Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penanganan ikan segar merupakan salah satu bagian penting dari mata
rantai industri perikanan. Penanganan ikan laut pada dasarnya terdiri dari dua
tahap, yaitu penanganan di atas kapal dan penanganan di darat. Penanganan ikan
setelah penangkapan atau pemanenan memegang peranan penting untuk
memperoleh nilai jual ikan yang maksimal. Tahap penanganan ini
menentukan nilai jual dan proses pemanfaatan selanjutnya serta mutu produk
olahan ikan yang dihasilkan (Pusat Pengembangan Dan Pemberdayaan Pendidik
Dan Tenaga Kependidikan Pertanian 2010).
Kecepatan pembusukan ikan setelah penangkapan dan pemanenan sangat
dipengaruhi oleh teknik penangkapan dan pemanenan, kondisi biologis
ikan, serta teknik penanganan dan penyimpanan di atas kapal. Oleh
karena itu, segera setelah ikan ditangkap atau dipanen harus secepatnya
diawetkan dengan pendinginan atau pembekuan, yang kemudian di bawah
langsung di pabrik untuk di tangani selanjutnya. (Pusat Pengembangan Dan
Pemberdayaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan Pertanian. 2010).
Salah satu jenis penanganan yang dapat digunakan untuk menghambat
pembusukan adalah pengolahan ikan kayu, selain dapat mengawetkan ikan,
pengolahan ini juga dapat memberikan aroma, warna serta tekstur yang khas
menyerupai kayu sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomis dari ikan tersebut.

1.2 Maksud dan Tujuan


Dengan melakukan praktikum ini diharapkan agar mahasiswa dapat
mengetahui tahapan-tahapan penanganan dan pengolahan ikan kayu di PT.
Celebes Mina Pratama sehingga dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswa.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bahan Baku
1. Klasifikasi Ikan Cakalang
Kingdom : Animalia
Phylum : Vertebrata
Class : Telestoi
Ordo : Perciformes
Famili : Scombridae
Genus : Katsuwonus
Species : Katsuwonus pelamis
2. Klasifikasi Ikan Tongkol
Kerajaan: Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Scombridae
Genus : Euthynnus
Spesies : E. affinis
3. Klasifikasi Ikan Tuna Yellowfin
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Scombridae
Genus : Thunnus
Spesies : T. albacares
4. Klasifikasi Ikan Layang
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii

2
Ordo : Perciformes
Famili : Carangidae
Genus : Decapterus
Spesies : Decapterus sp.

2.2 Ikan Kayu atau Katsounushi


Katsuobushi adalah makanan awetan berbahan baku ikan. Katsuobushi diserut
menjadi seperti serutan kayu untuk diambil kaldunya yang merupakan bahan
dasar masakan Jepang, ditaburkan di atas makanan sebagai penyedap rasa, atau
dimakan begitu saja sebagai teman makan nasi.
Pengawetan ikan cakalang menjadi katsuobushi umum dilakukan di beberapa
negara seperti Jepang dan kepulauan Maladewa. Teknik pengawetan ikan menjadi
katsuobushi sudah dikenal di Jepang sejak sebelum zaman Edo. Katsuobushi
disebut juga ikan kayu karena ikan cakalang yang sudah diolah menjadi sangat
keras seperti kayu, sehingga sebelum digunakan harus diserut dengan alat ketam.
Ikan dibelah menjadi 2 bagian untuk membuang bagian tulang, menyisakan
bagian daging ikan berbentuk lengkungan seperti kapal yang disebut fushi (節?).
Daging ikan kemudian diproses sehingga produk akhirnya disebut katsuobushi.
Katsuobushi kaya dengan vitamin B kompleks dan banyak mengandung
inosine dan unsur umami sehingga selalu digunakan di Jepang sebagai bumbu
dapur atau penyedap. Dalam istilah orang Jepang, umami adalah rasa "lezat" yang
merupakan rasa tambahan dari empat rasa utama yang umum: manis, asam, asin,
dan pahit.

2.3 Penanganan Awal


Menurut Okonta dan Ekelemu (2005) dalam Deureus et al, (2009) proses dan
preversi ikan segar merupakan bagian penting karena ikan mempunyai kepekaan
yang sangat tinggi terhadap pembusukan setelah panen dan nuntuk mencegah
kehilangan-kehilangan ekonomi. Jika ikan tidak djual dalam keadaan segar maka
cara pengawetan harus dilakukan. Ini meliputi pembekuan, pengasapan dan

3
percawanan pemanasan (Sterilisasi, Pasteurisasi,dsb). Persiapan efisiensi ikan
mutu unggul hasil investasi maksimum dan keuntungan yang bisa dicapai.
Teknik penanganan ikan yang paling umum digunakan untuk menjaga
kesegaran ikan adalah penggunaan suhu rendah. Selanjutnya, pada kondisi suhu
rendah pertumbuhan bakteri pembusukan dan proses-proses biokimia yang
erlangsung dapat tumbuh ikan yang mengarah pada kemunduran mutu menjadi
lebih lamban (Gelman et al, 2011 dalam Munandar et al, 2009).
Pengawetan ikan dengan suhu rendah merupakan suatu proses pengambilan
atau pemindahan panas dari tubuh ikan ke bahan lain. Ada pula yang mengatakan
bahwa pendinginan adalah proses pengambilan panas dari suatu ruangan yang
terbatas untuk menurunkan dan mempertahankan suhu suhu di ruangan tersebut
bersama isinya agar selalu lebih rendah dari pada suhu diluar ruangan. Kelebihan
pengawetan ikan dengan pendinginan adalah sifat-sifat asli ikan tidak mengalami
perubahan tekstur, rasa dan bau (Adawiyah, 2007)

2.3 Bangunan Penanganan dan Pengolahan Ikan


1. Desain Fasilitas dan Konstruksi
Desain konstruksi dan pemeliharaan fasilitas yang tepat sangat penting untuk
menjamin keamanan pangan dengan kontaminasi silang, sarana kebersihan dan
disinfeksi, serta meminimalisir kontaminasi hama.
2. Lokasi dari Fasilitas
Lokasi dari fasilitas produksi sangat penting terhadap mutu dan keamanan
pangan. Produk dengan mudah terpengaruh oleh faktor-faktor di luar fasilitas.
Sebagai contoh, kegiatan yang dijalankan di tempat yang berdekatan dengan
tempat produksi dapat menyebabkan:
a) Debu.
b) Asap.
c) Bau.
d) Senyawa volati.
e) Drainase.
f) Sumber hama

4
Kedekatan dengan sungai atau saluran air juga dapat menimbulkan masalah,
seperti potensi kontaminasi dalam hal banjir.
3. Perlindungan dari Hama
Konstruksi bangunan dan pemeliharaannya harus dibuat untuk mencegah
masuk atau bersarangnya hama seperti tikus, serangga, dan burung.
Bahan bangunan yang tersambung atau terkait pada pabrik seperti pipa
selokan atau saluran yang masuk ke sdalam area pabrik seharusnya tidak terdapat
celah dan harus tertutup rapat. Desain bangunan seharusnya tidak memungkinkan
untuk burung bersarang atau membuang kotoran. Misalnya, plafon gantung
memungkinkan partikel makanan menumpuk dan dengan demikian menciptakan
kondisi yang ideal bagi hama seperti serangga untuk hidup dan berkembang biak
tanpa hambatan.
4. Drainase dan Penanganan Limbah
Pengaliran air harus dirancang untuk mengalihkan air sejauh mungkin dari
fasilitas secepatnya. Perbaikan masalah drainase sangat penting ketika curah hujan
tinggi. Seharusnya pada daerah sekitar fasilitas harus dihindari adanya air yang
tidak mengalir dan tergenang.
Setiap pengolahan limbah dan sistem pembuangan harus berada di luar
fasilitas tersebut dan sejauh mungkin dari daerah produksi serta penyimpanan.
Penanganan limbah dan sistem pembuangan harus dioperasikan dengan benar dan
tidak menimbulkan risiko kontaminasi terhadap produk baik oleh kontaminasi
atmosfer, kontaminasi fisik, atau serangan.
5. Tata letak Fasilitas
Desain yang tepat dari fasilitas produksi pangan sangat penting untuk
menjamin keamanan pangan. Fasilitas ini harus mencakup pola aliran produk
yang dirancang untuk mencegah potensi sumber kontaminasi, meminimalkan
proses penundaan (yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas), dan mencegah
kontaminasi silang dari produk akhir dengan potensi bahaya keamanan pangan
dari bahan baku.
Ikan, kerang dan invertebrata air lainnya adalah makanan yang mudah rusak
dan harus ditangani dengan cepat dan hati-hati, pendinginan dilakukan untuk

5
meminimalkan proliferasi mikroba patogen dan mikroorganisme lain yang
menyebabkan pembusukan. Oleh karena itu, fasilitas harus dirancang untuk
memfasilitasi proses yang cepat dan penyimpanan berikutnya.
6. Desain dan Tata Letak
Desain dan tata letak dari fasilitas sangat penting untuk meminimalisir resiko
produk terkontaminasi akibat dari buruknya penerapan kebersihan personal atau
paparan dari bahaya mikrobiologi, kimia, atau fisik. Berikut adalah faktor yang
harus dipertimbangkan saat merancang tata letak fasilitas.
1. Peletakan peralatan dan penyimpanan bahan-bahan dengan baik yang
dapat meminimalkan potensi kontaminasi silang.
2. Titik masuk bagi pekerja dan titik kedatangan bahan-bahan termasuk
bahan baku.
3. Penyediaan fasilitas cuci tangan yang memadai.
4. Penyediaan fasilitas toilet yang memadai.
5. Memastikan pasokan air layak minum yang masuk dalam jumlah yang
cukup dan sistem air limbah yang memadai serta desain fasilitas yang
dapat meminimalisir kontaminasi terhadap produk, bahan produksi, dan
bahan pengemas.
6. Desain fasilitas harus dapat meminimalkan resiko kontaminasi terhadap
produk pangan.
7. Konstruksi Fasilitas
Pada dasarnya bahan yang digunakan dalam pembangunan fasilitas juga
penting untuk meminimalisir resiko kontaminasi pada produk. Penggunaan bahan
yang tidak tepat dalam pembangunan fasilitas dapat menyebabkan kontaminasi
produk atau penurunan kualitas dari produk.
Pada bagian ini tidak hanya pada elemen konstruksi dalam fasilitas seperti
lantai, dinding dan langit-langit, tetapi juga pada sistem peralatan dan ventilasi
yang digunakan dalam fasilitas produksi.
8. Bahan bangunan dan Desain Lantai, Dinding, dan Langit-langit
Langit-langit harus halus, bersih, tahan api, tidak mengelupas, berwarna
terang, pada daerah pertemuan dinding dengan langit-langit harus tertutup, dan

6
mudah dibersihkan.Dinding harus bersih, halus, kuat, tidak mengelupas, tahan
lama, berwarna terang, dan dapat dibersihkan atau didisinfeksi.
Permukaannya tahan terhadap tumpahan, bahan kimia, minyak , panas, dan
benturan. Permukaan lantai harus bersih, tahan lama, tahan serapan, tidak licin,
tidak bercelah, dan mudah dibersihkan.
Terkait dengan produk yang diproses, lantai harus tahan terhadap asam,
lemak, dan garam, dan tingkat kemiringan yang cukup untuk mempermudah air
masuk ke saluran pembuangan. Permukaan dinding, partisi, dan lantai harus
terbuat dari bahan yang aman dan kuat. Batas antara dinding dan lantai harus
dibuat mudah untuk dibersihkan (bentuk bulat)
9. Jendela dan Pintu
Jendela dan pintu mungkin menjadi bagian dari saran produksi yang rentan
terhadap masuknya hama dan kontaminan lain ke dalam pabrik. Bagian ini
mencakup langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko
masuknya hama dan kontaminan, termasuk pemeriksaan, penyaringan, dan
prosedur untuk menutup pintu.
Jendela harus dibangun untuk meminimalkan penumpukan kotoran dan bila
perlu dilengkapi dengan lampu serangga yang dapat dilepas dan dibersihkan.
Pintu harus halus, permukaannya tidak menyerap. Desain fasilitas produksi
modern sangat jarang menggunakan jendela kaca karena kaca beresiko menjadi
kontaminan dalam produk akhir.
Bila terdapat jendela kaca dalam fasilitas produksi anda, maka pastikan bahwa
terdapat perlindungan yang memadai terhadap kerusakan kaca, caranya melapisi
kaca dengan kasa atau plastik bening sehingga apabila terjadi kerusakan, tidak ada
kaca yang masuk ke dalam fasilitas produksi.
10. Ventilasi
Ventilasi harus mampu menghilangkan kelebihan uap, asap, dan bau tidak
sedap, serta menghindari kontaminasi silang melalui aerosol. Saat terdapat resiko
kontaminasi dari benda asing, seperti debu atau partikel kotoran atau kontaminasi
atmosfer dari bau atau senyawa volatil, harus ada sistem ventilasi yang memadai
di lokasi tersebut.

7
Saat perancangan sistem ventilasi, anda harus berhati-hati untuk memastikan
bahwa sistem penyaringan dan filtrasi tergabung dalam sistem ventilasi untuk
mencegah kontaminan lain seperti serangga yang masuk ke dalam pabrik. Ketika
sistem ventilasi tergabung dalam pabrik, sistem ini harus termasuk dalam jadwal
pembersihan pabrik.
11. Sanitas dan Higiene Peralatan
Alat dan peralatan yang digunakan dalam penanganan dan pengolahan hasil
perikanan akan sangat bervariasi tergantung pada sifat dan jenis operasi yang
terlibat. Kondisi alat dan peralatan harus sedemikian rupa sehingga
meminimalkan penumpukan residu dan mencegah nya menjadi sumber
kontaminasi.
Peralatan yang digunakan dalam fasilitas produksi harus mudah dan efektif
dibersihkan dan dipelihara dengan baik. Harus ada ruang yang cukup di sekitar
peralatan untuk memungkinkan pemeliharaan rutin dan pembersihan. Jika fasilitas
tersebut tidak memiliki ruang yang cukup di sekitar masing-masing peralatan,
maka harus mudah dipindahkan untuk menciptakan ruang ketika pemeliharaan
dan pembersihan diperlukan. Untuk memastikan kemudahan prosedur
pembersihan dan disinfeksi desain dan konstruksi alat dan peralatan didalam
fasilitas harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut :
a) Peralatan harus tahan lama dan mudah dipindahkan dan atau/ dapat
dibongkar untuk memungkinkan pemeliharaan, pembersihan disinfeksi,
dan monitoring.
b) Alat, wadah dan peralatan yang kontak dengan ikan, kerang dan produk
perikanan harus dirancang untuk menyediakan saluran pengaliran yang
memadai dan dibangun untuk memastikan bahwa alat dan peralatan
mudah diberihkan, didesinfeksi dan dipelihara untuk menghindari
kontaminasi.
c) Alat dan peralatan harus dirancang dan dibangun untuk meminimalkan
kotoran yang terperangkap pada sudut dan celah-celah kecil atau rongga.

8
d) Pasokan yang sesuai dan memadai membersihkan peralatan dan bahan
pembersih, disetujui oleh instansi resmi yang berwenang, harus
disediakan.
Desain dan konstruksi alat dan peralatan di fasilitas harus mempertimbangkan
faktor-faktor berikut untuk meminimalkan kontaminasi ikan dan produk
perikanan:
a) Semua permukaan peralatan di area penanganan harus non-toksik, halus,
tahan dan dalam kondisi yang optimal untuk meminimalkan penumpukan
lendir ikan, darah, sisik dan insang dan untuk mengurangi resiko
kontaminasi fisik.
b) Akumulasi limbah padat, semi-padat atau cair harus diminimalkan untuk
mencegah kontaminasi pada ikan.
c) Drainase yang memadai harus disediakan dalam wadah penyimpanan dan
peralatan.
d) Drainase tidak diperkenankan untuk mengkontaminasi produk.
Selain itu, alat dan peralatan di fasilitas harus memiliki karakteristik berikut
untuk meminimalkan kerusakan pada ikan dan produk perikanan:
a) Permukaan harus memiliki sudut tajam dan proyeksi yang minimum .
b) Alat pembawa barang harus dirancang untuk mencegah kerusakan fisik
akibat jatuh atau terjepit .
c) Peralatan penyimpanan harus sesuai dengan tujuan dan produk tidak
menyebabkan kerusakan pada produk.

9
BAB III

METODELOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum pengamatan penanganan ikan kayu (katsuobushi) bertempat di
Pabrik Pengolahan Ikan Kayu PT. Celebes Mina Pratama Bitung-Sulawesi Utara
yang dilaksanakan pada pukul 09:00-13:00, hari senin tanggal 18 mei 2015.

3.2 Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum pengamatan bahan
baku ikan kayu dapat dilihat pada table 1

Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan


No. Alat Bahan
1. Kamera
2. Pensil
3. Buku Ikan
4. Topi
5. Sepatu Bot

3.3 Prosedur Pelaksanaan


1. Mengamati kegiatan penanganan di pabrik PT. Mina Celebes Pratama
2. Mengamati pengolahan ikan kayu di PT.Celebes Mina Pratama
3. Wawancara dengan karyawan di tempat penerimaan bahan baku di
PT.Celebes Mina Pratama

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

10
4.1 Hasil
Adapun hasil pengamatan penanganan ikan kayu (katsuobushi) di PT. Celebes
Mina Pratama dapat dilihat pada table 2.
Tabel 2. Hasil Pengamatan
No. Teknik Penanganan Teknik Pengolahan
1 Penerimaan Bahan Baku
2 Desain dan Tata Letak Sortir/Penyiangan
3 Perebusan
4 Pendinginan
Pembersihan Tulang dan
5 Peralatan Kepala Ikan

6 Pendinginan Ikan
7 Pengasapan
8 Sistem Pendinginan Lab Mini
9 Grading
10 Alat Metal Detector
Sanitasi
11 Pengemasan

4.2 Pembahasan
1. Teknik Penanganan Ikan Kayu
a. Desain Dan Tata Letak
Sebuah tempat pengolahan ikan dapat dikatakan baik jika toilet, area
penyimpanan ikan, area penyimpanan alat, area parkir, akses bagi kendaraan,
penyediaan air bersih, dan sumber listrik sehingga dapat menjamin proses
penanganan ikan berjalan dengan baik, serta kebersihan dari peralatan tetap
terjaga. Selain itu PT. Celebes Mina Pratama juga memiliki konstruksi yang tahan
lama dengan desain yang sesuai, pengelolaannya juga harus dilakukan dengan
baik.
Desain, tata letak, dan peralatan utama tempat pendaratan ikan area
pembongkaran ikan juga dilengkapi dengan lantai, dinding, dan plafon yang
terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan. Letak toilet tidak boleh berada di
dalam area pabrik. Di pabrik juga memiliki box-box ikan berinsulasi dalam
jumlah yang cukup dan mudah dibersihkan, timbangan yang mudah dibersihkan.
Alat penghancur es balok yang digunakan juga harus dijaga dalam kondisi yang

11
bersih. Tempat pendaratan ikan yang baik juga dilengkapi dengan sistem
pengumpulan sampah dan fasilitasnya. Selain itu, kecukupan jumlah peralatan
untuk pembersihan dan area tempat penyimpanannya juga dapat diperhatikan.
b. Peralatan
1) Keranjang plastik yang cukup kuat dengan kapasitas maksimum 25-30
kg ikan agar cukup ringan sehingga mudah ditangani secara manual.
Keranjang ini didesain sedemikian rupa sehingga air lelehan es dapat
mengalir dengan lancar dan dapat ditumpuk tanpa memberikan
tekanan produk ikan yang ada di dalamnya. Keranjang ini memiliki
dua fungsi yaitu untuk wadah ikan hasil seleksi, tempat melakukan
pencucian sekaligus.
2) Wadah yang digunakan dalam penanganan hasil tangkap dapat berupa
tong, keranjang atau berbentuk kotak yang terbuat dari plastik,
aluminium, kayu, bambu, fiberglass, atau kombinasi dari beberapa
jenis material.
c. Sistem pendinginan
Pada prinsipnya pendinginan adalah mendinginkan ikan secepat mungkin
ke suhu serendah mungkin, tetapi tidak sampai menjadi beku. Pada umumnya,
pendinginan tidak dapat mencegah pembusukan secara total, tetapi semakin
dingin suhu ikan, semakin besar penurunan aktivitas bakteri dan enzim. Dengan
demikian melalui pendinginan proses bakteriologi dan biokimia pada ikan hanya
tertunda, tidak dihentikan. Untuk mendinginkan ikan, seharusnya ikan diselimuti
oleh medium yang lebih dingin darinya, dapat berbentuk cair, padat, atau gas.
Proses pendinginan ikan yang dilakukan di tempat praktikum yaitu di PT.
Celebes mina pratama adalah dengan menggunakan es balok. Perbandingan yang
digunakan antara es balok dan ikan, pada umumnya 2 keranjang ikan dengan 1
balok es. Wadah pendinginan yang digunakan di pabrik yaitu sejenis palka dan
keranjang plastic. Hal ini dilakukan agar ikan tidak cepat rusak ataupun
membusuk, serta ikan bisa cepat sampai diproses di tempat pengolahan, Es balok
yang digunakan adalah es batu yang menggunakan air tawar. Perlu di sadari
bahwa untuk menjaga mutu hasil perikanan produksi nelayan dan petani ikan

12
sejak dipanen sampai dengan konsumen ikan segar atau basah diperlukan
penanganan dengan prinsip rantai dingin atau cold chain.
d. sanitasi
Semua peralatan penanganan, penyaluran dan penyimpanan ikan yang
digunakan di pabrik ikan harus didesain, dikonstruksi dan dibuat dari material
yang baik agar tidak mencemari ikan hasil tangkapan, memudahkan,
mempercepat dan meningkatkan efisiensi penanganan ikan serta memudahkan
dalam pencucian dan pembersihannya.
fiberglass harus mempunyai sistem sanitasi dan higiene yang baik.
fiberglass harus mudah dibersihkan pada saat sebelum maupun sesudah
penyimpanan ikan dan tidak terbuat dari bahan yang korosif sehingga ikan yang
disimpan di dalamnya aman dari pencemaran bakteri atau kondisi-kondisi lain
yang dapat mempercepat penurunan mutu ikan. fiberglass dibuat dengan drainase
yang baik untuk mengeluarkan air, lelehan es, lendir, dan darah yang terkumpul di
dasar fiberglass.

2. Pengolahan Ikan kayu


a. Penerimaan Bahan Baku
Ikan yang akan diolah harus dalam keadaan segar dan tidak mengalami
cacat fisik, berbagai jenis ikan diolah menjadi produk ikan kayu misalnya ikan
cakalang, dilihat dari penerimaan bahan baku ikan cakalang di PT. Celebes Mina
Pratama dilakukan dengan baik, dimana ikan dari mobil angkutan langsung di
tampatkan pada wadah yang besar sebagai penampungan ikan cakalang tersebut.
Kemudian ikan cakalang di letakan langsung di keranjang masing-masing, dan
dibawa langsung ke chilling room untuk pendinginan ikan.

Gambar 1. Chilling Room(mendinginkan ikan)

13
b. Sortir / Penyiangan
Ikan yang di dinginkan tadi, akan di sortir oleh karyawan dimana ikan-ikan
ini akan dipisahkan ukuran, jenis dan tingkat kesegarannya, khusus untuk bahan
mentah beku, sebelumnya perlu dilelehkan (thawing) terlebih dahulu dalam bak-
bak dengan air mengalir . kemudian dilakukan pemotongan kepala dan
pengeluaran isi perut ikan, alat-alat yang digunakan untuk pemotongan ikan ini
adalah pisau tajam yang dimiliki oleh setiap karyawan. Setelah penyortiran ikan
disusun secara teratur dalam sero, 1 rak sero biasanya terdiri dari 48 ekor ikan
untuk ikan ukuran kurang lebih 20 cm.

Gambar 2. Ruang Penyortiran dan Penyiangan


c. Perebusan
sero yang telah diisi ikan kemudian disusun sedemikian rupa sehingga ikan
tidak tergencet (rusak fisik). Kemudian direbus menggunakan boyler, ikan yang
direbus tergantung jenis ikan dan berat ikan mencapai 500 gr atau 3 kilo up, lama
perebusan tergantung jenis ikan, contohnya seperti perebusan ikan deho hanya
memakan waktu 50 menit sedangkan ikan cakalang memakan waktu 1 jam 5
menit, biasanya ikan kecil memakan waktu 1 jam ½ , sedangkan ikan besar 2 jam
½ . untuk perebusan suhu awal air sebelum ikan dimasukkan ke boyler 80 derajat
C, sedangkan suhu akhir setelah ikan dikeluarkan mencapai 98 derajat C,dimana
suhu ini diatur saat ikan akan dimasukan ke boyler dengan pengontrolan suhu
menggunakan termometer.

14
Gambar 3. Perebusan Ikan.
d. Pendinginan
Setelah ikan mengalami perebusan, kemudian sero bersama ikannya diangkat
dari boyler, selanjutnya didingikan menggunakan kipas untuk membantu
mendinginkan ikan hingga suhu ikan menurun sampai 45 derajar C.

Gambar 4. Pendinginan Ikan


e. Pembersihan Tulang dan Kepala Ikan
Setelah ikan di dinginkan dari sero tersebut, maka ikan akan di keluarkan
tulang dan kepala dengan tangan secara hati-hati menjaga agar daging ikan tidak
pecah atau retak, . Bagian ini dibagi dua yang terdiri dari
SW : ikan yang dikeluarkan kepala dan tulang tangah
Kk : ikan yang dikeluarkan kepala.

Gambar 5. pengeluaran tulang dan kepala ikan


f. Pengeringan ikan

15
Setelah ikan dibersihkan, ikan diatur di atas sero lalu dimasukkan ke dalam
lemari pengeringan. salah satu jenis alat ini memiliki vent atau sumber api yang
akan memberikan uap panas terhadap ikan yang akan dikeringkan. Sumber api
menggunakan kayu bakar seperti lantoro, johar, mangga sebanyak kurang lebih 5
ton. Pengasapan dilakukan dan diteruskan sampai permukaan ikan berwarna
kekuningan atau coklat kekuningan, dimana dengan keadaan ini dianggap telah
cukup untuk mencegah terjadinya pelendiran. Waktu yang diperlukan untuk
pengeringan/pengasapan ini. kurang lebih 9 jam untuk 1 rey, dengan suhu ruangan
pengeringan mencapai 90 derajat C-100 derajat C diukur menggunakan
thermometer yang menempel pada bagian luar dinding ruang pengeringan,
Selain itu sumber api juga terdapat di bagian bawah untuk mengeringkan ikan
menjadi produk ikan kering, pada alat pengering ini di lengkapi pula dengan kipas
yang terletak di bagian atas sebagai tempat menyebarkan sumber api dari bawah
di bagian samping ruang pengeringan dan dari vent tersebut.

Gambar 6. Alat Pengeringan Ikan

g. Pengasapan
Kemudian ikan cakalang lainnya akan di asapi, tempat pengasapan ini terdiri
dari lantai 3 atau 3 kali pengasapan, dimana ruang pengasapan-nya mencapai
200-300 ppm (clorin) setiap 1 takel , dan suhu pengasapan mencapai 60-65 derajat
C. Sumber api untuk pengasapan berasal dari bawah, jenis kayu yang digunakan
adalah jenis kayu lantoro tapi yang berukuran kecil saja. Kapasitas 1 ruangan
muat untuk 7-8 ton. Lama pengasapan perhari 8-10 jam, untuk ikan yang
berukuran kecil biasanya dilakukan 5 pengasapan sedangkan untuk ikan
berukuran besar mencapai 10 hari pengasapan, sesuai ukuran dan jenis ikan. Lalu

16
dilakukan pengecekan kadar air pada sampel, dimana tujuan adari pengasapan
untuk menghasilkan ikan kayu dengan kadar air 17%, jika kadar air masih diatas
dari 17% maka dilakukan pengasapan ke dua bahkan hingga pengasapan ke tiga.

Gambar 7. Ruang Pengasapan Ikan


h. Lab Mini
Terakhir yang dilakukan adalah pengecekan apakah ikan yang diasapi
memenuhi kriteria untuk di lanjutkan pengemasann atau di kembalikan ke lantai
3, karena di lab mini ini mengatur kadar air yang ada pada ikan yang di asapi,
produk yang di asapi sudah di tentukan terlebih dahulu sebelum di kemas yaitu
kadar air harus 17 derajat C, jika kurang dari itu maka ikan akan di kembalikan ke
lantai 3 untuk melalui proses pengasapan lagi, di usahakan mencapai 17 derajat C.
Kemudian ada alat yang mendeteksi bakteri pada ikan, dimana dilakukan 2
minggu sekali. Didalam lab ini juga ada alat superline sebagai penghalus ikan dan
menghasilkan ikan seperti serutan kayu.

i. Grading
Setelah ikan yang diasapi di lantai 3, maka ada ruangan sortir pemilihan ikan,
dimana ikan yang di asapi diluncurkan dari lantai 3 dengan menggunakan alat
sederhana, dengan alat ini ikan akan keluar dan akan sampai pada lantai 2 dan
dimasukkan ke ruang grading, tempat ikan akan di sortir satu persatu berdasarkan
ukuran, mutu, dan jenis. Jika terdapat ikan-ikan yang masih mentah maka akan
diasapi kembali. tingkatan mutunya yang ditentukan dari Grada A hingga Grad F,
Great A yang berarti baik, tidak terdeteksi mengandung logam dan masih utuh,
dan Great F ikan yang sudah hancur atau tinggal debu saja.

17
Gambar 8. Ruang Grading
j. Alat Metal Detektor
Setelah ikan di sortir, maka ikan Grad A akan di uji lagi pada alat metal
detector dimana alat ini berfungsi untuk mendeteksi logam yang terdapat pada
tubuh ikan, alat ini akan bunyi pada saat ikan mengandung logam dilewatkan di
atas metal detector.

Gambar 9. Metal Detector


k. Pengemasan
Setelah semua rangkaian proses pembuatan ikan kayu selesai, ikan kayu di
kemas menggunakan kemasan karton. Dan siap di ekspor ke berbagai Negara.
Kemudian ikan yang di proses dari penerimaan bahan baku sampai di pengasapan
lantai 2, maka produk yang telah jadi akan di ekspor di berbagai negara, seperti
negara jepang, china, dan korea. Biasanya produk yang telah jadi mendapatkan
tiap karton 20 kilo, bisa dihitung ekspor kecil 12 ton dos, dan 15-40 ton besar
dapat di ekspor.

18
Gambar 10. Ikan yang telah di Kemas dalam Karton

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

19
Berdasarkan hasil pengamatan di PT. Celebes Mina Pratama pengolahan ikan
kayu memproduksi beberapa jenis ikan diantaranya ikan cakalang, tongkol,
yellowfin, layang, dll. Tahapan pengolahannya dimulai dari penerimaan bahan
baku, penyortiran dan penyiangan, perebusan menggunakan boyler dengan suhu
awal 80 derajat C dan suhu akhir mencapai 98 derajat C, pendinginan untuk
menurunkan suhu ikan hingga 45 derajat C, pembersihat tulang dan kepala yang
terbagi menjadi dua yakni SW (ikan yang dikeluarkan kepala dan tulang tengah)
dan KK (ikan yang hanya dikeluarkan kepala), dilanjutkan dengan pengeringan
ikan dengan suhu 90-100 derajat C, setelah itu dilakukan pengasapan yang terdiri
dari 3 lantai dengan suhu 60-65 derajat bertujuan untuk menghasilkan ikan kayu
dengan kadar air 17% (setelah di uji pada lab) dilanjutkan dengan grading untuk
memisahkan ikan berdasarkan jenis, ukuran dan mutu lalu dideteksi menggunakan
alat metal detector untuk mendeteksi logam dan terakhir setelah semua proses
selesai ikan dikemas menggunakan karton.

5.2 Saran
Diharapkan untuk praktikum selanjutnya agar waktu praktek ditambah agar
mahasiswa tidak terburu-buhu karena hal ini dapat menyebabkan data yang
diperoleh kurang falid. Selain itu tempat pelaksanaan praktikum tidak hanya
dilakukan disatu pabrik karena jumlah mahasiswa yang terlalu banyak
menyebabkan praktikum kurang maksimal.

20

Anda mungkin juga menyukai