujud :

2
persahabatan, yang kokoh atau pun rapuh, kesetiaan, penghianatan, kekeluargaan,
hubungan suami istri, orang tua dan anak dan lain sebgainya.

2.2. Pesan Religius dan Kritik Sosial


Pesan moral yang berwujud moral religius, termasuk didalamnya yang bersifat
keagamaan, kritik sosial banyak ditemukan dalam karya fiksi atau dalam genre
sastra lain. Hal itu mungkin disebabkan banyaknya masalah kehidupan yang tidak
sesuai dengan harapannya, kemudian mereka mencoba menawarkan sesuatu yang
diidealkan.
a. Pesan Religius dan Keagamaan
Pada awal mula sgala sastra adalah religius ( Mangunwijaya, 1982: 11 ).
Istilah “religius” membawa konotasi pada makna agama. Agama lebih
menekankan pada kelembagaan kebaktian kepada tuhan dengan hukum- hukum
yang resmi. Seorang religius adalah orang yang mencoba memahami dan
menghayati hidup dan kehidupan ini lebih dari sekedar yang lahirlah saja.
b. Pesan kritik sosial
Hampir semua novel di Indonesia sejak awal pertumbuhannya hingga dewasa
ini, boleh dikatakan, mengandung unsur pesan kritik sosial walau dengan tingkat
inteitas yang berbeda. Wujud dari kehidupan sosial yang dikritik dapat bermacam-
macam seluas lingkup kehidupan sosial itu sendiri.
Sastra yang mengandung pesan kritik dapat juga disebut sebagai sastra kritik
biasanya akan lahir di tengah msyarakat jika terjadi hal- hal yang kurangberes
dalam kehiupan sosialdan masyarakat.

2.3. Bentuk Penyampaian Pesan Moral


Secara umum dapat dikatakan bahwa bentuk penyampaian moral dalam karya
fiksi mungkin bersifat langsung, atau sebaliknya tak langsung. Namun,
sebenarnya pemilahan itu hanya demi praktisnya saja sebab mungkin saja ada
pesan yang bersifat agak langsung. Dalam sebuah novel sendiri mungkin sekali
ditemukan adanya pesan yang benar-benar tersembunyi sehingga tak banyak
orang yang dapat merasakannya, namun mungkin pula ada yang agak langsung
dan seperti ditonjolkan.
A. Bentuk Penyampaian Langsung

3
Bentuk penyampaian pesan moral yang bersifat langsung, boleh dikatakan,
identik dengan cara pelukisan watak tokoh yang bersifat uraian, telling, atau
penjelasan, expository. Jika dalam teknik uraian pengarang secara langsung
mendeskripsikan perwatakan tokoh (-tokoh) cerita yang bersifat memberi tahu"
atau memudahkan pembaca untuk memahaminya, hal yang demikian juga terjadi
dalam penyampaian pesan moral. Artinya, moral yang ingin disampaikan, atau
diajarkan, kepada pembaca itu dilakukan secara langsung dan eksplisit.
Pengarang, dalam hal ini, tampak bersifat menggurui pembaca, secara langsung
memberikan nasihat dan petuahnya.
Dilihat dari segi kebutuhan pengarang yang ingin menyampaikan sesuatu
kepada pembaça, teknik penyampaian langsung tersebut komunikatif. Artinya,
pembaca memang secara mudah dapat memahami apa yang dimaksudkan.
Pembaca tak usah sulit-sulit menafsirkan sendiri dengan jaminan belum tentu pas.
Namun, perlu ditegaskan bahwa hanya pembaca yang kurang berkualitas, atau
lebih ekstrem: pembaca yang bodoh, saja yang mau digurui secara demikian lewat
bacaan "sastra". Pembaca yang kritis akan menolak cara itu. Pengarang bukanlah
"guru" bagi pembaca, di samping karya sastra bukan merupakan buku pelajaran
tentang etika yang memungkinkan pengarang dapat leluasa menyampaikan
ajarannya. Adanya pesan moral yang bersifat langsung dalam sebuah karya
sebenarnya justru dapat dipandang sebagai membodohkan pembaca.
B. Bentuk Penyampaian Tak Langsung
Bentuk penyampaian pesan moral di sini bersifat tak langsung. Papan itu
hanya tersirat dalam cerita, berpadu secara keherensif dengan unsur-unsur cerita
yang lain. Walau betul pengarang ingin menawarkan dan menyampaikan sesuatu,
ia tak melakukannya secara serta-merta dan vulgar karena ia sadar telah memilih
jalur cerita. Karya yang berbentuk cerita bagaimanapun hadir kepada pembaca
pertama-tama haruslah sebagai cerita, sebagai sarana hiburan untuk memperoleh
berbagai kenikmatan. Kalaupun ada yang ingin dipesankan-dan yang sebenarnya
justru hal inilah yang mendorong ditulisnya cerita itu-hal itu hanyalah lewat
siratan saja dan terserah kepada penafsiran pembaca.
Jika dibandingkan dengan teknik pelukisan watak tokoh, cara ini sejalan
dengan teknik ragam, showing. Yang ditampilkan dalam cerita adalah peristiwa-
peristiwa, konflik, sikap dan tingkah laku para tokoh dalam menghadapi peristiwa
dan konflik itu, baik yang terlihat dalam tingkah laku verbal, fisik, maupun yang
4
hanya terjadi dalam pikiran dan perasaannya. Melalui berbagai hal tersebut,
messages, pesan moral disalurkan. Sebaliknya, dilihat dari pembaca, jika ingin
memahami dan atau menafsirkan pesan itu, haruslah ia melakukannya berdasarkan
cerita, sikap dan tingkah laku para tokoh tersebut.
Dilihat dari kebutuhan pengarang yang ingin menyampaikan pesan dan
pandangannya itu, cara ini mungkin kurang komunikatif. Artinya, pembaca belum
tentu dapat menangkap apa sesungguhnya yang dimaksudkan pengarang, paling
tidak kemungkinan terjadinya kesalahan tafsir berpeluang besar.3

5
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada
pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam sebuah karya. Moral dalam
karya sastra biasanya dicerminkan pandangan hidup pengarang yang
bersangkutan, pandangannya tentang nilai- nilai kebenaran, dan hal itulah yang
ingin disampaikannya kepada pembaca. Moral dalam karya sastra, atau hikmah
yang diperoleh pembaca lewat sastra, selalu dalam pengertian yang baik. Dalam
sebuah karya fiksi pun, sering terdapat lebih dari pesan moral untuk tidak
mengatakan terdapat banyak pesan moral yang berbeda.
Jenis ajaran moral itu sendiri dapat mencakup masalah, yang boleh dikatakan,
bersifat takterbatas. Persoalan manusia dengan dirinya sendiri dapat bermacam
jenis dan tingkat intensitasnya. Ia dapat berhubungan dengan masalah- masalah
seperti ekstensi diri, harga diri,rasa percaya diri, takut, maut, rindu, dendam,
kesepian, dan lain- lain yang melibat ke dalam diri dan kejiawaan seseorang
individu. Pesan moral yang berwujud moral religius, termasuk didalamnya yang
bersifat keagamaan, kritik sosial banyak ditemukan dalam karya fiksi atau dalam
genre sastra lain. Hal itu mungkin disebabkan banyaknya masalah kehidupan yang
tidak sesuai dengan harapannya, kemudian mereka mencoba menawarkan sesuatu
yang diidealkan. Agama lebih menekankan pada kelembagaan kebaktian kepada
tuhan dengan hukum- hukum yang resmi. Hampir semua novel di Indonesia sejak
awal pertumbuhannya hingga dewasa ini, boleh dikatakan, mengandung unsur
pesan kritik sosial walau dengan tingkat inteitas yang berbeda.
Wujud dari kehidupan sosial yang dikritik dapat bermacam-macam seluas
lingkup kehidupan sosial itu sendiri. Sastra yang mengandung pesan kritik dapat
juga disebut sebagai sastra kritik biasanya akan lahir di tengah msyarakat jika
terjadi hal- hal yang kurangberes dalam kehiupan sosialdan masyarakat. Secara
umum dapat dikatakan bahwa bentuk penyampaian moral dalam karya fiksi
mungkin bersifat langsung, atau sebaliknya tak langsung. Namun, sebenarnya
pemilahan itu hanya demi praktisnya saja sebab mungkin saja ada pesan yang
bersifat agak langsung.
Bentuk penyampaian pesan moral yang bersifat langsung, boleh dikatakan,
identik dengan cara pelukisan watak tokoh yang bersifat uraian, telling, atau
penjelasan, expository. Artinya, moral yang ingin disampaikan, atau diajarkan,
kepada pembaca itu dilakukan secara langsung dan eksplisit. Artinya, pembaca
memang secara mudah dapat memahami apa yang dimaksudkan. Pembaca yang
kritis akan menolak cara itu. Bentuk penyampaian pesan moral di sini bersifat tak
langsung. Papan itu hanya tersirat dalam cerita, berpadu secara keherensif dengan
unsur-unsur cerita yang lain.
Jika dibandingkan dengan teknik pelukisan watak tokoh, cara ini sejalan
dengan teknik ragam, showing. Yang ditampilkan dalam cerita adalah peristiwa-
peristiwa, konflik, sikap dan tingkah laku para tokoh dalam menghadapi peristiwa

6
dan konflik itu, baik yang terlihat dalam tingkah laku verbal, fisik, maupun yang
hanya terjadi dalam pikiran dan perasaannya. Dilihat dari kebutuhan pengarang
yang ingin menyampaikan pesan dan pandangannya itu, cara ini mungkin kurang
komunikatif.

7
DAFTAR PUSTAKA

Nurgiyantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Sastra. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press

Anda mungkin juga menyukai