Dr. Ir. Nur Rahmah, M.Si Reski Febyanti Rauf, S.TP., M.Si
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Teknologi Pertanian
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR ISI
Halaman judul...................................................................................................i
Halaman Pengesahan........................................................................................ii
Daftar Isi..........................................................................................................iii
Daftar Tabel......................................................................................................iv
Daftar Gambar..................................................................................................v
Daftar Lampiran................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................4
C. Tujuan Penelitian.........................................................................................4
D. Manfaat Penelitian.......................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori.................................................................................................6
B. Kajian Penelitian yang Relevan...................................................................23
C. Kerangka Pikir.............................................................................................25
D. Hipotesis Penelitian.....................................................................................26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian............................................................................................28
B. Desain Penelitian..........................................................................................29
C. Waktu dan Tempat Penelitian......................................................................30
D. Bahan dan Alat.............................................................................................31
E. Definisi Oprasional Variabel........................................................................31
F. Prosedur Penelitian.......................................................................................32
G. Teknik Pengumpulan Data...........................................................................34
H. Teknik Analisis Data...................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................40
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbandingan Kandungan Gizi Jewawut dan Sumber Karbohidrat Lainnya 9
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Jewawut (Setaria italica)................................................................7
Gambar 2. Struktur Biji Jewawut.....................................................................10
Gambar 3. Diagram Alir Kerangka Pikir .........................................................26
Gambar 4. Proses Pembuatan Tepung Jewawut...............................................33
v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Format Uji Organoleptik (uji triangle).........................................45
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jewawut merupakan salah satu jenis komoditas pangan lokal yang
memiliki sumber karbohidrat yang tinggi. Jewawut merupakan salah satu bahan
pangan yang merupakan golongan dari serealia yang mengandung zat besi dan
karbohidrat sehingga dapat dijadikan salah satu sumber makanan pokok pengganti
beras. Dalam tabel Komposisi Pangan Indonesia (KPI) 2009 dapat diketahui
bahwa kandungan zat besi jewawut adalah 5,3%. Selain itu jewawut juga
mengandung beberapa zat gizi lainnya seperti protein, vitamin B, dan juga asam
amino essensial seperti isoleusin, leusin, fenilllalanin, dan treonin (Setiadi et al,
2015). Tepung jewawut ini memiliki karakteristik seperti tepung terigu sehingga
2017).
Jewawut memiliki bentuk seperti bulir dengan panjang antara 8-18 cm.
Setiap bulir memiliki tangkai malai sepanjang 25-30 cm, tegak atau melengkung.
Warna bulir tanaman jewawut beraneka ragam, mulai dari hitam, kuning, ungu,
merah, sampai jingga kecoklatan. Tanaman jewawut dapat tumbuh pada tanah
yang kering serta dapat beradaptasi dengan baik pada wilayah yang kurang subur.
Hal inilah yang menyebabkan makanan ini banyak di tanam oleh masyarakat
khususnya pada musim kemarau. Tanaman jewawut ini memiliki kandungan gizi
yang lebih baik dibanding beras dan jagung. Kandungan gizi yang dimiliki
1
2
jewawut yaitu karbohidrat 84,2%, protein 10,7%, lemak 3,3%, dan serat 1,4%
akibat peningkatan kadar air selama penyimpanan, termasuk pada tepung jewawut
sehingga akan sangat mudah sekali bagi tepung jewawut mengalami kerusakan
akibat penyerapan uap air dari lingkungannya. Lingkungan yang memiliki kondisi
lembab mengakibatkan berubahnya mutu dari tepung itu sendiri karena terjadinya
penyerapan uap air yang cukup besar. Jika saat penyimpanan tepung mengalami
kenaikan kadar air yang tinggi, maka tepung tersebut akan mengalami kerusakan
Penyerapan uap air oleh tepung dari lingkungan berkaitan erat dengan RH
Setiap bahan pangan dirusak oleh mikroba yang berbeda, tergantung pada jenis
kebanyakan dirusak oleh bakteri, biji- bijian kebanyakan dirusak oleh kapang,
sari buah kebanyakan dirusak oleh khamir. Keberadaan mikroba dalam bahan
suatu bahan pangan. Jenis kemasan akan sangat berpengaruh terhadap mutu
3
simpan dan mempertahankan nilai gizi bahan pangan (Dwiari, 2008). Menurut
Buckle et al., (2009), fungsi paling mendasar dari kemasan adalah untuk
timbulnya mikroba selama masa simpan. Saat ini jenis kemasan pangan yang
dan kemasan komposit atau kemasan yang merupakan gabungan dari beberapa
jenis bahan kemasan, misalnya gabungan antara kertas dan plastik, kertas dan
tersendiri, dan ini menjadi dasar untuk pemilihan jenis kemasan yang sesuai untuk
mutu akibat penyimpanan yang terlalu lama. Salah satunya adalah penggunaan
produk dari cemaran lingkungan yang tidak hanya menyebabkan produk menjadi
Oleh kaena itu peneliti tertarik untuk mengangkat judul penelitian “Pengaruh
B. Rumusan Masalah
italica)?
(Setaria italica)?
3. Apakah ada interaksi antara jenis kemasan dan lama waktu penyimpanan
C. Tujuan Penelitian
ini yaitu:
(Setaria italica).
3. untuk mengetahui ada tidaknya interaksi antara jenis kemasan dan lama waktu
D. Manfaat Penelitian
sebagai berikut:
5
b. Bagi pengembangan ilmu, sebagai literatur, bahan bacaan dan bahan informasi
jewawut (S. italica) memiliki nutrisi yang tinggi dan bermanfaat untuk
kesehatan.
d. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam
jewawut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
serelia berbiji kecil) ini pernah menjadi makanan pokok masyarakat Asia Timur
dibedakan menjadi Pearl millet, Finger millet, Foxtail millet, Proso millet dan
rapat dengan tinggi sekitar 96,93-171,67 cm. Memiliki perakaran yang rapat-
rapat, dengan akar sekunder atau akar buku muncul pada buku pertama ketika
tanaman jewawut telah menghasilkan dua atau tiga helai daun. Batang jewawut
berumpun, bulat, berongga, dibatasi oleh buku (node). Daun jewawut berwarna
hijau merupakan daun yang tidak lengkap yang terdiri dari helaian daun dan
pelepah daun. Helaian daun berbentuk pita dengan ujung daun berbentuk pointed
jewawut dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah, dari tanah berpasir
Kingdom : Plantae
Devisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Family : Poaceace
Sub family : Panicoideae
6
7
Genus : Setaria
pangan sehingga selama ini tanaman jewawut hanya dijadikan sebagai pakan
gizi yang tidak kalah dibandingkan dengan jenis-jenis tanaman serelia lainnya
dan memiliki banyak prospek untuk dikembangkan karena memiliki nilai gizi
yang tinggi, kemampuan tumbuhnya yang sangat baik dan dapat mentoleransi
kondisi iklim yang kering menjadikan tanaman ini memiliki peluang besar untuk
Jewawut adalah sejenis serelia berbiji kecil dengan kandungan gizi yang
setara dengan tanaman pangan penting, contohnya yaitu padi, jagung, gandum,
dan tanaman biji-bijian yang lain. Kandungan nutrisi yang terkandung pada
jewawut merupakan salah satu nilai jual yang perlu dipertimbangkan. Jewawut
8
84,2 % dan jumlah kandungan ini hampir setara dengan beras yaitu sebesar
tergolong tinggi 81,52%, protein 11,38%, serat kasar 5,65 % dan mengandung
mineral Ca, Mg, K, Fe, Zn, Cu, dan Mn (Fitriani et al., 2013; Tirajoh et al,
karbohidrat yang hampir sama dengan beras serta mempunyai protein, kalsium,
fosfor, besi, dan vitamin B1 yang lebih tinggi dari beras (Rini, 2018). Jewawut
(Indrastuti, 2018).
9
Ca (mg) 56 18 16 25 54
B1(mg)
B2(mg)
kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas,
10
sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam. S. italica dikenal sebagai millet
malai. Tiap tanaman terdapat 3-4 malai dan setiap malai berisi sekitar 400 biji
dengan bentuk bulat telur lebar dan berwarna kuning pucat hingga jingga, merah,
dan coklat. Biji jewawut memiliki komponen penyusun yang terdiri 75%
endosperm dari porsi biji, 17% dari total biji serta 8% lapisan pericarp (bagian
a. Foxtail Millet
Diantara varietas jewawut, jenis yang paling melimpah adalah pearl millet
dengan menghasilkan sekitar 40% dari produksi yang tersebar di seluruh dunia,
diikuti oleh foxtail millet. Foxtail millet telah diidentifikasikan sebagai millet
utama dalam hal produksi diseluruh dunia, karena merupakan biji-bijian dengan
11
hasil tertinggi keenam (Saleh et al., 2013). Foxtail millet dapat tumbuh pada
ketinggian sekitar 1,5 km, serta di dataran rendah yang dekat dengan permukaan
laut dan dapat dipanen dalam 75-90 hari setelah tanam (Sharma et al., 2017;
Sheahan et al., 2014). Seperti varietas millet lainnya, foxtail millet adalah
tanaman yang sangat tahan kekeringan yang cocok untuk daerah dengan curah
Komponen utama dari Foxtail millet adalah pati, protein, serat makanan,
lemak, vitamin, dan mineral. (Yang et al., 2013). Foxtail millet mengandung
hampir dua kali jumlah protein (11,2%) dibandingkan dengan beras (Saleh et al.,
2013).
gandum, dan tanaman biji-bijian yang lain karena tanaman millet sendiri adalah
tergolong ke dalam jenis tanaman biji-bijian. Foxtail Millet merupakan salah satu
jenis seralia yang baik ditanam pada kondisi kering, dengan kesuburan tanah yang
rendah dan pada suhu tinggi. Pertumbuhannya baik di tanah yang berkadar garam
Foxtail Millet dapat tumbuh di daerah dimana tanaman sereal lain seperti
jagung atau gandum tidak dapat bertahan. Biji Foxtail Millet relatif lebih memiliki
kandungan protein yang tinggi oleh karena itu millet juga memiliki keseimbangan
asam amino yang baik. Selain itu biji Foxtail Millet juga memiliki kandungan
sistin, listin, metionin yang tinggi. Foxtail Millet mengandung metionin dua kali
lemak, dan asam linolenat yang terdiri dari 4% dari total asam lemak. Foxtail
Millet memiliki inti berwarna putih, kuning, abu-abu, hijau, ungu, dan hitam.
Foxtail Millet mempunyai dua lapisan epikarp yang tebal, dan untuk
mesokarp bervariasi pada tingkat ketebalannya hal ini dikarenakan faktor genetik,
sedangkan untuk lapisan endokarp berisi sel. Foxtail Millet mempunyai beberapa
pigmen dalam perikarp yang berisi zat antinutritional. Foxtail Millet memiliki
sumber utama penyedia energi, protein, vitamin dan mineral, kaya vitamin B
teutama niacin , B6 dan folacin juga asam amino essensial seperti isoleusin,
leusin, fenilalanin dan treonin serta mengandung senyawa nitrilosida yang sangat
hipertensi).
khususnya tepung terigu. Jewawut dapat dijadikan sebagai pangan alternatif yang
2019). Gluten merupakan pro tein yang bersifat elastis dan lengket yang
13
membuat adonan menjadi kenyal serta kedap udara sehingga dapat mengembang
sifat yang terlalu lengket apabila dita mbahkan air dan sulit membentuk adonan,
fenolik dan glikoprotein yang sukar larut dan memiliki kandungan asam fitat
yang baik dan dapat membantu dalam menurunkan kadar glukosa pada penderita
sangat cocok untuk dikonsumsi oleh orang yang sedang melakukan program diet
Cemaran mikroba:
a. Angka lempeng total koloni/g maks. 1 x 106
b. E. coli APM/g maks. 10
c. Kapang koloni/g maks. 1 x 104
d. Bacillus cereus koloni/g maks. 1 x 104
Sumber: SNI 3751:2009
3. Kemasan
Kemasan adalah wadah yang digunakan untuk suatu produk agar aman,
menarik, dan mempunyai daya pikat bagi seorang yang ingin membeli produk
tentang produk yang ditawarkan. Semakin lengkap informasi yang tertera pada
kemasan akan membuat calon pembeli semakin yakin terhadap produk yang akan
pangan agar makanan atau bahan pangan baik yang belum diolah maupun yang
pembungkus untuk melindungi isi atau agar praktis dibawa kemana saja, sekarang
kondisi lingkungan yang tepat pada produk pangan. Pengemasan makanan harus
memenuhi syarat mutunya. Sebuah kemasan yang buruk bisa memberikan citra
yang jelek terhadap suatu produk yang sangat baik, bagaimanapun baiknya
yang tepat sangat penting dalam menjaga mutu produk pangan. Kemasan adalah
dan uap air, mampu melindungi produk dari kotoran, pencemarandan kerusakan
fisik, serta dapat mempertahankan mutu produk supaya tetap higienis (Herawati,
2018).
Polipropilen memiliki densitas yang lebih rendah dan memiliki titik lunak
lebih tinggi, permeabilitas gas sedang, tahan terhadap lemak dan bahan kimia
polimer dari propilen. Jenis plastik ini dikembangkan sejak tahun 1950 dengan
berbagai nama dagang, seperti : bexphane, dynafilm, luparen, escon, olefane, pro
fax. Film plastik propilen dihasilkan dari polimerasi propilen. Film ini lebih kaku,
terang, dan kuat dibandingkan polietilen, stabil pada suhu tinggi, memiliki
ketahanan yang baik terhadap lemak, permeabilitas uap air rendah, permeabilitas
gas sedang serta memiliki titik lebur tinggi sehingga sulit untuk direkat dengan
rendah yaitu 900kg/m-3 dan memiliki titik leleh lebih tinggi yaitu 140-150° C jika
sedang, tahan terhadap lemak dan bahan kimia, tahan gores, dan stabil pada suhu
Buckle et al. (1987) menyebutkan polipropilen lebih kaku, kuat dan ringan
daripada polietilen, serta stabil terhadap suhu tinggi. Plastik polipropilen yang
tidak mengkilap mempunyai daya tahan yang cukup rendah terhadap suhu tetapi
aluminium foil tersusun dari bahan logam yang hermetis, fleksibel, dan tidak
tembus cahaya sehingga memiliki sifat proteksi yang tinggi terhadap uap air
Fungsi penggunaan aluminium foil adalah sebagai barrier film. Barrier film
dari satu sisi ke sisi lainnya sehingga produk yang dikemas tetap dalam keadaan
Syarief et al. (1989) menyebutkan aluminium foil adalah bahan kemas dari
logam, berupa lembaran aluminium yang padat dan tipis dengan ketebalan kurang
dari 0.15 mm. Aluminium foil didefinisikan sebagai aluminium murni (derajat
aluminium foil mempunyai sifat hermetis, fleksibel, tidak tembus cahaya. Pada
pada bagian dalam (lapisan dalam) atau lapisan tengah sebagai penguat yang
seperti material absolut yang dapat melindungi isi produk jika dijadikan sebagai
bentuk (fleksibel) telah menghasilkan suatu bentuk yang disebut “retort pouch“.
diantaranya yaitu:
4. Penyimpanan
bahan pangan adalah suatu tata cara menata, menyimpan, memelihara jumlah,
kualitas, dan keamanan bahan pangan dengan tujuan tersedianya bahan pangan
yang siap digunakan dalam jumlah dan kualitas yang tepat sesuai dengan
Mutu produk dianggap dalam keadaan 100% pada saat baru diproduksi
dan akan menurun sejalan dengan lamanya penyimpanan. Produk pangan akan
mengalami kehilangan bobot, nilai pangan, mutu, nilai uang, daya tumbuh dan
(1928) pada komoditas jewawut dapat dilohat bahwa terdapat perubahan dalam
20
asam amino. Tetapi proses ini akan berjalan lambat selama proses pematangan
biii-bijian.
dalam kondisi yang aman sampai ke tangan konsumen. Ada beberapa hal yang
bahan pangan yang mudah rusak serta tidak mudah rusak; fasilitas penyimpanan
bahan pangan mesti sederhana serta efektif; kualitas dari bahan pangan yang
disimpan.
Bahan pangan yang mudah rusak sering disebut sebagai bahan pangan
segar/fresh food karena mesti disimpan di suhu rendah dalam kulkas atau freezer.
Contoh bahan pangan seperti ini diantaranya daging merah, ikan, susu beserta
produk turunannya. Bahan pangan yang tidak mudah rusak dapat disimpan pada
suhu ruang dalam kondisi yang baik. Contoh bahan pangan yang tidak mudah
rusak seperti tepung, beras, buah dan sayuran yang dikalengkan, biskuit, dan saus
pasta.
timbul selama penyimpanan bahan pangan dapat dibagi ke dalam lima kategori
1. Kerusakan biologis
bahan pangan serta aktivitas enzim yang menyebabkan terjadinya proses autolisis
2. Kerusakan mikrobiologis
perusak yaitu bakteri yang mudah merusak bahan pangan dengan kadar air serta
kadar protein yang tinggi; khamir yang mudah merusak bahan pangan yang
banyak mengandung gula; kapang yang merusak bahan pangan yang mengandung
karbohidrat seperti pektin, selulosa, dan pati. Kerusakan jenis ini sangat
mikroorganisme.
3. Kerusakan kimiawi
Kerusakan ini terjadi karena adanya reaksi kimia yang terjadi dalam bahan
pangan, misalnya reaksi pencokelatan pada beberapa jenis buah dan sayur; adanya
4. Kerusakan fisik
22
daging karena suhu penyimpanan terlalu rendah; tepung menjadi keras karena
5. Kerusakan mekanis
Kerusakan jenis ini terjadi karena adanya benturan pada bahan pangan
yang terjadi setelah proses pascapanen, selama distribusi bahan pangan, maupun
selama penyimpanan. Kerusakan seperti ini contohnya adalah buah yang terjatuh
pangan selama penyimpanan. Pertama, suhu. Laju reaksi biokimia terkait dengan
suhu, dengan kata lain, penyimpanan pada suhu rendah mampu memperlambat
bakteri dan fungi. Namun demikian, ada beberapa bahan pangan yang sensitif
terhadap suhu rendah, misalnya buah apel yang mengalami pencoklatan jika
disimpan pada suhu di bawah 30C; buah nanas jika disimpan pada suhu di bawah
130C maka akan mengalami pencoklatan; dan juga buah-buah lain yang tidak
cocok disimpan pada suhu rendah. Kedua, kelembaban. Jika kelembaban dari
pangan, maka bahan pangan tersebut akan menjadi lembab dalam penyimpanan.
Adanya air yang terserap ke dalam bahan pangan berpotensi ditumbuhi oleh
memasukan gas nitrogen (N2), mengeluarkan gas oksigen (O2), dan menambah
Ada beberapa hal yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan, baik
air dalam bahan pangan /water activity (Aw); nilai pH dan total keasaman;
oksigen; nilai gizi; kandungan mikrobiologis yang ada dalam bahan pangan;
potensi biokimia seperti enzim, dan reaktan kimia; penggunaan pengawet alami ke
dalam makanan seperti garam. Sementara itu, faktor ekstrinsik meliputi suhu dan
5. Kadar Protein
Protein merupakan salah satu sumber gizi yang penting bagi tubuh
manusia. Protein memili peran penting dalam keberadaan hidup sel tubuh dan
asam amino dan termasuk zat gizi makro yang dibutuhkan tubuh. Protein
memiliki peran dalam makhluk hidup dan bertanggung jawab untuk fungsi dan
ciri-ciri makhluk hidup. Protein mengandung 50-50% atom carbon (C), 20-23%
atom oksigen (O), 12-19% atom nitrogren (N), 6-7% atom hydrogen (H), dan 0,2-
karbohidrat dan lemak tidak tercukupi. Protein berfungsu sebagau pengangkut zat
gizi dan molekul lainnya, dalam membran sel terdapat protein transpor yang
6. Kadar Air
Air merupakan salah satu unsur penting dalam bahan pangan, meskipun
biokimiawi. Air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa bahan
pangan (Winarmo, 2004). Kadar air merupakan salah satu aspek terpenting dalam
produk tersebut. Kadar air yang melebihi 12% dapat memacu pertumbuhan
mikroba, sedangkan kadar air yang rendah dapat memperpanjang masa simpan
suatu produk (Aryee, et al., 2006). Kadar air dalam bahan pangan berhubungan
dengan mutu bahan pangan, sebagai pengukur bagian bahan kering atau padatan,
a. Air bebas, air terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan pori-pori yang terdapat
b. Air terikat secara lemah dikarenakan air ini teradsorbsi pada permukaan koloid
makromolekuler seperti protein, pektin pati, dan selulosa. Air ini masih memiliki
c. Air terikat secara kuat, air ini membentuk hidrat. Ikatan air ini bersifat ionik
sehingga relatif sukar dihilangkan dan tidak dapat membeku meskipun pada 0oF.
7. Kadar Abu
Kajian penelitian yang relevan dalam penelitian ini antara lain penelitian
yang dilakukan oleh Karyadi et al., (2009) dengan judul penelitian “Pengaruh
dan lama penyimpanan terhadap jumlah mikroba dan terhadap uji organoleptik
tepung pisang gablok agar kualitas tepung yang berupa tekstur, bau, rasa dan
perendaman.
antosianin dan aktifitas antioksidan tepung beras hitam. Hasil penelitian ini
“Profil dan Laju Perubahan Mutu Tepung Kecambah Kacang Hijau Selama
Penyimpanan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profile mutu dan laju
perubahan mutu fisik tepung kecambah kacang hijau dalam kemasan selama
kemasan berpengaruh nyata terhadap mutu fisik tepung yaitu kadar air, volume
spesifik, kelarutan, indeks kecoklatan, dan sudut repos, sedangkan untuk mutu
sensori hanya berbeda pada aroma dan beda tidak nyata untuk warna dan tekstur.
C. Kerangka Pikir
yang memiliki keunggulan dan potensi dalam industri pangan. Jewawut adalah
tanaman ekonomi minor namun m emiliki nilai kandungan gizi yang mirip
dengan tanaman pangan lainnya seperti padi, jagung dan tanaman biji-bijian
yang lain kerena jewawut sendiri tergolong ke dalam jenis tanaman serelia.
Dalam penanganan pascapanen jewawut ada tiga hal penting yang harus
atau hingga tingkat kadar air biji jewawut sekitar 12%. Proses perontokan
alu atau dengan mesin perontok sehingga didapatkan bulir biji yang masih
berkulit. Biji jewawut yang telah dirontokkan dipisahkan dari kotoran kemudian
Cara ini berguna untuk melanjutkan proses pengerian dan asap api berfungsi pula
sebagai pengendalian hama selama penyimpanan. Namun jumlah biji yang dapat
disimpan dengan cara ini sangat terbatas. Jika biji jewawut disimpan dalam
penyimpanan biji jewawut dengan kelembaban dibawah 14% dan suhu dibawah
biokimia dan mikroorganisme. Sebelum disimpan biji harus kering, bersih dan
utuh.
selama ini hanya lebih memanfaatkan biji jewawut sebagai pakan burung.
Padahal biji jewawut ini banyak mengandung nutrisi dan sangat layak untuk
tepung terigu karena selain karbohidratnya lebih tinggi dibanding gandum, juga
tinggi yang belum diketahui ketahan tepung yang dikemas dengan menggunakan
berbagai bahan pengemas karena produk setengah jadi seperti tepung sangat
dipengaruhi oleh kadar air. Jenis kemasan sangat beragam dan salah satu jenis
Keunggulan kemasan plastik pada sifatnya yang kuat tetapi ringan, inert, tidak
pikir untuk menjelaskan alur dalam penelitian ini. Kerangka pikir penelitian
Jewawut
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan kajian-kajian pustaka yang relevan,
kemasan dan lama penyimpanan , ada atau tidaknya interaksi antara jenis kemasan
Adapun perlakuan jenis kemasan (K1 dan K2) dan lama penyimpanan (P1,
P2, P3, P4, dan P5) yang digunakan dapat dilihat pada tebel.
29
30
Keterangan:
K : Jenis Kemasan
B. Desain Penelitian
Penelitian ini terdapat dua faktor perlakuan yaitu jenis kemasan (K1 dan
K2) dan lama penyimpanan (P1, P2, P3 P4 dan P5). Dengan demikian banyaknya
protein, kadar air, kadar abu, dan organoleptik (warna, tekstur, dan aroma).
1. Model Penelitian
kombinasi perlakuan jenis kemasan dan lama penyimpanan (ij) (taraf ke-i
dari faktor jenis kemasan dan taraf ke-j dari faktor lama penyimpanan).
(αβ)ij : Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor jenis kemasan dan taraf ke-j faktor
lama penyimpanan
εijk : Galat/eror
2. Asumsi Pengujian
e. (αβ)ij = (αβ)ij
f. εijk timbul secara acak, menyebar secara normal dengan nilai tengah nol dan
ragam σ2, atau dituliskan E (εij) = 0, E (ε2ij) = σ2 atau disingkat εij~NI (0, σ2)
1. Waktu
2. Tempat
a. Bahan
b. Alat
mesh, timbangan, oven, platik polipropilen, dan plastik aluminium foil. Alat-alat
yang digunakan dalam analisis adalah Erlenmeyer, gelas kimia, labu ukur, pipet
ukur, bulmb pipet, biuret asam basa, pipet tetes, cawan aluminium, cawan
1. Kemasan adalah suatu wadah atau pembungkus yang memiliki fungsi untuk
dikemas.
2. Lama penyimpanan adalah rentang waktu dari bahan pangan akan tetap aman,
3. Kadar air adalah persentasi kandungan air yang terdapat dalam sebuah bahan
4. Kadar protein adalah zat pada bahan pangan yang memiliki fungsi sebagai
bahan bakar atau sumber energi dalam tubuh sebagai zat pengatur.
5. Kadar abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.
6. Warna adalah corak rupa yang dihasilkan dari tepung jewawut selama
penyimpanan.
penyimpanan.
8. Aroma adalah bau khas yang dihasilkan tepung jewawut selama penyimpanan.
F. Prosedur Penelitian
Tahap persiapan yang dilakukan meliputi persiapan seluruh alat dan bahan
yang akan digunakan pada proses penelitian. Persiapan bahan yaitu pemilihan biji
memilih biji jewawut yang baik. Kemudian biji jewawut ditimbang sebanyak
2000 g dan direndam dalam air 2000 ml air pada kondisi lingkungan. Perendaman
oven pengering selama 5 jam pada suhu 60°C, kemudian biji digiling (dengan
bantuan blender) untuk mendapatkan tepung dan diayak dengan ukuran 70 mesh
Pengayakan 70 mesh
jewawut yaitu dengan menentukan bahan pengemas yang cocok. Bahan pengemas
yang digunakan dalam penelitian ini adalah plastik, karena kemasan plastik
air, O2 dan CO2 (Nurminah, 2002). Keunggulan lain dari kemasan plastik adalah
dapat melindungi produk dari perubahan kadar air karena bahan kemasan plastik
dapat menghambat terjadinya penyerapan uap air dari udara (Rahayu et al., 2005).
Jenis kemasan yang digunakan yaitu plastik jenis polipropilen (PP) dan plastik
kemasan plastik yang telah dipersiapkan dan diberi label sesuai perlakuan. Tepung
jewawut yang telah dikemas dengan plastik polipropilen (PP) dan plastik alufo
1. Metode Observasi
mengamati secara langsung suatu keadaan ataupun situasi dari objek penelitian.
2. Pengujian di Laboratorium
mengikat asam amino yang dalam hal ini mewakili jumlah protein kemudian di
1.) Bahan yang sudah dihaluskan ditimbang sebanyak 10 gram, setelah itu
2.) Selanjutnya, bahan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Tambahkan
jenuh(K-oksalat : air, yaitu 1:3) dan indikator PP 3 tetes. Campuran larutan ini
4.) Larutan sampel dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N sampai warna larutan
NaOH 0.1 N sampai warna larutan sampel kembali berwarna merah jambu.
6.) Larutan blanko dibuat dari 20 ml akuades yang ditambahkan dengan larutan
K-oksalat jenuh sebanyak 0.4 ml, indikator PP 3 tetes, dan larutan formaldehid
40% sebanyak 2 ml. Larutan blanko ini selanjutnya dititrasi dengan larutan NaOH
7.) Titrasi formol adalah titrasi terkoreksi yang diperoleh dari titrasi kedua
Pengurangan bobot yang terjadi merupakan kandungan air yang terdapat dalam
bahan. Menurut Ahadi et al (2019) prinsip penetapan kadar air dengan metode
oven atau termogravimetri yaitu menguapkan air dalam bahan dengan cara
pengeringan serta penimbangan bahan sampai berat konstan airtinya semua air
Cara kerja metode ini, yaitu: cawan aluminium dipanaskan dalam oven
menit lalu ditimbang (W0). Kemudian sampel sebanyak 2 gram dimasukkan pada
cawan yang telah diketahui bobotnya dan ditimbang (W1), lalu dikeringkan dalam
oven pada suhu 105°C selama 3 jam, kemudian didinginkan dalam desikator
selama 15-30 menit, kemudian cawan dan isinya ditimbang dan dipanaskan
( W 1−W 2 )
Kadar air ( % )= x 100 %
(W 1−W 0 )
Keterangan:
W0: berat cawan kosong
W1: berat cawan + sampel awal (sebelum pemanasan dalam oven)
W2: berat cawan + sampel awal (setelah pendinginan dalam desikator)
c. Analisis Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik,
kadar abu suatu bahan tergantung dari bahan dan cara pengabuannya. Penetapan
kadar abu penting untuk beberapa alasan dan merupakan bagian dari analisis
(2013) tujuan dari penentuan kadar abu adalah untuk menentukan baik tidaknya
suatu proses pengolahan dan sebagai parameter nilai gizi bahan makanan.
yaitu: Cawan porselin yang telah bersih dipanaskan menggunakan oven pada suhu
39
didinginkan dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang (W1) dan dihitung
kadar abunya.
W 1−W 2
Kadar abu ( % )= x 100 %
W0
Keterangan:
W0: berat sampel awal (g)
W1: berat cawan + sampel awal (setelah pendinginan dalam desikator)
W2: berat cawan kosong
d. Uji Organoleptik
merupakan uji untuk mendeteksi perbedaan yang kecil antara produk. Pada uji
pembedaan segitiga ini, sampel yang diujikan diberi kode secara acak dan
pengujian ini dilakukan pada kelompok panelis semi terlatih dengan berjumlah 20
orang. Panelis harus menunjukkan satu sampel yang berbeda dengan menuliskan
angka 1 dan apabila sampel sama dituliskan angka 0. Uji organoleptik ini berupa
uji penilaian sensori tepung jewawut. Parameter yang diuji meliputi warna, tekstur
dan aroma.
40
Hasil penyimpulan data dari penelitian ini Hasil penyimpulan data dari
penelitian ini berdasarkan dari hasil uji persyaratan analisis data, jika data sudah
(normal dan homogen) maka data dianalisis menggunakan analisis sidik ragam
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian memuat penyajian data berupa deskripsi data, uji
1. Deskripsi Data
Dalam penelitian ini, lama penyimpanan tepung jewawut yaitu 0 hari, 14
hari, 28 hari, 42 hari dan 56 hari dengan menggunakan 2 (dua) jenis kemasan,
yakni kemasan plastik PP dan plastik aluminium foil. Mutu tepung jewawut
berdasarkan uji kimia yang akan diamati adalah kadar protein, kadar air, dan
kadar abu.
Kadar protein merupakan suatu zat yang sangat penting bagi tubuh karena
zat ini disamping berfungsi sebagai zat pengatur dan zat pembangun juga
berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh. Ada interaksi nyata antara jenis
kemasan dan lama waktu penyimpanan terhadap kadar protein tepung jewawut.
yang sangat drastis. Kadar protein tepung jewawut disajikan pada Gambar….
Berikut:
42
18
Nilai Rata-rata Kadar Protein (%) 16 15.4215.25
13.81
14 12.94
12 11.05
10 9.19
8 7.17
5.79 5.26
6
4 2.74
2
0
0 Hari 14 Hari 28 Hari 42 Hari 56 Hari
Lama Waktu Penyimpanan
Gambar 4.1
Kadar Protein Tepung Jewawut
Berdasarkan Gambar… diatas diketahui bahwa parameter uji kadar protein pada
adalah penyimpanan dengan plastik PP sebesar 2.74% pada hari ke-56 sedangkan
tepung jewawut dengan kemasan plastik aluminium foil pada hari ke-56 hanya
Kadar air merupakan salah satu indikator dalam penyimpanan suatu bahan
pangan. Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya
simpan dari bahan pangan tersebut. Semakin tinggi kadar air pada bahan pangan
maka semakin pendek daya simpan bahan pangan tersebut begitupun sebaliknya.
Pada penelitian ini dilakukan analisis kadar air pada berbagai jenis kemasan dan
43
lama penyimpanan tepung jewawut. Dapat dilihat hasil pengujian analisis kadar
1.2
1.07
1
Nilai Rata-rata Kadar Air (%)
0.8
0.6 0.54
0.46 0.46
0.4
0.3
0.26
0.21
0.2 0.12
0.08 0.08
0
0 hari 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari
Lama Waktu Penyimpanan
Berdasarkan hasil analisis terhadap parameter uji kadar air pada tepung
tertinggi sebesar 1.07% pada hari ke-56 sedangkan kadar air pada tepung jewawut
yang menggunakan plastik Alufo pada hari ke-56 hanya mengalami peningkatan
sebesar 0.46%.
Kadar abu adalah bahan sisa proses pembakaran atau pengabuan yang
tidak memiliki nilai kalor dan sudah tidak memiliki unsur karbon (Fatriani et al.,
44
2018). Kadar abu berkaitan dengan jumlah mineral yang terdapat dalam bahan
0.60
0.50 0.49
Nilai Rata-rat Kadar Air (%)
0.40
0.34
0.30 0.27
0.24
0.22
0.19
0.20 0.18
0.13
0.10 0.08 0.08
0.00
0 Hari 14 Hari 28 Hari 42 Hari 56 Hari
Berdasarkan Gambar diatas diketahui bahwa parameter uji kadar abu pada
yang tertinggi sebesar 0.49 % pada hari ke-56 sedangkan tepung jewawut dengan
kadar abu pada hari ke-56 hanya sebesar 0.27%. walaupun mengalami kenaikan
sampel sehingga dilakukan uji segitiga. Panelis yang digunakan yaitu 25 orang
panelis tidak terlatih. Pengujian mutu tepung jewawut dilakukan terhadap warna,
ORGANOLEPTIK
7 6.01
6 5.59
4.74
Nilai Rata-rata
5
4 3.463.46
3.04
3 2.62
2.192.19
2 1.34
0.92
1 0.49 0.49
0.070.07
0
0 Hari 14 Hari 28 Hari 42 Hari 56 Hari
Lama Waktu Penyimpanan
Gambar 4.4
berbagai jenis kemasan tingkat perbedaan yang signifikan terjadi pada mutu
1. Warna
Pada umumnya mutu bahan pangan tergantung dari berbagai faktor antara
lain rasa, tekstur, nilai gizi dan warna. Warna pada suatu produk menjadi kesan
awal terciptanya penilaian terhadap suatu produk dan sebagai parameter utama
segitiga pada tepung jewawut dilakukan untuk menilai ada tidaknya perbedaan
memiliki warna putih kecoklatan. Hasil analisis uji segitiga terhadap parameter
warna antara tepung jewawut yang dikemas plastik PP dan plastik aluminium foil.
Pada penyimpanan hari ke-56 warna tepung jewawut yang dikemas dengan plastik
kecoklatan.
2. Aroma
dirasakan oleh alat panca indra hidung. Aroma merupakan sifat mutu yang sangat
cepat memberikan kesan bagi konsumen, karena aroma merupakan faktor yang
sangat berpengaruh pada daya terima konsumen terhadap suatu produk (Tobri,
bahwa data yang diambil berasal dari populasi distribusi normal atau
bahwa data sampel berasal dari sebaran data yang memiliki varian
a. Uji Normalitas
(terlampir), kadar air tabel ( ), kadar abu tabel ( ), dan hedonik tepung
b. Uji Homogenitas
L./
DAFTAR PUSTAKA
49
Nano Partikel TiO2. Jurnal Sains Materi Indonesia vol 14 (02): 114-119. Balai
Besar Kimia dan Kemasan-Kementerian Perindustrian.
Fatanyi, A.I., Patimah, S., & Yusriani. 2021. Intervensi Pemberian Tepung
Jewawut (Setaria italica) Dan Edukasi Terhadap Perubahan Gula Darah Pada
Penderita Prediabetes Di Puskesmas Bara-Baraya Kota Makassar 2019. J.
Fenomena Kesehatan vol 04(01): 500-505. Universitas Muslim Indonesia.
Fatriani, Sunardi & Arfianti. 2018. Kadar Air, Kerapatan, Dan Kadar Abu Wood
Pellet Serbuk Gergaji Kayu Galam (Melaleuca cajuputi roxb) Dan Kayu Akasia
(acacia mangium wild). Jurnaal Enviro Scienteae vol 14(01):77-81. Universitas
Lampung Mangkurat.
Fiardy, A. 2013. Penentuan Umur Simpan Keripik Ubi Jalar Dan Keripik Talas
Dalam Kemasan Plastik Dan Aluminium Foil. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Firdhausha, A. S. 2017. Kajian Perbandingan Tepung Terigu (Triticum aestivum)
Dengan Tepung Jewawut (Setaria italica) Terhadap Karakteristik Roti Manis.
Skripsi. Universitas Pasundan Bandung.
Fitriania, Sugiyono, dan Purnomo, E. H. 2013. Pengembangan Produk Makaroni
dari Campuran Jewawut (Setaria italica) Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas) dan
Terigu (Triticum aestivum L). Jurnal Pangan vol 02(04):349-364.
Furqon, A., Maflahah, A., & Rahman, A. 2016. Pengaruh Jenis Pengemas dan
Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Produk Nugget Gembus. J. Agrointek vol
10(02).
Grandison. 2012. Food Processing Handbook 2nd edition. Weinheim: Wiley-
VCH.
Herawati, H. 2018. Penentuan Umur Simpan Pada Produk Pangan. Jurnal Litbang
Pertanian 27(4). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
Hidayat, C. A. 2019. Karakteristik Mie Basah Dari Tepung Jewawut (Setaria
italica L) Termodifikasi Secara Fermentasi Menggunakan Lactobacillus
acidophilus dan Waktu Fermentasi Bervariasi. Skripsi. Universitas Pasundan.
Hijrianti, S. & Widodo, S. 2010. Subsitusi Tepung Jewawut Pada Kue Kasippiq
Di Desa Bonde Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali Mandar. Sinergitas
Multidisiplin Ilmu Pengetahuan dan Teknologi vol 01. ISSN: 2622-0520.
Indrastuti. 2018. Penentuan Standard Operating Procedure (SOP) Pada Dodol
Jewawut. Jurnal Galung Tropika 07(02). Universitas Sulawesi Barat.
Indrianty, Y. 2010. Higiene dan Sanitasi Pengolahan Roti Pada Pabrik Roti DI
Desa Kampung Lalang Kecamatan Sunggal Medan. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Sumatera Utara.
51
Priyanto, G., Sari, G., & Hamzah, B. 2005. Profil dan Laju Mutu Tepung
Kecambah Kacang Hijau Selama Penyimpanan. Jurnal Agribisnis dan Industri
Pertanian vol 07(03). Universitas Sriwijaya.
Putra, I.W.A.P., Kartika, R., & Panggabean, A.S.2017. Pembuatan Bioetanol Dari
Biji Jewawut (Setaria italica) Dengan Proses Hidrolisis Enzimatis dan Fermentasi
Oleh Saccharomyces cerevisiae. Jurnal Kimian Mulawarman vol 14(02).
Universitas Mulawarman.
Rahayu, W.P., Nabanan, S., Budijanto & D. Syah. 2005. Pengemasan,
Penyimpanan, Dan Pelabelan. Badan Pengawasan Obat Dan Makanan : Jakarta.
Ridwan, Handayani, I., & Witjaksono.2018. Respon Tanaman Jewawut (Setaria
italica (L.) P. Beauv) Terhadap Kondisi Cahaya Rendah. Jurnal Biologi Indonesia
vol 14(01):23-32. LIPI.
Ridwansyah, 2003. USU Digital Library I Pengolahan Kopi. Jurusan Teknologi
Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Rini, D. S. 2018. Potensi Aksesi Lokal Jewawut (Setaria itaica (L.) P. Beauv)
Seabagai Pangan Aletrnatif Dilahan Kering Pulau Sumba NTT. Pusat Penelitian
Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. ISSN: 2527-533X.
Robertson, Gordon. L. 1993. Food Packaging: Principles and Practice. Marcel
Dekker, Inc., New York.
Rukmini, L., Legowa, A.M., & Dwiloka, B. 2015. Total Polifenol dan Aktivitas
Antioksidan Youguhrt dengan Penambahan Tepung Jewawut. Jurnal
Pengembangan Penyuluhan Pertanian vol 11(22).
Saleh, A.S.M., Zhang, Q., Chen, J., & Shen, Q., 2013. Millet grains: Nutritional
Quality, Processing and Potential Healt Benefits. Compr, Rev Food Sci. Food Saf.
12(3), 281-295.
Santoso, S. 2012. Panduan Lengkap SPSS Versi 20. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Sera, A. C. 2017. Penyimpanan Pangan. Materi Ajar Ilmu Pangan Dasar.
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Palangkaraya.
Setiadi, Y., Sunarto., & Hutagalung, S.P. Potensi Tepung Jewawut dalam
Meningkatkan Kadar Fe dan Daya Terima Nugget Ayam. Jurnal Riset Kesehatan
vol4(02). Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang.
Sharma, R., Girish, A.G., Upadhyaya, H.D., Humayun, P., Babu, T.K, & Rao,
V.P. 2014. Identification of Blast Resistance in a Core Collection of Foxtail Millet
Germplasm. Plant Dis. 98(4),519-524.
53
Sheahan, C.M. 2014. Plant Guide For Foxtail Millet (Setaria italica). USDA-
Natural Resources Conservation Service, Cape May Plant Materials Center.
Sudarmadji, S., Haryono., & Suhardi. 2013. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty Yogyakarta: Yogyakarta.
Sulistyaningrum, A., Rahmawati, & Aqil, M. 2017. Karakteristik Tepung
Jewawut (Foxtail Millet) Varietas Lokal Majene Dengan Perlakuan Perendaman.
Jurnal Peneliti Pascapanen Pertanian vol 14(01):11-21. Balai Penelitian
Tanaman Serelia.
Susanto, A., Patimah, S., Idris, F. P. 2020. Intervensi Pemberian Tepung Jewawut
(Setaria italica) Dan Edukasi Terhadap Perubahan Kolesterol Total Pada
Penderita Prediabetes Di Puskesmas Bara-Baraya Kota Makassar 2019.
Syarief, et.al. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Tugas Akhir. Jurusan PAU
Pangan Dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tabel Komposisi Pangan Indonesia. 2009. Persatuan Ahli Gizi Indonesia. Elex
Media Komputindo: Jakarta.
Takahashi, E. & Kiyosha, S. 1928. The Change Of Barley Proteins. 1- The
Change Of Protein On Storage. Bulletin of Agricultural Chemistry Society of
Japan 4:55-56.
Tejasari. 2005. Nilai Gizi Pangan. Yogyakarta : PT Graha Ilmu.
Tirajoh, S. 2015. Pemanfaatan Jewawut (Setaria italica) Asal Papua Sebagai
Bahan Pakan Pengganti Jagung. Jurnal Waitazoa vol 25(03):117-124.
Tobri, M. 2006. Kualitas Fisik dan Organoleptik Daging Ayam Boiler Yang
Ransumnya diberi Penambahan Minyak Ikan yang Mengandung Omega-3.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Trimulyono, H. 2008. Penerimaan Konsumen Terhadap Minyak Goreng Curah
Yang difortifikasi Vitamin A. Skripsi.
Trinitasari, S. 2011. Pengaruh Ekstrak Tepung Jewawut Terhadap Poliferasi Sel
Limfosit Manusia Secara In Vitro. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Winarmo, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Yogyakarta. Universitas Gadjah
Mada.
Yang, X.S.; Wang, L.L.; Zhou, X.R.; Shuang, S.M.; Zhu, Z.H.; Li, N.; Li, Y.; Liu,
F.; Liu, S.C.; Lu, P.; & Ren, G.X. 2013. Determination of protein, fat, starch, and
amino acids in foxtail millet [Setaria italica (L.) Beauv.] by Fourier transform
near-infrared reflectance spectroscopy. Food Sci. Biotechnol., 22(6), 1495–1500.
54
Yustini, P.E., Saragih, B., & Ramayana, S. 2019. Karakteristik Fisikokimia, Sifat
Fungsional dan Nilai Gizi Biji dan Tepung Jagaq (Setaria italica). Jurnal Riset
Teknologi Industri vol 13(02). Universitas Mulawarman.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Format Uji Segitiga
Tanggal Pengujian :
Nama :
Produk :
Intruksi :
Dihadapan anda terdapat 3 sampel dimana terdapat dua sampel yang sama dan
satu sampel berbeda. Anda diminta untuk menentukan sampel mana yang berbeda
dengan menuliskan angka 1 dan sampel yang sama dituliskan angka 0 pada kolom
dibawah ini:
Kode Sampel Kriteria Penilaian
Warna Tekstur Aroma
Komentar:................................................................................................................
.................................................................................................................................
Saran: ......................................................................................................................
.................................................................................................................................
55