Anda di halaman 1dari 64

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH JENIS KEMASAN DAN LAMA PENYIMPANAN


TERHADAP MUTU TEPUNG JEWAWUT (Setaria italica)

THE INFLUENCE OF TYPES OF PACKAGING AND DURATION OF


STORAGE TIME ON THE QUALITY OF JEWAWUT (Setaria italica)
FLOUR

ALDA INTISARI PUTRI


1827041033

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini, menerangkan bahwa:
Nama : Alda Intisari Putri
Nim : 1827041033
Program Studi : Pendidikan Teknologi Pertanian
Judul :Pengaruh Jenis Kemasan dan Lama
Penyimpanan Terhadap Mutu Tepung
Jewawut (Setaria italica)
Proposal yang disusun oleh mahasiswa tersebut di atas, telah kami
periksa dan dinyatakan memenuhi syarat untuk Melaksanakan
Seminar Proposal.
Makassar, 14 Februari 2022

Dr. Ir. Nur Rahmah, M.Si Reski Febyanti Rauf, S.TP., M.Si
Pembimbing I Pembimbing II

Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Teknologi Pertanian

Dr. Ir Andi Sukainah, S.TP., M.Si., IPM


NIP. 197110423 199801 2 001

DAFTAR ISI

ii
DAFTAR ISI
Halaman judul...................................................................................................i
Halaman Pengesahan........................................................................................ii
Daftar Isi..........................................................................................................iii
Daftar Tabel......................................................................................................iv
Daftar Gambar..................................................................................................v
Daftar Lampiran................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................4
C. Tujuan Penelitian.........................................................................................4
D. Manfaat Penelitian.......................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori.................................................................................................6
B. Kajian Penelitian yang Relevan...................................................................23
C. Kerangka Pikir.............................................................................................25
D. Hipotesis Penelitian.....................................................................................26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian............................................................................................28
B. Desain Penelitian..........................................................................................29
C. Waktu dan Tempat Penelitian......................................................................30
D. Bahan dan Alat.............................................................................................31
E. Definisi Oprasional Variabel........................................................................31
F. Prosedur Penelitian.......................................................................................32
G. Teknik Pengumpulan Data...........................................................................34
H. Teknik Analisis Data...................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................40

iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Perbandingan Kandungan Gizi Jewawut dan Sumber Karbohidrat Lainnya 9

Tabel 2. Karakteristik Fisikokimia Tepung Jewawut................................................ 13

Tabel 3. Syarat Mutu Tepung..................................................................................... 14

Tabel 4. Perlakuan Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan..................................... 28

iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Jewawut (Setaria italica)................................................................7
Gambar 2. Struktur Biji Jewawut.....................................................................10
Gambar 3. Diagram Alir Kerangka Pikir .........................................................26
Gambar 4. Proses Pembuatan Tepung Jewawut...............................................33

v
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Format Uji Organoleptik (uji triangle).........................................45

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Jewawut merupakan salah satu jenis komoditas pangan lokal yang

memiliki sumber karbohidrat yang tinggi. Jewawut merupakan salah satu bahan

pangan yang merupakan golongan dari serealia yang mengandung zat besi dan

karbohidrat sehingga dapat dijadikan salah satu sumber makanan pokok pengganti

beras. Dalam tabel Komposisi Pangan Indonesia (KPI) 2009 dapat diketahui

bahwa kandungan zat besi jewawut adalah 5,3%. Selain itu jewawut juga

mengandung beberapa zat gizi lainnya seperti protein, vitamin B, dan juga asam

amino essensial seperti isoleusin, leusin, fenilllalanin, dan treonin (Setiadi et al,

2015). Tepung jewawut ini memiliki karakteristik seperti tepung terigu sehingga

diharapkan dapat menekan tingkat ketergantungan masyarakat terhadap tepung

terigu yang semakin hari harganya semakin meningkat (Sulistyaningrum et al.,

2017).

Jewawut memiliki bentuk seperti bulir dengan panjang antara 8-18 cm.

Setiap bulir memiliki tangkai malai sepanjang 25-30 cm, tegak atau melengkung.

Warna bulir tanaman jewawut beraneka ragam, mulai dari hitam, kuning, ungu,

merah, sampai jingga kecoklatan. Tanaman jewawut dapat tumbuh pada tanah

yang kering serta dapat beradaptasi dengan baik pada wilayah yang kurang subur.

Hal inilah yang menyebabkan makanan ini banyak di tanam oleh masyarakat

khususnya pada musim kemarau. Tanaman jewawut ini memiliki kandungan gizi

yang lebih baik dibanding beras dan jagung. Kandungan gizi yang dimiliki

1
2

jewawut yaitu karbohidrat 84,2%, protein 10,7%, lemak 3,3%, dan serat 1,4%

(Badan Litbang Pertanian, 2017).

Pada dasarnya berbagai jenis tepung mempunyai sifat higroskopis, yang

merupakan kondisi dimana terjadi penggumpalan pada beberapa bagian tepung

akibat peningkatan kadar air selama penyimpanan, termasuk pada tepung jewawut

sehingga akan sangat mudah sekali bagi tepung jewawut mengalami kerusakan

akibat penyerapan uap air dari lingkungannya. Lingkungan yang memiliki kondisi

lembab mengakibatkan berubahnya mutu dari tepung itu sendiri karena terjadinya

penyerapan uap air yang cukup besar. Jika saat penyimpanan tepung mengalami

kenaikan kadar air yang tinggi, maka tepung tersebut akan mengalami kerusakan

berupa kemunduran mutu seperti tumbuhnya jamur, timbulnya aroma apek,

adanya gumpalan, dan munculnya kapang.

Penyerapan uap air oleh tepung dari lingkungan berkaitan erat dengan RH

(kelembaban) lingkungan penyimpanannya. Peningkatan kadar air dapat

menimbulkan kerusakan fisik, kimia hingga mikrobiologi selama masa simpan.

Setiap bahan pangan dirusak oleh mikroba yang berbeda, tergantung pada jenis

bahan pangan, kondisi lingkungan dan cara penyimpanannya. Misalnya daging

kebanyakan dirusak oleh bakteri, biji- bijian kebanyakan dirusak oleh kapang,

sari buah kebanyakan dirusak oleh khamir. Keberadaan mikroba dalam bahan

makanan sebagian besar akan menimbulkan penyakit, keracunan, kemunduran

mutu, dan matinya kehidupan.

Kemasan memiliki peran sangat penting dalam mempertahankan mutu

suatu bahan pangan. Jenis kemasan akan sangat berpengaruh terhadap mutu
3

tepung selama penyimpanan. Pengemasan yang tepat dapat meningkatkan masa

simpan dan mempertahankan nilai gizi bahan pangan (Dwiari, 2008). Menurut

Buckle et al., (2009), fungsi paling mendasar dari kemasan adalah untuk

mewadahi dan melindungi produk dari kerusakan-kerusakan, sehingga lebih

mudah disimpan, diangkut dan dipasarkan.

Produk-produk dengan kandungan karbohidrat tinggi seperti tepung

merupakan bahan-bahan makanan kering yang sering terkontaminasi seperti

jamur, karena kondisi pengemasan maupun penyimpanannya. Selain itu macam

kemasan juga akan berpengaruh terhadap kadar air sehingga memungkinkan

timbulnya mikroba selama masa simpan. Saat ini jenis kemasan pangan yang

digunakan sangat beragam seperti kemasan kertas, gelas, kaleng/logam, plastik,

dan kemasan komposit atau kemasan yang merupakan gabungan dari beberapa

jenis bahan kemasan, misalnya gabungan antara kertas dan plastik, kertas dan

logam. Masing- masing jenis bahan kemasan ini mempunyai karakteristik

tersendiri, dan ini menjadi dasar untuk pemilihan jenis kemasan yang sesuai untuk

produk pangan (Elisa dan Mimi, 2006).

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk menanggulangi kerusakan

mutu akibat penyimpanan yang terlalu lama. Salah satunya adalah penggunaan

berbagai jenis kemasan. Kemasan yang digunakan harus mampu melindungi

produk dari cemaran lingkungan yang tidak hanya menyebabkan produk menjadi

rusak juga mempercepat penurunan mutu produk tersebut (Ridwansyah, 2003)

Oleh kaena itu peneliti tertarik untuk mengangkat judul penelitian “Pengaruh

Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Tepung Jewawut”


4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan rumusan masalah dalam

penelitian ini yaitu:

1. Apakah jenis kemasan berpengaruh terhadap mutu tepung jewawut (Setaria

italica)?

2. Apakah lama penyimpanan berpengaruh terhadap mutu tepung jewawut

(Setaria italica)?

3. Apakah ada interaksi antara jenis kemasan dan lama waktu penyimpanan

terhadap mutu tepung jewawut (Setaria italica)?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan tujuan dari penelitian

ini yaitu:

1. Untuk mengetahui pengaruh jenis kemasan terhadap mutu tepung jewawut

(Setaria italica).

2. Untuk mengetahui pengaruh lama penyimpanan terhadap mutu tepung

jewawut (Setaria italica).

3. untuk mengetahui ada tidaknya interaksi antara jenis kemasan dan lama waktu

penyimpanan terhadap mutu tepung jewawut (Setaria italica)

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain

sebagai berikut:
5

a. Bagi pembaca, menambah wawasan mengenai pengaruh jenis pengemasan

dan lama penyimpanan terhadap mutu tepung jewawut.

b. Bagi pengembangan ilmu, sebagai literatur, bahan bacaan dan bahan informasi

bagi penelitian-penelitian serupa.

c. Bagi masyarakat, memberikan informasi kepada masyarakat bahawa tepung

jewawut (S. italica) memiliki nutrisi yang tinggi dan bermanfaat untuk

kesehatan.

d. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam

mengadakan pelatihan dan pengembangan dalam pemanfaatan tepung

jewawut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Jewawut (Setaria italica)

Jewawut merupakan salah satu tanaman pangan. Tanaman milet (sejenis

serelia berbiji kecil) ini pernah menjadi makanan pokok masyarakat Asia Timur

dan Tenggara sebelum mereka bercocok tanam tumbuhan serelia lainnya

(Hildayanti, 2012). Terdapat sebanyak 5 komoditi tanaman jewawut yang

dibedakan menjadi Pearl millet, Finger millet, Foxtail millet, Proso millet dan

Japanese millet. Jewawut merupakan tanaman golongan rumput. Rumpunnya

rapat dengan tinggi sekitar 96,93-171,67 cm. Memiliki perakaran yang rapat-

rapat, dengan akar sekunder atau akar buku muncul pada buku pertama ketika

tanaman jewawut telah menghasilkan dua atau tiga helai daun. Batang jewawut

berumpun, bulat, berongga, dibatasi oleh buku (node). Daun jewawut berwarna

hijau merupakan daun yang tidak lengkap yang terdiri dari helaian daun dan

pelepah daun. Helaian daun berbentuk pita dengan ujung daun berbentuk pointed

atau meruncing. Perbungaan jewawut berupa malai menyerupai bulir. Tanaman

jewawut dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah, dari tanah berpasir

sampai tanah liat (Ridwan et al., 2018).

Secara umum jewawut memiliki taksonomi sebagai berikut:

Kingdom : Plantae
Devisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Poales
Family : Poaceace
Sub family : Panicoideae

6
7

Genus : Setaria

Spesies : Setaria italica

Gambar 2.1 Jewawut (Setaria italica)


Sumber: Pinterest

Sebagian besar masyarakat belum mengenal jewawut sebagai sumber

pangan sehingga selama ini tanaman jewawut hanya dijadikan sebagai pakan

burung (Hidayat,2019). Jewawut sebagai sumber pangan alternatif memiliki nilai

gizi yang tidak kalah dibandingkan dengan jenis-jenis tanaman serelia lainnya

dan memiliki banyak prospek untuk dikembangkan karena memiliki nilai gizi

yang tinggi, kemampuan tumbuhnya yang sangat baik dan dapat mentoleransi

kondisi iklim yang kering menjadikan tanaman ini memiliki peluang besar untuk

dikembangkan menjadi komoditas pangan nasional (Miswarti et al, 2019).

Jewawut adalah sejenis serelia berbiji kecil dengan kandungan gizi yang

setara dengan tanaman pangan penting, contohnya yaitu padi, jagung, gandum,

dan tanaman biji-bijian yang lain. Kandungan nutrisi yang terkandung pada

jewawut merupakan salah satu nilai jual yang perlu dipertimbangkan. Jewawut
8

merupakan sumber karbohidrat, mempunyai aktivitas antioksidan, kaya

kandungan vitamin dam mineral. Kandungan karbohidrat dari jewawut sebesar

84,2 % dan jumlah kandungan ini hampir setara dengan beras yaitu sebesar

87,7% dalam 100 g (Putra et al, 2017). Kandungan karbohidrat jewawut

tergolong tinggi 81,52%, protein 11,38%, serat kasar 5,65 % dan mengandung

mineral Ca, Mg, K, Fe, Zn, Cu, dan Mn (Fitriani et al., 2013; Tirajoh et al,

2015). Jewawut mengandung karbohidrat 74,16% lebih tinggi dibanding gandum

yang hanya 69% (Hijrianti et al, 2018). Jewawut mempunyai kandungan

karbohidrat yang hampir sama dengan beras serta mempunyai protein, kalsium,

fosfor, besi, dan vitamin B1 yang lebih tinggi dari beras (Rini, 2018). Jewawut

mengandung senyawa penting seperti vitamin B, antioksidan, bioaktif dan serat

(Indrastuti, 2018).
9

Perbandingan kandungan nutrisi jewawut dengan sumber karbohidrat lainnya


sebagai berikut (Azrai et al., 2020).

Tabel 2.1 Perbandingan Kandungan Gizi Jewawut dan Sumber Karbohidrat


Lainnya
Komponen Jewawut Beras Jagung Sorgum Hanjeli

Energi (kkal) 1573 1711 1690 1628 1506

Karbohidrat 78,9 87,7 83 82 76,4


(%)
Protein (%) 12,8 8,8 10,5 11,4 14,1

Lemak (%) 5.6 2,1 4,9 4,2 7,9

Serat (%) 1,7 0,8 2,7 2,5 0,9

Abu (g) 2,7 1,3 1,6 1,7 1,6

Ca (mg) 56 18 16 25 54

Fe (mg) 10,1 3,2 3,2 4,3 0,8

Vitamin 0,35 0,391 0,34 0,37 0,48

B1(mg)

Vitamin 0,16 0,08 0,13 0,2 0,1

B2(mg)

Niacin (mg) 2 5,6 2,4 4,4 2,7

Sumber: Azrai et al., 2020

Menurut Rukmi et al., (2015) komponen serat pangan yang terkandung

dalam jewawut yaitu hemiselulosa, selulosa, ester- ester fenolik, dan

glikoprotein. Ester-eseter fenolik pada jewawut dapat membentuk polifenol yang

berfungsi sebagai antioksidan (Rukmi et al., 2015). Antioksidan adalah senyawa

kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas,
10

sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam. S. italica dikenal sebagai millet

yang sangat bergizi yang memberikan banyak manfaat kesehatan. Berdasarkan

penelitian Demando et al., (2018) senyawa metabolit sekunder fitokimia tanin

pada tanaman jewawut yang berfungsi sebagai antihipertensi merupakan salah

satu alternatif untuk mengatasi penyakit hipertensi.

Tanaman jewawut memiliki bunga majemuk yang tersusun rapi dalam

malai. Tiap tanaman terdapat 3-4 malai dan setiap malai berisi sekitar 400 biji

dengan bentuk bulat telur lebar dan berwarna kuning pucat hingga jingga, merah,

dan coklat. Biji jewawut memiliki komponen penyusun yang terdiri 75%

endosperm dari porsi biji, 17% dari total biji serta 8% lapisan pericarp (bagian

terluar dari biji) dari berat biji.

Gambar 2.2 Struktur Biji Jewawut (Azrai et al., 2020)

a. Foxtail Millet

Diantara varietas jewawut, jenis yang paling melimpah adalah pearl millet

dengan menghasilkan sekitar 40% dari produksi yang tersebar di seluruh dunia,

diikuti oleh foxtail millet. Foxtail millet telah diidentifikasikan sebagai millet

utama dalam hal produksi diseluruh dunia, karena merupakan biji-bijian dengan
11

hasil tertinggi keenam (Saleh et al., 2013). Foxtail millet dapat tumbuh pada

ketinggian sekitar 1,5 km, serta di dataran rendah yang dekat dengan permukaan

laut dan dapat dipanen dalam 75-90 hari setelah tanam (Sharma et al., 2017;

Sheahan et al., 2014). Seperti varietas millet lainnya, foxtail millet adalah

tanaman yang sangat tahan kekeringan yang cocok untuk daerah dengan curah

hujan yang tidak menentu.

Komponen utama dari Foxtail millet adalah pati, protein, serat makanan,

lemak, vitamin, dan mineral. (Yang et al., 2013). Foxtail millet mengandung

hampir dua kali jumlah protein (11,2%) dibandingkan dengan beras (Saleh et al.,

2013).

Foxtail Millet termasuk tanaman pangan lainnya seperti padi, jagung,

gandum, dan tanaman biji-bijian yang lain karena tanaman millet sendiri adalah

tergolong ke dalam jenis tanaman biji-bijian. Foxtail Millet merupakan salah satu

jenis seralia yang baik ditanam pada kondisi kering, dengan kesuburan tanah yang

rendah dan pada suhu tinggi. Pertumbuhannya baik di tanah yang berkadar garam

tinggi atau pH rendah.

Foxtail Millet dapat tumbuh di daerah dimana tanaman sereal lain seperti

jagung atau gandum tidak dapat bertahan. Biji Foxtail Millet relatif lebih memiliki

kandungan protein yang tinggi oleh karena itu millet juga memiliki keseimbangan

asam amino yang baik. Selain itu biji Foxtail Millet juga memiliki kandungan

sistin, listin, metionin yang tinggi. Foxtail Millet mengandung metionin dua kali

lebih banyak dari sorgum. Foxtail Millet juga relatif tinggi


12

lemak, dan asam linolenat yang terdiri dari 4% dari total asam lemak. Foxtail

Millet memiliki inti berwarna putih, kuning, abu-abu, hijau, ungu, dan hitam.

Foxtail Millet mempunyai dua lapisan epikarp yang tebal, dan untuk

mesokarp bervariasi pada tingkat ketebalannya hal ini dikarenakan faktor genetik,

sedangkan untuk lapisan endokarp berisi sel. Foxtail Millet mempunyai beberapa

pigmen dalam perikarp yang berisi zat antinutritional. Foxtail Millet memiliki

sumber utama penyedia energi, protein, vitamin dan mineral, kaya vitamin B

teutama niacin , B6 dan folacin juga asam amino essensial seperti isoleusin,

leusin, fenilalanin dan treonin serta mengandung senyawa nitrilosida yang sangat

berperan menghambat perkembangan sel kanker (anti kanker), juga menurunkan

resiko mengidap penyakit jantung (artheriosclerosis, serangan jantung, stroke dan

hipertensi).

2. Tepung Jewawut (S. italica)

Pemanfaatan bahan pangan lokal dapat mendukung ketahanan pangan

nasional. Pengembangan pemanfaatan sumber daya lokal berperan penting dalam

meningkatkan ketersediaan, mutu, dan penganekaragaman pangan, sehingga

dapat mengurangi ketergantungan terhadap salah satu sumber pangan tertentu

khususnya tepung terigu. Jewawut dapat dijadikan sebagai pangan alternatif yang

perlu dipertimbangkan dalam mengatasi ketergantungan terhadap tepung terigu

di Indonesia yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Jewawut berpotensi

untuk dikembangkan sebagai pengganti terigu karena selain memiliki kandungan

karbohidrat yang tinggi juga mengandung protein gluten (BPTP Bengkulu,

2019). Gluten merupakan pro tein yang bersifat elastis dan lengket yang
13

membuat adonan menjadi kenyal serta kedap udara sehingga dapat mengembang

(Miswarti et al, 2019). Namun tepung dari jewawut memiliki beberapa

kelemahan diantaranya kandungan amilopektin yang tinggi sehingga memiliki

sifat yang terlalu lengket apabila dita mbahkan air dan sulit membentuk adonan,

memiliki kandungan serat pangan seperti selulosa, hemiselulosa, ester-ester

fenolik dan glikoprotein yang sukar larut dan memiliki kandungan asam fitat

yang merupakan zat antinutrisi (Hidayat, 2019).

Berdasarkan penelitian Yustini et al., 2019 karakteristik fisikokimia

tepung jewawut sebagai berikut:

Tabel 2.2 Karakteristik Fisikokimia Tepung Jewawut

Komponen// Sifat Fisik Keterangan

Kadar Air (%) 7,48±0.30

Kadar Abu (%) 0,97±0,008

Kadar Protein (%) 14,23±0,26

Kadar Lemak (%) 1,34±0,05

Kadar Karbohidrat (%) 83,26±0,10

Kadar Serat Kasar (%) 1,42±0,17

Kadar Amilosa (%) 24,65±0,17

Energi (Kkal) 402,02±0,55

Sumber: Yustini et al., 2019


14

Tepung jewawut ini memiliki berbagai manfaat. Menurut penelitian

Fatanyi et al (2021) tepung jewawut dapat digunakan sebagai pengganti sarapan

yang baik dan dapat membantu dalam menurunkan kadar glukosa pada penderita

prediabetes. Tepung jewawut banyak mengandung serat yang sangat bermanfaat

bagi tubuh manusia yang memperlancar proses metabolisme. Tepung jewawut

sangat cocok untuk dikonsumsi oleh orang yang sedang melakukan program diet

(Susanto et al., 2020).

Tabel 2.3 Syarat Mutu Tepung SNI 3751:2009

Jenis Uji Satuan Persyaratan


Keadaan:
a. Bentuk - serbuk
b. Bau - normal (bebas dari bau asing
c. Warna - putih, khas terigu
Benda asing - tidak ada
Serangga dalam semua - tidak ada
bentuk stadia dan potongan-
potongannya yang tampak
Kehalusan, lolos ayakan % min. 95
212 µm (mesh No. 70) (b/b)

Kadar Air (b/b) % maks. 14,5


Kadar Abu (b/b) % maks. 0.70
Kadar Protein (b/b) % min. 7,0
Keasaman mg KOH/ maks. 50
100 g
Falling number (atas dasar detik min. 300
kadar air 14%)
Besi (Fe) mg/kg min. 50
Seng (Zn) mg/kg min. 30
Vitamin B1 (tiamin) mg/kg min. 2,5
Vitamin B2 (riboflavin) mg/kg min. 4
Asam folat mg/kg min. 2
Cemaran logam:
a. Timbal (Pb) mg/kg maks. 1.0
b. Raksa (Hg) mg/kg maks. 0,05
c. Kadmium (Cd) mg/kg maks. 0,1
Cemaran Arsen mg/kg maks. 0,50
15

Cemaran mikroba:
a. Angka lempeng total koloni/g maks. 1 x 106
b. E. coli APM/g maks. 10
c. Kapang koloni/g maks. 1 x 104
d. Bacillus cereus koloni/g maks. 1 x 104
Sumber: SNI 3751:2009

3. Kemasan

Kemasan adalah wadah yang digunakan untuk suatu produk agar aman,

menarik, dan mempunyai daya pikat bagi seorang yang ingin membeli produk

tersebut. Kemasan juga dapat dijadikam sebagai media komunikasi antara

produsen dengan konsumen, sehingga konsumen dapat mengetahu informasi

tentang produk yang ditawarkan. Semakin lengkap informasi yang tertera pada

kemasan akan membuat calon pembeli semakin yakin terhadap produk yang akan

dibelinya (Mukhtar dan Nurif, 2015).

Pengemasan adalah suatu cara pengamanan terhadap makanan atau bahan

pangan agar makanan atau bahan pangan baik yang belum diolah maupun yang

telah mengalami pengolahan dapat sampai ke tangan konsumen dengan baik

secara kuantitas maupun kualitas. Mulanya kemasan hanya sebagai alat

pembungkus untuk melindungi isi atau agar praktis dibawa kemana saja, sekarang

diantara persaingan-persaingan produk sama, kemasan menjadi identitas selain

melindung isi kemasan (Astuti, 2012).

Pengemasan mempunyai peran penting dalam rantai penyaluran makanan

(food supplay chain). Pengemasan merupakan suatu cara untuk memberikan

kondisi lingkungan yang tepat pada produk pangan. Pengemasan makanan harus

mampu memenuhi kebutuhan dan persyaratan tertentu (Fiardy, 2013).


16

Latifah (2010) menyebutkan pengemasan merupakan salah satu proses

dalam industri yang memegang peranan penting dalam upaya mencegah

terjadinya penurunan mutu produk. Pengemasan harus dilakukan dengan benar,

karena pengemasan yang salah dapat mengakibatkan produk menjadi tidak

memenuhi syarat mutunya. Sebuah kemasan yang buruk bisa memberikan citra

yang jelek terhadap suatu produk yang sangat baik, bagaimanapun baiknya

pemikiran atas konsep pengemasannya tersebut (Danger, 1992).

Salah satu faktor yang mempengaruhi laju perubahan mutu produk

pangan yaitu kemasan. Kemasan mempunyai peranan sangat penting dalam

melindungi produk yang dikemas. Karena itu, pemilihan b m n ;/ahan kemasan

yang tepat sangat penting dalam menjaga mutu produk pangan. Kemasan adalah

wadah atau pembungkus yang dapat membantu mencegah atau mengurangi

terjadinya kerusakan serta mempertahankan mutu dan keamanan pangan pada

bahan yang dikemas (Noviandji, 2014). Persyaratan kemasan yang dapat

digunakan sebagai wadah penyimpanan yaitu dapat menahan perpindahan gas

dan uap air, mampu melindungi produk dari kotoran, pencemarandan kerusakan

fisik, serta dapat mempertahankan mutu produk supaya tetap higienis (Herawati,

2018).

Adapun jenis kemasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Plastik Polipropilen (PP)

Polipropilen memiliki densitas yang lebih rendah dan memiliki titik lunak

lebih tinggi, permeabilitas gas sedang, tahan terhadap lemak dan bahan kimia

(Robertson, 1993). Polipropilen termasuk jenis plastik olefin dan merupakan


17

polimer dari propilen. Jenis plastik ini dikembangkan sejak tahun 1950 dengan

berbagai nama dagang, seperti : bexphane, dynafilm, luparen, escon, olefane, pro

fax. Film plastik propilen dihasilkan dari polimerasi propilen. Film ini lebih kaku,

terang, dan kuat dibandingkan polietilen, stabil pada suhu tinggi, memiliki

ketahanan yang baik terhadap lemak, permeabilitas uap air rendah, permeabilitas

gas sedang serta memiliki titik lebur tinggi sehingga sulit untuk direkat dengan

panas (Latifah, 2010)

Robertson (1993) menyebutkan polipropelin memiliki densitas yang

rendah yaitu 900kg/m-3 dan memiliki titik leleh lebih tinggi yaitu 140-150° C jika

dibandingkan dengan polietilen, transmisi uap air rendah, permeabilitas gas

sedang, tahan terhadap lemak dan bahan kimia, tahan gores, dan stabil pada suhu

tinggi, serta memiliki kilap yang bagus dan kecerahan tinggi.

Buckle et al. (1987) menyebutkan polipropilen lebih kaku, kuat dan ringan

daripada polietilen, serta stabil terhadap suhu tinggi. Plastik polipropilen yang

tidak mengkilap mempunyai daya tahan yang cukup rendah terhadap suhu tetapi

bukan penahan gas yang baik (Fiardy, 2013).

b. Plastik Aluminium Foil

Aluminium foil sering digunakan sebagai lapisan dalam kemasan untuk

melindungi produk dari kerusakan. Menurut Syarief, et al (1989) kemasan

aluminium foil tersusun dari bahan logam yang hermetis, fleksibel, dan tidak

tembus cahaya sehingga memiliki sifat proteksi yang tinggi terhadap uap air

cahaya, lemak dan gas.


18

Fungsi penggunaan aluminium foil adalah sebagai barrier film. Barrier film

berfungsi untuk mencegah atau meminimalkan transfer gas, kelembapan, aroma

dari satu sisi ke sisi lainnya sehingga produk yang dikemas tetap dalam keadaan

baik (BPOM, 2020).

Syarief et al. (1989) menyebutkan aluminium foil adalah bahan kemas dari

logam, berupa lembaran aluminium yang padat dan tipis dengan ketebalan kurang

dari 0.15 mm. Aluminium foil didefinisikan sebagai aluminium murni (derajat

kemurniannya tidak kurang dari 99.4%) walaupun demikian dapat diperoleh

dalam bentuk campuran yang berbeda-beda. Nurhudaya (2011) menyebutkan

aluminium foil mempunyai sifat hermetis, fleksibel, tidak tembus cahaya. Pada

umumnya digunakan sebagai bahan pelapis (laminan) yang dapat ditempatkan

pada bagian dalam (lapisan dalam) atau lapisan tengah sebagai penguat yang

dapat melindungi bungkusan (Fiardy, 2013).

Beberapa fakta tentang aluminium foil yang dikatakan oleh European

Aluminium Foil Association (EAFA) sebagai berikut:

a. Aluminium foil merupakan lembaran aluminium yang sangat tipis.

b.Aluminium foil umumnya digunakan untuk kemasan serta memiliki keunggulan

seperti material absolut yang dapat melindungi isi produk jika dijadikan sebagai

kemasan, memberikan garansi kualitas isi dengan melindungi aroma, melindungi

isi dari cahaya, oksigen, kelembaban, dan kontaminasi.

Berbagai jenis produk makanan yang dikemas dengan menggunakan

bahan pengemas aluminium foil menunjukkan makanan tersebut cukup baik.


19

Teknik pengemasan dengan cara mengkombinasikan berbagai jenis bahan kemas

bentuk (fleksibel) telah menghasilkan suatu bentuk yang disebut “retort pouch“.

Bahan kemasan yang berbentuk “retort pouch” memiliki beberapa keunggulan

diantaranya yaitu:

1. Daya simpan tinggi.

2. Teknik pengemasan mudah, kuat, dan tidak mudah sobek.

3. Tahan terhadap proses pemanasan sterilisasi.

4. Resisten terhadap penetrasi lemak, minyak atau komponen makanan lainnya.

5. Tahan terhadap sinar UV.

4. Penyimpanan

Penyimpanan adalah upaya yang dilakukan untuk memperlambat dan

atau mempertahankan karakteristik fisik dan kimiawi bahan pangan sehingga

terhindar dari kebusukan dan kerusakan pangan (Sera, 2017). Penyimpanan

bahan pangan adalah suatu tata cara menata, menyimpan, memelihara jumlah,

kualitas, dan keamanan bahan pangan dengan tujuan tersedianya bahan pangan

yang siap digunakan dalam jumlah dan kualitas yang tepat sesuai dengan

kebutuhan (PGRS, 2013).

Mutu produk dianggap dalam keadaan 100% pada saat baru diproduksi

dan akan menurun sejalan dengan lamanya penyimpanan. Produk pangan akan

mengalami kehilangan bobot, nilai pangan, mutu, nilai uang, daya tumbuh dan

kepercayaan selama penyimpanan (Herawati, 2018). Menurut Takahashi et al.,

(1928) pada komoditas jewawut dapat dilohat bahwa terdapat perubahan dalam
20

protein jewawut selama masa penyimpanan. Pemecahan protein terjadi karena

adanya hidrolisa oleh enzim proteolitik menjadi polipeptida yang menghasilkan

asam amino. Tetapi proses ini akan berjalan lambat selama proses pematangan

biii-bijian.

Penyimpanan pangan merupakan suatu upaya untuk menyimpan makanan

dalam kondisi yang aman sampai ke tangan konsumen. Ada beberapa hal yang

harus diperhatikan sebelum bahan pangan disimpan yakni penyimpanan untuk

bahan pangan yang mudah rusak serta tidak mudah rusak; fasilitas penyimpanan

bahan pangan mesti sederhana serta efektif; kualitas dari bahan pangan yang

disimpan.

Bahan pangan yang mudah rusak sering disebut sebagai bahan pangan

segar/fresh food karena mesti disimpan di suhu rendah dalam kulkas atau freezer.

Contoh bahan pangan seperti ini diantaranya daging merah, ikan, susu beserta

produk turunannya. Bahan pangan yang tidak mudah rusak dapat disimpan pada

suhu ruang dalam kondisi yang baik. Contoh bahan pangan yang tidak mudah

rusak seperti tepung, beras, buah dan sayuran yang dikalengkan, biskuit, dan saus

pasta.

Penanganan kerusakan selama proses penyimpanan dengan memberikan

kondisi tertentu, seperti jenis kemasan (Sarunggalo et al.,2007). Kerusakan yang

timbul selama penyimpanan bahan pangan dapat dibagi ke dalam lima kategori

yaitu kerusakan mekanis, kerusakan biologis, kerusakan mikrobiologis, kerusakan

kimiawi, serta kerusakan fisik (Pedia, 2020)


21

1. Kerusakan biologis

Kerusakan jenis ini timbul karena adanya reaksi-reaksi metabolisme dalam

bahan pangan serta aktivitas enzim yang menyebabkan terjadinya proses autolisis

sehingga bahan pangan menjadi busuk.

2. Kerusakan mikrobiologis

Kerusakan mikrobiologis disebabkan oleh adanya mikroorganisme

perusak yaitu bakteri yang mudah merusak bahan pangan dengan kadar air serta

kadar protein yang tinggi; khamir yang mudah merusak bahan pangan yang

banyak mengandung gula; kapang yang merusak bahan pangan yang mengandung

karbohidrat seperti pektin, selulosa, dan pati. Kerusakan jenis ini sangat

berbahaya bagi manusia karena adanya racun yang dihasilkan oleh

mikroorganisme.

3. Kerusakan kimiawi

Kerusakan ini terjadi karena adanya reaksi kimia yang terjadi dalam bahan

pangan, misalnya reaksi pencokelatan pada beberapa jenis buah dan sayur; adanya

ketengikan pada minyak atau lemak karena proses oksidasi.

4. Kerusakan fisik
22

Kerusakan jenis ini merupakan kerusakan yang mungkin timbul karena

salah dalam penanganan penyimpanan bahan pangan, misalnya kerusakan pada

daging karena suhu penyimpanan terlalu rendah; tepung menjadi keras karena

disimpan di tempat yang lembab.

5. Kerusakan mekanis

Kerusakan jenis ini terjadi karena adanya benturan pada bahan pangan

yang terjadi setelah proses pascapanen, selama distribusi bahan pangan, maupun

selama penyimpanan. Kerusakan seperti ini contohnya adalah buah yang terjatuh

sehingga menimbulkan kerusakan dan menurunkan kualitas buah tersebut.

Sementara itu, ada beberapa faktor yang menentukan kualitas bahan

pangan selama penyimpanan. Pertama, suhu. Laju reaksi biokimia terkait dengan

suhu, dengan kata lain, penyimpanan pada suhu rendah mampu memperlambat

kerusakan bahan pangan akibat reaksi biokimia; mampu mencegah pertumbuhan

bakteri dan fungi. Namun demikian, ada beberapa bahan pangan yang sensitif

terhadap suhu rendah, misalnya buah apel yang mengalami pencoklatan jika

disimpan pada suhu di bawah 30C; buah nanas jika disimpan pada suhu di bawah

130C maka akan mengalami pencoklatan; dan juga buah-buah lain yang tidak

cocok disimpan pada suhu rendah. Kedua, kelembaban. Jika kelembaban dari

lingkungan penyimpanan lebih besar daripada kelembaban relatif pada bahan

pangan, maka bahan pangan tersebut akan menjadi lembab dalam penyimpanan.

Adanya air yang terserap ke dalam bahan pangan berpotensi ditumbuhi oleh

mikroorganisme. Ketiga, kondisi atmosfer. Pengendalian atmosfer mampu


23

mengurangi laju metabolisme sehingga memperlambat laju respirasi, proses

pematangan dan pembusukan. Pengendalian atmosfer dilakukan dengan cara

memasukan gas nitrogen (N2), mengeluarkan gas oksigen (O2), dan menambah

konsentrasi gas karbondioksida (CO2). Hormon etilen pun dihilangkan selama

penyimpanan terutama pada buah klimakterik. (Grandison, 2012).

Ada beberapa hal yang mempengaruhi umur simpan bahan pangan, baik

faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Faktor-faktor intrinsik meliputi aktivitas

air dalam bahan pangan /water activity (Aw); nilai pH dan total keasaman;

oksigen; nilai gizi; kandungan mikrobiologis yang ada dalam bahan pangan;

potensi biokimia seperti enzim, dan reaktan kimia; penggunaan pengawet alami ke

dalam makanan seperti garam. Sementara itu, faktor ekstrinsik meliputi suhu dan

waktu selama penyimpanan, pendistribusian, maupun pengolahan bahan pangan;

kelembaban relatif selama penyimpanan, pendistribusian, dan pengolahan bahan

pangan; pancaran sinar ultraviolet yang menembus bahan pangan selama

penyimpanan, pendistribusian, dan pengolahan bahan pangan; komposisi udara

sekitar pengemas. (David, 2000).

5. Kadar Protein

Protein merupakan salah satu sumber gizi yang penting bagi tubuh

manusia. Protein memili peran penting dalam keberadaan hidup sel tubuh dan

memperkuat kekebalan tubuh. Protein merupakan rantaian gabungan 22 jenis

asam amino dan termasuk zat gizi makro yang dibutuhkan tubuh. Protein

berfungsi sebagai katalisator, sebagai pengangkut dan penyimpanan molekul lain


24

seperti oksigen, menghasilkan pergerakan tubuh, dan sebagai transmitor gerakan

syaraf dan mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan (Katili, 2009). Protein

memiliki peran dalam makhluk hidup dan bertanggung jawab untuk fungsi dan

ciri-ciri makhluk hidup. Protein mengandung 50-50% atom carbon (C), 20-23%

atom oksigen (O), 12-19% atom nitrogren (N), 6-7% atom hydrogen (H), dan 0,2-

0,3% atom sulfur (S) (Estiasih, 2016).

Protein dapat menjadi sumber energi jika penyediaan energi dari

karbohidrat dan lemak tidak tercukupi. Protein berfungsu sebagau pengangkut zat

gizi dan molekul lainnya, dalam membran sel terdapat protein transpor yang

bertindak sebagai pompa glukosa, kalium dan natrium (Tejasari, 2005)

6. Kadar Air

Air merupakan salah satu unsur penting dalam bahan pangan, meskipun

bukan sumber nutrisi tetapi keberadaannya sangat penting dalam proses

biokimiawi. Air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa bahan

pangan (Winarmo, 2004). Kadar air merupakan salah satu aspek terpenting dalam

produk yang berbasis tepung-tepungan, karena berkaitan dengan masa simpan

produk tersebut. Kadar air yang melebihi 12% dapat memacu pertumbuhan

mikroba, sedangkan kadar air yang rendah dapat memperpanjang masa simpan

suatu produk (Aryee, et al., 2006). Kadar air dalam bahan pangan berhubungan

dengan mutu bahan pangan, sebagai pengukur bagian bahan kering atau padatan,

penentu indeks kestabilan selama penyimpanan serta penentu mutu organoleptik

(Andarwulan et al., 2011).


25

Air dalam bahan pangan terdiri 3 bentuk (Sudarmadji et al., 2010):

a. Air bebas, air terdapat dalam ruang-ruang antar sel dan pori-pori yang terdapat

pada bahan pangan.

b. Air terikat secara lemah dikarenakan air ini teradsorbsi pada permukaan koloid

makromolekuler seperti protein, pektin pati, dan selulosa. Air ini masih memiliki

sifat air bebas dan dapat dikristalkan.

c. Air terikat secara kuat, air ini membentuk hidrat. Ikatan air ini bersifat ionik

sehingga relatif sukar dihilangkan dan tidak dapat membeku meskipun pada 0oF.

7. Kadar Abu

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Kajian penelitian yang relevan dalam penelitian ini antara lain penelitian

yang dilakukan oleh Karyadi et al., (2009) dengan judul penelitian “Pengaruh

Pengemasan dan Lama Penyimpanan Terhadap Total Plate Count (TPC)

Mikroba Terhadap Sifat Organoleptik Tepung Pisang Gablok (Musa paradisiaca

balbisiana). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis kemasan

dan lama penyimpanan terhadap jumlah mikroba dan terhadap uji organoleptik

tepung pisang gablok agar kualitas tepung yang berupa tekstur, bau, rasa dan

aroma tidak mengalami perubahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa


26

kemasan plastik PE 1 dan 2 rangkap merupakan kemasan yang baik dalam

mempertahankan kadar air, total mikroba dan skor organoleptik.

Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyaningrum et al., (2017) dengan

judul penelitian “Karakteristik Tepung Jewawut (Foxtail Millet) Varietas Lokal

Majene Dengan Perlakuan Perendaman”. Penelitian bertujuan untuk mengetahui

pengaruh lama perendaman terhadap karakteristik fisik, kimia dan organoleptik

tepung jewawut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tepung jewawut

dengan lama perendaman 4 jam menghasilkan karakteristik fisik, kimia dan

organoleptik yang terbaik jika dibandingkan dengan tepung jewawut tanpa

perendaman.

Penelitian yang dilakukan oleh Latifah et al., (2018) dengan judul

penelitian “Stabilitas Antosianin dan Aktivitas Antioksidan Tepung Beras Hitam

Berdasarkan Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan”. Penelitian ini bertujuan

mengetahui pengaruh jenis kemasan dan lama penyimpanan terhadap stabilitas

antosianin dan aktifitas antioksidan tepung beras hitam. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa perlakuan terbaik tepung beras hitam adalah pada

penyimpanan dengan kemasan alufo selama 56 hari.

Penelitian yang dilakukan Priyanto et al., (2005) dengan judul penelitian

“Profil dan Laju Perubahan Mutu Tepung Kecambah Kacang Hijau Selama

Penyimpanan”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profile mutu dan laju

perubahan mutu fisik tepung kecambah kacang hijau dalam kemasan selama

penyimpanan. Selain itu juga mengkaji pengaruh faktor penyimpanan dan

pengemasan. Penelitian ini menghasilkan bahwa lama penyimpanan dan jenis


27

kemasan berpengaruh nyata terhadap mutu fisik tepung yaitu kadar air, volume

spesifik, kelarutan, indeks kecoklatan, dan sudut repos, sedangkan untuk mutu

sensori hanya berbeda pada aroma dan beda tidak nyata untuk warna dan tekstur.

Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2018) dengan judul penelitian

“Pengaruh Kombinasi Jenis Kemasan dan Masa Simpan Terhadap Sifat

Mikrobiologi, Kimia, Fisik, dan Organoleptik Tepung Singkong Fermentasi”.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui kombinasi terbaik antara jenis kemasan

dengan masa simpan yang dapat mempertahankan mutu tepung singkong

fermentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kombinasi terbaik dalam

mempertahankan mutu tepung singkong fermentasi adalah kemasan aluminium

foil dan aluminium foil-plastik dengan lama penyimpanan selama 56 hari.


25

C. Kerangka Pikir

Jewawut merupakan salah satu sumber pangan lokal pengganti beras

yang memiliki keunggulan dan potensi dalam industri pangan. Jewawut adalah

tanaman ekonomi minor namun m emiliki nilai kandungan gizi yang mirip

dengan tanaman pangan lainnya seperti padi, jagung dan tanaman biji-bijian

yang lain kerena jewawut sendiri tergolong ke dalam jenis tanaman serelia.

Dalam penanganan pascapanen jewawut ada tiga hal penting yang harus

diperhatikan yaitu pengeringan, perontokan, dan penyimpanan. Setelah

pemanenan dilakukan pengeringan dengan sinar matahari. Lama pengeringan

tergantung dengan keadaan sinar matahari, penjemuran dilakukan selama 60 jam

atau hingga tingkat kadar air biji jewawut sekitar 12%. Proses perontokan

dilakukan setelah biji jewawut kering, dirontokkan menggunakan lumpang dan

alu atau dengan mesin perontok sehingga didapatkan bulir biji yang masih

berkulit. Biji jewawut yang telah dirontokkan dipisahkan dari kotoran kemudian

masukkan ke dalam karung goni dan disimpan. Penyimpanan sederhana adalah

dengan cara menggantungkan malai jewawut di ruangan di atas perapian dapur.

Cara ini berguna untuk melanjutkan proses pengerian dan asap api berfungsi pula

sebagai pengendalian hama selama penyimpanan. Namun jumlah biji yang dapat

disimpan dengan cara ini sangat terbatas. Jika biji jewawut disimpan dalam

ruangan khusus penyimpanan (gudang) dengan kondisi normal, maka

penyimpanan biji jewawut dengan kelembaban dibawah 14% dan suhu dibawah

200C dapat memberikan perlindungan yang cukup terhadap perubahan kimia,


26

biokimia dan mikroorganisme. Sebelum disimpan biji harus kering, bersih dan

utuh.

Jewawut memiliki manfaat yang cukup banyak terhadap kesehatan, tetapi

selama ini hanya lebih memanfaatkan biji jewawut sebagai pakan burung.

Padahal biji jewawut ini banyak mengandung nutrisi dan sangat layak untuk

dikonsumsi oleh manusia. Jewawut berpotensi untuk dikembangkan sebagai

pengganti karbohidrat lain. Salah satunya dapat dijadikan sebagai pengganti

tepung terigu karena selain karbohidratnya lebih tinggi dibanding gandum, juga

kandungan proteinnya sama serta jewawut juga mengandung protein gluten.

Tepung jewawut merupakan jenis tepung yang mengandung karbohidrat

tinggi yang belum diketahui ketahan tepung yang dikemas dengan menggunakan

berbagai bahan pengemas karena produk setengah jadi seperti tepung sangat

dipengaruhi oleh kadar air. Jenis kemasan sangat beragam dan salah satu jenis

kemasan yang sering digunakan untuk mengemas tepung adalah plastik.

Keunggulan kemasan plastik pada sifatnya yang kuat tetapi ringan, inert, tidak

karatan, mudah didapatkan dimasyarakat, bersifat termoplastik, dan selektif

dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2 dan CO2.

Berdasarkan landasan teori di atas maka peneliti menyusun kerangka

pikir untuk menjelaskan alur dalam penelitian ini. Kerangka pikir penelitian

dapat dilihat pada Gambar 2.


27

Jewawut

Jewawut memiliki nilai kandungan gizi yang mirip dengan


tanaman pangan lainnya seperti padi, jagung dan tanaman biji-
bijian

Jewawut mengandung protein gluten sehingga dapat dijadikan


tepung.

Ketahan tepung jewawut belum diketahui dengan berbagai


bahan pengemas.

Penyimpanan tepung jewawut dengan 2 jenis kemasan berbeda


(Platik Polipropilen dan plastik aluminium foil)

Analisis kimia: kadar protein, kadar air, dan kadar abu


Mutu hedonik: Warna, aroma, dan tekstur

Gambar 2.3 Diagram alir kerangka pikir


Sumber: Di kembangkan oleh peneliti
28

D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan kajian-kajian pustaka yang relevan,

maka disusun hipotesis penelitian yaitu:

1. Terdapat pengaruh nyata jenis kemasan terhadap mutu tepung jewawut

2. Terdapat pengaruh nyata lama penyimpanan terhadap mutu tepung jewawut


BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Berdasarkan pemaparan masalah yang telah diuraikan, maka jenis

penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimen. Jenis penelitian

eksperimen digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh jenis

kemasan dan lama penyimpanan , ada atau tidaknya interaksi antara jenis kemasan

dan lama penyimpanan terhadap tepung jewawut.

Adapun perlakuan jenis kemasan (K1 dan K2) dan lama penyimpanan (P1,
P2, P3, P4, dan P5) yang digunakan dapat dilihat pada tebel.

Tabel 3.1 Perlakuan Jenis Kemasan dan Lama Penyimpanan

Perlakuan Kemasan dan Hari

K1P1 Plastik PP dan 0 hari

K1P2 Plastik PP dan 14 hari

K1P3 Plastik PP dan 28 hari

K1P4 Plastik PP dan 42 hari

K1P5 Plastik PP dan 56 hari

K2P1 Plastik alufo dan 0 hari

K2P2 Plastik alufo dan 14 hari

K2P3 Plastik alufo dan 28 hari

K2P4 Plastik alufo dan 42 hari

K2P5 Plastik alufo dan 56 hari

29
30

Keterangan:

K : Jenis Kemasan

L : Lama penyimpanan (hari)

B. Desain Penelitian

Penelitian ini terdapat dua faktor perlakuan yaitu jenis kemasan (K1 dan

K2) dan lama penyimpanan (P1, P2, P3 P4 dan P5). Dengan demikian banyaknya

perlakuan yang dicobakan sebanyak 2x5=10 dengan 3 kali pengulangan sehingga

diperoleh 30 satuan percobaan. Analisis yang dilakukan diantaranya uji kadar

protein, kadar air, kadar abu, dan organoleptik (warna, tekstur, dan aroma).

1. Model Penelitian

Persamaan linear Rancangan Acak Lengkap 2 Faktorial adalah sebagai berikut:


Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan persamaan:
i : 1, 2, (jumlah perlakuan jenis kemasan)
j : 1,2, 3, 4, 5 (jumlah perlakuan lama penyimpanan)
k : 1, 2, 3 (ulangan)
Yijk : Nilai pengamatan satuan percobaan ulangan (ke- k) yang memperoleh

kombinasi perlakuan jenis kemasan dan lama penyimpanan (ij) (taraf ke-i

dari faktor jenis kemasan dan taraf ke-j dari faktor lama penyimpanan).

µ : Nilai rata-rata umum

αi : Pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor jenis kemasan

βj : Pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor lama penyimpanan


31

(αβ)ij : Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor jenis kemasan dan taraf ke-j faktor

lama penyimpanan

εijk : Galat/eror

2. Asumsi Pengujian

a. Komponen-komponen μ, αi, βj, (αβ)ij dan εijk bersifat aditif

b. Nilai-nilai αi (i = 1, 2, …, a) tetap; Σ αi = 0; E (αi) = αi

c. Nilai-nilai βj (j = 1, 2, …, b) tetap; Σ βj = 0; E (βj) = βj

d. Nilai-nilai (αβ)ij (k = 1, 2, …, r) tetap; Σ (αβ)ij = 0

e. (αβ)ij = (αβ)ij

f. εijk timbul secara acak, menyebar secara normal dengan nilai tengah nol dan

ragam σ2, atau dituliskan E (εij) = 0, E (ε2ij) = σ2 atau disingkat εij~NI (0, σ2)

C. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan September – Oktober 2022

2. Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Pendidikan Teknologi Pertanian

Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar.


32

D. Bahan dan Alat

a. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jewawut jenis

foxtail millet yang didapatkan dari kabupaten Enrekang. Bahan-bahan yang

digunakan dalam analisis adalah aquades, formaldehid 40%, K-oksalat jenuh,

NaOH 0,1 N, dan indikator PP.

b. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, ayakan 70

mesh, timbangan, oven, platik polipropilen, dan plastik aluminium foil. Alat-alat

yang digunakan dalam analisis adalah Erlenmeyer, gelas kimia, labu ukur, pipet

ukur, bulmb pipet, biuret asam basa, pipet tetes, cawan aluminium, cawan

porselen, spatula, desikator, dan timbangan analitik ABT 320-4M.

E. Defenisi Operasional Variabel

Agar pengukuran variabel dapat dilakukan secara kuantitatif maka semua

variabel dalam penelitian ini didefinisikan sebagai berikut:

1. Kemasan adalah suatu wadah atau pembungkus yang memiliki fungsi untuk

mencegah ataupun meminimalisir terjadinya kerusakan pada produk yang

dikemas.

2. Lama penyimpanan adalah rentang waktu dari bahan pangan akan tetap aman,

mempertahankan sifat sensori, kimia, fisik dan mikrobiologi tertentu.


33

3. Kadar air adalah persentasi kandungan air yang terdapat dalam sebuah bahan

pangan yang memiliki unsur penting.

4. Kadar protein adalah zat pada bahan pangan yang memiliki fungsi sebagai

bahan bakar atau sumber energi dalam tubuh sebagai zat pengatur.

5. Kadar abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.

6. Warna adalah corak rupa yang dihasilkan dari tepung jewawut selama

penyimpanan.

7. Tekstur adalah kelekatan yang dihasilkan oleh tepung jewawut selama

penyimpanan.

8. Aroma adalah bau khas yang dihasilkan tepung jewawut selama penyimpanan.

F. Prosedur Penelitian

Prosedur dalam penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu:

1. Persiapan bahan baku dan alat yang digunakan

Tahap persiapan yang dilakukan meliputi persiapan seluruh alat dan bahan

yang akan digunakan pada proses penelitian. Persiapan bahan yaitu pemilihan biji

jewawut yang baik.

2. Tahap Pembuatan Tepung Jewawut

Pembuatan tepung jewawut sebagai berikut: biji jewawut disortasi dengan

memilih biji jewawut yang baik. Kemudian biji jewawut ditimbang sebanyak

2000 g dan direndam dalam air 2000 ml air pada kondisi lingkungan. Perendaman

dilakukan selama 4 jam dan setelah perendaman biji jewawut dicuci


34

menggunakan air mengalir lalu ditiriskan. Biji jewawut dikeringkan menggunakan

oven pengering selama 5 jam pada suhu 60°C, kemudian biji digiling (dengan

bantuan blender) untuk mendapatkan tepung dan diayak dengan ukuran 70 mesh

(Sulistyaningrum et al., 2017; Atmaja et al., 2017).

Adapun prosedur dalam pembuatan tepung jewawut dapat dilihat pada

gambar dibawah ini:

Biji jewawut disortasi dengan memilih biji jewawut yang baik

Biji jewawut ditimbang sebanyak 2000 g

Biji jewawut direndam dalam air 2000 ml

Biji jewawut direndam selama 4 jam

Setelah perendaman biji jewawut dicuci menggunakan


air mengalir lalu ditiriskan

Biji jewawut dikeringkan menggunakan oven selama 5


jam pada suhu 600C

Penggilingan menggunakan blender

Pengayakan 70 mesh

Gambar 3.1 Proses Pembuatan Tepung Jewawut


Sumber: Sulistyaningrum et al., 2017; Atmaja et al., 2017
35

3. Pengemasan dan Penyimpanan Tepung Jewawut

Salah satu upaya untuk mencegah terjadinya kerusakan pada tepung

jewawut yaitu dengan menentukan bahan pengemas yang cocok. Bahan pengemas

yang digunakan dalam penelitian ini adalah plastik, karena kemasan plastik

mudah diperoleh dimasyarakat serta harganya relatif murah. Penggunaan plastik

memiliki keunggulan dibandingkan kemasan lainnya karena sifatnya yang ringan,

transparan, kuat, termoplastis, dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap

air, O2 dan CO2 (Nurminah, 2002). Keunggulan lain dari kemasan plastik adalah

dapat melindungi produk dari perubahan kadar air karena bahan kemasan plastik

dapat menghambat terjadinya penyerapan uap air dari udara (Rahayu et al., 2005).

Jenis kemasan yang digunakan yaitu plastik jenis polipropilen (PP) dan plastik

alufo masing-masing. Sejumlah sampel tepung jewawut dimasukkan ke dalam

kemasan plastik yang telah dipersiapkan dan diberi label sesuai perlakuan. Tepung

jewawut yang telah dikemas dengan plastik polipropilen (PP) dan plastik alufo

kemudian dilakukan penyimpanan dengan suhu ruang dan lama penyimpanan

tepung jewawut yaitu 0 hari, 14 hari, 28 hari, 42 hari dan 56 hari.

G. Teknik Pengumpulan Data

1. Metode Observasi

Metode observasi merupakan teknik yang dilakukan dengan cara

mengamati secara langsung suatu keadaan ataupun situasi dari objek penelitian.

Observasi dilakukan dengan cara melakukan pengamatan pada objek penelitian

dan dilakukan pencatatan data yang diperoleh.


36

2. Pengujian di Laboratorium

Pengumpulan data dalam penelitian ini berasal dari hasil analisis:

a. Analisis Kadar Protein Metode Formol

Menurut Sudarmaji et al. (2013) prinsip dari titrasi formol adalah

mengikat asam amino yang dalam hal ini mewakili jumlah protein kemudian di

titrasi dengan NaOH menggunakan indikator PP sampai diperoleh nilai N untuk

mengetahui kadar protein.

Adapun tahap pengujian kadar protein yaitu sebagai berikut:

1.) Bahan yang sudah dihaluskan ditimbang sebanyak 10 gram, setelah itu

sampel dimasukkan dalam gelas kimia 50 ml. Akuades ditambahkan sambil

diaduk untuk proses homogenisasi.

2.) Selanjutnya, bahan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Tambahkan

akuades hingga tanda tera.

3.) Larutan sampel sebanyak 10 ml dimasukkan ke dalam erlenmayer, selanjutnya

larutan sampel ditambahkan dengan 20 ml akuades, 0,4 ml larutan K-oksalat

jenuh(K-oksalat : air, yaitu 1:3) dan indikator PP 3 tetes. Campuran larutan ini

didiamkan selama 2 menit.

4.) Larutan sampel dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N sampai warna larutan

berubah menjadi warna merah jambu (pink).

5.) Setelah warna tercapai, larutan formaldehid 40% ditambahkan sebanyak 2 ml

dan indikator PP sebanyak 3 tetes. Titrasi kembali dilakukan dengan larutan


37

NaOH 0.1 N sampai warna larutan sampel kembali berwarna merah jambu.

Volume larutan titrasi NaOH 0.1 N dicatat.

6.) Larutan blanko dibuat dari 20 ml akuades yang ditambahkan dengan larutan

K-oksalat jenuh sebanyak 0.4 ml, indikator PP 3 tetes, dan larutan formaldehid

40% sebanyak 2 ml. Larutan blanko ini selanjutnya dititrasi dengan larutan NaOH

0.1 N hingga berubah warna menjadi warna merah jambu.

7.) Titrasi formol adalah titrasi terkoreksi yang diperoleh dari titrasi kedua

dikurangi titrasi blanko.

8.) Persen nitrogen dihitung dengan persamaan berikut:


ml NaOH x N NaOH x Grek x FP
%N= X 100 %
Berat Bahan x 1000
Keterangan:
Berat molekul nitrogen : 14.008
FP : Faktor pengenceran
9.) Protein dihitung menggunakan persamaan:
% Protein = FK x %N
FK = Faktor konversi

b. Analisis Kadar Air Metode Oven (SNI 01-2891-1992)


Prinsip dari metode ini adalah berdasarkan penguapan air yang ada dalam

bahan dengan jalan pemanasan, kemudian ditimbang sampai berat konstan.

Pengurangan bobot yang terjadi merupakan kandungan air yang terdapat dalam

bahan. Menurut Ahadi et al (2019) prinsip penetapan kadar air dengan metode

oven atau termogravimetri yaitu menguapkan air dalam bahan dengan cara

pengeringan serta penimbangan bahan sampai berat konstan airtinya semua air

sudag diuapkan semaksimal mungkin.


38

Cara kerja metode ini, yaitu: cawan aluminium dipanaskan dalam oven

pada temperature 105° C selama 30 menit, didinginkan dalam desikator selama 15

menit lalu ditimbang (W0). Kemudian sampel sebanyak 2 gram dimasukkan pada

cawan yang telah diketahui bobotnya dan ditimbang (W1), lalu dikeringkan dalam

oven pada suhu 105°C selama 3 jam, kemudian didinginkan dalam desikator

selama 15-30 menit, kemudian cawan dan isinya ditimbang dan dipanaskan

kembali selama 1 jam, serta didinginkan didalam desikator, ditimbang kembali

(W2). Kadar air dihitung dengan rumus:

( W 1−W 2 )
Kadar air ( % )= x 100 %
(W 1−W 0 )

Keterangan:
W0: berat cawan kosong
W1: berat cawan + sampel awal (sebelum pemanasan dalam oven)
W2: berat cawan + sampel awal (setelah pendinginan dalam desikator)
c. Analisis Kadar Abu (SNI 01-2891-1992)
Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik,

kadar abu suatu bahan tergantung dari bahan dan cara pengabuannya. Penetapan

kadar abu penting untuk beberapa alasan dan merupakan bagian dari analisis

proksimat dalam mengevaluasi kandungan nutrisi. Menurut Sudarmadji et al

(2013) tujuan dari penentuan kadar abu adalah untuk menentukan baik tidaknya

suatu proses pengolahan dan sebagai parameter nilai gizi bahan makanan.

Adapun tahap pengujian kadar abu dijelaskan dalam SNI 01-2891-1992

yaitu: Cawan porselin yang telah bersih dipanaskan menggunakan oven pada suhu
39

550° C selama 30 menit kemudian didinginkan selama 30 menit di dalam

desikator dan ditimbang (W2). Menimbang 2 g sampel (W0) kemudian

dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah diketahui bobotnya dan

masukkan ke dalam oven pada suhu 550° C selama 30 menit, kemudian

didinginkan dalam desikator selama 30 menit lalu ditimbang (W1) dan dihitung

kadar abunya.

W 1−W 2
Kadar abu ( % )= x 100 %
W0
Keterangan:
W0: berat sampel awal (g)
W1: berat cawan + sampel awal (setelah pendinginan dalam desikator)
W2: berat cawan kosong
d. Uji Organoleptik

Bentuk pengujian organoleptik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

uji pembedaan dengan teknik pengujian segitiga. Uji pembedaan segitiga

merupakan uji untuk mendeteksi perbedaan yang kecil antara produk. Pada uji

pembedaan segitiga ini, sampel yang diujikan diberi kode secara acak dan

pengujian ini dilakukan pada kelompok panelis semi terlatih dengan berjumlah 20

orang. Panelis harus menunjukkan satu sampel yang berbeda dengan menuliskan

angka 1 dan apabila sampel sama dituliskan angka 0. Uji organoleptik ini berupa

uji penilaian sensori tepung jewawut. Parameter yang diuji meliputi warna, tekstur

dan aroma.
40

H. Teknik Analisis Data

Hasil penyimpulan data dari penelitian ini Hasil penyimpulan data dari

penelitian ini berdasarkan dari hasil uji persyaratan analisis data, jika data sudah

(normal dan homogen) maka data dianalisis menggunakan analisis sidik ragam

Analysis of Variance (ANOVA), jika terdapat pengeruh nyata terhadap

pengamatan, maka dilanjutkan dengan Ducan’s Multiple Range Test (DMRT)

pada taraf kepercayaan 95% (α=0,05) untuk menentukan tiap-tiap perlakuan.

Selanjutnya pengolahan analisa data dilakukan di SPSS 22.0. Penentuan pengaruh

terbaik disusun pada metode MPE (Metode Penelitian Eksponensial).


41

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Hasil penelitian memuat penyajian data berupa deskripsi data, uji

persyaratan analisis, dan analisis data.

1. Deskripsi Data
Dalam penelitian ini, lama penyimpanan tepung jewawut yaitu 0 hari, 14

hari, 28 hari, 42 hari dan 56 hari dengan menggunakan 2 (dua) jenis kemasan,

yakni kemasan plastik PP dan plastik aluminium foil. Mutu tepung jewawut

berdasarkan uji kimia yang akan diamati adalah kadar protein, kadar air, dan

kadar abu.

a. Analisis kimia jenis kemasan dan lama penyimpanan tepung jewawut

1.) Kadar Protein

Kadar protein merupakan suatu zat yang sangat penting bagi tubuh karena

zat ini disamping berfungsi sebagai zat pengatur dan zat pembangun juga

berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh. Ada interaksi nyata antara jenis

kemasan dan lama waktu penyimpanan terhadap kadar protein tepung jewawut.

Tepung jewawut dengan kemasan plastik PP mengalami penurunan kadar protein

yang sangat drastis. Kadar protein tepung jewawut disajikan pada Gambar….

Berikut:
42

18
Nilai Rata-rata Kadar Protein (%) 16 15.4215.25
13.81
14 12.94
12 11.05
10 9.19
8 7.17
5.79 5.26
6
4 2.74
2
0
0 Hari 14 Hari 28 Hari 42 Hari 56 Hari
Lama Waktu Penyimpanan

Plastik PP Plastik Alufo

Gambar 4.1
Kadar Protein Tepung Jewawut

Berdasarkan Gambar… diatas diketahui bahwa parameter uji kadar protein pada

tepung jewawut selama proses penyimpanan dengan menggunakan dalam

berbagai jenis kemasan mengalami penurunan. Penurunan kadar protein tertinggi

adalah penyimpanan dengan plastik PP sebesar 2.74% pada hari ke-56 sedangkan

tepung jewawut dengan kemasan plastik aluminium foil pada hari ke-56 hanya

mengalami penurunan kadar protein sebesar 5.26%.

2.) Kadar Air

Kadar air merupakan salah satu indikator dalam penyimpanan suatu bahan

pangan. Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya

simpan dari bahan pangan tersebut. Semakin tinggi kadar air pada bahan pangan

maka semakin pendek daya simpan bahan pangan tersebut begitupun sebaliknya.

Pada penelitian ini dilakukan analisis kadar air pada berbagai jenis kemasan dan
43

lama penyimpanan tepung jewawut. Dapat dilihat hasil pengujian analisis kadar

air pada Gambar

1.2
1.07
1
Nilai Rata-rata Kadar Air (%)

0.8

0.6 0.54
0.46 0.46
0.4
0.3
0.26
0.21
0.2 0.12
0.08 0.08
0
0 hari 14 hari 28 hari 42 hari 56 hari
Lama Waktu Penyimpanan

Plastik PP Plastik Alufo

Gambar 4.2 Diagram Analisa Kadar Air Tepung Jewawut

Berdasarkan hasil analisis terhadap parameter uji kadar air pada tepung

jewawut menunjukkan selama penyimpanan kadar air mengalami peningkatan.

Penyimpanan dengan menggunakan plastik PP mengalami kenaikan kadar air

tertinggi sebesar 1.07% pada hari ke-56 sedangkan kadar air pada tepung jewawut

yang menggunakan plastik Alufo pada hari ke-56 hanya mengalami peningkatan

sebesar 0.46%.

3.) Kadar Abu

Kadar abu adalah bahan sisa proses pembakaran atau pengabuan yang

tidak memiliki nilai kalor dan sudah tidak memiliki unsur karbon (Fatriani et al.,
44

2018). Kadar abu berkaitan dengan jumlah mineral yang terdapat dalam bahan

pangan. Kadar abu tepung jewawut disajikan pada Gambar

0.60

0.50 0.49
Nilai Rata-rat Kadar Air (%)

0.40
0.34

0.30 0.27
0.24
0.22
0.19
0.20 0.18
0.13
0.10 0.08 0.08

0.00
0 Hari 14 Hari 28 Hari 42 Hari 56 Hari

Lama Waktu Penyimpanan

Plastik PP Plastik Alufo

Gambar 4.3 Kadar Abu Tepung Jewawut

Berdasarkan Gambar diatas diketahui bahwa parameter uji kadar abu pada

tepung jewawut selama penyimpanan mengalami peningkatan. Tepung jewawut

dengan penyimpanan menggunakan plastik PP mengalami peningkatan kadar abu

yang tertinggi sebesar 0.49 % pada hari ke-56 sedangkan tepung jewawut dengan

penyimpanan menggunakan plastik aluminium foil mengalamai peningkatan

kadar abu pada hari ke-56 hanya sebesar 0.27%. walaupun mengalami kenaikan

pada setiap perlakuan namun peningkatan kadar abu tidak besar.


45

b. Analisis Uji Hedonik Jenis Kemasan dan Lama penyimpanan.

Uji hedonik dimaksudkan untuk mendeteksi perbedaan yang kecil antara

sampel sehingga dilakukan uji segitiga. Panelis yang digunakan yaitu 25 orang

panelis tidak terlatih. Pengujian mutu tepung jewawut dilakukan terhadap warna,

aroma dan tekstur yang dihasilkan masing-masing perlakuan. Tingkat perbedaan

hedonik tepung jewawut dapat dilihat pada Gambar..

ORGANOLEPTIK
7 6.01
6 5.59
4.74
Nilai Rata-rata

5
4 3.463.46
3.04
3 2.62
2.192.19
2 1.34
0.92
1 0.49 0.49
0.070.07
0
0 Hari 14 Hari 28 Hari 42 Hari 56 Hari
Lama Waktu Penyimpanan

Warna Aroma Tekstur

Gambar 4.4

Berdasarkan gambar… di atas menunjukkan hasil analisis uji segitiga

terhadap mutu tepung jewawut bahwa selama proses penyimpanan dengan

berbagai jenis kemasan tingkat perbedaan yang signifikan terjadi pada mutu

warna tepung jewawut.


46

1. Warna

Pada umumnya mutu bahan pangan tergantung dari berbagai faktor antara

lain rasa, tekstur, nilai gizi dan warna. Warna pada suatu produk menjadi kesan

awal terciptanya penilaian terhadap suatu produk dan sebagai parameter utama

bagi penampakan produk-produk secara keseluruhan (Trimulyono, 2008). Uji

segitiga pada tepung jewawut dilakukan untuk menilai ada tidaknya perbedaan

warna tepung jewawut dengan masing-masing perlakuan. Tepung jewawut

memiliki warna putih kecoklatan. Hasil analisis uji segitiga terhadap parameter

warna menunjukkan semakin lama penyimpanan maka semakin terlihat perbedaan

warna antara tepung jewawut yang dikemas plastik PP dan plastik aluminium foil.

Pada penyimpanan hari ke-56 warna tepung jewawut yang dikemas dengan plastik

PP sudah mengalami perubahan menjadi coklat muda sedangkan tepung jewawut

yang dikemas plastik aliminium foil masih mempertahankan warna putih

kecoklatan.

2. Aroma

Aroma adalah yang ditimbulkan karena berbagai faktor yang dapat

dirasakan oleh alat panca indra hidung. Aroma merupakan sifat mutu yang sangat

cepat memberikan kesan bagi konsumen, karena aroma merupakan faktor yang

sangat berpengaruh pada daya terima konsumen terhadap suatu produk (Tobri,

2006). Hasil analisis uji segitiga terhadap parameter aroma


47

2. Uji Persyaratan Analisis


Uji persyaratan analisis terdiri dari dua yaitu uji normalitas dan

uji homogenitas. Uji normalitas bertujuan untuk menguji asumsi

bahwa data yang diambil berasal dari populasi distribusi normal atau

tidak, sedangkan uji homogenitas bertujuan untuk memperlihatkan

bahwa data sampel berasal dari sebaran data yang memiliki varian

yang sama atau tidak (Santoso, 2012).

Taraf signifikan yang digunakan sebagai dasar menolak atau

menerima keputusan normal atau homogen adalah acuan Alpha 0.05

atau pada taraf kepercayaan 95% apabila signifikan p>0.05 maka

dapat dikatakan bahwa data normal dan homogen.

a. Uji Normalitas

Hasil pengujian normalitas terhadap kadar protein tabel

(terlampir), kadar air tabel ( ), kadar abu tabel ( ), dan hedonik tepung

jewawut terhadap jenis kemasan dan lama penyimpanan menunjukkan

bahwa nilai berdistribusi secara normal dengan nilai Shapiro-Wilk

yang diperoleh >0.05, hal ini menunjukkan bahwa data berdistribusi

secara normal dan dinyatakan tidak menyimpang dan layak dilakukan

sidik ragam ANOVA.


48

b. Uji Homogenitas

Pengujian homogenitas pada nilai kadar protein

( ), kadar air ( ), kadar abu ( ) dan hedonik tepung jewawut terhadap

jenis kemasan dan lama penyimpanan menunjukkan bahwa nilai

tepung jewawut berdistribusi secara homogen dimana nilai signifikan

yang dihasilkan >0.05. Hal ini menunjukkan telah memenuhi kriteria

untuk pengujian keragaman varian atau analisis sidik ragam.

L./

DAFTAR PUSTAKA
49

Ahadi, B. D., & Effendi, M. Y. 2019. Validasi Lamanya Waktu Pengeringan


Untuk Penetapan Kadar Air Pakan Metode Oven Dalam Praktikum Analisis
Proksimat. Jurnal Ilmu Peternakan Terapan Vol 02(02). Politeknik Negeri
Jember.
Andarwulan, N., Kusnandar, F., dan Herawati, D. 2011. Analisis Pangan.
Jakarta:Dian Rakyat.
Astuti, I.K. 2012. Analisis Desain Untuk Proses Manufaktur Pada Alternatif
Desain Kemasan Produk Black Soya Powder. Skripsi. Universitas Atma Jaya
Yogyakarta.
Atmaja, R. P., & Rewanda Yunita Sari. 2017. Pembuatan Tepung Millet
Terfermentasi Dan Pemanfaatannya Dalam Produk Mie Kering. Jurnal Teknologi
Hasil Pertanian vol 10(02). Universitas Sebelas Maret.
Azrai, M., Aqil, M., Suarni, Efendi, R., Z, B., Arvan, R.Y., 2020. Teknologi
Budidaya Tanaman Jewawut. CV. Cakrawala Yogyakarta
Badan Litbang Pertanian. 2017. Jewawut Kaya Kandungan Nutrisi. Kementrian
Pertanian.
Badan Pusat Statistik.2021. Analisis Perkembangan Harga Bahan Pangan Pokok
Di Pasar Domestik dan Internasional. Kementerian Perdagangan Republik
Indonesia.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu. 2019. Jawawut (Setaria italica
(L.) P. Beauv). Yayasan Sahabat Alam Rafflesia: Bengkulu.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet, dan M. Wootton, 1987. Ilmu Pangan.
Jakarta : UI-Press.
Danger, E.P. 1992. Selecting Colour for Packaging. England: Gower Technical
Press Ltd.
David. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York: McGraw-Hill Comp.
Demando, G., Hamisah, B., & Marseli, Z. 2018. Potensi Tanaman Jewawut
Sebagai Sumber Karbohidrat Terbarukan dan Bioaktivitasnya Sebagai Anti
Hirpertensi. Jurnal Khazanah Intelektual vol 03(01).
Dwiari, & Sri Rini. 2008. Teknologi Pangan Jilid 2 Untuk SMK. Jakarta:
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Elisa, K. & Mimi, H.A. 2006. Pengemas Produk Makanan dan Minuman.
Universitas Sumatera Utara.
Estiasih. 2016. Mie Instan Belalang Kayu; Review. Jurnal Pangan dan
Argoindustri vol 4 no 01 : 238-244. Universitas Brawijaya.
Ermawati, R., Pudjiastuti, W., Naimah, S., Yuanita, E., & Arianita, A. 2013.
Sintesis dan Karakteristik Kemasan Jerigen Plastik Polietilen dengan Penambahan
50

Nano Partikel TiO2. Jurnal Sains Materi Indonesia vol 14 (02): 114-119. Balai
Besar Kimia dan Kemasan-Kementerian Perindustrian.
Fatanyi, A.I., Patimah, S., & Yusriani. 2021. Intervensi Pemberian Tepung
Jewawut (Setaria italica) Dan Edukasi Terhadap Perubahan Gula Darah Pada
Penderita Prediabetes Di Puskesmas Bara-Baraya Kota Makassar 2019. J.
Fenomena Kesehatan vol 04(01): 500-505. Universitas Muslim Indonesia.
Fatriani, Sunardi & Arfianti. 2018. Kadar Air, Kerapatan, Dan Kadar Abu Wood
Pellet Serbuk Gergaji Kayu Galam (Melaleuca cajuputi roxb) Dan Kayu Akasia
(acacia mangium wild). Jurnaal Enviro Scienteae vol 14(01):77-81. Universitas
Lampung Mangkurat.
Fiardy, A. 2013. Penentuan Umur Simpan Keripik Ubi Jalar Dan Keripik Talas
Dalam Kemasan Plastik Dan Aluminium Foil. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Firdhausha, A. S. 2017. Kajian Perbandingan Tepung Terigu (Triticum aestivum)
Dengan Tepung Jewawut (Setaria italica) Terhadap Karakteristik Roti Manis.
Skripsi. Universitas Pasundan Bandung.
Fitriania, Sugiyono, dan Purnomo, E. H. 2013. Pengembangan Produk Makaroni
dari Campuran Jewawut (Setaria italica) Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas) dan
Terigu (Triticum aestivum L). Jurnal Pangan vol 02(04):349-364.
Furqon, A., Maflahah, A., & Rahman, A. 2016. Pengaruh Jenis Pengemas dan
Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Produk Nugget Gembus. J. Agrointek vol
10(02).
Grandison. 2012. Food Processing Handbook 2nd edition. Weinheim: Wiley-
VCH.
Herawati, H. 2018. Penentuan Umur Simpan Pada Produk Pangan. Jurnal Litbang
Pertanian 27(4). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah.
Hidayat, C. A. 2019. Karakteristik Mie Basah Dari Tepung Jewawut (Setaria
italica L) Termodifikasi Secara Fermentasi Menggunakan Lactobacillus
acidophilus dan Waktu Fermentasi Bervariasi. Skripsi. Universitas Pasundan.
Hijrianti, S. & Widodo, S. 2010. Subsitusi Tepung Jewawut Pada Kue Kasippiq
Di Desa Bonde Kecamatan Campalagian Kabupaten Polewali Mandar. Sinergitas
Multidisiplin Ilmu Pengetahuan dan Teknologi vol 01. ISSN: 2622-0520.
Indrastuti. 2018. Penentuan Standard Operating Procedure (SOP) Pada Dodol
Jewawut. Jurnal Galung Tropika 07(02). Universitas Sulawesi Barat.
Indrianty, Y. 2010. Higiene dan Sanitasi Pengolahan Roti Pada Pabrik Roti DI
Desa Kampung Lalang Kecamatan Sunggal Medan. Skripsi. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Sumatera Utara.
51

Karyadi & Indrawan, A. 2009. Pengaruh Pengemasan Dan Lama Penyimpanan


Terhadap Total Plate Count (TPC) Mikroba Terhadap Sifat Organoleptik Tepung
Pisang Kepok Gablok (Musa paradisiaca balbisiana). Jurnal Agromedia vol
27(01). Universitas Semarang.
Katili, A.S. 2009. Struktur dan Fungsi Protein Kolagen. Jurnal Pelangi Ilmu Vol
02 No 05.
Latifah, I. 2010. Pendugaan Umur Simpan Keripik Wortel Dalam Kemasan
Polipropilen. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Latifah, N., Nurhidajah & Yusuf, A. 2018. Stabilitas Antosianin dan Aktivitas
Antioksidan Tepung Beras Hitam Berdasarkan Jenis Kemasan dan Lama
Penyimpanan. Repository: Universitas Muhamadiyah Semarang.
Miswarti, Putra, W. E., Rosmanah, S., Ivanti, & Yahumri. 2019. Jewawut (Setaria
italica (L.) P. Beauv). Bengkulu: Yayasan Sahabat Alam Rafflesia.
Miswarti.2014. Eksplorasi dan Karakterisasi Plasma Nutfah Jewawut (Setaria
italica) Di Provinsi Bengkulu, Sumatera Selatan dan Jawa Barat. Bengkulu: Balai
Pengkajian Teknologi Pertanian Bengkulu.
Mukhtar, S & Nurif, M. 2015. Peranan Packaging Dalam Meningkatkan Hasil
Produksi Terhadap Konsumen. Jurnal Sosial Humaniora, Vol 8 No.2 : 181-191.
Ninsix, R., Azima, F., Novelina, Nazir, N. 2018. Metode Penetapan Titik Keritis,
Daya Simpan dan Kemasan Produk Instan Fungsional. Jurnal Teknologi
Pertanian vol 07(01).
Noviandji, B.R. 2014. Desain Kemasan Tradisional Dalam Konteks Kekinian.
Jurnal Fakultas Desain vol 01(01).
Nurhudaya. 2011. Rekayasa Penggorengan Vakum dan Pengemasan Keripik
Durian Mentawai. Skripisi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor.
Nurminah, M. 2002. Penelitian Sifat Fisik Berbagai Bahan Kemasan Plastik Dan
Kertas Serta Pengaruhnya Terhadap Bahan Yang Dikemas. USU Digital Library:
Medan.
Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
ISSBN 978-602-235-336-2.
Pratiwi, R.A. 2018. Pengaruh Kombinasi Jenis Kemasn Dan Masa Simpan
Terhadap Sifat Mikrobiologi, Kimia, Fisik Dan Organoleptik Tepung Singkong
Fermentasi. Skripsi. Universitas Mataram.
52

Priyanto, G., Sari, G., & Hamzah, B. 2005. Profil dan Laju Mutu Tepung
Kecambah Kacang Hijau Selama Penyimpanan. Jurnal Agribisnis dan Industri
Pertanian vol 07(03). Universitas Sriwijaya.
Putra, I.W.A.P., Kartika, R., & Panggabean, A.S.2017. Pembuatan Bioetanol Dari
Biji Jewawut (Setaria italica) Dengan Proses Hidrolisis Enzimatis dan Fermentasi
Oleh Saccharomyces cerevisiae. Jurnal Kimian Mulawarman vol 14(02).
Universitas Mulawarman.
Rahayu, W.P., Nabanan, S., Budijanto & D. Syah. 2005. Pengemasan,
Penyimpanan, Dan Pelabelan. Badan Pengawasan Obat Dan Makanan : Jakarta.
Ridwan, Handayani, I., & Witjaksono.2018. Respon Tanaman Jewawut (Setaria
italica (L.) P. Beauv) Terhadap Kondisi Cahaya Rendah. Jurnal Biologi Indonesia
vol 14(01):23-32. LIPI.
Ridwansyah, 2003. USU Digital Library I Pengolahan Kopi. Jurusan Teknologi
Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Rini, D. S. 2018. Potensi Aksesi Lokal Jewawut (Setaria itaica (L.) P. Beauv)
Seabagai Pangan Aletrnatif Dilahan Kering Pulau Sumba NTT. Pusat Penelitian
Biologi. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. ISSN: 2527-533X.
Robertson, Gordon. L. 1993. Food Packaging: Principles and Practice. Marcel
Dekker, Inc., New York.
Rukmini, L., Legowa, A.M., & Dwiloka, B. 2015. Total Polifenol dan Aktivitas
Antioksidan Youguhrt dengan Penambahan Tepung Jewawut. Jurnal
Pengembangan Penyuluhan Pertanian vol 11(22).
Saleh, A.S.M., Zhang, Q., Chen, J., & Shen, Q., 2013. Millet grains: Nutritional
Quality, Processing and Potential Healt Benefits. Compr, Rev Food Sci. Food Saf.
12(3), 281-295.
Santoso, S. 2012. Panduan Lengkap SPSS Versi 20. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Sera, A. C. 2017. Penyimpanan Pangan. Materi Ajar Ilmu Pangan Dasar.
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Palangkaraya.
Setiadi, Y., Sunarto., & Hutagalung, S.P. Potensi Tepung Jewawut dalam
Meningkatkan Kadar Fe dan Daya Terima Nugget Ayam. Jurnal Riset Kesehatan
vol4(02). Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Semarang.
Sharma, R., Girish, A.G., Upadhyaya, H.D., Humayun, P., Babu, T.K, & Rao,
V.P. 2014. Identification of Blast Resistance in a Core Collection of Foxtail Millet
Germplasm. Plant Dis. 98(4),519-524.
53

Sheahan, C.M. 2014. Plant Guide For Foxtail Millet (Setaria italica). USDA-
Natural Resources Conservation Service, Cape May Plant Materials Center.
Sudarmadji, S., Haryono., & Suhardi. 2013. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty Yogyakarta: Yogyakarta.
Sulistyaningrum, A., Rahmawati, & Aqil, M. 2017. Karakteristik Tepung
Jewawut (Foxtail Millet) Varietas Lokal Majene Dengan Perlakuan Perendaman.
Jurnal Peneliti Pascapanen Pertanian vol 14(01):11-21. Balai Penelitian
Tanaman Serelia.
Susanto, A., Patimah, S., Idris, F. P. 2020. Intervensi Pemberian Tepung Jewawut
(Setaria italica) Dan Edukasi Terhadap Perubahan Kolesterol Total Pada
Penderita Prediabetes Di Puskesmas Bara-Baraya Kota Makassar 2019.
Syarief, et.al. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Tugas Akhir. Jurusan PAU
Pangan Dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Tabel Komposisi Pangan Indonesia. 2009. Persatuan Ahli Gizi Indonesia. Elex
Media Komputindo: Jakarta.
Takahashi, E. & Kiyosha, S. 1928. The Change Of Barley Proteins. 1- The
Change Of Protein On Storage. Bulletin of Agricultural Chemistry Society of
Japan 4:55-56.
Tejasari. 2005. Nilai Gizi Pangan. Yogyakarta : PT Graha Ilmu.
Tirajoh, S. 2015. Pemanfaatan Jewawut (Setaria italica) Asal Papua Sebagai
Bahan Pakan Pengganti Jagung. Jurnal Waitazoa vol 25(03):117-124.
Tobri, M. 2006. Kualitas Fisik dan Organoleptik Daging Ayam Boiler Yang
Ransumnya diberi Penambahan Minyak Ikan yang Mengandung Omega-3.
Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Trimulyono, H. 2008. Penerimaan Konsumen Terhadap Minyak Goreng Curah
Yang difortifikasi Vitamin A. Skripsi.
Trinitasari, S. 2011. Pengaruh Ekstrak Tepung Jewawut Terhadap Poliferasi Sel
Limfosit Manusia Secara In Vitro. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Winarmo, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Yogyakarta. Universitas Gadjah
Mada.
Yang, X.S.; Wang, L.L.; Zhou, X.R.; Shuang, S.M.; Zhu, Z.H.; Li, N.; Li, Y.; Liu,
F.; Liu, S.C.; Lu, P.; & Ren, G.X. 2013. Determination of protein, fat, starch, and
amino acids in foxtail millet [Setaria italica (L.) Beauv.] by Fourier transform
near-infrared reflectance spectroscopy. Food Sci. Biotechnol., 22(6), 1495–1500.
54

Yustini, P.E., Saragih, B., & Ramayana, S. 2019. Karakteristik Fisikokimia, Sifat
Fungsional dan Nilai Gizi Biji dan Tepung Jagaq (Setaria italica). Jurnal Riset
Teknologi Industri vol 13(02). Universitas Mulawarman.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Format Uji Segitiga
Tanggal Pengujian :
Nama :
Produk :
Intruksi :
Dihadapan anda terdapat 3 sampel dimana terdapat dua sampel yang sama dan
satu sampel berbeda. Anda diminta untuk menentukan sampel mana yang berbeda
dengan menuliskan angka 1 dan sampel yang sama dituliskan angka 0 pada kolom
dibawah ini:
Kode Sampel Kriteria Penilaian
Warna Tekstur Aroma

Berikan komentar dan saran anda setelah melakukan pengujian organoleptik

Komentar:................................................................................................................
.................................................................................................................................
Saran: ......................................................................................................................
.................................................................................................................................

55

Anda mungkin juga menyukai