Anda di halaman 1dari 11

Sisi Kesusastraan Abu Thayyib (Al-Mutanabbi)

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah History of Literature in English Islamic
Literature

Yang dibimbing oleh:

Dr. Dadan Rusmana, M.Ag

Disusun oleh:

Farhan Dimyati

1165030061

4-B

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2018

0
Daftar Isi
Daftar Isi ……………………………………………………………… 1

Pendahuluan ……………………………………………………………… 2

A. Latar Belakang ……………………………………………………… 2


B. Rumusan Masalah …………………………………………….. 2

Pembahasan ………………………………………………………………. 3

A. Biografi Al-Mutanabbi ……………………………………………... 3


B. Sisi Kesusastraan Al-Mutanabbi …………………………………….. 4
C. Karya-Karya Al-Mutanabbi …………………………………….. 7

Penutup ……………………………………………………………….. 9

A. Kesimpulan ………………………………………………………. 9

1
Pendahuluan

A. Latar Belakang

Sastra merupakan salah satu hal yang sudah terkenal dari mulai jaman dahulu
kala, dan tidak terkecuali sastra pada daerah Timur Tengah. Banyak yang beranggapan
bahwa segala sesuatu yang maju itu timbul dari daerah Barat atau Eropa, namun
sesungguhnya banya sekali keistimewaan orang-orang Timur Tengah yang banyak
mempengaruhi kemajuan dunia dalam banyak bidang. Termasuk dalam bidang
kesusastraan, daerah Timur Tengah pula memiliki banyak tokoh-tokoh yang cerdas dalam
bidang kesusastraan. Salah satunya adalah Al-Mutanabbi.

Al-Mutanabbi merupakan seorang penyair yang terkenal pada jaman Bani


Abbasiyah. Dia banyak sekali menciptakan karya sastra dari mulai syair, kasidah, dan
lain-lain. Al-Mutanabbi merupakan penyair yang memiliki kemampuan yang khas
dibandingkan dengan para penyair yang hidup pada masa Abbasiyah lainnya. Pada masa
kematangannya sebagai penyair dia sudah mempunya style, tema dan wasf baru yang
khas dan diidentikan dengannya. Terlebih lagi kelebihannya dalam puisi madh dan
memoles puisi hija’ dengan minyisipkam amsal dan hikmah didalamnya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perjalanan kesusastraan seorang Al-Mutanabbi?
2. Apa saja karya-karya yang sering Al-Mutanabbi ciptakan selama hidupnya?

2
Pembahasan

A. Biografi Al-Mutanabbi

Al-Mutanabbi atau yang mempunyai nama asli Abu Thayyib Ahmad bin Hussain
bin Murrah bin Abdul Jabbar Al-Ju’ri Al-Kindi Al-Kufi merupakan seorang penyair
terkenal pada masa Bani Abbasiyah. Ia dilahirkan di Kindah, Kufah, Irak pada tahun 303
H / 915 M dan wafat di Kindah, Kufah pada tahun 354 H / 965 M.. Tidak seperti
kebanyakan ulama pada masanya, Al-mutanabbi tidak menggunakan nama keluarga atau
kabilah. Namanya malah ditambah nama kakeknya bukan ayahnya, dan juga diakhir
namanya pula ia mencantumkan nama kampong halamannya yaitu Al-Kufi.

Al-Mutanabbi berasal dari keluarga yang sangat sederhana, namun perhatiannya


pada ilmu pengatahuan amat besar. Meski sederhana tak, jarang Al-Mutanabbi dan
ayahnya berkelana mengunjungi beberapa daerah diluar Bagdad. Sayangnya, dia yang
telah menunjukan minat besar pada ilmu pengetahun dan tertarik pada dunia syair dan
sastra sejak kecil ini ditinggal oleh ibunya ketika memasuki usia remaja. Ia menikah
sesudah tahun 938 dengan seorang wanita asal Suriah.

Awal mula penamaan Al-Mutanabbi itu sebenarnya bukanlah pemberian


orangtuanya. Abu Thayyib mulai dijuluki oleh nama Al-Mutanabbi itu sejak ia remaja.
Namun penamaan tersebut itu tidaklah menimbulkan respon yang baik. Banyak yang
mengira bahwa Ia mengaku-ngaku bahwa ia telah melecehkan Rasulullah. Padahal pada
kenyataannya Al-Mutanabbi hanyalah seorang ahli bersyair, dan maksud dari nabi yang
yang dijulukkan kepada Al-Mutanabbi pula merupakan seorang nabi dari para sastrawan.
Dan juga dari julukan tersebut pula muncullah berbagai persepsi mengatakan bahwa ia
dituduh menggantikan Rasulullah karena ia merupakan salah satu keturunan dari Ali bin
Abi thalib. Sehingga muncullah banyak pro kontra pada saat itu terhadap penamaan Abu
Thayyib yang berubah menjadi Al-Mutanabbi.

Dari semua ini, jelas bahwa al-Mutanabbi, hanyalah nama yang diberikan oleh
orang orang terhadapnya atau gelar yang diperolehnya dari kemampuan memukau para
pendengar terhadap syair syairnya, dan kemampuannya dalam merangkai kata serta
penguasaannya terhadap ilmu bahasa Arab dan ilmu lainnya.

B. Sisi Kesusastraan Al-Mutanabbi

Al-Mutanabbi memiliki banyak guru diantara para gurunya adalah antara lain Al-
Sukari, Naftawih, dan Ibnu Nastawaih (dari kalangan ulama). Sementara dari kalangan
ahli bahasa dan sastra antara lain terdapat Muhammad bin Duraid, Abu Qasim Umar bin
Saif Al-Baghdadi, dan Abu Imran Musa, Bagi Al-Mutanabbi, menuntut ilmu adalah
kewajiban sejak dia dilahirkan. Falsafah yang kerap diucapkan para ulama itu,
dipahaminya betul. Itu sebabnya naluri berpetualang ke berbagai negara begitu besar
guna menambah wawasan pengetahuan. Tapi itu baru terealisasi ketika ia memasuki usia
muda. Di dalam negeri, dia diantara lain pernah berguru ke Kufah. Tetapi ketika Kufah

3
diserang oleh kaum Qaramithah yang mengakibatkan kekalahan kaum pasukan
Abbasiyyah, Al-Mutanabbi meninggalkan Kufah. Bersama sebagian penduduk setempat,
pada tahun 931 M, Al-Mutanabbi memutuskan hijrah kembali ke Bagdad. Kisah inilah
yang paling berkesan pada diri Al-Mutanabbi dan dia menuangkannya dalan sajak.

Periode dua tahun di Bagdad, tampaknya membuat naluri tokoh ini kembali
terusik. Pada tahun 933 M dia memutuskan pindah ke Syria, juga dengan keperluan yang
sama, menuntut Ilmu. Selama 15 tahun di negeri ini Al-Mutanabbi banyak menciptakan
dan melantunkan syair-syair, khususnya syair pujian kepada orang-orang terhormat, baik
ulama maupun penguasa. Karena itulah Al-Mutanabbi dikemudian hari dikenal sebagai
sebagai tokoh dan penyair panegryst, penyair dengan sajak dan syair pujian. Tetapi di
Syria pula, Al-Mutanabbi memiliki pengalaman pahit. Pada 935M, dia dituduh mengaku
sebagai nabi. Tuduhan inilah yang membawanya kepada kehidupan penjara beberapa
tahun lamanya. Namun demikian, baginya penjara bukanlah akhir dari segalanya. Justru
ditempat inilah, dia kian kreatif menulis dan menciptakan sajak-sajak dan syair tentang
berbagai peristiwa kehidupan dan sanjungan. Sebanyak 44 kasidah ia tulis, kebanyakan
berisi pujian. Dari karyanya itulah dan kelebihan melantunkan dengan suara indah, ia
mendapatkan imbalan cukup. Lantaran itu pula, masyarakat kerap menjuluki kasidahnya
dengan al-qasaid al-dinariyyah (kasidah yang banyak mendatangkan dinar atau uang).

Setelah menghirup udara bebas, ia mulai mengembara di Syam untuk memuji


para penguasa dan pembesar saat itu. Di Syam al-Mutanabi belajar ilmu bahasa dan
retorika kepada para ahlinya sehingga kepiawaiannya dalam berbahasa dan berretorika
sangat terkenal dan sulit dicari tandingannya. Ia dua kali keluar masuk penjara
dikarenakan keserakahannya akan kekuasaan kemampuan retorika dan bahasanya yang
terkenal menjadikan ia seorang pemimpin dalam bidang puisi dan adab pada waktu itu,
tidak puas dengan hal itu ia menyerukan kepada para pendukungnya dari kalangan
pemuda untuk membaiatnya. Akan tetapi sebelum pembaiatan terjadi langkahnya itu
sudah tercium oleh pemerintahan setempat, al-Mutanabi kemudian ditangkap dan
dijebloskan kepenjara. Karena kecerdikannya al-Mutanabi dalam penjara mengubah puisi
I’tidzarnya yakni puisi yang isinya memohon belas kasihan dan permintaan maafnya.
Kemudian ia dibebaskan.

Sekeluarnya dari penjara untuk kedua kalinya, al-Mutanabbi semakin masyhur


dan produktif mengubah puisi. Sejarah mencatat bahwa jumlah orang yang menjadi objek
kajian puisinya adalah tidak kurang dari 30 orang yang paling masyhur dari orang-orang
tersebut adalah Badr bin Amar, Abu al-‘Asyair, Saif ad-Daulah, Kafur al-Ikhsyidi, dan
Adad ad-Daulah.

Al-Mutanabbi melanjutkan pengembaraan ke Ramallah, Palestina. Seperti hanya


Syiria, di negeri barunya ini pun Al-Mutanabbi tetap produktif menciptakan karya-karya
baru. Beberapa karyanya bahkan membuat kagum kalangan penguasa setempat. Dimulai
sejak pertemuannya dengan Sayf Ad-Daulah di Antiokia melalui perantara Abu al-Asyair
pada tahun 337H/948M. Pada pertemuan itu Sayf Ad-Daulah sangat terkesan dengan
syair yang dibacakan al-Mutanabbi kemudian ia memintanya untuk pergi bersamanya ke
Aleppo agar menjadi penyair istananya. Al-Mutanabbi memenuhi permintaan itu dengan
beberapa syarat yakni; pertama ia membawakan puisinya tidak dalam keadaan berdiri.
Kedua, ia tidak mau bersujud kepada Sayf Ad-Daulah dan ketiga Sayf Ad-Daulah harus

4
membayar 3000 dinar pertahun. Akhinya Sayf Ad-Daulah ketiga persyaratan tersebut dan
sejak saat itu ia resmi menjadi penyair istana.

Disamping al-Mutanabi menjadi penyair kesayangan Sayf Ad-Daulah dan selalu


pergi bersamaan kemanapun mereka pergi. Ia hidup selama sembilan tahun disisi Sayf
Ad-Daulah yang puisinya dikhususkan untuk memujinya dan mencaci para musuhnya.
Namun puisi yang dibuatnya pada fase ini sangat banyak dan temanya sangat beragam.
Thaha Husain mencatat kenapa pada masa ini dijadikan masa produktifitasnya tinggi
sehingga di jadikan kejayaan kepenyairanya. Pertama paktor figure pemimpin Sayf Ad-
Daulah sebagai amir yang menuntutnya untuk bertindak cepat, tegas dan tepat terhadap
hal-hal yang mengancam kekuasaannya. Hal ini membuat reaksi sepontan untuk al-
Mutanabi dalam membuat syair madhnya. Kedua factor alamiah sebagai manusia biasa.
Banyak dari kalangan istana yang iri akan kedekatanya dengan Sayf Ad-Daulah, untuk
membela diri dari semua itu ia membuat syair hija’. Maka tidak aneh jika tahun-tahun
kehidupannya bersama Sayf Ad-Daulah menjadi masa kejayaan dan keemasannya
sebagai penyair.

Kemudian setelah dari Palestina Al-Mutanabbi kembali berpetualang, dan


berakhir di Mesir. Ini dimuali sejak kedatangannya ke Mesir lebih tepatnya Iskandariyah
untuk memuji penguasa yang ada disana yakni Kafur al-Ikhsyidi. Di sana ia tinggal cukup
lama membacakan puisi madehnya untuk Kafur dengan harapan ia memperoleh imbalan
yang sama seperti yang di berikan Sayf Ad-Daulah.

Setelah al-Mutanabbi meninggalkan Saif ad-Daulah dalam perjalanannya ke


Mesir, ia sempat pergi ke Damaskus. Gubernur Ibnu Malik sangat menginginkan agar al-
Mutanabbi mau menggubah puisi pujiaannya untuknya, tetapi dengan angkuh ia menolak
tawaran tersebut. Ia juga menolak tawaran serupa ketika gubernur Hasan bin Thugdh di
Ramalah menyambut kedatangannya dengan hangat dan hadiah-hadiah. Kedatangannya
diramlah terdengar oleh Kafur, lalu kafur mengundangnya ke Mesir. Setibanya disana
Kafur memberikannya sebuah rumah lengkap dua penjaga bersenjata dan dua orang
penngawal yang siap mengiringinya kemanapun.

Di Mesir al-Mutanabbi banyak sekali membuat puisi madh yang ditujukan untuk
Kafur al-Ikhsyidi dengan harapan dapat meluluhkan hatinya dan dapat memberikan
semua janjinya yang menjadi ambisi almutanabbi. Setelah beberapa tahun tinggal di
Mesir dengan tangan hampa al-Mutanabi merasa kecewa, sedih dan putus asa sehingga
memutuskan untuk berperang dengan Kapur dengan cara membuat puisi Hija’. Melihat
dari itu semua wajar sekali bagi al-Mutanabbi untuk kecewa saat menghadapi kenyataan
itu tidak sesuai dengan harapannya. Karena ia menaruh harapan besar kepada Mesir
setelah ia memutuskan pergi dari Aleppo karena sakit hati oleh Sayf Ad-Daulah. Pada
tahun 350 H/950M al-Mutanabbi pergi meninggalkan Kafur karena putus asa menuju
pelindung berikutnya.

Kendati ia kecewa pada Kafur al-Ikhsyidi, selama di Mesir ada perkembangan


positif dalam karya puisinya, mungkin karena kondisi dan situasinya yang mengajarkan
dan menancapkan kesedihan panjang yang dalam, mengajarkannya berpikir dan
merenung, mempertajam lisannya sehingga puisinya itu lebih mengena di hati para
pendengarnya. Disamping itu ia menggubah puisi hija’ yang halus dengan banyak

5
mengandung hikmah dan nasehat. Ditangannya hija’ bisa diramu menjadi amtsal dan
puisi hikmah. Pada masa ini jiwanya semakin matang dan lambat laun ia mencapai tahap
meremehkan segalanya dan itu di ungkapkan dalam puisi hijanya.

Ia sudah mencapai puncak dari kemashuran, memperoleh harta benda dan segala
hadiah hadiah dari berjualan puisi-puisinya kepada para pembesar dan penguasa. Namun
dalam hatinya yang terdalam selalu ada perlawanan dan ada gejolak jiwa yang
membuatnya selalu merasa tidak puas dan merasa cukup. Ia selalu merasa ingin lebih dan
lebih dari apa yang di dapatnya.

Dari Mesir al-Mutanabi menuju Kufah, disana Ia singgah sebentar dan turut serta
dalam peperangan melawan pemberontak Qaramithah dan bani Kilab. Dari sana ia
menuju Bagdad yang ketika itu dikuasai bani Buwaih dengan wazirnya al-Muhalabi.
Disana ia sempat membuat puisi madh untuk wazir dan hal ini membuat penyair istana
lainnya cemburu dan menghatamnya dengan puisi hija’. Sadar dan merasa tidak nyaman
tinggal di Bagdad ia kembali lagi ke Kufah untuk sekaligus menemui utusan Sayf Ad-
Daulah yang membawa banyak hadiah serta undangan untuk kembali ke Aleppo tetapi
ditolaknya dengan halus. Al-Mutanabi malah pergi ke Arrijan memenuhi undangan Ibnu
al-Amid, kemudian ke Syiraz memenuhi undangan Adlid al-Daulah al-Buwaihi

Setelah tinggal lama di Syiraz dan memperoleh hadiah banyak harta dari Adlid
al-Daulah al-Buwaihi, al-Mutanabi meminta izin untuk berjiarah ke Bagdad bersama
anaknya Muhsid dan budaknya Muflih yang membawa seluruh hartanya. Dalam
perjalanan ia dicegat oleh Fatik bin abi al Jahl al-Asadi bersama rombongan 70 orang,
yang sakit hati karena keponakannya Dlabah bin Yazid al A’yni dihina oleh puisi hijanya
dan dideskriditkan oleh itu. Dan mereka bertempur di sebuah daerah beernama shafiyah
dekan Nu’maniyah. Lalu al-Mutanabbi meninggal pada pertempuran itu pada tahun
354H/965M.

C. Karya-Karya Al-Mutanabbi dan Analisisnya

Salah satu gelar yang disandang oleh al-Mutanabbi adalah Abu al-Fadhil. Gelar ini
didapatkannya karena ketekunannya menggeluti dunia sastra. Sebagai contoh bait syair
yang berisikan pujian kepada pemimpin di masanya:
Melalui mimpi kami telah mendengar
apa yang baginda ungkapkan,
dan kami pun telah menyaksikan
indahnya purnama di malam hari

      Contoh Syair Mutanabbi lainnya adalah Satir terhadap Saif al-Daulah


َ ‫ك بَِأجْ فَا ٍن‬
‫ض ْيغ ٍَم‬ ٍ َ‫ك ِبَأجْ ف‬
َّ َ‫ان شَا ِد ٍن * َعل‬
ٍ ‫ي َو َك ْم بَا‬ ُ ‫َر َح ْل‬
ٍ ‫ت فَ َك ْم بَا‬

َ ‫ام ْال ُم‬hِ ‫ْح َمكَانُهُ * بَِأجْ َز َع ِم ْن َربِّ ْال ِح َس‬


‫ص ِّم ِم‬ ِ ‫َو َما َربَّةُ ْالقُرْ ِط ْال َملِي‬

ُ ْ‫ب ُمقَنَّ ٍع * َع َذر‬


ٍ ‫ت َولكن ِم ْن َحبِ ْي‬
‫ب ُم َع َّم ِم‬ ٍ ‫فَلَوْ َل َكانَ َمابِى َحبِ ْي‬

‫َر َمى َوالتَّقَى َر ْم َي َو ِم ْن ُدوْ ِن َمااتَّقَى * هَ ًوى كَا ِس ٌر َكفِّى َوقُوْ ِسى َوَأ ْسهُ ِمى‬

6
‫ق َمايَ ْعتَا ُدهُ ِم ْن تَ َو ُّه ِم‬
َ ‫ص َّد‬ hْ ‫ِإ َذا َسا َء فِ ْع ُل ْال َمرْ ِء َسا َء‬
َ ‫ت ظُنُوْ نُهُ * َو‬
Saya berangkat, maka banyak orang menangisi saya dengan mata yang sendu, # dan
banyak pula yang menangis dengan kelopak mata yang memerah*
Dan wanita yang beranting-anting itu tak lebih menakutkan # daripada lelaki penyandang
pedang yang dapat memotong tiap ruas tulang*
Seandainya saya tak memiliki kekasih yang memakai penutup wajah dapat dimaaf, tetapi
saya memiliki kekasih yang bersorban*
Yang melemparkan panahnya kepadaku sambil menghindar dari lemparan panahku. Dan
di balik perlindungannya tersimpan hawa nafsu yang memecahkan telapak tanganku,
busur panahku, dan anak-anak panahku*
Bila prilaku seseorang itu jelek, maka jelek pula dugaanya # dan membenarkan prasangka
yang sesuai dengan kebiasaannya*

Salah satu syair al mutanabbi yang mengandung madh yang ditujukan kepada
khalifah syaif ad daulah:
‫بأرماح من العطش القفار‬ ‫) إذا فاتوا ال ّرماح تناولتهم‬1(
Jika tombak itu tidak mengenai mereka, maka tanah kosong dan kehausanlah yang
akan menjadi tombak bagi mereka.
Tujuan dan perihal : Pada bait pertama tujuan syi’irnya adalah madh dalam memuji
keeolokan para tentara saif ad-daulah yang semangat dalam peperangan. Munasibahnya
adalah ketika mereka semua datang dengan membawa tombak dan pedang dalam suatu
peperangan dengan gigihnya.
‫فيختارون والموت اضطرارا‬ ‫) يرون الموت قداما وخلفا‬2(
Mereka melihat kematian yang berada didepan dan belakang, lalu mereka
berusaha memilih, sedangkan kematian itu sifatnya memaksa.
Tujuan dan perihal : Pada bait kedua pun masih mengandung tema dan tujuan yang
sama dengan bait yang pertama, yaitu memuji keberanian para tentara syaif ad daulah
yang siap mati dalam berperang. Adapun munasibahnya saat mereka berperang, mereka
tidak takut mati walau kematian ada di arah depan dan belakang mereka dan tidak ada
pilihan lain. Karena keyakinan mereka bahwa sebuah kematian adalah bukan pilihan,
kematian mempunyai jalan sendiri.
‫فقتالهم لعينيه المنار‬ ‫) إذا سلك السماوة غير هاد‬3(
Jika seorang yang tanpa petunjuk melewati tempat yang tinggi, maka orang yang
dibawahnya bagaikan bendera di depan matanya.
Tujuan dan perihal : Sedangkan pada bait ketiga, tujuan syi’irnyapun masih sama,
namun ditujukan pada syaif ad daulah. Disini syaif ad daulah sebagai petunjuk dalam
berperang. Karena dalam berperang jika tanpa petunjuk (pemimpin) mereka akan tersesat
(tidak tau arah). Jadi madh ditujukan pada syaif ad daulah yang merupakan tokoh
pemimpin yang bisa memberi petunjuk kepada para tentara.
‫وفى الماضى لمن بقي اعتبار‬ ‫) ولو لم تبق لم تعش البقايا‬4(
Dan jika kamu tidak menyisakan mereka, maka kamu tidak akan hidup selamanya,
dan pada waktu yang lampau bagi orang yang masih hidup itu manjadi sebuah
pelajaran.
Tujuan dan perihal : Adapun pada bait ke empat tujuan syi’irnya lebih pada
hikmah. Yang hikmah ini ditujukan kepada syaif ad daulah agar ia bisa mengambil
pelajaran dari pengalaman orang-orang yang sudah mati (tentara yang sudah mati).

7
Adapun munasibahnya jika syaif tidak menyisakan seorangpun dari para tentaranya maka
tak aka nada yang melindunginya.
‫فمن يرعى عليهم أو يغار‬ ‫) إذا لم يرع سيّدهم عليهم‬5(
‫ وإياه النجار‬h‫ويجمعهم‬ ‫) تفرقهم وإياه السجايا‬6(
Ketika tuan mereka tidak menjaga mereka, maka siapa lagi yang akan menjaga
mereka, atau pasukan besar yang akan memecah belah watak mereka dan tuannya.
Kemudian tukang kayulah yang mengumpulkan mereka.
Tujuan dan perihal : Pada bait kelima tujuannya sama dengan bait ke empat yaitu
hikmah. Hikmah untuk syaif ad daulah agar ia menjaga para tentaranya, karena tidak akan
ada yang bisa menjaga mereka (para tentara) selain syaif ad daulah sendiri. Dan bila tidak
dijaga, para musuh yang akan memecah belah mereka.
Pada bait ke enam mengandung hikmah yang ditujukan kepada syaif ad daulah.
Munasibahnya masih terkait dengan bait ke lima, yaitu ketika musuh memecah belah
mereka maka hanya tukang kayulah yang …..
‫وأهل الرقتين لها مزار‬ ‫) ومال بها على أرك وعرض‬7(
Dan dia menuju pada daerah ark dan ard dengan menggunakan kuda yang cerdik
Tujuan dan perihal : Sedangkan dalam bait ke tujuh, tema dan tujuan kembali pada
madh dalam memuji para tentara syaif ad daulah. Munasabihnya ketika para tentara
menuju daerah ark dan ard dengan mengendarai kuda yang cerdik.

8
Penutup

A. Kesimpulan

Al-Mutanabbi atau yang memiliki nama asli Abu Thayyib ini merupakan salah
satu penyair yang terkenal pada masa Bani Abbasiyah sehingga dia mempunyai julukan
sebagai Al-mutanabbi dari para penyair dan sastrawan. Ia lahir di Kufah Irak, Ia juga
merupakan salah satu dari keturunan Ali bin Abi Thalib. Ia sangat gemar sekali
mempelajari lmu, bahkan ia mempunyai prinsip bahwa mencari ilmu itu memang dimulai
dari saat buaian hingga liang lahat. Dan Ia mulai mendalami ilmu tentang kesastraan itu
dimulai pada saat iya masih mudah beranjak dewasa. Hingga akhirnya ia dapat banyak
menciptakan begitu banyak karya sastra yang terkenal pada masa itu.

Al-Mutanabbi sesungguhnya mempunyai banyak guru-guru yang sangat


berpengaruh pada peran kesusastraan seorang Al-Mutanabbi, seperti Muhammad bin
Duraid, Ibnu Nastawih, dan lain-lain. Kemudian Al-Mutanabbi pula pergi hijrah ke
beberapa Negara seperti Palestian, Syiria, Syam, dan Baghdad. Dan pada saat berkunjung
ke Negara-negara tersebut Al-Mutanabbi bekerja sebagai seorang penyair yang melayani
penguasa pada tempat tersebut. Biasanya Al-Mutanabbi membuat puisi madh dan hi’ja
yang mana ia akan membuat segala syair itu sesuai dengan apa yang penguasa tersebut
memintanya. Kemudian ketika ia telah mengunjungi Negara-negara diatas, ia akhirnya
kembali ke Kufah dikarenakan ada peperangan yang terjadi pada tempat tinggalnya, yang
kemudian akhirny Al-Mutanabbi pun tewas pada saat dalam medan perang tersebut.

9
Daftar pustaka

http://lib.ui.ac.id/file%3Ffile%3Ddigital/2016-11/20434538-MK-Annisa%2520Candra
%2520Kirana.pdf&sa=U&ved=2ahUKEwjn5ebqu8bZAhVBupQKHYRvBuoQFjAFeg
QIAhAB&usg=AOvVaw2nguoCme88sVBVu-ERzGRk

https://dadanrusmana.wordpress.com/2011/10/12/al-mutanabbi-nabi-para-sastrawan/

https://books.google.co.id/books?
id=kBIMaKCQ0JYC&pg=PA88&lpg=PA88&dq=karya+al+mutanabbi&source=bl&ot
s=-
NzAjNI2Th&sig=GywFPdpt82yWpLn8xxxcAGgcGYU&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwj
ukf-ewcbZAhVHpZQKHT6JDOgQ6AEwBXoECAMQAQ#v=onepage&q=karya%20al
%20mutanabbi&f=false

10

Anda mungkin juga menyukai