Referat CKD - Clara Sainuka (112021238)
Referat CKD - Clara Sainuka (112021238)
DISUSUN OLEH:
PEMBIMBING:
1
Halaman judul ……………………………….………………………………………………..1
Daftar Isi ……………………………………..……………………………………………….2
Bab I Pendahuluan………………………..…………………………………………………3
Latar Belakang Masalah….……………….…………………………………………………..3
Bab II Tinjauan Pustaka……………….……………………………………………………4
Definisi …………………………………..…………………………………………………...5
Kriteria ………………………………….…………………………………………………….5
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis ….….…………………………………………………….7
Epidemiologi ……………..…….……………………………………………………………..8
Etiologi……………..……………………………………………………………....................9
Anatomi ……………………………………………………………………………..………10
Patofisiologi …………………………………………………………………………...…….11
Manifestasi Klinis …………………………………………………………………………...12
Pemeriksaan Fisik …………………………………………………………………...………13
Pemeriksaan Penunjang ………………………………...…………………………………...13
Tatalaksana ………….………………………………………………………………………14
Prognosis ……….…………………………………………………………………….……...19
Bab III Kesimpulan ………….…………………………………………………………….20
Daftar Pustaka ……………………………………………………………………….……....21
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
darah, gangguan status gizi yang refrakter, dan gangguan kognitif diperlukan terapi
hemodialisis. Pada penderita yang sudah mencapai PGK derajat IV yaitu eGFR 30
ml/menit /1,73 m2 juga harus dimulai terapi hemodialisis.4
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Tabel 1. Kategori GFR pada Pasien Ginjal Kronis
**including nephrotic syndrome (albumin ecretion usually > 2200 mg/24 hours ).
6
Dengan mengkombinasikan kedua kriteria di atas maka dapat dimasukan ke
dalam cross table untuk mengetahui risiko referral untuk pasien ginjal krinis dan
urgensi penanganan penyakit ginjal kronis.
7
Tabel 3. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronis atas Dasar Derajat Penyakit
2.1.4. Epidemiologi
Angka prevalensi penyakit ginjal kronis pada tahun 2018 cukup tinggi
yaitu mencapai 3,8 permil populasi Indonesia menderita penyakit ginjal kronis
yang terdiagnosis dokter. Angka ini lebih tinggi dibandingkan prevalensi
peyakit ginjal kronis pada tahun 2013 yaitu 2 permil di seluruh Indonesia.
8
Prevalensi teringgi yaitu di provinsi Kalimantan Utara yaitu sebanyak 6,4
permil sedangkan prevalensi terendah di Indonesia terdapat di Propinsi
Sulawesi Barat dengan angka 1,8 permil. Penderita penyakit ginjal kronis
tersring pada umur 65-74 tahun, laki-laki yang lebih banyak daripada
perempuan. Persentase penderita penyakit ginjal kronis yang sedang menjalani
hemodialisa di Indonesia cukup rendah hanya 19,3% penderita penyakit ginjal
kronis yang menjadi terapi hemodialisa.7
2.1.5. Etiologi
Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara
dengan negara lain. Penyebab utama dan insiden penyakit gagal ginjal kronik
di Amerika Serikat dan penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di
Indonesia seperti dalam tabel-tabel berikut.5
Penyebab Insiden
Diabetes melitus 44%
Tipe 1 (7%)
Tipe 2 (37%)
Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27%
Glomerulonefritis 10%
Nefritis interstisialis 4%
Kista dan penyakit bawaan lain 3%
9
Penyakit sistemik (missal: lupus dan vaskulitis) 2%
Neoplasma 2%
Tidak diketahui 4%
Penyakit lain 4%
Penyebab Insiden
Glomeruloneritis 46,39%
Diabetes Melitus 18,65%
Obstruksi dan Infeksi 12,85%
Hipertensi 8,46%
Penyebab lain 13,65%
1. Struktur ginjal
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput titpis yang disebut kapsula fibrosa.
Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi
disebut medulla. Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada bagian
medulla ginjal manusia dapat pula dilihat adanya piramida yang
10
merupakan bukan saluran pengumpul. Ginjal dibungkus oleh lapisan
jaringan ikat longgar (kapsula). Hilus adalah batas bagian dalam ginjal
yang cekung sebagai pintu masuk pembuluh darah, limfatik, ureter, dan
saraf. Pelvis renalis berbentuk corong, menerima urine yang diproduksi
ginjal.9
2. Pembungkus ginjal
Ginjal dilapisi oleh kapsula adipose yang merupakan masaa jaringan
lemak yang tertutup oleh suatu lamina khusus dari fasia subserosa (fascia
renalis) yang terdapat diantara lapisan dalam dari fasia profunda dan
stratum fasia subserosa internus yang terpecah menjadi dua bagian yaitu
lamella anterior dan posterior.9
3. Struktur miskroskopis ginjal
Nefron merupakan satuan fungsisonal ginjal, berjumlah sekitar 1,3 juta
yang selama 24 jam menyaring 170 liter darah dari arteri renalis. Lubang-
lubang yang terdapat pada piramida ginjal masing-masing membentuk
suatu simpul satu badan malphigi yang disebut glomerulus. Setiap nefron
berasal dari berkas kapiler yang terdiri dari.9
a) Glomerulus
Glomerulus adalah tempat terjadinya penyaringan yang
merupakan tahapan awal dalam proses pembentukan urine.
Gulungan kapiler yang dikelilingi kapsul epitel berdinding ganda
disebut kapsula bowman.
b) Tubulus proksimal
Panjangnya mencapai 15 mm dan sangat berliku. Pada permukaan
yang menghadap lumen tubulus ini terdapat sel-sel epitelium
kuboid yang kaya akan mikrovilus dan memperluas area
permukaan lumen.
c) Ansa henle
Bentuknya lurus dan tebal, diteruskan ke segmen tipis lalu ke
segmen tebal, panjangnya 2-14mm. klorida secara aktif diserap
kembali kecabang asendens ansa henle dan natrium bergerak
secara pasif untuk mempertahankan kenetralan fisik.
d) Tubulus distal
11
Panjangnya sekitar 5 mm dan membentuk segmen terakhir nefron,
bersentuhan dengan dinding arteriol aferen yang mengandung sel-
sel yang termodifikasi disebut macula densa yang berfungsi
sebagai suatu kemoreseptor dan distimulasi oleh penurunan ion
natrium.
e) Duktus koligen medulla
memiliki kemampuan mereabsorbsi dan menyekresi kalium.
Pengaturan secara halus ekskresi natrium urine terjadidisini
dengan aldosterone yang paling bereperan terhadap reabsorbsi
natrium.
4. Peredaraan darah ginjal
Arteri renalis adalah percabangan aorta abdomen yang mensuplai
masing-masing ginjal dan masuk ke hilus melalui cabang anterior dan
posterior yang membentuk areteri-arteri interlobaris yang mengalir
diantara piramida ginjal. Arteri arkuata berasal dari arteri interlobaris
pada area pertemuan antara korteks dan medulla. Arteri interlobularis
merupakan percabangan aretri arkuata disudut kanan dan melewati
korteks. Arteriol aferen berasal dari arteri interlobularis. Satu arteriol
aferen membentuk glomerulus. Arteriol eferen meninggalkan setiap
glomerulus dan membentuk jarring-jaring kapiler lain. Kapiler
peritubular yang mengelilingi tubulus proksimal dan distal untuk
memberi nutrient pada tubulus tersebut dan mengeluarkan zat-zat yang
direabsorpsi. Arteriol eferen dari glomerulus pada nefron
jukstaglommerular memiliki perpanjangan pembuluh kapiler panjang
yang lurus disebut vasa recta yang masuk kedalam vena koretks yang
kemudian menyatu dan membentuk vena interlobularis. Vena arkuata
menerima darah dari vena interlobularis yang bergabung untuk bermuara
ke dalam vena renalis.9
5. Persarafan ginjal
Saraf ginjal lebih kurang 15 ganglion. Ganglion ini membentuk pleksus
renalis yang berasal dari cabang yang terbawah dan diluar ganglion
pleksus seliaka, pleksus akustikus dan bagian bawah splenikus. Pleksus
renalis bergabung dengan pleksus spermatikus dengan cara memberikan
beberapa serabut yang dapat menimbulkan nyeri pada testis pada
kelainan ginjal.9
12
Gambar 2. Anatomi Ginjal
2.1.7. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya bergantung pada
penyakit yang mendasarinya, namun dalam perkembangan selanjutnya proses
yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving
nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah
glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh
proses maladaptasi berupa sclerosis nefron yang mash tersisa. Proses ini
akhirnya diikuti dengan fungsi nefron yang progresif meskipun penyakit
dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-
angiotensin-aldosteron intrarenal ikut memberikan kontribusi terhadap
terjadinya hiperfiltrasi, sclerosis dan progesifitas tersebut. Aktivasi jangka
panjang axis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth
factor seperti transforming growth factor (TGF-). Beberapa hal yang juga
dianggap berperan terhadap terjadinya progestifitas penyakit ginjal kronis
adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia. Adanya
13
variabilitas interindividual untuk terjadinya sclerosis dan fibrosis glomerulus
maupun tubulointerstisial.5
Pada stadium paling dini PGK, terjadi kehilangan daya cadang ginjal
(renal reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal atau malah
meningkat. Kemudian secara perlahan namun pasti, akan terjadi penurunan
fungsi nefron yang progresif yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum
merasakan keluhan (asimptomatik) tetapi sudah terjadi kenaikan kadar urea
dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan
pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan berkurang dan
penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30% pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia seperti anemia, peningkatan tekanan
darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan
lainnya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperi infeksi saluran kemih,
infeksi saluran nafas dan infeksi saluran cerna. Terjadi juga gangguan
keseimbangan air seperti hipo atau hypervolemia, gangguan keseimbangan
elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15% akan terjadi
gejala dan komplikasi serius, dan pasien memerlukan terapi pengganti ginjal
(renal replacement therapy) yaitu dialisis atau transplantasi ginjal. Pada
keadaan ini pasien dikatakan gagal ginjal.5
14
- Uremia akibat akumulasi urea pada darah dapat menimbulkan gejala
berupa pericarditis, ensefalopati, gastropati. Akibat jumlah urea yang tingi
di dalam darah maka urea dapat diekskresikan melalui keringat dalam
konsentrasi tinggi dan dapat menjadi kristal di kulit yang disebut “uremic
frost”.
- Hiperkalemi akibat kalium yang terakumulasi dalam darah yang memiliki
gejala seperti malaise hingga aritmia jantung. Hiperkalemi dapat terjadi
jika GFR dari ginjal mencapao <25 ml/min/1,73m 2 saat kemampuan ginjal
mengekskresikan kalium mulai berkurang.
- Anemia disebabkna karena penurunan produksi eritropoietin yang
akhirnya menyebabkan penurunan produksi sel darah merah karena
eritropoietin dibentuk di jaringan interstitial ginjal. Pada penyakit ginjal
kronik terjadi nekrosis sehingga produksi ertiropoietin ini berkurang.
- Overload volume cairan yang disebabkan oleh retensi natrium dan cairan
pada ginjal sehingga dapat menyebabkan edema ringan hingga edema yang
mengancam nyawa seperti edema paru.
- Hiperfofatemia disebabkan karena berkurangnya ekskresi fosfat oleh
ginjal. Hiperfosfatemia meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular yang
mana fosfat merupakan stimulus dari kalsifikasi vaskular.
- Hipokalsemia disebabkan oleh stimulasi pembentukan FGF-23 oleh
osteosit bersama dengan penurunan massa ginjal. FGF-23 merupakan
inhibitor dari enzim pembentukan vitamin D yang secara kronis akan
menyebabkan hipertropi kelenjar paratiroid, kelainan tulang akibat
penyakit ginjal dan kalsifikasi vaskular.
- Asidosis metabolik disebabkan oleh akumulasi dari fosfat dan urea.
Asidosis juga dapat disebabkan oleh penurunan kemampuan produksi
ammonia pada sel-sel ginjal.
- Anemia defisiensi besi disebabkan oleh beberapa faktor yaitu peningkatan
inflamasi yang disebabkan oleh akumulasi urea, penurunan ertiropoietin
dan penurunan fungsi sumsum tulang.
15
Pada PGK derajat ringan umumnya tidak menimbulkan gejala klinis
yang didasari. Pada sebagian besar kasus, gejala baru muncul saat fungsi
ginjal tersisa 10%. Gejala yang dapat ditemui seperti:12
- Sindrom uremia yaitu nyeri dada (pericarditis), perdarahan abnormal
seperti ekimosis atau perdarahan saluran cerna dan penurunan kesadaran
(ensefalopati uremikum).
- Malaise, pruritus, mual, muntah
- Anemia : pucat, mudah lelah
- Kelebihan cairan: sesak, edema pada ekstremitas
- Palpitasi (aritmia)
16
saat ukuran ginjal sudah mengecil, penyakit ginjal polikistik, hipertensi
tidak terkendali, gangguan pembekuan darah, gagal nafas dan obesitas.
- Pemeriksaan lainnya terkait komplikasi seperti EKG, foto polos toraks,
ekokardiografi, dan densitas tulang.5,12
2.1.11. Tatalaksana
Penatalaksanaan penyakit ginjal kronik meliputi:5
Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya
17
0,8 gr/kgBB/hari, yang 0,35-0,50 gram diantaranya merupakan protein
nilai biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35
kkal/kgBB/hari. Bila terjadi malnutrisi maka asupan kalori dan protein
dapat ditingkatkan. Kelebihan protein ini tidak dapat disimpan di dalam
tubuh seperti lemak dan karbohidrat namun dipecah menjadi urea dan
substansi nitrogen lain yang terutama diekskresikan di ginjal. Selain itu
makanan yang tinggi protein memiliki kandungan ion hydrogen, fosfat,
sulfat dan ion unorganik lain yang diekskresikan melalui ginjal.
Penimbunan substansi nitrogen dan ion unorganik lain dan mengakibatkan
gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia. Asupan protein yang
berlebih juga akan mengakibatkan gangguan hemodinamik ginjal berupa
peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus yang akan
meningkatkan progesifitas pemburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan
protein juga mengakibatkan pembatasan asupan fosfat karena berasal dari
sumber yang sama sehingga mencegah juga terjadinya hiperfosatemia.
18
- Anemia
- Osteodistrofi Renal
19
600-800 mg/hari. Pembatasan asupan fosfat secara ketat tidak
dianjurkan karena akan mengakibatkan malnutrisi. Dapat pula
diberikan pengikat fosfat yang banyak dipakai adalah garam kalsium,
aluminium hidroksida, dan garam magnesium. Garam-garam ini
diberikan secara oral untuk menghambat absorbsi fosfat yang berasal
dari makanan. Garam kalsium yang banyak digunakan adalah kalsiun
bikarbonar (CaCO3) dan kalsium asetat. Dalam perkembanganyya
ditemukan obat yang dapat menghambat reseptor Ca pada kelenjar
paratiroid dengan nama sevelamer hidroksida. Obat ini disebut juga
calcium nimetic agent dan dilaporkan memiliki efektivitas yang sangat
baik serta efek samping yang minimal.
20
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronis stadium 5,
yaitu pada LFG <15 ml/menit/1,73m2. Terapi pengganti tersebut berupa
hemodialisis, peritoneal dialisis atau transplantasi ginjal.
2.1.12. Prognosis
21
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit ginjal kronik (PGK) merupakan suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan pada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal. PGK ini ditandai dengan keruskan ginjal (renal damage) yang
terjadi lebih dari 3 bulan dengan kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), serta laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60
ml/menit/1.73m2 selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Beragam gejala klinis yang ditemukan sesuai dengan penyakit yang mendasarinya.
Dapat ditemukan nyeri dada (pericarditis,) penurunan kesadaran (ensefalopati uremikum),
perdarahan saluran cerna, malaise, mual, muntah, sesak, edema pada ekstremitas, dan
palpitasi (aritmia). Penatalaksaan yang diberikan pada pasien denga penyakit ginjal kronik
ini mulai dari pencegahan dengan mengatur pola asupan makanan, obat antihipertensi, hingga
bila terapi pengganti ginjal pada stage 5.
22
DAFTAR PUSTAKA
6. KDIGO 2012 Clinical Practice Guideline for the Evaluation and Management of
Chronic Kidney Disease. Kidney International Supplements. 2013;3(1).
7. Kementrian kesehatan RI. Hasil utama Riskesdas. 2018.
8. Bikbov B, Perico N, Remuzzi G.Disparities in Chronic Kidney Disease Prevalence
among Males and Females in 195 Countries: Analysis of the Global Burden of
Disease 2016 Study.Nephron. 139 (4): 313–318.
9. Drake R, Vogl W, Mitchell A. Gray’s basic anatomy. h. 194-5.
23
11. Faul C, Amaral AP, Oskouei B, et al. FGF23 induces left ventricular hypertrophy. J
Clin Invest. 2011;121 (11): 4393–408.
12. Liwang F, Yuswar P, Wijaya E, et al. Kapita selekta kedokteran jilid I ed. 5. Depok:
Media Aesculapius;2020.
24