Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

INFEKSI SALURAN KEMIH PADA NY. K

NAMA: SITI RAFIKA ABADI


NIM:202101078

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA PALU
TAHUN AJARAN 2023
1. KONSEP TEORITIS
A. Definisi
Infeksi saluran kemih adalah ditemukannya bakteri pada urine di kandung
kemih yang umumnya steril. (Arif mansjoer, 2001)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah infeksi yang terjadi sepanjang
saluran kemih, terutama masuk ginjal itu sendiri akibat proliferasi suatu
organisme (Corwin, 2001:480)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah berkembangnya mikroorganisme di
dalam saluran kemih yang dalam keadaan normal tidak mengandung bakteri,
virus/mikroorganisme lain.

B. Etiologi
Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
1. Pseudomonas. Proteus, Klebsiella
2. Escherichia Coli
3. Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.
Pada umumnya faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan
perkembangan infeksi saluran kemih adalah:
1) Wanita cenderung mudah terserang dibandingkan dengan laki-laki.
Faktor-faktor postulasi dari tingkat infeksi yang tinggi terdiri
dari urethra dekat kepada rektum dan kurang proteksi sekresi prostat
dibandingkan dengan pria.
2) Abnormalitas Struktural dan Fungsional
Mekanisme yang berhubungan termasuk stasis urine yang
merupakan media untuk kultur bakteri, refluks urine yang infeksi
lebih tinggi pada saluran kemih dan peningkatan tekanan hidrostatik.
3) Obstruksi
Contoh: Tumor, Hipertofi prostat
4) Gangguan inervasi kandung kemih
Contoh: Malformasi sum-sum tulang belakang kongenital.
multiple sklerosis
5) Penyakit kronis
Contoh: Gout, DM, hipertensi
6) Instrumentasi
Contoh : prosedur kateterisasi

C. Patofisiologi
Masuknya mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui:
1. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat saluran
kemih yang terinfeksi.
2. Hematogen yaitu penyebaran mikroorganisme patogen yang masuk melalui
darah yang terdapat kuman penyebab infeksi saluran kemih yang masuk
melalui darah dari suplay jantung ke ginjal.
3. Limfogen yaitu kuman masuk melalui kelenjar getah bening yang
disalurkan melalui helium ginjal.
4. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi.
Dua jalur utama terjadi infeksi saluran kemih ialah hematogen dan
ascending. Tetapi dari kedua cara ini, ascending-lah yang paling sering
terjadi.
Infeksi hematogen kebanyakan terjadi pada pasien dengan daya tahan
tubuh yang rendah karena menderita suatu penyakit kronik atau pada
pasien yang sementara mendapat pengobatan imun supresif. Penyebaran
hematogen bisa juga timbul akibat adanya infeksi di salah satu tempat
misalnya infeksi S.Aureus pada ginjal bisa terjadi akibat penyebaran
hematogen dari fokus infeksi dari tulang, kulit, endotel atau di tempat lain.
Infeksi ascending yaitu masuknya mikroorganisme dari uretra ke
kandung kemih dan menyebabkan infeksi pada saluran kemih bawah.
Infeksi ascending juga bisa terjadi oleh adanya refluks vesico ureter yang
mana mikroorganisme yang melalui ureter naik ke ginjal untuk
menyebabkan infeksi.
Infeksi tractus urinarius terutama berasal dari mikroorganisme pada
faeces yang naik dari perineum ke uretra dan kandung kemih serta
menempel pada permukaan mukosa. Agar infeksi dapat terjadi, bakteri
harus mencapai kandung kemih, melekat pada dan mengkolonisasi
epitelium traktus urinarius untuk menghindari pembilasan melalui
berkemih, mekanisme pertahan penjamu dan cetusan inflamasi.

D. Manifestasi Klinik
1. Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah:
1) Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
2) Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
3) Hematuria
4) Nyeri punggung dapat terjadi
2. Tanda dan gejala ISK bagian atas adalah:
1) Demam
2) Menggigil
3) Nyeri panggul dan pinggang
4) Nyeri ketika berkemih
5) Malaise
6) Pusing
7) Mual dan muntah

E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Penunjang (Nurarif & Kusuma, 2015)
1. Analisa urin rutin, mikroskop urin segar tanpa putar, kultur urin, serta
jumlah kuman/ml urin.
2. Ultrasonografi (USG)
3. Radiografi: foto polos perut, pielografi IV, Micturating cystogram
4. Isotop scanning

F. Penatalaksanaan
Tatalaksana umum atasi demam, muntah, dehidrasi dan lain-lain. Pasien
dilanjutkan banyak minum dan jangan membiasakan menahan kencing untuk
mengatasi disuria dapat diberikan fenazopiridin (pyriduin) 7-10 mg/kg BB
hari. Faktor predisposisi dicari dan dihilangkan. Tatalaksana khusus ditujukan
terhadap 3 hal, yaitu pengobatan infeksi akut, pengobatan dan pencegahan
infeksi berulang serta deteksi dan koreksi bedah terhadap kelamin anatamis
saluran kemih.
1. Pengobatan infeksi akut pada keadaan berat/demam tinggi dan keadaan
umum lemah segera berikan antibiotik tanpa menunggu hasil biakan urin dan
uji resistensi kuman. Obat pilihan pertama adalah ampisilin, katrimoksazol,
sulfisoksazol asam nalidiksat, nitrofurantoin dan sefaleksin. Sebagai pilihan
kedua adalah aminoshikosida (gentamisin, amikasin, dan lain-lain),
sefatoksin, karbenisilin, doksisiklin dan lain-lain, Tx diberikan selama 7 hari.
2. Pengobatan dan penegahan infeksi berulang: 30-50% akan mengalami
infeksi berulang dan sekitar 50% diantaranya tanpa gejala. Maka, perlu
dilakukan biakan ulang pada minggu pertama sesudah selesai pengobatan
fase akut, kemudian 1 bulan, 3 bulan dan seterusnya setiap 3 bulan selama 2
tahun. Setiap infeksi berulang harus diobati seperti pengobatan ada fase akut.
Bila relaps/infeksi terjadi lebih dari 2 kali, pengobatan dilanjutkan dengan
terapi profiloksis menggunakan obat antiseptis saluran kemih yaitu
nitrofurantoin, kotrimoksazol, sefaleksi atau asam mandelamin. Umumnya
diberikan / dosis normal, satu kali sehari pada malam hari selama 3 bulan.
Bisa ISK disertai dengan kalainan anatomis, pemberian obat disesuaikan
dengan hasil uji resistensi dan Tx profilaksis dilanjutkan selama 6 bulan, bila
perlu sampai 2 tahun.
3. Koreksi bedah: bila pada pemeriksaan radiologis ditemukan obstruksi, perlu
dilakukan koreksi bedah. Penanganan terhadap refluks tergantung dari
stadium. Refluks stadium I sampai III bisanya akan menghilang dengan
pengobatan terhadap infeksi pada stadium IV dan V perlu dilakukan koreksi
bedah dengan reimplantasi ureter pada kandung kemih
(ureteruneosistostomi). Pada pione frosis atau pielonefritis atsopik kronik,
nefrektami kadang-kadang perlu dilakukan.

G. Komplikasi
1. Gagal ginjal akut
2. Ensefalopati hipertensif
3. Gagal jantung, edema paru, retinopati hipertensif

2. KONSEP DASAR KEPERAWATAN


A. Pengkajian
a) Identitas
a). Identitas pasien meliputi nama.umur, tanggal lahir, alamat, jenis
kelamin, agama, status, pendidikan, pekerjaan, no rekam medik. diagnosa
medis.
b). Identitas Penanggung Jawab meliputi nama, tanggal lahir, umur,
alamat, jenis kelamin, agama, status, pendidikan, pekerjaan, hubungan
dengan pasien.
b) Riwayat Penyakit
a). Keluhan utama
b). Riwayat penyakit sekarang
c). Riwayat penyakit dahulu
d). Riwayat penyakit keluarg
c) Pola Kesehatan Fungsional
Pola-pola fungsional menurut Gordon
a). Pola persepsi dan penanganan kesehatan
b). Pola nutrisi
c). Pola eliminasi
d). Pola aktivitas
e). Pola istirahat dan tidur
f). Pola persepsi diri
g). Pola hubungan peran
h). Pola personal hygiene
i). Pola toleransi dan stress
j). Pola seksual dan reproduksi
k). Pola keyakinan
d) Pengakjian fisik
Pengkajian fisik meliputi keadaan umum, tanda-tanda vital,
pemeriksaan head to toe.
e) Data penunjang
Digunakan sebagai data tambahan untuk menegakkan diagnosa
keperawatan agar lebih tepat.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan Manajemen Nyeri

C. Intevensi Keperawatan
No Diagnosa Intervensi Rasional
Keperawatan
1 Nyeri akut b.d Observasi : Observasi :
Manajemen Nyeri 1. Identifikasi frekuensi 1. Untuk mengetahui
karakteristik, durasi lokasi, frekuensi
kualitas intensitas nyeri duravi kualitas,
2. Identifikasi skala nyeri intensitas nyeri
3. Identifikasi nyeri non 2. Mengetahui rentang
verbal respon skala nyeri pasien
4. Identifikasi faktor 3. Mengetahui respon
yang rasa nyeri pasien
Memperberat dan 4. Mengetahui secara
memperingan nyeri objektif factor
5. Identifikasi terhadap penyebab nyeri
respon nyeri 5. Mengetahui
6. Identifikasi kemampuan pasien
pengetahuan nyeri mengenai nyeri
kualitas hidup 6. Mengetahui latar
7. Monitor keberhasilan belakang respon
terapi komplementer nyeri
yang sudah diberikan 7. Mengetahui nyeri
8. Monitor efek samping terhadap pasien
penggunaan analgetik 8. Mengetahui
Terapeutik: pendukung
1. Berikan teknik non tindakan dalam
farmakologis untuk mengurangi rasa
mengurangi rasa nyeri nyeri
(mis. TENS, hipnosis. 9. Mengetahui
akupresure, Terapi samping dampak
musik, bio feadback. penggunaan
terapi aromaterapi, analgetik terhadap
pijat, teknik imajinasi nyeri
terbimbing hangat Terapeutik:
dingin,terapi kompres 1. Memberikan
bermain) tindakan
2. Kontrol lingkungan pendukung
yang memperberat meredakan nyeri
rasa nyeri (mis, suhu tindakan
ruangan, cahaya, 2. Menjaga dan
kebisingan) merawat keadaan
3. Berikan fasilitas) lingkungan
istirahat 3. Memberikan
4. Pertimbangkan jenis kenyamanan
dan sumber nyeri terhadap pasien
dalam pemilihan 4. Mengindentifika
strategi kemampuan jenis
Edukasi: nyeri dalam proses
1. Jelaskan strategi meredakans nyeri
meredakan nyeri Edukasi :
2. Jelaskan penyebab, 1. Memberikan
periode. pemicu nyeri tindakan dalam
3. Anjurkan memonitor meredakan nyeri
nyeri secara mandiri 2. Mengetahui
Anjurkan penyebab. lama dan
menggunakan pemicu respon
analgetik secara tepat nyeri
4. Anjurkan teknik 3. Mengajarkan pasien
nonfarmakologis cara mengetahui
mengurangi untuk rasa respon nyeri secara
nyeri (teknik napas mandiri
dalam) 4. Membantu pasien
Kolaborasi: mengurangi rasa
1. Kolaborasi pemberian nyeri pasien
analgetik, jika perlu 5. Memberikan
tindakan
pendukung atau
latihan dalam
meredakan rasa
nyeri
Kolaborasi:
1. Melakukan
kolaborasi dengan
apoteker dalam
pemberian obat
analgetik

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan yang
telah dibuat berdasarkan masalah keperawaan yang ditemukan dalam kasus,
dngan menuliskan waktu pelaksanaan dan respon klien.
E. Evaluasi Keperawatan
Mengevaluasi tindakan yang telah dilakukan apakah sudahmemenuhi
kriteria hasil.
DAFTAR PUSTAKA

Price, Syila Androson, (1995). Patofiologi konsep klinis proses-proses penyakit:

pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter

Anugrah Edisi: 4 Jakarta: EGC

Enggram, Barbara, (1998). Rencana Asuhan Keperawatan

PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus

Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus

Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan Pengurus

Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai