Anda di halaman 1dari 147

HUBUNGAN KADAR TIMBAL PADA URIN DAN

KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN KEJADIAN ANEMIA


PADA PEDAGANG WANITA DI TERMINAL BUS KAMPUNG
RAMBUTAN JAKARTA TIMUR
TAHUN 2014

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM)

Oleh:

FITRIANI AZHARI
NIM: 1110101000074

PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
Lampiran Kuesioner Penelitian

HUBUNGAN KADAR TIMBAL PADA URIN DAN KARAKTERISTIK INDIVIDU


DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA PEDAGANG WANITA DI TERMINAL BUS
KAMPUNG RAMBUTAN JAKARTA TIMUR
TAHUN 2014

Nomor kuesioner :……….……….


Tanggal wawancara :…………… ….
Nama pewawancara :……….……….

Informed Consent
Sdr/i perkenalkan nama saya Fitriani Azhari. Saya mahasiswa Peminatan Kesehatan
Lingkungan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, saat ini saya sedang melakukan
pengumpulan data tentang Hubungan Kadar Timbal pada Urin dan Karakteristik Individu dengan
Kejadian Anemia Pada Pedagang Wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur.
Penelitian ini dilaksanakan untuk menyelesaikan Tugas Akhir Kuliah (Skripsi). Terkait hal itu
saya ingin melakukan wawancara dengan sdr/i. Wawancara ini tidak bersifat wajib, namun jika
sdr/i bersedia saya wawancarai maka sdr/sdri wajib menjawab seluruh pertanyaan yang ada.
Saya menjamin data yang sdr/sdri berikan hanya akan di gunakan dalam penelitian ini.
Sebelumnya saya mohon maaf karena telah menyita waktu sdr/i. Untuk itu saya mohon
kesedian sdr/i untuk berperan dalam penelitian saya dengan menandatangani lembar persetujuan
di bawah ini. Atas bantuan dan kesediaan sdr/i, saya ucapkan terima kasih dan semoga sdr/i
mendapatkan balasan yang lebih baik dari Allah SWT.

Izin subjek penelitian

Saya memahami keterangan yang di berikan dan saya setuju untuk di wawancarai

……………………….. izin: 1. Ya 2. Tidak

( )
Petujuk pengisian: Isilah pertanyaan singkat dan berilah lingkaran (o) atau tanda silang
(x) pada jawaban yang di pilih.

No Identitas Responden Jawaban Kode


1. Nama Responden :
2. Umur : …………………...….. Tahun
3. Alamat : ………………………...
4. Pendidikan : 1. Tidak tamat SD
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. PT
Daftar Pertanyaan Jawaban Kode
5. Apakah anda sering mengalami gejala di Ya Tidak
bawah ini dalam 1 tahun terakhir?
a. lemah, letih, lesu, mudah lelah
b. nafsu makan berkurang
c. wajah pucat
d. mata berkunang-kunang
e. sering sakit
6. Apakah anda perokok? Jika jawaban 1. Ya
“YA” maka lanjutkan ke pertayaan no 2. Tidak
7,8,9
7. Sudah berapa lama anda merokok? ……………….....……. Tahun

8. Berapa batang rokok yang anda …………………......… Batang


habiskan dalam sehari?
9. Jenis rokok apa yang anda hisap? 1. Rokok Kretek (Non Filter)
2. Rokok Biasa (Filter)
11. Sudah berapa lama anda berdagang di ……………….….…... Tahun
Terminal Bus Kampung Rambutan?
12. Berapa jam anda berdagang dalam 1 hari …………………….… Jam/hari
di Terminal Bus Kampung Rambutan?
13. Apakah anda mengkonsumsi zat 1. Tidak
tambahan (suplemen) vitamin C selama 2. Ya
1 tahun terakhir?
14. Apakah anda mengkonsumsi zat 1. Tidak
tambahan (suplemen) penambah darah 2. Ya
selama 1 tahun terakhir

No Lembar observasi Konsentrasi Kode


1. Kadar Hemoglobin (Hb) ………………………...g/dl

2. Kadar Timbal (Pb) pada urin ………………….…… mg/L


Tabel Semi Food Frequently Questionaire (SFFQ)

Jenis makanan Hari Minggu Bulan Tahun Tidak URT (Ukuran


(7) (30) (365) pernah Rumah Tangga)
Sumber Zat Besi
Kentang (buah)
Jagung (buah)
Bayam (mangkuk)
Kangkung (Mangkuk)
Telur (butir)
Ikan (potong)
Kerang (potong)
Daging (potong)
Udang (potong)
Tahu (potong)
Tempe (potong)
Sumber Vitamin C
Apel (buah)
Jeruk (buah)
Semangka (potong)
Melon (potong)
Pepaya (potong)
Pisang (buah)
Mangga (buah)
Sumber Asam Folat
Kacang panjang (sdm)
Kacang merah (sdm)
Buncis (sdm)
Lampiran foto

Sampel urin sebelum didestruksi Sampel urin sebelum didestruksi

Sampel urin sebelum didestruksi Sampel urin setelah didestruksi


Pengukuran kadar Pb di SSA Pengukuran kadar Pb di SSA

Pengukuran kadar Pb di SSA Hot Plat

Hot Plat & Lemari Asam Strip Hemoglobin


Blood lancets Alcohol swabs

Easy touch GC Hb Thermos ice


LAMPIRAN OUTPUT SPSS

ANALISIS UNIVARIAT
1. Gambaran kejadian anemia
Statistics
HBKLOMPOK
N Valid 54
Missing 0
Mean 1.61
Median 2.00
Mode 2
Std. Deviation .492
Minimum 1
Maximum 2

HBKLOMPOK

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


Valid anemia
21 38.9 38.9 38.9

tidak anemia 33 61.1 61.1 100.0


Total 54 100.0 100.0

2. Gambaran umur
Statistics
umurKLP
N Valid 54
Missing 0
Mean 1.87
Median 2.00
Mode 2
Std. Deviation .339
Minimum 1
Maximum 2
umurKLP
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid non produktif 7 13.0 13.0 13.0
produktif 47 87.0 87.0 100.0
Total 54 100.0 100.0

3. Gambaran pendidikan

Statistics
PDDKNKLOMPK
N Valid 54
Missing 0
Mean 1.39
Median 1.00
Mode 1
Std. Deviation .492
Minimum 1
Maximum 2

PDDKNKLOMPK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid rendah 33 61.1 61.1 61.1
tinggi 21 38.9 38.9 100.0
Total 54 100.0 100.0

4. Gambaran kadar Pb pada urin

Statistics
kadar timbal pada urin
N Valid 54
Missing 0
Mean .28454
Median .27550
a
Mode .122
Std. Deviation .086664
Minimum .078
Maximum .525
a. Multiple modes exist. The smallest
value is shown
kadar timbal pada urin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid 0.078 1 1.9 1.9 1.9
0.122 2 3.7 3.7 5.6
0.17 1 1.9 1.9 7.4
0.185 1 1.9 1.9 9.3
0.187 1 1.9 1.9 11.1
0.193 1 1.9 1.9 13.0
0.195 2 3.7 3.7 16.7
0.212 1 1.9 1.9 18.5
0.225 2 3.7 3.7 22.2
0.227 1 1.9 1.9 24.1
0.235 1 1.9 1.9 25.9
0.237 2 3.7 3.7 29.6
0.24 1 1.9 1.9 31.5
0.242 1 1.9 1.9 33.3
0.247 1 1.9 1.9 35.2
0.248 1 1.9 1.9 37.0
0.25 1 1.9 1.9 38.9
0.26 2 3.7 3.7 42.6
0.262 1 1.9 1.9 44.4
0.267 1 1.9 1.9 46.3
0.268 1 1.9 1.9 48.1
0.273 1 1.9 1.9 50.0
0.278 1 1.9 1.9 51.9
0.282 1 1.9 1.9 53.7
0.285 1 1.9 1.9 55.6
0.295 1 1.9 1.9 57.4
0.298 1 1.9 1.9 59.3
0.3 2 3.7 3.7 63.0
0.317 1 1.9 1.9 64.8
0.322 2 3.7 3.7 68.5
0.33 1 1.9 1.9 70.4
0.335 2 3.7 3.7 74.1
0.337 1 1.9 1.9 75.9
0.348 1 1.9 1.9 77.8
0.35 1 1.9 1.9 79.6
0.358 1 1.9 1.9 81.5
0.36 1 1.9 1.9 83.3
0.373 2 3.7 3.7 87.0
0.383 1 1.9 1.9 88.9
0.387 1 1.9 1.9 90.7
0.393 1 1.9 1.9 92.6
0.407 1 1.9 1.9 94.4
0.443 1 1.9 1.9 96.3
0.467 1 1.9 1.9 98.1
0.525 1 1.9 1.9 100.0
Total 54 100.0 100.0

5. Gambaran perilaku merokok

Statistics
perilaku merokok responden
N Valid 54
Missing 0
Mean 1.70
Median 2.00
Mode 2
Std. Deviation .461
Minimum 1
Maximum 2

perilaku merokok responden


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 16 29.6 29.6 29.6
tidak 38 70.4 70.4 100.0
Total 54 100.0 100.0

6. Gambaran hasil perhitungan indeks brinkman


Statistics
indekbrinkklompk
N Valid 16
Missing 0
Mean 1.94
Median 2.00
Mode 2
Std. Deviation .250
Minimum 1
Maximum 2
indekbrinkklompk
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid perokok berat 1 6.2 6.2 6.2
perokok ringan 15 93.8 93.8 100.0
Total 16 100.0 100.0

7. Gambaran lama berkerja sebagai pedagang


Statistics
LAMADAGANG
N Valid 54
Missing 0
Mean 1.13
Median 1.00
Mode 1
Std. Deviation .339
Minimum 1
Maximum 2

LAMADAGANG
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid > 1 tahun 47 87.0 87.0 87.0
< 1 tahun 7 13.0 13.0 100.0
Total 54 100.0 100.0

8. Gambaran konsumsi zat besi

Statistics
BESIKLMPOK
N Valid 54
Missing 0
Mean 1.50
Median 1.50
Mode 1a
Std. Deviation .505
Minimum 1
Maximum 2
a. Multiple modes exist. The smallest
value is shown
BESIKLMPOK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid rendah 27 50.0 50.0 50.0
cukup 27 50.0 50.0 100.0
Total 54 100.0 100.0

9. Gambaran konsumsi vitamin C


Statistics
VITCKLOMPOK
N Valid 54
Missing 0
Mean 1.50
Median 1.50
Mode 1a
Std. Deviation .505
Minimum 1
Maximum 2
a. Multiple modes exist. The smallest
value is shown

VITCKLOMPOK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid rendah 27 50.0 50.0 50.0
cukup 27 50.0 50.0 100.0
Total 54 100.0 100.0

10. Gambaran konsumsi asam folat

Statistics
FOLATKLOMPOK
N Valid 54
Missing 0
Mean 1.50
Median 1.50
Mode 1a
Std. Deviation .505
Minimum 1
Maximum 2
a. Multiple modes exist. The smallest
value is shown
FOLATKLOMPOK
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid rendah 27 50.0 50.0 50.0
cukup 27 50.0 50.0 100.0
Total 54 100.0 100.0

ANALISIS BIVARIAT
1. Hubungan kadar Pb urin dengan kejadian anemia

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
kadar timbal pada urin 54 100.0% 0 .0% 54 100.0%

Descriptives

Statistic Std. Error


kadar timbal pada urin Mean .28454 .011793
95% Confidence Interval for Lower Bound .26088
Mean
Upper Bound .30819
5% Trimmed Mean .28349
Median .27550
Variance .008
Std. Deviation .086664
Minimum .078
Maximum .525
Range .447
Interquartile Range .107
Skewness .234 .325
Kurtosis .481 .639

Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
kadar timbal pada urin .061 54 .200 .990 54 .921
a. Lilliefors Significance Correction
Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
*
kadar timbal pada urin .061 54 .200 .990 54 .921
*. This is a lower bound of the true significance.

Group Statistics

HBKLOMPOK N Mean Std. Deviation Std. Error Mean


kadar timbal pada urin anemia 21 .33033 .093967 .020505
tidak anemia 33 .25539 .068328 .011894

Independent Samples Test


Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence
Std. Interval of the
Mean Error Difference
Sig. (2- Differenc Differenc
F Sig. t df tailed) e e Lower Upper
kadar timbal Equal
pada urin variances 3.534 .066 3.391 52 .001 .074939 .022102 .030588 .119291
assumed
Equal
33.36
variances not 3.161 .003 .074939 .023705 .026731 .123148
3
assumed

2. Hubungan umur dengan kejadian anemia


Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
umurKLP * HBKLOMPOK 54 100.0% 0 .0% 54 100.0%

umurKLP * HBKLOMPOK Crosstabulation

HBKLOMPOK

anemia tidak anemia Total


umurKLP non produktif Count 2 5 7
% within umurKLP 28.6% 71.4% 100.0%
produktif Count 19 28 47
% within umurKLP 40.4% 59.6% 100.0%
Total Count 21 33 54
% within umurKLP 38.9% 61.1% 100.0%
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .360a 1 .548
b
Continuity Correction .034 1 .853
Likelihood Ratio .373 1 .541
Fisher's Exact Test .693 .437
Linear-by-Linear Association .354 1 .552
b
N of Valid Cases 54
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.72.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for umurKLP
.589 .103 3.359
(non produktif / produktif)
For cohort HBKLOMPOK =
.707 .208 2.398
anemia
For cohort HBKLOMPOK =
1.199 .710 2.026
tidak anemia
N of Valid Cases 54

3. Hubungan pendidikan dengan kejadian anemia

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
PDDKNKLOMPK *
54 100.0% 0 .0% 54 100.0%
HBKLOMPOK

PDDKNKLOMPK * HBKLOMPOK Crosstabulation

HBKLOMPOK

anemia tidak anemia Total


PDDKNKLOMPK rendah Count 14 19 33
% within PDDKNKLOMPK 42.4% 57.6% 100.0%
tinggi Count 7 14 21
% within PDDKNKLOMPK 33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 21 33 54
PDDKNKLOMPK * HBKLOMPOK Crosstabulation

HBKLOMPOK

anemia tidak anemia Total


PDDKNKLOMPK rendah Count 14 19 33
% within PDDKNKLOMPK 42.4% 57.6% 100.0%
tinggi Count 7 14 21
% within PDDKNKLOMPK 33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 21 33 54
% within PDDKNKLOMPK 38.9% 61.1% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .446a 1 .504
b
Continuity Correction .146 1 .703
Likelihood Ratio .450 1 .502
Fisher's Exact Test .575 .353
Linear-by-Linear Association .438 1 .508
N of Valid Casesb 54
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.17.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for
PDDKNKLOMPK (rendah / 1.474 .471 4.608
tinggi)
For cohort HBKLOMPOK =
1.273 .617 2.625
anemia
For cohort HBKLOMPOK =
.864 .567 1.316
tidak anemia
N of Valid Cases 54

4. Hubungan kebiasaan merokok dengan kejadian anemia

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
inbrinmanklompok *
16 29.6% 38 70.4% 54 100.0%
HBKLOMPOK
inbrinmanklompok * HBKLOMPOK Crosstabulation

HBKLOMPOK

anemia tidak anemia Total


inbrinmanklompok perokok berat Count 0 1 1
% within inbrinmanklompok .0% 100.0% 100.0%
perokok ringan Count 6 9 15
% within inbrinmanklompok 40.0% 60.0% 100.0%
Total Count 6 10 16
% within inbrinmanklompok 37.5% 62.5% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .640a 1 .424
b
Continuity Correction .000 1 1.000
Likelihood Ratio .980 1 .322
Fisher's Exact Test 1.000 .625
Linear-by-Linear Association .600 1 .439
N of Valid Casesb 16
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .38.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


For cohort HBKLOMPOK =
1.667 1.103 2.519
tidak anemia
N of Valid Cases 16

5. Hubungan lama berkerja dengan kejadian anemia

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
LAMADAGANG *
54 100.0% 0 .0% 54 100.0%
HBKLOMPOK

LAMADAGANG * HBKLOMPOK Crosstabulation


HBKLOMPOK

anemia tidak anemia Total


LAMADAGANG > 1 tahun Count 19 28 47
% within LAMADAGANG 40.4% 59.6% 100.0%
< 1 tahun Count 2 5 7
% within LAMADAGANG 28.6% 71.4% 100.0%
Total Count 21 33 54
% within LAMADAGANG 38.9% 61.1% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .360a 1 .548
b
Continuity Correction .034 1 .853
Likelihood Ratio .373 1 .541
Fisher's Exact Test .693 .437
Linear-by-Linear Association .354 1 .552
N of Valid Casesb 54
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.72.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for
LAMADAGANG (> 1 tahun / 1.696 .298 9.667
< 1 tahun)
For cohort HBKLOMPOK =
1.415 .417 4.800
anemia
For cohort HBKLOMPOK =
.834 .494 1.409
tidak anemia
N of Valid Cases 54

6. Hubungan konsumsi zat besi dengan kejadian anemia

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
BESIKLMPOK *
54 100.0% 0 .0% 54 100.0%
HBKLOMPOK

BESIKLMPOK * HBKLOMPOK Crosstabulation

HBKLOMPOK

anemia tidak anemia Total


BESIKLMPOK rendah Count 11 16 27
% within BESIKLMPOK 40.7% 59.3% 100.0%
cukup Count 10 17 27
% within BESIKLMPOK 37.0% 63.0% 100.0%
Total Count 21 33 54
% within BESIKLMPOK 38.9% 61.1% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .078a 1 .780
b
Continuity Correction .000 1 1.000
Likelihood Ratio .078 1 .780
Fisher's Exact Test 1.000 .500
Linear-by-Linear Association .076 1 .782
b
N of Valid Cases 54
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for
BESIKLMPOK (rendah / 1.169 .391 3.494
cukup)
For cohort HBKLOMPOK =
1.100 .563 2.150
anemia
For cohort HBKLOMPOK =
.941 .615 1.441
tidak anemia
N of Valid Cases 54
7. Hubungan konsumsi vitamin C dengan kejadian anemia
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
VITCKLOMPOK *
54 100.0% 0 .0% 54 100.0%
HBKLOMPOK

VITCKLOMPOK * HBKLOMPOK Crosstabulation

HBKLOMPOK

anemia tidak anemia Total


VITCKLOMPOK rendah Count 12 15 27
% within VITCKLOMPOK 44.4% 55.6% 100.0%
cukup Count 9 18 27
% within VITCKLOMPOK 33.3% 66.7% 100.0%
Total Count 21 33 54
% within VITCKLOMPOK 38.9% 61.1% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .701a 1 .402
b
Continuity Correction .312 1 .577
Likelihood Ratio .703 1 .402
Fisher's Exact Test .577 .289
Linear-by-Linear Association .688 1 .407
b
N of Valid Cases 54
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for
VITCKLOMPOK (rendah / 1.600 .531 4.821
cukup)
For cohort HBKLOMPOK =
1.333 .675 2.632
anemia
For cohort HBKLOMPOK =
.833 .542 1.281
tidak anemia
N of Valid Cases 54
8. Hubungan konsumsi asam folat dengan kejadian anemia

Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
FOLATKLOMPOK *
54 100.0% 0 .0% 54 100.0%
HBKLOMPOK

FOLATKLOMPOK * HBKLOMPOK Crosstabulation

HBKLOMPOK

anemia tidak anemia Total


FOLATKLOMPOK rendah Count 9 18 27
% within FOLATKLOMPOK 33.3% 66.7% 100.0%
cukup Count 12 15 27
% within FOLATKLOMPOK 44.4% 55.6% 100.0%
Total Count 21 33 54
% within FOLATKLOMPOK 38.9% 61.1% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df sided) sided) sided)
Pearson Chi-Square .701a 1 .402
b
Continuity Correction .312 1 .577
Likelihood Ratio .703 1 .402
Fisher's Exact Test .577 .289
Linear-by-Linear Association .688 1 .407
b
N of Valid Cases 54
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.50.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate

95% Confidence Interval

Value Lower Upper


Odds Ratio for
FOLATKLOMPOK (rendah / .625 .207 1.883
cukup)
For cohort HBKLOMPOK =
.750 .380 1.480
anemia
For cohort HBKLOMPOK =
1.200 .781 1.845
tidak anemia
N of Valid Cases 54
OUTPUT UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS (r tabel 0,361)
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha Based on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items
.300 .082 12

Item-Total Statistics
Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Correlation Deleted
umur 38.07 82.616 .376 .405 .026
pendidikan terakhir 72.10 297.059 -.274 .238 .331
gejala anemia (5 L) 73.83 290.144 -.133 .407 .309
gejala anemia (nafsu makan
73.60 286.731 .070 .400 .300
berkurang)
gejala anemia (wajah pucat) 73.43 290.806 -.168 .542 .311
gejala anemia (mata
73.63 289.482 -.092 .341 .307
berkunang-kunang)
gejala anemia (sering sakit) 73.77 290.461 -.148 .300 .310
perilaku merokok responden 73.60 297.283 -.545 .475 .328
lama berdagang 65.77 170.599 .465 .552 .014
lama jam berdagang dalam
62.60 213.421 .210 .386 .216
sehari
konsumsi vit c 73.40 292.455 -.320 .310 .315
konsumsi suplemen tambah
73.40 289.421 -.103 .198 .307
darah

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha Based on
Cronbach's Standardized
Alpha Items N of Items
.644 .313 3

Item-Total Statistics
Cronbach's
Scale Mean if Scale Variance if Corrected Item- Squared Multiple Alpha if Item
Item Deleted Item Deleted Total Correlation Correlation Deleted
lama merokok responden 8.67 118.970 .844 .713 -.028a
banyak batang rokok yang
7.83 49.242 .838 .725 -.030a
dikonsumsi
jenis rokok yang dikonsumsi 12.67 301.333 -.242 .076 .869
a. The value is negative due to a negative average covariance among items. This violates reliability model assumptions.
You may want to check item codings.
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah

satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber daya yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi

yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 7 Juli 2014

Fitriani Azhari

i
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, Juli 2014
FITRIANI AZHARI, NIM:1110101000074
HUBUNGAN KADAR TIMBAL PADA URIN DAN KARAKTERISTIK
INDIVIDU DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA PEDAGANG WANITA DI
TERMINAL BUS KAMPUNG RAMBUTAN JAKARTA TIMUR TAHUN 2014
(xiv + 102 halaman, 12 tabel, 4 bagan, 1 gambar, 29 lampiran)

ABSTRAK

Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai dengan kadar


hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal.
prevalensi anemia di DKI Jakarta pada wanita dewasa tidak hamil 27,6%, laki-laki 14,6
%, anak-anak 18,6% dan wanita hamil 59,1%. Sehingga dapat disimpulkan jumlah
tertinggi penderita anemia terdapat pada wanita hamil dan wanita dewasa tidak hamil
(Riskesdas, 2007). Berdasarkan hasil studi pendahuluan, didapatkan 5 orang diantara 10
pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur menderita anemia.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode
deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional yang dilakukan sejak bulan
April sampai dengan Mei tahun 2014 di Terminal Bus Kampung Rambutan. Penelitian
ini mengunakan sampel jenuh sebanyak 54 orang dan menggunakan analisis univariat
dan bivariat.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pedagang wanita yang mengalami anemia
sebanyak 21 (38,9%) sedangkan yang tidak mengalami anemia yaitu sebanyak 33
(61,1%). Selain itu terdapat keterkaitan antara kadar Pb pada urin dengan kejadian
anemia (P value 0,001), namun pada variabel karakteristik individu tidak memiliki
keterkaitan dengan kejadian anemia (umur (P value 0,693), pendidikan (P value
0,703), perilaku merokok (P value 1,000), lama berkerja (P value 0,693), konsumsi zat
besi (P value 1,000), konsumsi vitamin C (P value 0,577) dan konsumsi asam folat (P
value 0,577)).
Untuk menanggulangi masalah ini, DISHUB terminal Bus Kampung Rambutan
perlu melakukan pengukuran kadar Pb udara ambient, sehingga dengan adanya
pengukuran tersebut dapat dibuat upaya kebijakan untuk meminimalisir seperti membuat
program penghijauan atau pemenuhan ruang terbuka hijau. Selain itu juga diharapkan
bagi pedagang disana untuk lebih sering melakukan pemeriksaan Hb dan mulai
membiasakan diri untuk menggunakan masker secara rutin ketika sedang berdagang di
terminal. upaya ini dilakukan untuk meminimalisir emisi kendaraan bermotor yang
mengandung polutan Pb terakumulasi didalam tubuh.

Daftar bacaan: 88 (1992 - 2014)


Kata kunci: Anemia, Timbal (Pb), Terminal Bus Kampung Rambutan.

ii
STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH
Undergraduate Thesis, July 2014
FITRIANI AZHARI, NIM: 1110101000074
RELATION OF LEAD IN URINE AND INDIVIDUAL CHARACTERISTICS
WITH CASE OF ANEMIA IN KAMPUNG RAMBUTAN BUS STATION EAST
JAKARTA 2014
(xv + 102 pages, 12 tables, 4 charts, 1 pictures, 29 attachments)

ABSTRACT

Anemia is a disease characterized by deficient blood levels of hemoglobin (Hb)


and red blood cells (erythrocytes) lower than normal. prevalence of anemia in Jakarta on
non-pregnant adult women 27,6%, male 14,6 %, children 18,6% and pregnant women
59,1%. It can be concluded there is the highest number of patients with anemia in
pregnant women and non-pregnant adult women (Riskesdas, 2007). Based on the results
of preliminary studies, it was found 5 womens among 10 traders in Kampung Rambutan
bus station, East Jakarta have anemia.

This research is a quantitative study using descriptive analytical cross-sectional


study design conducted from April to May 2014 in Kampung Rambutan bus station.
This research used a saturated sample 54 people analyzed with univariate and bivariate
analysis.

The results showed that merchants women’s who are anemia were 21 (38.9%)
who did not have anemia, while many as 33 (61.1%). In addition there is a link between
lead concentrations in urine with anemia (P value 0.001), but not on the individual
characteristics variables has associated with anemia (age (P value 0.693), education (P
value 0.703), smoking (P value 1.000), duration of work (P value 0.693), consumption
of iron (P value 1.000), consumption of vitamin C (P value 0.577) and consumption of
folic acid (P value 0.577)).

To overcome this problem, DISHUB of the Kampung Rambutan bus station


needs to perform the measurement of ambient air Pb levels, so that the presence of these
measurements can be made efforts to minimize such policies make greening program or
fulfillment of green open space. It is also expected for the merchants there to screen their
Hb frequently , and start getting used to using a mask on a regular basis while trading in
the bus station. This effort is made to minimize vehicle emissions Pb-containing
pollutants accumulate in the body.

Reference: 88 (1992 - 2014)


Keyword: Anemia, Lead (Pb), Kampung Rambutan Bus Station.

iii
iv
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

IDENTITAS PERSONAL

Nama : Fitriani Azhari

TTL : Meranti Paham, 26 Oktober 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

Agama : Islam

Ponsel : 081263746670

Alamat : Dsn IV Meranti Paham- Kabupaten Labuhan Batu-


Provinsi

Sumatera Utara

Email : fitriazhari89@yahoo.co.id

PENDIDIKAN FORMAL

2010 – 2014 : Peminatan Kesehatan Lingkungan

Program Studi Kesehatan Masyarakat

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

2007 – 2010 : MAN Rantau Prapat - Sumatera Utara

2004 – 2007 : MTS AL-IKHLAS Kebun Ajamu - Sumatera Utara

1999 – 2004 : SDN NO 116248 Desa Meranti Paham - Sumatera

Utara

vi
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim, “Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatu”

Ahammdulillahirobbil alamin, puji sukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

telah memberikan nikmat yang berlimpah bagi penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian yang berjudul “Hubungan Kadar Timbal pada Urin dan

Karakteristik Individu dengan Kejadian Anemia pada Pedagang Wanita Di Terminal

Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur Tahun 2014”. Sholawat beserta salam penulis

hanturkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, semoga kita semua mendapatkan

syafaat dan pertolongan nanti di yaumil qiyamah. Amin

Skripsi ini penulis buat untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana

Kesehatan Masyarakat (SKM). Harapan kedepannnya hasil penelitian ini dapat berguna

dalam penatalaksanaan penyakit anemia yang banyak diderita oleh orang diseluruh

dunia. Skripsi ini bukan hanya karena usaha penulis semata-mata, tetapi banyak juga

pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan

ini penulis juga ingin mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM, M.Kes sebagai pembimbing I yang telah banyak

membantu penulis dari awal sampai akhir penulisan skripsi ini.

2. Ibu Narila Mutia Nasir, SKM, MKM, Ph.D sebagai pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Febrianti, M.Si, selaku ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

vii
4. Para dosen-dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat dan dosen-dosen

peminatan kesling UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan

ilmu yang bermanfaat.

5. Kedua orang tua (Mairin S.pd, Saimi) dan adik-adikku tersayang (Yusri, Fipi,

Asri, Nurul) yang selalu memberikan dukungan, nasehat serta doa yang selalu

dipanjatkan demi kelancaran penuyusan skripsi ini.

6. Kepala UP.Terminal Angkutan Jalan DISHUB Provinsi DKI Jakarta dan

Kepala Terminal Bus Dalam Kota dan Luar Kota Kampung Rambutan yang

telah memberikan izin penelitian.

7. Kepala Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta, yang telah

memberikan izin untuk melakukan analisis kandungan Pb pada sampel urin.

8. Zainuddin Kholik Sagala, yang tidak pernah bosan-bosannya selalu

memberikan dukungan semangat yang luar biasa atas kelancaran penyusunan

skripsi ini

9. Irpan Darmansyah Harahap, Rizka Najla Huwaida dan kak Eka Ariska Lubis,

yang telah memberikan bantuan pengukuran kadar hemoglobin dan

pengambilan sampel urin serta bantuan analisis menggunakan software nutri

survey.

10. Jamaah kesling 2010 (Ilham, Akbar, Febri, Angger, Fuad, Tuti, Rizka, Nida,

Annis, Yuni, Ifa, Reka, Dila, Fira, Misyka, Alya) dan teman-teman

seperjuangan kesmas 2010 yang telah mendukung kelancaran penyusunan

skripsi ini, terima kasih atas segala bantuan apapun.

Jakarta, 7 Juli 2014

viii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………….. i

ABSTRAK……………………………………………………………….. ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN…………………………………….. iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP…………………………………………. v

KATA PENGANTAR………………………………………………….. vi

DAFTAR ISI………………………………………………………….…. viii

BAB I: PENDAHULUAN…………………………………………….… 1

1.1 Latar Belakang…………………………………………………….. 1

1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………. 6

1.3 Pertanyaan Penelitian……………………………………………… 7

1.4 Tujuan Penelitian………………………………………………….. 8

1.5 Manfaat Penelitian………………………………………………… 9

1.6 Ruang Lingkup……………………………………………………. 10

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA………………………………………. 11

2.1 Anemia……………………………………………………….…… 11

2.1.1 Definisi Anemia…………………………………………... 11

2.1.2 Wanita dan anemia……………………………………….. 12

2.1.3 Etiologi anemia…………………………………………… 13

2.1.4 Gejala anemia…………………………………………….. 14

2.1.5 Faktor resiko anemia……………………………………… 14

ix
2.2 Timbal (Pb)……………………………………………………….. 18

2.2.1 Definisi Pb……………………………………………….. 19

2.2.2 Sumber pencemaran Pb…………………………………… 20

2.2.3 Mekanisme Pb masuk ke tubuh manusia…………………. 23

2.2.4 Waktu paruh Pb…………………………………………... 26

2.2.5 Nilai ambang batas Pb……………………………………. 27

2.2.6 Hubungan Pb pada Urin dengan kejadian anemia……….. 29

2.2.7 Dampak paparan Pb terhadap kesehatan…………………. 31

2.3 Hasil Penelitian Antara Timbal (Pb) dengan Anemia…………….. 34

2.4 Kerangka Teori……………………………………………………. 37

BAB III: KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI

OPERASIONAL………………………………………………….…….. 38

3.1 Kerangka Konsep………………………………………………… 38

3.2 Defenisi Operasional …………………………………………….. 39

3.3 Hipotesis …………………………………………………………. 42

BAB IV: METODOLOGI PENELITIAN……………………….……. 43

4.1 Desain Penelitian…………………………………………………. 43

4.2 Populasi dan Sampel………………………………………….…... 43

4.3 Instrumen Penelitian……………………………………………… 45

4.3.1 Prosedur Pengukuran Hemoglobin (Hb)…………………. 45

4.3.2 Prosedur Pengukuran Pb pada Urin……………………… 47

x
4.3.3 Prosedur Pengumpulan Data Tingkat Asupan Fe, Tingkat

Asupan Vitamin C dan Tingkat Asupan Asam Folat…….. 48

4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………….. 50

4.5 Pengolahan Data…………………………………………..……… 51

4.6 Analisis Data……………………………………………………… 52

BAB V: HASIL………………………………………………………….. 54

4.1 Analisis Univariat………………………………………………… 54

4.1.1 Gambaran Kejadian Anemia……………………………… 54

4.1.2 Gambaran Kandungan Timbal (Pb) pada Urin…………… 55

4.1.3 Gambaran Karakteristik Individu………………………… 55

4.2 Analisis Bivariat………………………………………………….. 57

4.2.1 Hubungan Kadar Timbal (Pb) pada Urin dengan Kejadian

Anemia ………………………………………………….... 57

4.2.2 Hubungan Karakteristik Individu dengan Kejadian

Anemia……………………………………………………. 58

BAB VI: PEMBAHASAN……………………………………………… 63

6.1 Keterbatasan Penelitian…………………………………………... 63

6.2 Kejadian Anemia…………………………………………………. 63

6.3 Hubungan Kadar Timbal (Pb) pada Urin dengan Kejadian Anemia 61

6.4 Hubungan Karakteristik Individu dengan Kejadian Anemia…..… 69

xi
BAB VII: SIMPULAN DAN SARAN………………………………… 88

7.1 Simpulan…………………………………………………….……. 88

7.2 Saran ……………………………………………………………... 90

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… 92

LAMPIRAN……………………………………………………………... 103

xii
DAFTAR TABEL

No Judul Tabel Halaman


2.1 Nilai ambang batas kadar hemoglobin (Hb) 12
2.2 Standar dan regulasi Pb 27
2.3 Angka acuan untuk substansi tunggal didalam udara 28
berdasarkan efek yang ditimbulkan berupa penyakit atau
bau dan gangguan lainnya
2.4 Dampak paparan Pb terhadap kesehatan 34
2.5 Hasil penelitian antara Pb dengan anemia 35
3.1 Definisi operasional 39
4.1 Perhitungan ukuran tingkat asupan zat besi, vitamin C, 49
asam folat
5.1 Distribusi kejadian anemia pada pedagang wanita Di 54
Terminal Bus Kampung Rambutan Tahun 2014
5.2 Distribusi kandungan Pb pada urin pada pedagang wanita 55
Di Terminal Bus Kampung Rambutan Tahun 2014
5.3 Distribusi karakteristik individu pada pedagang wanita Di 56
Terminal Bus Kampung Rambutan Tahun 2014
5.4 Hubungan kadar Pb pada urin dengan kejadian anemia 58
pada pedagang wanita Di Terminal Bus Kampung
Rambutan Tahun 2014
5.5 Hubungan karakteristik individu dengan kejadian anemia 59
pada pedagang wanita Di Terminal Bus Kampung
Rambutan Tahun 2014

xiii
DAFTAR BAGAN

No Judul Bagan Halaman

2.1 Biotranformasi Pb dalam tubuh manusia 23

2.2 Mekanisme paparan Pb menyebabkan anemia 30

2.3 Kerangka teori 37

3.1 Kerangka konsep 38

xiv
DAFTAR GAMBAR

No Judul Gambar Halaman

4.1 Gambaran lokasi penelitian 51

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang membangun,

menghadapi banyak masalah kesehatan masyarakat. Sebagai negara agraris yang

memasuki era industrilisasi membawa Indonesia ke dalam berbagai transisi, yaitu

transisi epidemiologi (penyakit), demografi (kependudukan), dan lingkungan.

Penyakit-penyakit berbasis lingkungan tersebut masih merupakan penyebab utama

kematian. Penyakit berbasis lingkungan yang masih menjadi pola kesakitan dan

kematian di Indonesia, mengindikasikan masih rendahnya cakupan dan kualitas

intervensi kesehatan lingkungan (Achmadi, 2011).

Salah satu penyakit berbasis lingkungan karena permasalahan lingkungan

yaitu Anemia. Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan masa

hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen

bagi jaringan tubuh, (Handayani et al, 2008). Anemia menyerang lebih dari 2 milyar

penduduk dunia. Di negara berkembang, terdapat 370 juta wanita yang menderita

anemia dengan prevalensi 51%. Prevalensi Anemia tertinggi terdapat di Asia

Selatan 64%, Asia Tenggara 47%, Timur Tengah 27%, Cina 26% dan Amerika

Serikat 21% (Gibney, et al, 2005).

Prevalensi Anemia di Indonesia menurut Husaini dkk dalam Handayani et al,

(2008) anak prasekolah 30-40 %, anak usia sekolah 25-35%, dewasa tidak hamil

30-40%, hamil 50-70%, laki-laki dewasa 20-30%, pekerja berpenghasilan rendah 30-

1
40%, berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan jumlah tertinggi penderita anemia

terdapat pada wanita hamil dan wanita dewasa tidak hamil. Hasil penelitian

sebelumnya menunjukan jumlah tertinggi penderita anemia terdapat pada wanita

hamil dan wanita usia subur, dengan prevalensi pada wanita hamil 50-63% dan

wanita usia subur 40% (Mulansari, 2012).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (2007) prevalensi anemia di DKI Jakarta

pada wanita dewasa tidak hamil 27,6%, laki-laki 14,6 % dan anak-anak 18,6% dan

wanita hamil 59,1%. Berdasarkan data prevalensi anemia di DKI Jakarta, jumlah

tertinggi penderita anemia juga terdapat pada wanita hamil dan wanita dewasa tidak

hamil, sehingga dapat disimpulkan bahwa wanita merupakan kelompok yang rentan

terhadap kejadian anemia (Riskesdas, 2007).

Saat ini pekerja wanita memiliki peran ganda, yaitu sebagai pekerja dan juga

sebagai penanggung jawab pertumbuhan serta kualitas anak mereka sebagai generasi

penerus. Sesuai kodratnya, pekerja wanita mengalami haid, kehamilan, melahirkan

dan menyusui bayi. Kondisi ini memerlukan pemeliharaan dan perlindungan

kesehatan yang baik agar generasi penerus terjamin kesehatannya (Depkes, 2013).

Umumnya wanita lebih beresiko terserang anemia dibandingkan pria. Hal ini

disebabkan wanita harus mengalami menstruasi setiap bulannya sehingga

menyebabkan kekurangan darah. Tidak heran jika penyakit anemia merupakan

penyebab tingginya kematian ibu serta penyebab Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)

di Indonesia. Oleh sebab itu wanita lebih rentan terserang anemia dibandingkan

dengan pria (Setiyani, 2011). Depkes (2012) mencatat 1 dari 2 wanita pekerja di

Indonesia beresiko anemia. Anemia mengakibatkan pekerja menjadi mudah sakit,

2
mudah terjadi kecelakaan sehingga angka absensi meningkat dan apabila hamil akan

mempunyai risiko saat melahirkan serta melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir

Rendah (BBLR) (Depkes, 2013).

Anemia umumnya disebabkan oleh faktor genetik, defisiensi besi, gangguan

sumsum tulang, pendarahan, namun juga bisa disebabkan karena pencemaran udara

(Gibney et al, 2005). Pencemaran udara di daerah perkotaan merupakan salah satu

masalah yang harus dihadapi oleh penduduk kota (Atmakusumah et al, 1996).

Pertumbuhan pencemaran udara di kota dan tingkat industrialisasi yang tidak

terhindar akan mengarah kepada kebutuhan energi yang lebih besar, pada dasarnya

akan menghasilkan pembuangan zat pencemar lebih banyak (Laelasari, 2001).

Salah satu penghasil polusi terbesar menurut Peraturan Pemerintah RI No. 41

(1999) adalah kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor merupakan salah satu alat

transportasi yang paling banyak kita jumpai di jalan raya. Tidak bisa kita pungkiri

bahwa alat tranportasi yang sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari

untuk bekerja, berangkat ke sekolah, dan berbagai kegiatan lainnya. Namun di luar

itu semua alat transportasi sedikit banyak memberikan dampak buruk terhadap

kesehatan, karena semakin banyak kendaraan berlalu-lalang di jalan semakin besar

terjadinya pencemaran udara (Novianthie, 2007).

Menurut perkiraan World Health Organization (WHO) polusi udara

diperkirakan memberi kontribusi 800.000 kematian di seluruh dunia setiap tahunnya,

salah satunya yaitu disebabkan oleh polutan Pb. Polusi udara juga dapat

menimbulkan penurunan kadar Hemoglobin, penyakit terkait respirasi (pernapasan),

kardiovaskular, terganggunya aktivitas harian akibat sakit, gejala batuk, sesak, dan

3
infeksi saluran pernapasan, hingga terjadinya perubahan fisiologis seperti fungsi

paru dan tekanan darah (WHO, 2012).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah kendaraan bermotor di

Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang sangat pesat. Data pada

tahun 2008 menunjukkan jumlah 65.273.451 kendaraan bermotor. Pada tahun 2009

menunjukkan jumlah 70.714.569 kendaraan bermotor. Pada tahun 2010 menunjukan

jumlah 76.907.127 kendaraan bermotor. Pada tahun 2011 menunjukan jumlah

85.601.351 kendaraan bermotor. Jumlah ini terus mengalami peningkatan yang

relatif besar setiap tahunnya (BPS, 2012).

Data jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta pada tahun 2009 berjumlah

(6.1 juta unit), tahun 2010 berjumlah (11.3 Juta unit), tahun 2011 berjumlah (12 Juta

Unit) dan tahun 2012 berjumlah (13.3 Juta Unit). Berdasarkan data di atas, jumlah

kendaraan bermotor di DKI Jakarta pada 2009-2012 mengalami kenaikan secara

signifikan setiap tahunnya. Jika jumlah ini mengalami kenaikan secara terus menerus

makan akan menimbulkan dampak yang besar terhadap kesehatan masyarakat di

DKI Jakarta (Uswan, 2013).

Salah satu tempat berkumpulnya banyak kendaraan adalah terminal.

Termasuk salah satunya Terminal Bus Kampung Rambutan. Tempat ini merupakan

salah satu tempat yang bepotensi sebagai sumber pencemaran udara yang berasal

dari kendaraan bermotor. Terminal Bus Kampung Rambutan adalah salah satu

terminal yang terdapat di wilayah Jakarta Timur. Letaknya cukup strategis karena

merupakan perlintasan kendaraan yang cukup padat menuju Selatan atau sebaliknya.

4
Banyaknya kendaraan bermotor yang melintasi Terminal dapat mengeluarkan gas

(asap) dan dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan sekitar.

Berdasarkan data Dishub Terminal Kampung Rambutan (2014) jumlah angkutan

kendaraan bermotor dalam kota di Terminal Kampung Rambutan berjumlah 757

kendaraan, sedangkan untuk Terminal luar kota berjumlah 503 kendaraan (DISHUB,

2014).

Salah satu pencemaran udara yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor

adalah Timbal (Pb). Pb yang banyak dipergunakan terutama pada bahan bakar

bensin. Pb ditambahkan ke dalam bensin yang berkualitas rendah untuk

meningkatkan nilai oktan guna mencegah letupan pada mesin. Hasil yang diperoleh

dari pembakaran bahan tambahan (aditive) Pb pada bahan bakar kendaraan bermotor

akan menghasilkan emisi Pb. Logam Pb yang tercampur dengan bahan bakar

tersebut akan bercampur dengan oli dan melalui proses di dalam mesin maka Pb

akan keluar dari knalpot bersama dengan gas buang lainnya (Riyadina, 1997).

Paparan polusi Pb yang keluar dari knalpot kendaraan bermotor dapat

menjadi racun yang merusak sistem pernafasan, sistem syaraf, serta meracuni darah.

Paparan Pb yang telah keluar dari knalpot tersebut lalu terhirup melalui saluran

pernafasan maka akan masuk kedalam tubuh dan bercampur dengan darah sehingga

mengubah sistem hematologi dengan menghambat aktivitas beberapa enzim yang

terlibat dalam biosintesis heme. Terutama peka terhadap Amino Levulinic Asam

Dehydratase (ALAD). Kadar pencemaran Pb yang tinggi dapat menimbulkan

5
terjadinya penurunan Hemoglobin di dalam tubuh sehingga berpotensi terjadinya

Anemia (Sacher, ett all, 2004).

Mengingat terminal merupakan salah satu penyumbang polusi udara, selain

penumpang dan awak kendaraan bermotor, pedagang yang berjualan di sekitar

terminal merupakan kelompok yang beresiko terhadap pencemaran gas buang

kendaraan bermotor. Adapun kelompok yang paling beresiko adalah pedagang,

khususnya pedagang wanita. Para pedagang melakukan aktifitasnya disekitar

terminal secara terus menerus sehingga lebih lama terpajan pada udara luar di

bandingkan dengan penumpang dan awak kendaraan bermotor (Novianthie, 2007).

Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian “Hubungan Kadar

Timbal pada Urin dan Karakteristik Individu dengan Kejadian Anemia pada

Pedagang Wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur”.

Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini telah

banyak dilakukan baik penelitian mengenai Pb maupun anemia. Pada penelitian

sebelumnya fokus pada Hipertensi dan Anemia (Pasorong, 2007). Penelitian lain

tentang konsentrasi pajanan timbal di udara ambient terhadap resiko kejadian anemia

hanya fokus pada semua komunitas, akan tetapi belum fokus pada wanita (Wardani,

2013).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 10 orang

pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur, didapatkan

6
50% diantaranya menderita anemia. Para pedagang wanita juga lebih banyak

menghabiskan waktunya untuk berdagang di terminal.

Perilaku pedagang yang berkerja lebih lama di terminal, dapat menyebabkan

terpapar polusi kendaraan bermotor salah satunya yaitu Pb. Paparan polusi Pb yang

keluar dari knalpot kendaraan bermotor akan terhirup dan masuk ke dalam tubuh

sehingga mengganggu sistem biosintesis heme dan menghambat enzim Amino

Levulinic Asam Dehydratase (ALAD). Sehingga terjadinya pemendekan umur

eritrosit dan terjadi penurunan kadar Hemoglobin yang beresiko terjadinya Anemia.

Adapun faktor lain yang berpengaruh terhadap kejadian anemia pada

pedagang wanita antara lain faktor kebiasaan merokok, lama berkerja, konsumsi zat

besi, konsumsi vitamin C dan konsumsi asam folat. Mengingat terminal merupakan

sumber polusi kendaraan bermotor dan wanita merupakan kelompok yang lebih

rentan terhadap Anemia. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian untuk menilai

secara objektif faktor yang menyebabkan terjadinya anemia pada pedagang wanita.

1.3 Pertanyaan Penelitian

a. Bagaimana gambaran penderita anemia pada pedagang wanita di Terminal

Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014?

b. Bagaimana gambaran kadar timbal pada urin pedagang wanita di Terminal

Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014?

c. Bagaimana gambaran karakteristik individu (umur, pendidikan, kebiasaan

merokok, lama bekerja, konsumsi zat besi, konsumsi vitamin C, konsumsi

7
asam folat) pada pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan

Jakarta Timur tahun 2014?

d. Apakah ada hubungan kadar timbal pada urin dengan kejadian anemia pada

pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun

2014?

e. Apakah ada hubungan karakteristik individu (umur, pendidikan, kebiasaan

merokok, lama bekerja, konsumsi zat besi, konsumsi vitamin C, konsumsi

asam folat) dengan kejadian anemia pada pedagang wanita di Terminal Bus

Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan kadar timbal

pada urin dan karakteristik individu dengan kejadian anemia pada pedagang

wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran penderita anemia pada pedagang wanita di

Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014.

b. Mengetahui gambaran kadar timbal pada urin pedagang wanita di

Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014.

c. Mengetahui gambaran karakteristik individu (umur, pendidikan,

kebiasaan merokok, lama bekerja, konsumsi zat besi, konsumsi vitamin

8
C, konsumsi asam folat) pada pedagang wanita di Terminal Bus

Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014.

d. Mengetahui hubungan kadar timbal pada urin dengan kejadian anemia

pada pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta

Timur tahun 2014.

e. Mengetahui hubungan karakteristik individu (umur, pendidikan,

kebiasaan merokok, lama bekerja, konsumsi zat besi, konsumsi vitamin

C, konsumsi asam folat) dengan kejadian anemia pada pedagang wanita

di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur tahun 2014.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Bagi Institusi

Dapat dijadikan referensi mengenai hubungan timbal dengan kejadian

anemia pada pedagang wanita di terminal untuk mahasiswa Kesehatan

Lingkungan (Kesling).

1.5.2 Manfaat Bagi Terminal Bus Kampung Rambutan

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan

dalam menentukan kebijakan di Terminal Bus Kampung Rambutan serta

dapat menambah wawasan bagi para pedagang mengenai bahaya polusi udara

yang disebabkan oleh emisi kendaraan bermotor sehingga dapat melakukan

upaya-upaya proteksi diri terhadap polusi.

9
1.5.3 Manfaat Bagi Peneliti

Dapat meningkatkan pengetahuan dan mendapatkan kesempatan untuk

mengaplikasikan teori yang telah didapat dalam operasional kesehatan

lingkungan serta sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan

oleh peneliti selanjutnya.

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini berjudul “Hubungan Kadar Timbal pada Urin dan Karakteristik

Individu dengan Kejadian Anemia pada Pedagang Wanita di Terminal Bus

Kampung Rambutan Jakarta Timur”. Penelitian ini dilakukan karena mengingat

salah satu pencemaran udara yang dihasilkan dari kendaraan bermotor adalah timbal

(Pb). Paparan polusi Pb yang masuk ke dalam tubuh dapat mengganggu sistem

biosintesis heme (pembentukan sel darah merah) sehingga menimbulkan terjadinya

penurunan hemoglobin di dalam tubuh dan berpotensi terjadinya anemia. Penelitian

ini dilakukan oleh mahasiswa semester 8 peminatan Kesehatan Lingkungan,

Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayahtullah Jakarta. Penelitian ini

dilakukan di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur pada bulan April –

Mei tahun 2014. Responden pada penelitian ini yaitu pedagang wanita yang

berjualan di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur. Penelitian ini

merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif analitik

dengan desain cross sectional karena pada penelitian ini variable independen dan

dependen akan diamati pada waktu yang sama.

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anemia

Tinjauan pustaka yang akan dibahas terkait penyakit anemia meliputi

definisi anemia, wanita dan anemia, etiologi anemia, gejala anemia dan faktor

resiko anemia.

2.1.1 Definisi Anemia

Menurut Soebroto (2010) anemia adalah penyakit kurang darah

yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah

(eritrosit) lebih rendah dibandingkan normal.

Menurut Depkes (2007) anemia adalah suatu keadaan penurunan

kadar hemoglobin hemotokrit dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal.

Sel darah merah mengandung hemoglobin yang memungkinkan mereka

mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya ke seluruh

bagian tubuh. Anemia menyebabkan berkurangnya jumlah sel darah merah

atau jumlah hemoglobin dalam sel darah merah, sehingga darah tidak dapat

mengangkut oksigen dalam jumlah sesuai yang diperlukan tubuh.

Anemia dapat ditentukan dengan mengetahui kadar Hb dalam

darah. Nilai ambang batas kadar hemoglobin normal berdasarkan kelompok

usia dan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 2.1.

11
Tabel 2.1 : Nilai Ambang Batas Kadar Hemoglobin (Manuaba,
2001)

Kategori usia (tahun) Jenis kelamin Kadar Hb normal


0,50 – 4,99 Laki-laki dan 11,00g/dl
perempuan
5,00 – 11,99 Laki-laki dan 11,5 g/dl
perempuan
12,00 – 14,99 Laki-laki dan 12,0 g/dl
perempuan
≥ 15 Perempuan 12,0 g/dl
≥ 15 Laki-laki 13,0 g/dl
Wanita hamil 11,0 g/dl

2.1.2 Wanita dan Anemia

Umumnya wanita lebih beresiko terserang anemia dibandingkan

pria. Hal ini disebabkan karena kondisi fisiologis wanita seperti ibu hamil

dan harus mengalami menstruasi setiap bulannya sehingga menyebabkan

kekurangan darah. Wanita harus kehilangan zat besi lebih besar hingga

yang dikeluarkan laki-laki akibat menstruasi yang dialaminya. Tidak

heran jika penyakit anemia merupakan penyebab tingginya kematian ibu

serta penyebab Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia. Oleh

sebab itu wanita lebih rentan terserang anemia dibandingkan dengan pria.

Selain karena menstruasi, pada orang dewasa juga bisa mengalami

anemia karena kehilangan darah kronis akibat menderita penyakit

(Depkes, 2013).

Hasil penelitian sebelumnya menunjukan bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian anemia

12
(P value 0,000) dan (OR 7,9) dimana perempuan yang menderita anemia

7,9 kali dibandingkan dengan laki-laki (Sihombing, 2009).

2.1.3 Etiologi Anemia

Secara umum, penyebab seseorang menderita anemia disebabkan

karena defisiensi zat besi. Defisiensi besi disebabkan karena terjadinya

gangguan sumsum tulang, defisiensi gizi seperti kurangnya asupan folat

dan vitamin C, pendarahan kronis yang dapat terjadi melalui saluran

pencernaan, kehilangan darah (perempuan yang mengalami menstruasi

terlalu berlebihan), seperti pada wanita dewasa yang memiliki pola

makan yang kacau serta pengeluaran darah menstruasi yang terlalu

banyak dan tidak teratur dapat mempengaruhi keseimbangan besi di

dalam tubuh sehingga beresiko terhadap anemia. Oleh sebab itu

dianjurkan untuk mengkonsumsi 10-15 mg makanan yang mengandung

besi setiap harinya (Sacher et, al, 2004)

Anemia tidak selalu disebabkan oleh kekurangan zat besi. Anemia

juga bisa disebabkan oleh timbal (Pb), hal ini karena akibat dari Pb

tersebut dapat mengganggu sistem biosintesis heme dimana berfungsi

sebagai pembentukan sel darah merah dan dengan keberadaan Pb didalam

tubuh dapat menyebabkan pemendekan umur eritrosit sehingga beresiko

anemia (NIOSH, 1997).

13
2.1.4 Gejala Anemia

Salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia

adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan dari berkurangnya

volume darah, berkurangnya hemoglobin dan vasokonstriksi untuk

memaksimalkan pengiriman oksigen ke organ-organ vital. Warna kulit

bukan merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat karena

dipengaruhi pigmentasi kulit, suhu dan keadaan serta distribusi bantalan

kapiler, bantalan kuku, telapak tangan dan membran mukosa mulut serta

konjungtivas merupakan indikator yang lebih baik untuk menilai pucat

(Price, 2005). Gejala yang sering muncul pada penderita anemia

diantaranya yaitu (Soebroto, 2010):

a. Lemah, letih, lesu, mudah lelah dan lunglai

b. Wajah tampak pucat

c. Mata berkunang-kunang

d. Nafsu makan berkurang

e. Sulit berkonsentrasi dan mudah lupa

f. Sering sakit

2.1.5 Faktor Risiko Anemia

Berikut faktor resiko yang mempengaruhi kejadian anemia diantaranya

yaitu:

14
a. Pencemaran udara

Pencemaran udara yang bepotensi terhadap kejadian

anemia yaitu Pb. Pb yang banyak dipergunakan terutama pada

bahan bakar bensin. Pb tersebut dapat menjadi racun yang

merusak sistem pernafasan, sistem syaraf, serta meracuni darah.

Serta dapat menghambat sintesis hemoglobin, yang pada akhirnya

merusak hemoglobin darah (ATSDR, 2007).

b. Faktor genetik

Faktor keturunan pun dapat mengakibatkan penyakit

anemia. Anemia yang merupakan faktor genetik ini dikenal

dengan anemia sel sabit (sickle cel anemia). Anemia sel sabit

dapat terjadi karena sel darah merah terdistorsi menjadi berbentuk

sel sabit pada konsentrasi oksigen yang rendah. Sel sabit juga

disebabkan karena adanya mutasi pada rantai β-globin dari

hemoglobin. Pada penyakit sel sabit, sel darah merah memiliki

hemoglobin (protein pengangkut oksigen) yang bentuknya

abnormal, sehingga mengurangi jumlah oksigen di dalam sel dan

menyebabkan bentuk sel menjadi seperti sabit (Sloane, 2004).

c. Kekurangan zat besi

Penyebab anemia paling utama adalah kekurangan zat besi

dan umumnya wanita lebih beresiko terserang anemia di

bandingkan pria. Hal ini disebabkan wanita harus mengalami

15
menstruasi setiap bulannya sehingga kekurangan darah oleh

karena itu lebih rentan kekurangan zat besi (Sacher et, al, 2004).

d. Kekurangan vitamin C

Salah satu faktor resiko terjadinya anemia adalah

kekurangan vitamin C. Orang yang kekurangan vitamin C

menyebabkan gampang jatuh sakit karena sistem kekebalan

tubuhnya melemah. Vitamin C juga membantu penyerapan zat

besi didalam tubuh (Wardani, 2013).

e. Kekurangan asam folat

Sebagai tambahan dari zat besi, tubuh juga membutuhkan folat

untuk menghasilkan cukup sel darah merah. Asupan makanan

yang rendah zat tersebut dan nutrisi penting lain dapat

menyebabkan penurunan produksi sel darah merah (Sacher et al,

2004).

f. Gangguan sumsum tulang

Tempat produksi sel darah adalah di sumsum tulang.

Namun sumsum tulang bisa mengalami gangguan sehingga

kerjanya untuk memproduksi sel darah merah menjadi tidak

normal. Gangguan sumsum tulang ini sendiri adalah karena

adanya metastase sel kanker di daerah lain pada tubuh (Manuaba,

2001).

16
g. Pendarahan

Pendarahan pada tubuh baik yang terjadi di dalam atau luar tubuh

dapat mengakibatkan anemia dalam waktu singkat. Hal ini bisa

terjadi karena maag kronis yang menyebabkan dinding lambung

mengalami luka (Sacher et al, 2004).

h. Umur

Semakin tua umur seseorang, maka lebih rentan terhadap anemia

karena secara umum pada usia yang tidak produktif lebih banyak

mengalami berbagai macam penyakit sehingga beresiko terhadap

pendarahan di tubuh yang beresiko terhadap anemia defisiensi

besi. Penambahan umur juga mempengaruhi terhadap perubahan

degeneratif fungsi tubuh, sehingga dengan adanya zat polutan Pb

yang masuk ke dalam tubuh akan lebih sulit untuk

mentoleransinya (Sacher et al, 2004).

i. Kebiasaan merokok

Asap rokok dapat menimbulkan efek iritasi pada saluran

pernafasan. Kemampuan bulu getar yang berguna untuk

menyaring benda asing telah berkurang sehingga pecemaran udara

penyebab anemia seperti Pb lebih mudah masuk ke paru-paru dan

bercampur dengan darah. Interaksi antara perokok dengan

pencemaran udara merupakan faktor resiko yang bersinergi

sehingga perokok lebih beresiko mengidap anemia (Sormin,

2012). Kebiasaan merokok ini terbagi menjadi dua komponen,

17
berdasarkan Indeks Brinkman terdiri dari perokok berat ≥ 600 dan

perokok ringan < 600. Adapun perhitungan Indeks Brinkman ini

menurut Tana (2007) dapat dilihat sebagai berikut:

Indeks Brinkman (BI)

Jumlah batang rokok per hari X durasi lama merokok (tahun)

j. Lama bekerja

Semakin lama seseorang berkerja di tempat yang

lingkungan sekitarnya berisiko terjadinya pencemaran udara,

maka kemungkinan tertimbun dalam darah semakin besar sebagai

akibat hasil penghirupan sehari-hari dalam berkerja. Polusi udara

yang tertimbun tersebut dapat memicu gangguan kesehatan. Lama

berkerja selama bertahun-tahun dapat memperparah kondisi

kesehatan pernafasan pedagang karena frekuensi yang sering

untuk terpajan pencemaran udara setiap harinya (Suma’mur, 1991

dalam Sormin, 2012).

2.2 Timbal (Pb)

Tinjauan pustaka yang akan dibahas terkait timbal (Pb) meliputi definisi

Pb, sumber pencemaran Pb, mekanisme Pb masuk ke tubuh manusia, waktu

paruh Pb, nilai ambang batas Pb, hubungan Pb dengan anemia dan dampak

paparan Pb terhadap kesehatan.

18
2.2.1 Definisi Pb

Timbal (Pb) adalah suatu logam berat berwarna kelabu kebiruan

dan terdapat dalam jumlah kecil pada batu-batuan, tanah dan tumbuh-

tumbuhan (Fardiaz, 1992). Timbal adalah sebuah zat kimia dengan kode

Pb, yang berarti Plumbum (timah hitam). Timbal atau yang kita kenal

sehari-hari dengan timah hitam dan dalam bahasa ilmiahnya dikenal

dengan kata Plumbum disimpulkan dengan Timbal (Pb). Logam ini

termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan IV–A pada tabel

periodik unsur kimia. Mempunyai nomor atom 82 dengan bobot atau

berat 207,2 dan lunak dengan titik leleh 327°C dan titik didih 1.620°C

pada suhu 550-600°C (Achmadi, 2012).

Walaupun bersifat lunak dan lentur, Timbal (Pb) sangat rapuh dan

mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas dan

air asam. Timbal (Pb) dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam

sulfat pekat (Palar, 1994). Pb banyak digunakan untuk berbagai keperluan

karena sifatnya sebagai berikut (Fardiaz, 1992):

a. Pb mempunyai titik cair rendah sehingga jika digunakan dalam

bentuk cair dibutuhkan teknik yang cukup sederhana dan tidak

mahal.

b. Pb merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi

berbagai bentuk.

c. Sifat kimia Pb menyebabkan logam ini dapat berfungsi sebagai

lapisan pelindung jika kontak dengan udara lembab.

19
d. Pb dapat membentuk alloy dengan logam lainnya, dan alloy yang

terbentuk mempunyai sifat berbeda dengan Timbal (Pb) yang

murni.

e. Densitas Pb lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya

kecuali emas dan merkuri.

2.2.2 Sumber Pencemaran Pb

a. Sumber alami

Kadar Pb yang secara alami dapat ditemukan dalam

bebatuan sekitar 13 mg/kg. Khusus Pb yang tercampur dengan

batu fosfat dan terdapat di dalam batu pasir (sand stone) kadarnya

lebih besar yaitu 100 mg/kg. Pb terdapat di tanah sekitar 5-25

mg/kg dan di air bawah tanah (ground water) berkisar antara 1-60

µg/dl. Secara alami Pb juga ditemukan di air permukaan. Kadar

Pb pada air telaga dan air sungai adalah sebesar 1-10 µg/dl.

Dalam air laut kadar Pb lebih rendah dari dalam air tawar. Laut

yang dikatakan terbebas dari pencemaran mengandung Pb sekitar

0,07 µg/dl. Kandungan Pb dalam air danau dan sungai di USA

berkisar antara 1-10 µg/dl. Secara alami Pb juga di temukan di

udara yang kadarnya berkisar antara 0,0001-0,001 µg/m3.

Tumbuh-tumbuhan termasuk sayur-sayuran dan padi-padian dapat

mengandung Pb, penelitian yang dilakukan di USA kadarnya

20
berkisar antara 0,1-1,0 µg/kg berat kering (ATSDR, 2007 dalam

Prasetyo, 2010).

b. Sumber dari industri

Industri yang berpotensi sebagi sumber pencemaran Pb,

adalah industri yang memakai Pb sebagai bahan baku maupun

bahan penolong (Riyadina, 1997) misalnya:

1. Pada industri pengecoran maupun pemurnian

menghasilkan Pb konsentrat yang berasal dari potongan

logam scrap.

2. Pada industri baterai banyak menggunakan logam Pb

sebagai bahan dasarnya.

3. Pada industri bahan bakar Pb yang dipergunakan sebagai

anti knock pada bahan bakar sehingga baik industri

maupun bahan bakar yang dihasilkan merupakan sumber

pencemaran Pb.

4. Pada industri kabel, Pb dipergunakan untuk melapisi

kabel.

5. Pada industri kimia yang menggunakan bahan pewarna,

industri tersebut seringkali memakai Pb karena

toksisitasnya relatif lebih rendah jika dibandingkan

dengan logam pigmen yang lain.

21
c. Sumber dari transportasi

Pb yang banyak dipergunakan terutama pada bahan bakar

bensin. Pb tersebut dapat menjadi racun yang merusak sistem

pernafasan, sistem syaraf serta meracuni darah. Penggunaan Pb

pada bahan bakar tersebut semula adalah untuk meningkatkan

oktan bahan bakar. Penambahan kandungan Pb tersebut ke dalam

bahan bakar dilakukan sejak sekitar tahun 1920-an oleh kalangan

kilang minyak. Selain meningkatkan oktan, Pb juga dipercaya

berfungsi sebagai pelumas dudukan katub mobil (produksi

dibawah 90-an), sehingga katub dapat terjaga dari keausan, lebih

tahan lama dan lebih awet. Pb dipergunakan dalam bensin lebih

disebabkan oleh keyakinan bahwa tingkat sensitivitas Pb tinggi

untuk menaikkan angka oktan. Pada setiap 0,1 µg/dl bensin,

menurut para ahli tersebut mampu menaikkan angka oktan 1,5 - 2

satuan. Pb dipergunakan untuk meningkatkan satu oktan pada

bahan bakar karena harga Pb relatif murah dibandingkan dengan

senyawa lainnya (Riyadina, 1997).

Hasil yang diperoleh dari pembakaran bahan tambahan

(additive) Pb pada bahan bakar kendaraan bermotor akan

menghasilkan emisi Pb. Pb yang tercampur dengan bahan bakar

tersebut akan bercampur dengan oli dan melalui proses didalam

mesin maka logam Pb akan keluar dari knalpot bersama dengan

gas buang lainnya (Riyadina, 1997).

22
2.2.3 Mekanisme Pb Masuk ke Tubuh Manusia

Pb masuk kedalam tubuh manusia melalui saluran pernafasan

yang merupakan jalan pemajanan terbesar dan melalui saluran

pencernaan, terutama pada anak-anak dan orang dewasa dengan

kebersihan perorangan yang kurang baik. Absorbsi Pb udara pada saluran

pernafasan ± 40% dan pada saluran pencernaan ± 5-10%, kemudian Pb

diditribusikan kedalam darah ± 95% terikat pada sel darah merah dan

sisanya terikat pada plasma. Sebagian Pb disimpan pada jaringan lunak

dan tulang (Fardiaz, 2006).

ABSORBSI PENYIMPANAN EKRESI

SSP/Otak Tulang
Saluran /Jaringan 90%
Pernafasan Nafas
Paru Keringat
Atas -paru Kulit
Inhalasi ,rambut
40%
Darah
Ginjal
95% 60% Urin
Mulut Saluran
Faring
cerna Tulang Tinja
Ingesti
90%

Bagan 2.1: Biotransformasi Pb dalam Tubuh Manusia


(Palar,2004).

23
a. Absorbsi

Keracunan yang ditimbulkan oleh persenyawaan logam Pb

dapat terjadi karena masuknya persenyawaan logam tersebut ke

dalam tubuh dapat melalui beberapa jalur, yaitu melalui makanan

dan minuman, udara (pernafasan/inhalasi) serta perembesan atau

penetrasi pada selaput atau lapisan kulit.

Absorbsi Pb melalui saluran pernafasan dipengaruhi oleh

tiga proses yaitu deposisi, pembersihan mukosiliar dan

pembersihan alveolar. Deposisi terjadi di nesofaring, saluran

trakeobronkhial dan alveolar. Deposisi tergantung pada ukuran

partikel Pb, volume pernafasan dan daya larut. Partikel yang lebih

besar banyak dideposit pada saluran pernafasan bagian atas

dibanding partikel yang lebih kecil. Makin kecil ukuran partikel

debu, serta semakin besarnya volume udara yang mampu terhirup,

maka akan semakin besar pula konsentrasi Pb yang diserap oleh

tubuh. Partikel yang lebih kecil dari 10 µm dapat tertahan di paru-

paru, sedangkan partikel yang lebih besar mengendap di saluran

nafas bagian atas.

Pb yang bersirkulasi dalam darah akan didistribusikan

kedalam jaringan lunak seperti tubulus ginjal dan sel hati. Selain

itu, Pb juga akan didistribusikan ke tulang, rambut dan gigi untuk

disimpan, sebanyak 90% Pb akan disimpan dalam tulang dan

hanya sebagian kecil tersimpan dalam otak.

24
Rata-rata 10-30% Pb yang terinhalasi diabsorbsi melalui

paru-paru dan sekitar 5-10% dari yang tertelan diabsorbsi melalui

saluran cerna. Absorbsi Pb yang meningkat menyebabkan

penurunan kandungan hemoglobin, penurunan jumlah dan

pemendekan masa hidup eritrosit, peningkatan jumlah retikulosit

(eritrosis muda) serta peningkatan jumlah eritrosit berbintik

basofilik. Jadi, pemeriksaan darah untuk mendeteksi efek-efek ini

dapat digunakan sebagai mengukur pajanan Pb. Sementara

pengukuran Pb dalam rambut dan darah memberi petunjuk

terhadap pajanan Pb dalam tubuh (NIOSH, 1997).

b. Distribusi dan penyimpanan

Pb yang diabsorbsi diangkut oleh darah ke organ-organ

tubuh sebanyak 95% Pb terdapat dalam darah. Gigi dan tulang

panjang mengandung Pb yang lebih banyak dibandingkan tulang

lainnya. Pada gusi dapat terlihat lead line yaitu pigmen berwarna

abu-abu pada perbatasan antara gigi dan gusi. Hal itu merupakan

ciri khas keracunan Pb pada jaringan lunak sebagian Pb disimpan

dalam aorta, hati, ginjal, otak dan kulit. Pb yang berada di

jaringan lunak bersifat toksik (Goldstein, 1994 dalam Wardani,

2012).

Pb masuk ke dalam darah dan juga diditribusikan pada

jaringan lunak dan kadang-kadang pada tulang. Mungkin

25
berakibat pada sistem persyarafan otak, terutama pada jangka

panjang yang mengakibatkan ke gangguan syaraf pada anak.

Kelompok yang paling beresiko dari pencemaran oleh Pb ini

adalah anak dan wanita, sebab dalam konsentrasi yang rendah (di

bawah 10 mikrogram) dapat mengakibatkan terjadinya kelainan

syaraf dan ganguan hemoglobin (Atmakusumah et al, 1996).

c. Eksresi

Eksresi Pb melalui urin sebanyak 75-80%, melalui feces

15% dan lainnya melalui empedu, keringat, rambut dan kuku.

Eksresi Pb melalui saluran cerna dipengaruhi oleh saluran aktif

dan pasif kelenjar saliva, pankreas dan kelenjar lainnya didinding

usus, regenerasi sel epitel dan eksresi empedu. Sedangkan proses

eksresi Pb melalui ginjal adalah melalui filtrasi glomerulus, kadar

Pb dalam urin merupakan cerminan pajanan baru sehingga

pemeriksaan Pb urin dipakai untuk pajanan okupasional

(Nordberg, 1986).

2.2.4 Waktu Paruh Pb

Waktu paruh Pb di dalam darah ± 25 hari, pada jaringan lunak 40

hari, sedangkan pada tulang 25 tahun. Eksresi yang lambat ini

menyebabkan Pb mudah terakumulasi dalam tubuh, baik pada pajanan

kerja maupun tidak kerja (Nordberg, 1998).

26
2.2.5 Nilai Ambang Batas Pb

Nilai ambang batas Pb yang sudah ditetapkan dapat dilihat pada

tabel 2.2.

Tabel 2.2: Standar dan Regulasi Pb (NIOSH, 1997 & MBIE, 2013)

Standard and regulation for lead


Reference Media Level
MBIE Blood 1,5µmol/L
NIOSH Blood 0,01 µg/dL
MBIE Urine 0,15 mg/L
Que Hee and Feces 10-50 μg/L
Boyle
Christofferson Bone 20 μg/g
Wilhelm Hair 0,16 μg/g
MBIE Air particulat lead 0,1 mg/
EPA Water particulat and 0,1 mg/L
dissolved lead
EPA Air (Ambient) 1,5 µg/
EPA Soil, wastes and 0,1 mg/L
grounwater

Berdasarkan standar yang telah ditetapkan menurut MBIE (2013)

nilai ambang batas kadar Pb yang diperbolehkan untuk timbal pada urin

yaitu 1,5 mg/L. Adapun standar lain tentang pajanan Pb menurut

Kepmenkes RI No. 1406 tahun 2002 tentang standar pemeriksaan kadar

timah hitam spesimen biomarker manusia, dimana kadar timah hitam

dalam darah 50 μg/100ml, dalam urin 150μg/ml creatinine. Durasi

27
pajanan Pb yang dapat menimbulkan dampak terhadap kesehatan berupa

penyakit dan gangguan lainnya dapat dilihat pada tabel 2.3.

Tabel 2.3: Angka Acuan Untuk Substansi Tunggal didalam Udara


Berdasarkan Efek yang ditimbulkan Berupa Penyakit atau Bau dan
Gangguan Lainnya (Widyastuti, 2005).

Substansi Angka Acuan Durasi pemaparan


yang diperbolehkan
Karbon Monoksida 100 mg/ 15 menit
60 mg/ 30 menit
30 mg/ 1 jam
10 mg/ 8 jam
Timbal 0,5 – 1,0 µg/ 1 tahun
Nitrat Dioksida 400 µg/ 1 jam
150 µg/ 24 jam
Ozon 150 – 200 µg/ 1 jam
100 – 120 µg/ 8 jam
Sulfur Dioksida 500 µg/ 10 menit
350 µg/ 1 jam

Beberapa ketetapan standard lain menurut Widyastuti (2005)

untuk substansi tunggal didalam udara berdasarkan efek yang

ditimbulkan berupa penyakit, bau dan gangguan lainnya untuk zat

pencemar Pb yaitu 0,5 – 1,0 µg/ dengan durasi pemaparan yang

diperbolehkan selama 1 tahun.

28
2.2.6 Hubungan Pb pada Urin dengan Kejadian Anemia

Polutan Pb di udara disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya

yaitu kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin

premium. Polutan Pb masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan ±

40% dan masuk ke dalam tubuh sehingga bercampur dengan darah. Pb di

dalam darah sebagian diditribusikan ke otak, tulang dan jaringan lainnya.

Eksresi Pb di dalam tubuh melalui urin sebesar 75-80% dan 15%

tereksresi melalui feces, keringat dan rambut. Akumulasi Pb yang

tereksresi melalui urin menggambarkan seluruh pajanan Pb yang terdapat

dalam darah, tulang dan jaringan tubuh lainnya, hal ini disebabkan karena

eksresi Pb paling besar melalui urin. (Nordberg, 1986).

Paparan Pb di dalam tubuh dapat mengubah sistem hematologi

dan menghambat aktivitas beberapa enzim yang terlibat dalam biosintesis

heme seperti enzim Amino Levulinic Asam Dehydratase (ALAD). Enzim

ini sangat berperan penting dalam pembentukan sel darah merah.

Gangguan pada enzim ALAD akibat terhambatnya sintesis heme didalam

tubuh menyebabkan pemendekan umur eritrosit dan memicu produksi

hormon yang tidak tepat (erythropoietin) sehingga terjadi pematangan sel

darah merah yang tidak sesuai dan beresiko terhadap anemia (Sacher et

al, 2004).

Mekanisme terjadinya anemia karena Pb di dalam tubuh dapat di

jelaskan seperti pada bagan 2.2.

29
Hemesintetase

Protoporfirin IX Heme

Dihambat Pb

Flagilitas sel darah merah


(sel darah merah mudah
pecah) dan pemendekan
umur eitrosit

Anemia

Bagan 2.2: Mekanisme Paparan Pb Menyebabkan Anemia

Menurut Kurniawan (2008) dalam Wardani (2013), paparan Pb

dapat menyebabkan dampak seperti:

a. Peningkatan produksi enzim Amino Levulinic Asam Dehydratase

(ALAD)

Pb yang terakumulasi didalam tubuh akan menghambat enzim

hemesintetase yang menyebabkan produksi heme. Penurunan

heme menyebabkan meningkatkan aktivitas ALAD sintetase dan

akhirnya produksi ALAD menjadi meningkat. Pengukuran eksresi

Pb pada urin dapat digunakan untuk melihat peningkatan produksi

ALAD.

30
b. Peningkatan protoporfirin IX

Gangguan protoporfirin menyebabkan besi yang ada di sumsum

tulang meningkat sehingga besi masuk ke dalam eritrosit yang

baru terbentuk dan menumpuk pada mitokondria perinukleus.

Paparan Pb di dalam tubuh dapat menyebabkan perubahan

protoporfirin IX menjadi heme. Akumulasi protoporfirin IX dapat

diketahui melalui plasma dan feces.

c. Peningkatan koproporfirin

Koproporfirin merupakan suatu molekul dalam sel darah merah

yang berfungsi mengikat oksigen serta berperan penting dalam

menyusun hemoglobin. Protoporfirin IX yang terakumulasi di

dalam tubuh akan meningkatkan akumulasi koproporfirin III.

Akumulasi koproporfirin III dapat diketahui melalui urin dan

feces.

2.2.7 Dampak Paparan Pb Terhadap Kesehatan

Dampak dari paparan Pb dapat menimbulkan gangguan terhadap

kesehatan antara lain:

a. Gangguan neurologi (gangguan sistem syaraf)

Salah satu gangguan paling utama dari toksisitas Pb pada

orang dewasa yaitu sistem syaraf, termasuk sistem syaraf pusat

dan sistem syaraf perifer. Pb menjadi penghalang darah menuju

31
otak dan jaringan pada otak lainnya. Paparan Pb sebesar > 80

mg/dl dapat menyebabkan koma dan kematian (NIOSH, 1997).

b. Gangguan hematologi dan ginjal

Salah satu dampak paparan Pb terhadap sistem hematologi yaitu

anemia. paparan yang berkepanjangan > 80 mg/dl beresiko

terhadap anemia. Anemia terjadi akibat kerusakan pada

pembentukan dan fungsi sel darah merah. Hal ini disebabkan

karena Pb tersebut menghambat sintesis heme dan merusak

komponen yang mengandung besi hemoglobin serta merusak

transportasi ion dalam membran sel darah merah (NIOSH, 1997).

c. Gangguan reproduksi

Beberapa penelitian di Amerika Serikat tentang paparan

Pb yang tinggi pada wanita dapat menyebabkan kematian pada

bayi. Toksisitas Pb pada konsentrasi < 15 mg/dl dapat

menyebabkan gangguan kehamilan diantaranya dapat

memperpendek waktu kehamilan, terjadinya penurunan

perkembangan mental janin, perkembangan sistem syaraf janin.

Sedangkan toksisitas paparan Pb pada laki-laki dalam konsentrasi

40mg/dl dapat menyebabkan penurunan jumlah sperma,

morfologi sperma menjadi abnormal dan terjadinya penurunan

kualitas sperma (NIOSH, 1997).

32
d. Gangguan kardiovaskuler

Paparan Pb yang tinggi sangat berhubungan dengan

terjadinya kejadian hipertensi dan penyakit kardiovaskuler.

Beberapa penelitian di Amerika Serikat menunjukkan terjadinya

peningkatan tekanan darah pada pekerja terbuka yang terpapar Pb

sehingga hal ini beresiko terhadap kejadian hipertensi (NIOSH,

1997).

e. Gangguan karsinogenik

Pb dapat meningkatkan resiko kanker di kalangan pekerja yang

terpapar Pb pada tingkat tinggi. Beberapa penelitian di Amerika

Serikat menunjukkan bahwa paparan Pb pada pekerja

berhubungan dengan terjadinya kanker. Selain itu beberapa

penelitian lain juga menunjukan bahwa paparan Pb pada hewan

terbukti menjadi penyebab kanker terhadap hewan (NIOSH,

1997).

Beberapa dampak paparan Pb terhadap kesehatan dapat

dilihat seperti pada tabel 2.4.

33
Tabel 2.4: Dampak Paparan Pb Terhadap Kesehatan (NIOSH,
1997)

Kadar Pb Dampak kesehatan


(µg/dl)
< 10 Inhibisi ALA-D
15 -20 Kekurangan eritrosit protoporfirin (EP) pada
wanita
25- 30 Kekurangan eritrosit protoporfirin (EP) pada
laki-laki
30 Tekanan darah tinggi pada laki-laki berusia
40-59
40 Gangguan kandung kemih dan disfungsi
syaraf perifer.
50 Pengurangan produksi hemoglobin, gejala
neurologis dan perubahan fungsi testis.
60 Gangguan reproduksi pada wanita
80 Menderita anemia
100-120 Tanda-tanda encefalopatik dan nefropati
kronis

2.3 Hasil Penelitian Antara Timbal (Pb) dengan Anemia

Beberapa penelitian terkait Pb sudah banyak dilakukan, berikut beberapa

penelitian terkait Pb yang sudah dilakukan sebelumnya oleh para peneliti lainnya

dapat dilihat pada tabel 2.5.

34
Tabel 2.5 : Hasil Penelitian Antara Timbal dengan Anemia

Variabel Variabel
No Judul Penulis Desain dependen independen Kesimpulan

1. Analisis hubungan Ira Cohort Anemia Konsentrasi Menunjukan


konsentrasi pajanan wardani Retrospe timbal di hubungan signifikasi
timbal di udara (2013) ktif udara secara statistik
ambient terhadap antara konsentrasi
resiko kejadian anemia pajanan timbal di
pada komunitas udara dengan
dikawasan Puspitek anemia
Serpong
2. Gambaran hasil Tri utami Cross Kadar Kadar timbal Menunjukan
pengukuran pramudy Sectional hemoglobin di udara hubungan terbalik
konsentrasi timbal di astuti antara yaitu semakin
udara dan (2010) tinggi konsentrasi
hubungannya dengan timbal di udara
kadar hemoglobin semakin rendah
dalam darah anak di kadar hemoglobin.
perumahan Kawasan
Serpong.
3. Hubungan antara Mifbakhu Cross Kadar Paparan gas Tidak ada hubungan
paparan gas buang ddin Sectional hemoglobin buang antara Pb dalam
kendaraan (Pb) dengan (2010) dan eritrosit kendaraan darah, lama kerja
kadar hemoglobin dan (Pb) dengan hemoglobin
eritrosit berdasarkan dan eritrosit.
lama kerja pada
petugas operator
wanita SPBU di
wilayah Semarang

35
4. Timbal di udara Ending Cross Timbal di  Pb di  Ada hubungan
ambient dan tjahjandi Sectional udara darah yang signifikan
hubungannya dengan (2007)  Kadar Hb antara kadar Pb di
timbal dalam darah dalam udara ambient
serta kejadian anemia darah dengan kadar Pb
pada pegawai UPTD  Kebiasaan dalam darah
terminal Dinas merokok pegawai
Perhubungan Kota dan pakai  Ada hubungan
Sukabumi. masker kadar Pb dalam
darah dengan
kadar Hb pada
polisi lalu lintas.
 Tidak ada
hubungan
kebiasaan
merokok dan
pakai masker
dengan kadar Pb
dalam darah.
5. Hubungan kadar Ermi Cross Kadar Pb Kadar Pb di Tidak ada hubungan
timbal di udara girsang Sectional dalam darah udara yang signifikan
ambient dgn timbal (2008) ambient antara kadar Pb
dalam darah pada udara dengan kadar
pegawai dinas Pb di dalam darah
perhubungan terminal
antar Kota Medan.

36
2.4 Kerangka Teori

Pada kerangka teori ini, peneliti tidak meneliti lebih lanjut proses Pb di

dalam tubuh melainkan hanya Pb yang tereksresi melalui urin. Hal ini

disebabkan karena eksresi Pb pada urin lebih besar dibandingkan dengan rambut

atau feces. Kadar Pb pada urin merupakan salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi kejadian anemia. Adapun faktor lain yang berhubungan dengan

anemia yaitu faktor individu dan faktor gizi Oleh sebab itu peneliti mengambil

Pb pada urin, faktor individu dan faktor gizi sebagai variabel independen,

sedangkan kejadian anemia sebagai variabel dependen. Berdasarkan teori-teori

yang dijelaskan pada tinjauan pustaka sebelumnya, dapat disimpulkan menjadi

sebuah kerangka teori seperti pada bagan 2.3.

- Kadar Pb pada darah


Paparan - Kadar Pb pada urin Kejadian
Timbal (Pb) - Kadar Pb pada tinja Anemia
- Kadar Pb pada rambut

Faktor Individu: Faktor Gizi:


- Umur - Konsumsi zat
- Pendidikan besi
- Perilaku - Konsumsi
merokok vitamin C
- Lama Bekerja - Konsumsi asam
folat

Bagan 2.3: Kerangka Teori


Sumber: Adnan (2001), NIOSH (1997), Palar (2004), Sacher et al (2004),
Sormin (2012), Wardani (2013).

37
BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori pada bagan 2.2, peneliti mengambil variabel

independen yang ingin di teliti yaitu kadar timbal (Pb) pada urin, umur,

pendidikan, kebiasaan merokok, lama berkerja, konsumsi zat besi, konsumsi

vitamin C dan konsumsi asam folat. Semua faktor tersebut diduga berhubungan

dengan kejadian anemia pada pedagang wanita di Terminal Bus Kampung

Rambutan Jakarta Timur. Untuk lebih jelasnya, gambaran kerangka konsep dapat

dilihat pada bagan 3.1.

Variabel Independen

Kadar Timbal (Pb) pada urin.

Umur Variabel Dependen

Pendidikan
Kejadian Anemia
Kebiasaan merokok

Lama bekerja

Konsumsi zat besi

Konsumsi vitamin C

Konsumsi asam folat

Bagan 3.1: Kerangka Konsep

38
3.2 Definisi Operasional

Definisi Operasional pada penelitian ini dapat dilihat seperti pada tabel

3.1.

Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian

No Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
1. Timbal Konsentrasi Pengukuran SSA mg/L Rasio
(Pb) Timbal yang Timbal pada
terdapat pada urin urin.
responden
(Kepmenkes
No.1406/Menkes/
SK/XI/2002) .
2. Kejadian Keadaan yang Pengukuran Easy Touch 1. Anemia (Kadar Ordinal
Anemia menunjukan kadar kadar Hb GC Hb Hb < 12 g/dl)
hemoglobin (Hb) melalui darah. 2. Tidak anemia
lebih rendah di (Kadar Hb ≥12
bandingkan g/dL )
dengan keadaan (Manuaba,
normal (12 g/dL) 2001).
(Soebroto,2010)
3. Umur Umur pedagang Wawancara Kuesioner 1. Produktif (15- Ordinal
yang dihitung 50 tahun)
sejak tanggal lahir 2. Non produktif
sampai dengan (<15 & >50
waktu penelitian tahun)
yang dinyatakan (Listanti,2007)
dalam tahun.
(Listanti,2007)

39
4. Pendidikan Status pendidikan Wawancara Kuesioner 1. Rendah (Tidak Ordinal
formal responden. tamat/sekolah,
SD, SMP)
2. Tinggi (SMA-
PT)
(Gunatmaning
sih, 2007).
5. Kebiasaan Responden Wawancara Kuesioner 1. Perokok berat Ordinal
merokok dikatakan merokok (Indeks
apabila merokok Brinkman ≥
minimal 1 batang 600)
per hari dan telah 2. Perokok
merokok selama 1 ringan (Indeks
bulan terakhir Brinkman <
(Sormin, 2012). 600)
(Tana, 2007).
6. Lama Waktu (dalam Wawancara Kuesioner 1. ≥ 1 tahun Ordinal
bekerja tahun) yang telah 2. < 1 tahun
di habiskan (Wdyastuti,
responden untuk 2005).
berdagang dari
awal masuk
sampai sekarang
(Sormin, 2012).
7. Konsumsi Jumlah konsumsi Metode Semi Kuesioner 1. Rendah (< nilai Ordinal
zat besi zat besi pedagang Frequently Semi median jumlah
wanita yang Food Frequently asupan zat besi
diperoleh dengan Questionaire Food seluruh
menggunakan (SFFQ) dan Questionaire responden)
kuesioner Semi dianalisis (SFFQ) (Supariasa,

40
Frequently Food menggunakan 2002).
Questionaire nutri survey 2. Cukup ( ≥ nilai
(SFFQ). median jumlah
asupan zat besi
seluruh
responden)
(Wardani,
2013).
8. Konsumsi Jumlah konsumsi Metode Semi Kuesioner 1. Rendah (< nilai Ordinal
vitamin C vitamin C Frequently Semi median jumlah
pedagang wanita Food Frequently asupan
yang diperoleh Questionaire Food Vitamin C
dengan (SFFQ) dan Questionaire seluruh
menggunakan dianalisis (SFFQ) responden)
kuesioner Semi menggunakan 2. Cukup ( ≥ nilai
Frequently Food nutri survey median jumlah
Questionaire asupan
(SFFQ). Vitamin C
seluruh
responden
(Wardani,
2013).

41
9. Konsumsi Jumlah konsumsi Metode Semi Kuesioner 1. Rendah (< nilai Ordinal
asam folat asam folat Frequently Semi median jumlah
pedagang wanita Food Frequently asupan asam
yang diperoleh Questionaire Food folat seluruh
dengan (SFFQ) dan Questionaire responden)
menggunakan dianalisis (SFFQ) 2. Cukup ( ≥ nilai
kuesioner Semi menggunakan median jumlah
Frequently Food nutri survey asupan Asam
Questionaire folat seluruh
(SFFQ). responden)
(Wardani,
2013).

3.3 Hipotesis

a. Ada hubungan kadar timbal (Pb) pada urin dengan kejadian anemia pada

pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur.

b. Ada hubungan karakteristik individu (umur, pendidikan, kebiasaan merokok,

lama bekerja, konsumsi zat besi, konsumsi vitamin C, konsumsi asam folat)

dengan kejadian anemia pada pedagang wanita di Terminal Bus Kampung

Rambutan Jakarta Timur.

42
BAB 1V

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan

metode deskriptif analitik dengan desain penelitian cross sectional karena pada

penelitian ini variable independent dan dependent akan diamati pada waktu yang

sama. Desain penelitian cross sectional merupakan penelitian non ekperimental

dalam rangka mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan

efek yang berupa penyakit atau status kesehatan tertentu dengan model

pendekatan point of time. Variabel yang termasuk faktor risiko dan variabel yang

termasuk efek diobservasi sekaligus pada saat yang sama (Sumantri, 2011).

4.2 Populasi dan Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan unit analisis yang karakteristiknya

akan diduga. Anggota unit populasi disebut elemen populasi (Sumantri,

2011). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pedagang kios wanita

yang berjualan di Terminal Bus Kampung Rambutan Jakarta Timur.

Berdasarkan data DISHUB Terminal Bus Kampung Rambutan, populasi

pedagang berjumlah 54 orang.

43
4.2.2 Sampel

Sampel adalah sebagian populasi yang ciri-cirinya diselidiki atau

diukur (Sumantri, 2011). Sampel pada penelitian ini adalah pedagang

kios wanita yang berjualan di Terminal Bus Kampung Rambutan.

Perhitungan sampel menggunakan uji hipotesis dua proporsi dengan

rumus sebagai berikut:

n={ √2P(1-P) + √P1 (1-P1) + P2(1-P2)

(P1-P2

n = jumlah sampel

= derajat kepercayaan = 1,96 pada 95% CI

= kekuatan uji 90% (1,28)

P1 = proporsi terpapar timbal (Pb) dan menderita anemia 0,454

(Wardani, 2013).

P2 = proporsi tidak terpapar timbal (Pb) dan menderita anemia 0,065

(Wardani, 2013).

P = rata-rata P1 dan P2 (P1+P2)/2=0,2592

(Ariawan, 2008).

Besarnya sampel yang di hasilkan adalah:

n = {1,96√ 2 x 0,2595 (1-0,2592) + 1,28 √0,454 (1-0,454) + 0,065 (1-0,065

(0,454-0,065
n = 29 orang

44
Hasil perhitungan sampel berjumlah 29 x 2 = 58 orang. Akan tetapi

setelah dilakukan perhitungan sampel ternyata jumlah sampel melebihi jumlah

populasi, maka sampel pada penelitian ini menggunakan total sampling yaitu

seluruh pedagang kios wanita yang berjualan di Terminal Bus Kampung

Rambutan sebanyak 54 orang.

4.3 Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini yaitu kuesioner yang digunakan untuk

mengukur variabel umur, pendidikan, kebiasaan merokok dan lama bekerja.

Lembar SFFQ digunakan untuk mengukur variabel konsumsi zat besi, konsumsi

vitamin C dan konsumsi asam folat. Easy Touch GC Hb digunakan sebagai alat

untuk mengukur kadar Hemoglobin. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

digunakan sebagai alat untuk pengukuran kadar Pb pada urin.

4.3.1 Prosedur Pengukuran Hemoglobin (Hb)

Data kadar Hb dalam darah pada pedagang wanita di Terminal

Kampung Rambutan diperoleh dengan menggunakan Easy Touch GC Hb.

Easy Touch GC Hb merupakan alat untuk menentukan kadar hemoglobin

dalam darah.

a. Peralatan

1. Easy Touch GC Hb

2. 4 baterai

45
3. Microcuvette Easy Touch Blood Hemoglobin

4. Blood Lancets

5. Alcohol Swabs

6. Sensi Gloves

b. Pengambilan darah

1. Pastikan tangan pasien santai (tidak tegang). Hanya gunakan jari

tengah atau jari manis untuk pengambilan sampel darah.

2. Bersihkan jari dengan alkohol atau desinfektan yang sesuai dan

keringkan atau usap menggunakan kain pembalut (kasa)

3. Tekan pelan-pelan dari ujung ruas jari sampai ujung yang lainnya.

Hal ini menstimulasi darah mengalir menuju titik pengambilan

sampel

4. Selama menekan pelan ujung jari, tusukan jari menggunakan

lanset

5. Tekan pelan jari sampai tetesan darah tersebut muncul.

6. Ketika tetesan darah cukup banyak, isi microcuvette dalam satu

proses yang berkesinambungan jangan isi ulang.

7. Bersihkan darah yang berlebihan pada bagian luar microcuvette

dengan kasa yang bersih. Hati-hati jangan menyentuh ujung

microcuvette yang terbuka, yang dapat menyebabkan darah

terlarut microcuvette.

8. Taruh microcuvette didalam penahan cuvette.

46
9. Geser penahan cuvette dengan halus ke posisi pengukuran

10. Tunggu selama 15-60 detik, nilai kadar Hb pada sampel yang di

ukur akan muncul. Hasil tersebut akan tetap muncul di layar

selama penahan cuvette masih dalam posisi mengukur.

4.3.2 Prosedur Pengukuran timbal (Pb) pada Urin

Adapun prosedur kerja untuk pengukuran Pb yang diambil pada

urin responden dengan menggunakan metode Spektrofotometer Serapan

Atom (SSA) yaitu sebagai berikut:

a. Ambil 15 ml urin dengan gelas ukur masukan ke dalam gelas beker

b. Destruksi sampel urin dengan cara sampel ditambah dengan dan

sebesar 0,6 ml dan sebesar 0,3 ml

c. Destruksi sampel tersebut dalam lemari asam dengan suhu dibawah

C. setelah larutan mengering ± 5 ml bilas dengan aquades

kemudian disaring. Setelah itu tera sampel dengan aquades dalam

labu ukur 25 ml sampai tanda batas.

d. Optimalkan alat SSA dengan kondisional yang telah ditentukan

berdasarkan instruksi kerja

e. Ukur sampel dengan SSA.

47
4.3.5 Prosedur Pengumpulan Data Tingkat Asupan Besi, Tingkat Asupan
Vitamin C dan Tingkat Asupan Asam Folat

Pengumpulan data tingkat asupan Fe, Vitamin C dan asam folat

responden dilakukan dengan menggunakan metode SFFQ (Semi Food

Frequently Questionaire) (Supariasa, 2002). Adapun langkah-langkah

yang di lakukan adalah:

1. Melakukan wawancara dengan responden menggunakan kuesioner

SFFQ

2. Menghitung nilai asupan harian makanan responden dengan

menggunakan takaran pada tabel 4.1.

48
Tabel 4.1: Perhitungan Ukuran Tingkat Asupan Zat Besi, Vitamin C
dan Asam Folat (Wardani, 2013).

Jenis makanan Daftar Komposisi Bahan Kandungan Fe


Makanan (DKBM) (mg) (mg)
1 buah kentang 210 0,8
1 buah jagung 50 0,3
1 mangkuk bayam 150 2,7
1 mangkuk kangkung 150 1,7
1 butir telur 55 0,6
1 potong ikan 40 0,4
1 potong kerang 7 0,2
1 potong daging 35 0,6
1 potong udang 7 0,2
1 potong tahu 50 2,5
1 potong tempe 25 0,5
Jenis Makanan Daftar Komposisi Bahan Kandungan
Makanan (DKBM) (mg) Vitamin C (mg)
1 buah apel 85 5,1
1 buah jeruk 55 33,5
1 potong semangka 90 9,0
1 potong melon 190 11,4
1 potong pepaya 110 68,2
1 buah pisang 45 4,9
1 buah mangga 120 51,6
Jenis Makanan Daftar Komposisi Bahan Kandungan
Makanan (DKBM) (mg) Asam Folat (mg)
1 sdm kacang panjang 15 1,8
1 sdm kacang merah 15 51,5
1 sdm buncis 15 4,9

3. Langkah selanjutnya yaitu memasukan data asupan tersebut ke dalam

program nutri survey.

4. Mencantumkan nilai asupan zat besi, vitamin C dan asupan folat

responden sesuai dengan nilai yang tertera dalam program nutri

survey.
49
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

4.4.5 Lokasi Penelitian

Lokasi pada penelitian ini terletak di Terminal Bus Kampung

Rambutan. Terminal ini merupakan salah satu pangkalan kendaraan

bermotor yang terletak di Kelurahan Rambutan, Kecamatan Ciracas, Kota

Jakarta Timur, Propinsi DKI Jakarta. Terminal ini keseharianya

digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan

dan menurunkan orang atau barang serta perpindahan antara angkutan

satu dengan yang lainnya (Sugiarto, 2006).

Terminal Kampung Rambutan merupakan salah satu terminal tipe

A sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No

SK.1361/AJ.106/DRJD/2003 tentang penetapan simpul jaringan

transportasi jalan untuk terminal penumpang tipe A di Indonesia.

Menurut Peraturan Menteri Perhubungan RI No PM. 2 Tahun 2013

tentang petunjuk teknis penerapan dan pencapaian standar pelayanan

minimal bidang perhubungan daerah provinsi dan daerah kabupaten kota,

terminal tipe A melayani Antar Kota Antar Propinsi (AKAP), angkutan

Antar Kota Dalam Propinsi (AKDP), angkutan Koperasi Wahana Kalpika

(KWK), Angkutan Kota (ANGKOT), Damri, Busway dan Taxi.

Terminal tipe A mampu menampung lebih banyak kendaraan bermotor

dibandingkan dengan terminal tipe-tipe lainnya. Berikut gambaran lokasi

pada penelitian ini seperti pada gambar 4.1.

50
Gambar 4.1: Lokasi Penelitian

4.4.6 Waktu Penelitian

Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini pada bulan April

sampai dengan Mei tahun 2014.

4.5 Pengolahan Data

Pengolahan data terdiri dari serangkaian tahapan yang harus

dilakukan agar data siap untuk diuji statistik dan dilakukan

analisis/interprestasi. Berikut tahapan pengolahan data menurut Amran

(2012) yaitu:

51
a. Data Coding, kegiatan mengklasifikasi data dan memberi kode untuk

masing kelas sesuai dengan tujuan dari pengumpulan data tersebut.

b. Data Editing, kegiatan penyuntingan data yang dilakukan sebelum proses

pemasukan data.

c. Data Structure, kegiatan yang dikembangkan sesuai dengan analisis yang

akan dilakukan dan jenis perangkat lunak yang digunakan. Pada saat

pengembangan data struktur, bagi masing-masing variabel perlu

ditetapkan: nama, skala ukur variabel, jumlah digit.

d. Data Entry, kegiatan memasukan data ke dalam program atau fasilitas

analisis data seperti SPSS, Epi Info, Epi Data dll.

e. Data Cleaning, kegiatan proses pembersihan data setelah data di entri.

4.6 Analisis Data

Analisis data yang akan digunakan pada penelitian ini meliputi dua tahapan

yaitu analisis univariat dan bivariat.

4.6.5 Analisis Univariat

dilakukan untuk mendeskripsikan setiap variabel yang diteliti atau

menggambarkan distribusi frekuensi masing-masing, baik variabel

bebas (independen), variabel terikat (dependen) maupun deskripsi

karakteristik responden (Amran,2012).

52
4.6.6 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dalam penelitian ini menggunan uji statistik

dengan uji T-Independent untuk melihat uji hipotesis antara variabel

numerik independent dan variabel kategorik dependen sama dengan

dua, serta menggunakan uji Chi Square untuk melihat hubungan antara

variabel kategorik independen dan variabel kategorik dependent.

Tingkat kepercayaan pada penelitian ini sebesar 95% dengan nilai α

0,05. Dikatakan memiliki hubungan yang signifikan jika nilai p < 0,05

dan tidak memiliki hubungan yang signifikan jika nilai p > 0,05.

53
BAB V

HASIL

5.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk mendeskripsikan masing-masing

variabel yang diteliti meliputi variabel bebas (independen) maupun variabel

terikat (dependen).

5.1.1 Gambaran Kejadian Anemia

Distribusi pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan

yang mengalami anemia dapat dilihat pada tabel 5.1.

Tabel 5.1: Distribusi Kejadian Anemia pada Pedagang Wanita di


Terminal Bus Kampung Rambutan Tahun 2014

Kejadian Anemia Frekuensi %

Anemia 21 38,9

Tidak anemia 33 61,1

Total 100 100

Berdasarkan tabel 5.1, diketahui bahwa pedagang wanita yang

mengalami anemia sebanyak 21 (38,9%) sedangkan pedagang wanita

yang tidak mengalami anemia yaitu sebanyak 33 (61,1%).

54
5.1.2 Gambaran Kandungan Timbal (Pb) pada Urin

Distribusi kandungan timbal pada urin pedagang wanita di Terminal

Bus Kampung Rambutan dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2: Distribusi Kandungan Timbal pada Urin Pedagang Wanita


di Terminal Bus Kampung Rambutan Tahun 2014

Pb Mean Median SD Nilai Nilai 95 % CI

Min Max

Kandungan 0,28454 0,27550 0,086664 0,078 0,525 0,26088-0,30819

Pb pada urin

Berdasarkan hasil analisis didapatkan rata-rata kandungan timbal

pada urin pada pedagang wanita adalah 0,28454, median 0,27550, standar

deviasi 0,086664. Kandungan Pb pada urin terendah 0,078 mg/L dan

tertinggi 0,525 mg/L. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan bahwa

95% diyakini rata-rata kadar timbal pada urin 0,26088-0,30819.

5.1.3 Gambaran Karakteristik Individu

Distribusi gambaran karakteristik individu pada pedagang

wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan dapat dilihat pada tabel

5.3.

55
Tabel 5.3: Distribusi Karakteristik Individu pada Pedagang Wanita di
Terminal Bus Kampung Rambutan Tahun 2014

No Variabel Hasil Ukur n Total Persentase


(%)
1. Umur - Produktif (15-50 47 87
tahun)
- Non Produktif 7 54 13
(<15&>50 tahun)

2. Pendidikan - Rendah (tidak 33 61,1


tamat/sekolah, SD, 54
SMP)
- Tinggi (SMA,PT) 21 38,9
3. Perilaku - Perokok berat (IB ≥ 1 1,8
merokok 600)
- Perokok ringan (IB < 15 54 27,8
600)
- Tidak merokok 38 70,4
4. Lama - ≥1 tahun 47 54 87
berkerja - <1 tahun 7 13
5. Konsumsi - Rendah (< 6,850 mg) 27 54 50
zat besi - Cukup (≥ 6,850 mg) 27 50
6. Konsumsi - Rendah (< 24,900 mg) 27 54 50
vitamin C - Cukup (≥ 24,900 mg) 27 50
7. Konsumsi - Rendah (< 3,812 mg) 27 54 50
asam folat - Cukup (≥ 3,812 mg) 27 50

56
Berdasarkan tabel 5.3, diketahuai sebagian besar pedagang

wanita pada penelitian ini berusia produktif 47 (87%), berpendidikan

rendah 33 (61,1%), perokok ringan 38 (93,8 %), berkerja selama > 1

tahun 47 (87%), mengkonsumsi zat besi cukup 27 (50%),

mengkonsumsi vitamin C cukup 27 (50%), mengkonsumsi asam folat

cukup 27 (50%).

5.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel

bebas (independen) dengan variabel terikat (dependen) dengan menggunakan uji

T-Independent dan Chi Square. Dikatakan memiliki keterkaitan yang signifikan

jika nilai p < 0,05 dan tidak memiliki keterkaitan jika nilai p > 0,05.

5.2.1 Hubungan Kadar Timbal (Pb) pada Urin dengan Kejadian Anemia

Berikut hasil analisis bivariat hubungan kadar timbal pada urin pada

pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan dengan kejadian

anemia seperti pada tabel 5.4.

57
Tabel 5.4: Hubungan Kadar Timbal pada Urin dengan Kejadian
Anemia pada Pedagang Wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan
Tahun 2014

Timbal pada Mean SD 95% CI P n

urin value

anemia 0,33033 0,093967 0,030588-0,026731 0,001 21

Tidak anemia 0,25539 0,068328 33

Berdasarkan hasil uji T-Independent diketahui rata-rata kadar

timbal pada urin pedagang wanita yang menderita anemia ada 0,33033

mg/L dengan standar deviasi 0,093967 mg/L, sedangkan rata-rata

responden yang tidak menderita anemia 0,25539 mg/L dengan standar

deviasi 0,068328 mg/L. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas

menggunakan Equal variances assumed sebesar 0,001, artinya pada alpha

5% terdapat perbedaan rata-rata kadar timbal pada urin antara responden

yang menderita anemia dan tidak menderita anemia.

5.2.2 Hubungan Karakteristik Individu dengan Kejadian Anemia

Berikut hasil analisis bivariat hubungan karakteristik individu

dengan kejadian anemia menggunakan uji Chi Square dapat dilihat

seperti pada tabel 5.5.

58
Tabel 5.5: Hubungan Karakteristik Individu dengan Kejadian
Anemia pada Pedagang Wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan
Tahun 2014

Kejadian Anemia
Anemia Tidak n P
Variabel Hasil Ukur anemia Total value
n % n % n %

Umur - Produktif 19 40,4 28 59,6 47 100


- Non 2 28,6 5 71,4 7 100 54 0,693
produktif
Pendidikan - Rendah 14 42,4 19 57,6 33 100
- Tinggi 7 33,3 14 66,7 21 100 54 0,703
Perilaku - Perokok 0 0 1 100 1 100
merokok berat 16 1,000
- Perokok 6 40,0 9 60,0 15 100
ringan
Lama - ≥1tahun 19 40,4 28 59,6 47 100 54 0,693
berkerja - <1tahun 2 28,6 5 71,4 7 100
Konsumsi - Rendah 11 40,7 16 59,3 27 100
zat besi - Cukup 10 37,0 17 63,0 27 100 54 1,000
Konsumsi - Rendah 12 44,4 15 55,6 27 100
vitamin C - Cukup 9 33,3 18 66,7 27 100 54 0,577
Konsumsi - Rendah 9 33,3 18 66,7 27 100
asam folat - Cukup 12 44,4 15 55,6 27 100 54 0,577

59
a. Hubungan Umur dengan Kejadian Anemia

Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahuai bahwa pedagang wanita

yang berumur produktif dan juga menderita anemia ada 19 dari 47

orang (40,4%), sedangkan responden yang berumur non produktif

dan ada 2 dari 7 orang (28,6%) yang menderita anemia. Berdasarkan

hasil uji statistik Chi Square menggunakan Fisher Exact diperoleh

nilai probabilitas (P value 0,693), artinya pada alpha 5 % tidak

terdapat keterkaitan yang signifikan antara umur dengan kejadian

anemia.

b. Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Anemia

Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa pedagang wanita

yang berpendidikan rendah dan menderita anemia ada 14 dari 33

orang (42,4%), sedangkan responden yang beperdidikan tinggi ada 7

dari 21 (33,3%) yang menderita anemia. Berdasarkan hasil uji

statistik Chi Square menggunakan Continuity Correction diperoleh

nilai probabilitas (P value 0,703), artinya pada alpha 5 % tidak

terdapat keterkaitan yang signifikan antara pendidikan dengan

kejadian anemia.

c. Hubungan Perilaku Merokok dengan Kejadian Anemia

Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa pedagang wanita

yang perokok berat dan menderita anemia ada 0 dari 0 orang (0%),

60
sedangkan responden yang perokok ringan ada 6 dari 15 orang

(40,0%) yang menderita anemia. Berdasarkan hasil uji statistik Chi

Square menggunakan Fisher Exact diperoleh nilai probabilitas (P

value 1,000), artinya pada alpha 5 % tidak terdapat keterkaitan yang

signifikan antara perilaku merokok dengan kejadian anemia.

d. Hubungan Lama Bekerja dengan Kejadian Anemia

Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa pedagang wanita

yang berkerja ≥ 1 tahun dan menderita anemia ada 19 dari 47 orang

(40,4%), sedangkan respoden yang berkerja < 1 tahun ada 2 dari 7

orang (28,6%) yang menderita anemia. Berdasarkan hasil uji statistik

Chi Square menggunakan Fisher Exact diperoleh nilai probabilitas (P

value 0,693), artinya pada alpha 5 % tidak terdapat keterkaitan yang

signifikan antara lama berkerja dengan kejadian anemia.

e. Hubungan Konsumsi Zat Besi dengan Kejadian Anemia

Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa responden yang

mengkonsumsi zat besi rendah dan menderita anemia ada 11 dari 27

orang (40,7%), sedangkan responden yang mengkonsumsi zat besi

cukup ada 10 dari 27 orang (37,0%) yang menderita anemia.

Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square menggunakan Continuity

Correction diperoleh nilai probabilitas (P value 1,000), artinya pada

61
alpha 5 % tidak terdapat keterkaitan yang signifikan antara konsumsi

zat besi dengan kejadian anemia.

f. Hubungan Konsumsi Vitamin C dengan Kejadian Anemia

Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa pedagang wanita

yang mengkonsumsi vitamin C rendah dan menderita anemia ada 12

dari 27 orang (44,4%), sedangkan responden yang mengkonsumsi

vitamin C cukup ada 9 dari 27 orang (33,3%) yang menderita

anemia. Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square menggunakan

Continuity Correction diperoleh nilai probabilitas (P value 0,577),

artinya pada alpha 5 % tidak terdapat keterkaitan yang signifikan

antara konsumsi konsumsi vitamin C dengan kejadian anemia.

g. Hubungan Konsumsi Asam Folat dengan Kejadian Anemia

Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa pedagang wanita

yang mengkonsumsi asam folat rendah dan menderita anemia ada 9

dari 27 orang (33,3%), sedangkan responden yang mengkonsumsi

asam folat cukup ada 12 dari 27 orang (44,4%) yang menderita

anemia. Berdasarkan hasil uji statistik Chi Square menggunakan

Continuity Correction diperoleh nilai probabilitas (P value 0,577),

artinya pada alpha 5 % tidak terdapat keterkaitan yang signifikan

antara konsumsi asam folat dengan kejadian anemia.

62
BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, adapun keterbatasan dalam

penelitian ini yaitu:

a. Tidak ada pengukuran Pb di udara ambient wilayah terminal Kampung

Rambutan, sehingga hanya menggambarkan konsentrasi Pb yang

tereksresi di urin responden. Pengukuran Pb di udara sangat penting

dilakukan untuk memastikan pajanan Pb pada urin pedagang benar-benar

berasal dari terminal.

b. Penggunaan kuesioner SFFQ hanya menggambarkan konsumsi makanan

yang telah tersedia pada lembar kuesioner sehingga tidak

menggambarkan konsumsi makanan lain di luar kuesioner SFFQ. Dalam

proses menjawab kuesioner SFFQ dibutuhkan waktu untuk mengingat

kembali makanan apa saja yang sudah dikonsumsi oleh para pedagang

yang berjualan di Terminal Bus Kampung Rambutan.

6.2 Kejadian Anemia

Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit atau hemoglobin yang

beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen ke jaringan

tubuh. (Handayani et al, 2008).

63
Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan bahwa 21 orang (38,9%) dari

54 pedagang wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan menderita anemia

dimana kadar Hb mereka dibawah nilai batas normal. Kejadian anemia di

Terminal Bus Kampung Rambutan ini terjadi disebabkan oleh faktor lama

berkerja dan banyaknya aktivitas di terminal sehingga menyebabkan terpajan zat

polutan Pb. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu menunjukan 49

orang (55,7%) dari 88 buruh perempuan di Pabrik Bitratex Semarang berstatus

anemia dan tingginya kejadian anemia ini juga di pengaruhi oleh faktor lama

bekerja di pabrik (Aminah et al, 2005).

Secara umum kejadian anemia disebabkan karena gangguan sumsum

tulang, defisiensi gizi seperti kurangnya asupan folat, zat besi dan vitamin C,

namun dengan adanya akumulasi Pb di dalam tubuh juga dapat menyebabkan

kejadian anemia karena dapat memperpendek umur eritrosit dan dapat

mengganggu sistem biosintesis heme yang berperan penting terhadap

pembentukan sel darah merah di dalam tubuh. Oleh sebab itu diperlukan upaya

penanggulangan seperti memperbaiki pola konsumsi gizi sesuai dengan

kebutuhan yang dianjurkan (Sacher et al, 2004).

Menurut Sloane (2004) anemia merupakan penyakit yang tidak dapat

dideteksi dengan kasat mata kecuali dengan adanya pengukuran Hb terlebih

dahulu (asimtomatik), berbeda dengan penyakit lainnya yang memiliki gejala

dan karakteristik khas sehingga bisa di ketahui oleh orang lain disekitarnya.

Umumnya banyak ditemukan di lapangan penderita anemia yang tidak

mengetahui dirinya menderita anemia, meskipun mereka menderita anemia

64
namun masih tetap bisa melakukan aktivitas dalam kesehariannya dan hal inilah

yang menyebabkan banyak penderita anemia yang tidak menyadari dirinya

sedang menderita anemia.

Penanggulangan anemia harus dilakukan secara tepat dan optimal dimana

dapat dilakukan dengan memperbaiki pola konsumsi makan yang baik dan benar

sesuai dengan kebutuhan tubuh. Selain itu juga dapat dilakukan dengan

mengkonsumsi suplemen tambahan seperti suplemen penambah darah dan

suplemen vitamin C serta di perlukan pengukuran hemoglobin secara rutin agar

dapat melakukan tindakan pengendaliannya. Penggunaan alat pelindung diri

berupa masker juga harus dilakukan untuk meminimalisir paparan Pb dimana

dapat mengurangi resiko terhadap anemia.

6.3 Hubungan Kadar Timbal (Pb) pada Urin dengan Kejadian Anemia

Pb merupakan salah satu kelompok logam berat dimana dapat

menimbulkan permasalahan kesehatan jika terakumulasi pada konsentrasi tinggi.

Secara alami Pb berasal dari batu-batuan, dan air dalam tanah. Laju aktivitas

industri dan tranportasi merupakan salah satu penghasil zat polutan Pb (ATSDR,

2007 dalam Prasetyo, 2010).

Pb diudara dapat berasal dari emisi kendaraan bermotor yang

menggunakan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium tidak sempurna.

Bensin premium terdiri dari 2-4 gram Pb per galon dengan rata-rata 2,8 gram.

Bensin regular rata-rata mengandung Pb 2,3 gram per galonnya. Rata-rata 70-80

65
% Pb didalam bensin dikeluarkan dari pipa knalpot kendaraan bermotor sebagai

partikulat polutan udara (Riyadina, 1997).

Terminal Kampung Rambutan merupakan salah satu tempat

berkumpulnya kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor yang berkumpul di

terminal merupakan penyumbang zat polutan Pb yang dikeluarkan melalui emisi

kendaraan bermotor tersebut. Adapun segmen masyarakat yang paling beresiko

terhadap asap knalpot kendaraan tersebut salah satunya adalah para pedagang di

terminal.

Para pedagang banyak menghabiskan waktu sehari-harinya beraktivitas di

terminal. Pb yang terhirup akan masuk ke dalam tubuh melalui jalur organ

pernafasan. Pb yang terabsorbsi akan bercampur dengan aliran darah dan

berikatan dengan eritrosit. Pb dalam darah didistribusikan oleh plasma darah ke

bagian syaraf, ginjal, hati, kulit dan otot skeletal/rangka. Pb lebih lama akan

terakumulasi didalam tulang dan bergabung dengan matrik tulang seperti kalsium

(Ca). Akumulasi Pb di dalam tulang dapat menimbulkan hipertiroidisme dan

osteoporosis. Akumulasi di dalam darah dapat mengganggu sintesis heme yang

berperan dalam proses pembentukan sel darah merah. Terganggunya sintesis

heme dapat menyebabkan pemendekan umur eritrosit di dalam tubuh sehingga

beresiko terhadap anemia. Pb yang terakumulasi akan tereksresi melalui feces

dan urin (Riyadina, 1997).

Hasil uji statistik menunjukan keterkaitan antara kadar Pb di dalam urin

dengan kejadian anemia (P<0,001). Kadar Pb memiliki keterkaitan dengan

kejadian anemia disebabkan karena besarnya kadar akumulasi Pb di dalam urin

66
pedagang. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan rata-rata kadar Pb dalam

urin pedagang 0,27550 mg/L, sedangkan menurut MBIE (2013) nilai ambang

batas kadar Pb pada urin 0,15 mg/L dan dapat disimpulkan bahwa rata-rata kadar

Pb pada urin pedagang wanita melebihi ambang batas yang telah ditetapkan.

Besarnya akumulasi Pb di dalam urin juga dipengaruhi oleh lama

berdagang di terminal. Hasil penelitian menunjukan para pedagang wanita

sebanyak 47 orang (87%) dari 54 responden bekerja di atas satu tahun. Menurut

Widyastuti (2005) paparan Pb selama satu tahun dapat menimbulkan efek berupa

penyakit dan gangguan lainnya, salah satunya yaitu anemia.

Pb yang terakumulasi didalam tubuh akan bercampur di dalam darah

sehingga dapat menyebabkan terjadinya penurunan kadar hemoglobin di dalam

tubuh dimana beresiko terhadap kejadian anemia. Namun hal ini tidak sesuai

dengan hasil penelitian Malaka (2012) dimana menunjukan tidak terdapat

hubungan yang bermakna antara kadar Pb dalam darah dengan kadar hemoglobin

dan hematokrit pada petugas pintu tol Jagorawi.

Besarnya kandungan Pb dalam urin dapat menggambarkan akumulasi Pb

di dalam tubuh seseorang, hal ini disebabkan karena eksresi Pb melalui urin lebih

besar dibandingkan dengan ekresi melalui rambut, keringat dan feces 75-80%

dan oleh sebab itu eksresi timbal pada tubuh manusia yang paling besar yaitu

melalui urin (Nordberg, 1986).

Menurut Papuling (2011) besarnya kandungan Pb di dalam urin ini

disebabkan oleh banyak hal seperti lamanya beraktivitas dan adanya pemajanan

yang lama ditempat yang merupakan sumber polutan Pb, hal ini sesuai dengan

67
penelitian Hastuti (2008) menunjukan adanya hubungan yang signifikan lama

beraktivitas anak jalanan di jalan raya dengan kadar Pb pada urin. Para pedagang

banyak melakukan aktivitas kesehariannya di Terminal Bus Kampung

Rambutan, dimana terminal tersebut merupakan salah satu sumber polutan Pb

sehingga memungkinkan jika hal inilah yang mempengaruhi besarnya

kandungan Pb di dalam urin. NIOSH (1997) menyatakan jika paparan Pb ini

melebihi 80 µg/dl dan dibarengi dengan lama beraktivitas pada tempat sumber

polutan Pb maka akan berpotensi terjadinya anemia.

Menurut WHO (1997) dalam Papuling (2011) besarnya kandungan Pb di

dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa hal seperti absorbsi Pb lebih besar pada

usia dewasa, jenis kelamin wanita lebih rentan dibandingkan pria, musim panas

akan meningkatkan besarnya akumulasi Pb, peningkatan asam lambung dapat

meningkatkan absorbsi Pb, peminum alkohol lebih rentan terhadap akumulasi

Pb.

Upaya khusus sangat diperlukan untuk mengurangi paparan polusi Pb

yang terhirup ke saluran pernafasan seperti penggunaan alat pelindung diri

berupa masker, mengurangi lama beraktivitas di terminal, pergantian jam

berdagang, selain itu juga diperlukan upaya penghijauan di wilayah sekitar

terminal agar dapat meminimalisir polusi Pb di udara.

68
6.4 Hubungan Karakteristik Individu dengan Kejadian Anemia

Variabel karakteristik individu yang diteliti pada penelitian ini meliputi

umur, pendidikan, kebiasaan merokok, lama berkerja, konsumsi zat besi,

konsumsi vitamin c dan konsumsi asam folat.

6.4.1 Hubungan Umur dengan Kejadian Anemia

Umur berkaitan dengan perubahan degeneratif fungsi fisiologis

tubuh. Bertambahnya umur berarti terjadi perubahan pada jaringan tubuh

(Soleha, 2009).

Hasil uji statistik menunjukan tidak ada keterkaitan antara umur

dengan kejadian anemia (P>0,693). Hasil penelitian terdahulu juga

menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan

kejadian anemia pada pekerja wanita di PT. HM Sampoerna (P>0,751)

(Supriyono, 2012).

Tidak adanya keterkaitan umur dengan kejadian anemia

disebabkan karena anemia merupakan penyakit asimtomatik dan tidak

memiliki karakteristik khusus dapat menyerang pada kalangan usia yang

spesifik, namun anemia merupakan salah satu penyakit yang bisa diderita

oleh siapapun baik dari kalangan anak-anak hingga kalangan orang

dewasa tanpa memandang usia. Selain itu, pada umur yang produktif juga

belum bisa menjamin seseorang rentan terhadap anemia, hal ini

dibuktikan sesuai dengan hasil pada penelitian ini menunjukan pada

pedagang wanita yang memiliki usia produktif lebih banyak tidak

69
menderita anemia (59,6%) dibandingkan dengan yang menderita anemia

(40,4%).

Umumnya penyakit anemia banyak diderita pada usia yang

produktif (Zebua, 2011). Pada usia yang produktif, fungsi fiologis tubuh

sudah lebih sempurna dibandingkan pada usia non produktif, sehingga

sistem kekebalan terhadap tubuh juga lebih baik dan tidak rentan

terhadap penyakit (Riihimaki, 1998 dalam Soleha, 2009). Wanita dengan

usia yang produktif lebih rentan terhadap anemia, dimana wanita usia

produktif pada umumnya mengalami menstruasi setiap bulannya,

mengalami kehamilan dan menyusui anak (Fatimah et al, 2011).

Umur yang non produktif akan peka terhadap polutan Pb, hal ini

berhubungan dengan perkembangan fungsi fisiologis tubuh yang belum

sempurna, dibandingkan pada umur produktif kepekaanya jauh lebih

tinggi karena bertambahnya umur, hal ini disebabkan karena aktivitas

enzim biotransformase menjadi berkurang terhadap efek Pb.

Semakin tinggi umur seseorang maka aktivitas yang dijalankan

sehari-hari juga semakin banyak seperti halnya bekerja, aktivitas di jalan

raya dan lain sebagainya dimana penyumbang besarnya akumulasi Pb di

dalam tubuh dibandingkan dengan usia yang non produktif dimana tidak

banyak melakukan aktivitas dalam kesehariannya, hal ini diduga

merupakan salah satu penyebab lain besarnya akumulasi Pb di dalam

tubuh yang merupakan penyebab anemia (Wardani, 2013).

70
Akumulasi Pb yang tinggi di dalam tubuh jika dibarengi dengan

umur yang semakin tua juga dapat meningkatkan tekanan darah sehingga

berisiko terhadap kejadian hipertensi. Kenaikan tekanan darah akibat

akumulasi Pb ini sangat rentan terjadi pada umur 40-59 tahun (NIOSH,

1997). Hal ini sesuai dengan penelitian Nurmaini (2004) menunjukan ada

hubungan yang signifikan antara kadar Pb dalam darah dengan tekanan

darah polisi lalu lintas Kota Medan (P<0,01).

Seiring dengan bertambahnya usia yang semakin tua maka dapat

berdampak terhadap produktivitas tubuh menurun. Oleh sebab itu,

produktivitas tubuh harus tetap di jaga keseimbangannya agar tidak

mudah terserang penyakit anemia. upaya yang dapat dilakukan untuk

menjaga produktivitas tubuh diantaranya yaitu dengan mengurangi

aktivitas di terminal, menjaga pola konsumsi makan yang sehat dan

penggunaan alat pelindung diri berupa masker.

6.4.2 Hubungan Pendidikan dengan Kejadian Anemia

Pendidikan merupakan usaha sadar untuk mengembangkan

kepribadian dan kemampuan yang berlangsung seumur hidup (GBHN,

2004). Pendidikan bagian dari segala upaya yang direncanakan untuk

mempengaruhi orang lain sehingga mereka melakukan apa yang

diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoadmodjo, 2003 dalam Maulana,

2009).

71
Hasil uji statistik menunjukan tidak ada keterkaitan antara

pendidikan dengan kejadian anemia (P>0,703). Hal ini sesuai dengan

penelitian terdahulu menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna

antara tingkat pendidikan dengan kejadian anemia pada pekerja wanita di

PT. HM Sampoerna (P>0,129) (Supriyono, 2012). Beberapa penelitian

terdahulu lainnya juga menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna

antara pendidikan dengan kejadian anemia pada pekerja perempuan di

Kelurahan Jetis Kecamatan Sukoharjo (P>0,704) (Raharjo, 2003).

Pendidikan tidak memiliki keterkaitan dengan kejadian anemia

disebabkan karena tingginya rendahnya tingkat pendidikan seseorang

belum bisa menjamin kesadaran seseorang peduli untuk berperilaku

hidup sehat serta peka terhadap suatu penyakit, hal ini dibuktikan sesuai

dengan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa

persentase pedagang diterminal yang memiliki pendidikan rendah 61,1%,

diantaranya sebesar 57,6% para pedagang disana tidak menderita anemia.

Pendidikan merupakan bagian dalam penentuan kemampuan diri

seseorang, semakin tinggi pendidikan seseorang maka akan menentukan

kualitas di dunia pekerjaan dalam menunjang ekonomi keluarga. Semakin

baik tingkat pendidikan maka diharapkan akan baik pula taraf kehidupan

dan kesejahteraan dalam hal pemanfaatan dari sumber daya manusia

(Liow, 2010).

Beberapa hasil penelitian terdahulu menyatakan tingkat

pendidikan memiliki keterkaitan dengan kejadian anemia, seperti pada

72
penelitian Sihombing (2009) menunjukan adanya hubungan yang

signifikan antara pendidikan dengan kejadian anemia pada pekerja di

Kawasan Pulo Gadung (P<0,000). Umumnya masyarakat yang memiliki

tingkat pendidikan yang tinggi diharapkan memiliki tingkat pendidikan

kesehatan yang tinggi pula, karena tingkat pendidikan kesehatan

merupakan bentuk intervensi terutama terhadap faktor perilaku kesehatan

dimana masyarakat menyadari cara memelihara kesehatan diri sendiri

serta menghindari dan mencegah dari sesuatu yang merugikan kesehatan

diri sendiri dan kesehatan orang lain serta bagaimana seharusnya mencari

pengobatan bila sakit (Gunatmaningsih, 2007).

Pendidikan juga mempengaruhi tingkat asupan gizi, dimana

seseorang berpendidikan tinggi jauh lebih mandiri serta peduli untuk

hidup lebih sehat dan tidak heran jika penyakit anemia banyak diderita

oleh masyarakat yang berpendidikan rendah (Liow, 2010). Masyarakat

yang memilki tingkat pendidikan rendah umumnya akan lebih sulit

menerima informasi kesehatan khususnya bidang gizi, sehingga akan sulit

juga menambah pengetahuan dan tidak mampu menerapkan dalam

kehidupan sehari-hari (Gunatmaningsih, 2007).

Kesadaran pedagang untuk berperilaku hidup sehat sangat

dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengetahuan yang tinggi.

Pengetahuan dapat di peroleh dengan banyak mencari informasi-

informasi penting terkait penyakit anemia. upaya ini diharapkan dapat

meningkatkan kesadaran pedagang untuk menjaga kesehatan dan

73
berprilaku hidup sehat. Sehingga dengan adanya kesadaran para

pedagang dapat meminimalisir resiko terjadinya anemia seperti dengan

penggunaan alat pelindung diri berupa masker.

6.4.3 Hubungan Perilaku Merokok dengan Kejadian Anemia

Merokok merupakan suatu kebiasaan suatu individu yang sulit

untuk ditinggalkan. Kebiasaan merokok banyak dialami oleh orang

dewasa dan berbagai kalangan profesi salah satunya para pedagang

wanita di Teminal Bus Kampung Rambutan.

Hasil uji statistik menunjukan tidak ada keterkaitan antara

perilaku merokok dengan kejadian anemia (P>1,000). Hasil penelitian

terdahulu juga menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan

antara perilaku merokok dengan kejadian anemia pada pekerja di

kawasan tri Pulo Gadung (P>0,5) (Sihombing, 2009).

Perilaku merokok tidak memiliki keterkaitan dengan kejadian

anemia disebabkan karena jumlah pedagang wanita yang merokok lebih

sedikit dibandingkan yang merokok, hasil penelitian juga menunjukan 38

orang 70,4% dari 54 pedagang diterminal tidak merokok. Penyebab

lainnya yaitu karena dipengaruhi oleh jenis rokok yang dikonsumsi

dimana pedagang yang mengkonsumsi jenis rokok kretek (non filter) jauh

lebih beresiko dibandingkan dengan jenis rokok biasa (filter) karena

volume asap rokok kretek yang dihasilkan lebih besar dan resikonya juga

semakin besar pula, hasil penelitian menunjukan 16 orang (29,6%)

74
pedagang yang merokok seluruhnya mengkonsumsi jenis rokok biasa

(filter).

Banyaknya jumlah batang rokok yang dikonsumsi juga dapat

mempengaruhi tidak adanya keterkaitan perilaku merokok dengan

kejadian anemia, hasil penelitian menunjukan rata-rata jumlah batang

rokok yang dikonsumsi sebanyak 8 batang perharinya dan hal ini masih

termasuk kedalam kategori perokok ringan. Selain itu, lamanya

mengkonsumsi rokok juga turut mempengaruhi tidak adanya keterkaitan

perilaku merokok dengan kejadian anemia, hasil penelitian menunjukan

rata-rata lama pedagang yang merokok 7 tahun dan dampak perilaku

merokok tidak dapat terlihat dalam jangka yang waktu yang cepat

melainkan dalam jangka waktu berpuluh-puluh tahun kedepannya .

Sebagian kalangan menyakini bahwa seseorang yang terbiasa

merokok akan memiliki suatu karakteristik khusus, namun hal ini tidak

sepenuhnya benar. Asap rokok terdiri dari 4000 bahan kimia dan 200

diantaranya beracun, seperti Karbon Monoksida (CO) dari asap rokok

tersebut dapat menyebabkan desaturasi hemoglobin dimana terjadi

penurunan peredaran oksigen keseluruh jaringan tubuh sehingga

menggantikan tempat oksigen di hemoglobin. Kandungan Nikotin dalam

asap rokok juga menyebabkan peningkatan tekanan darah, penggumpalan

dinding pembuluh darah sehingga dapat merusak sistem pembuluh darah

(Sirajuddin et al, 2011).

75
Kebiasaan merokok dapat menimbulkan permasalahan kesehatan

dan mempengaruhi produktivitas tubuh (Husaini, 2006). Dampak

merokok tidak secara langsung terasa, namun akan terasa setelah 10-20

tahun pasca digunakan (Sirajuddin et al, 2011). Asap rokok yang masuk

melalui inhalasi dapat menimbulkan efek iritasi pada saluran pernafasan

dimana terjadi penurunan fungsi bulu getar yang berguna untuk

menyaring benda asing seperti zat polutan Pb yang merupakan penyebab

anemia. Penurunan fungsi bulu getar ini menyebabkan polutan Pb akan

lebih mudah masuk ke paru-paru dan bercampur dengan darah sehingga

seorang yang merokok lebih beresiko terhadap anemia (Sormin, 2012).

Perokok pasif juga merupakan kelompok yang beresiko

dibandingkan dengan perokok aktif. Berdasarkan hasil penelitian UNAIR

(2010) menunjukan bahwa perokok pasif di lingkungan kerja atau

kehidupan sosial menyebabkan risiko terserang berbagai penyakit dan

akan meningkat menjadi 16% sedang bila berlangsung lama, hingga 20

tahun lebih, akan meningkat lagi risikonya menjadi 27%.

Kesadaran pedagang wanita untuk tidak merokok sangat berperan

penting untuk berprilaku hidup sehat. Perokok aktif dan pasif sangat

berbahaya bagi kesehatan terutama sangat rentan terhadap wanita. Oleh

sebab itu diperlukan upaya yang tepat untuk menanggulanginya seperti

pada perokok pasif hendaknya menggunakan masker penutup hidung atau

menjauhi sumber asap rokok. Untuk perokok aktif hendaknya

mengurangi konsumsi rokok dan jangan merokok di sembarangan tempat

76
karena hal ini dapat menyebarkan asap rokok di lingkungan sekitarnya.

Sehingga seseorag yang tidak mengkonsumsi rokok juga turut menghirup

asap yang telah tersebar disekitarnya.

6.4.4 Hubungan Lama Berkerja dengan Kejadian Anemia

Lama berkerja menggambarkan aktivitas yang menjadi kegiatan

rutinitas dalam keseharian serta menunjukan berapa lama seseorang

berkerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan (Agusmidah, 2010).

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan tidak ada keterkaitan

antara lama berkerja dengan kejadian anemia (P>0,693). Hasil penelitian

terdahulu juga menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan

antara masa kerja (tahun) dengan kadar hemoglobin pada petugas pintu

tol jagorawi (P>0,987) (Malaka, 2012).

Lama berkerja tidak memiliki keterkaitan dengan kejadian anemia

disebabkan karena pedagang yang berkerja diatas satu tahun dan

menderita anemia (40,4%) lebih sedikit dibandingkan dengan yang tidak

menderita anemia (59,6%), selain itu juga dapat dipengaruhi oleh

perilaku istirahat pedagang yang memilih untuk tetap di terminal atau

kembali ke rumah masing-masing serta waktu yang dihabiskan dalam

sehari untuk berdagang dimana dapat mempengaruhi perbedaan kadar

akumulasi Pb didalam tubuh yang berdampak terhadap anemia.

Lama berkerja di tempat sumber polutan Pb (Terminal Bus) dapat

mempengaruhi besarnya akumulasi zat polutan Pb yang berasal dari

77
knalpot kendaraan bermotor yang masuk didalam tubuh diamana dapat

mempengaruhi kejadian anemia (Papuling, 2011). Seorang pekerja yang

berkerja pada tempat sumber polutan Pb dan sudah berkerja selama 30

hari wajib dilakukan pemeriksaan kadar timbal didalam darah (OSHA

dalam Malaka, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan sebesar 87% para

pedagang diterminal berkerja diatas satu tahun. Menurut Wdyastuti

(2005) polusi Pb dapat menyebabkan permasalahan kesehatan dan

gangguan fisiologis tubuh jika terpapar selama satu tahun. Sehingga

dapat disimpulkan bahwa seseorang yang berkerja di tempat sumber

polusi (terminal) lebih besar dari satu tahun beresiko terhadap anemia

begitu juga sebaliknya. Sehingga tidak heran jika akumulasi Pb pada urin

pedagang sangat dipengaruhi oleh lama berkerja pada tempat yang

merupakan sumber polutan Pb dimana merupakan faktor penyebab

terjadinya anemia.

Besarnya akumulasi Pb sangat dipengaruhi oleh lama bekerja.

Oleh sebab itu diperlukan upaya untuk mengurangi akumulasi Pb di

dalam tubuh seperti dengan pergantian jam kerja, memilih untuk

beristirahat di rumah dibandingkan tetap berada di terminal dan selalu

menggunakan masker saat berdagang di terminal. Upaya-upaya ini

diharapkan agar dapat mengurangi akumulasi paparan Pb yang masuk ke

dalam tubuh sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya anemia.

78
6.4.5 Hubungan Konsumsi Zat Besi dengan Kejadian Anemia

Asupan zat besi sangat dibutuhkan didalam tubuh karena

diperlukan untuk sintesis protein yang membawa oksigen yaitu

hemoglobin serta mioglobin dalam tubuh (Gibney et al, 2005).

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan tidak ada keterkaitan

antara konsumsi zat besi dengan kejadian anemia (P>1,000). Hasil

penelitian terdahulu menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan

antara konsumsi zat besi dengan kadar hemoglobin pada pembantu rumah

tangga (P>0,933) (Lubis, 2006). Hasil penelitian lainnya juga

menunjukan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara konsumsi zat

besi dengan kadar hemoglobin pada pekerja wanita di PT. Tyfountex

Indonesia kabupaten Sukoharjo (P>0,608) (Muwakhidah, 2009).

Konsumsi zat besi ini tidak memiliki keterkaitan dengan kejadian

anemia disebabkan karena asupan zat besi pada sebagian pedagang

wanita diterminal sudah mencukupi diatas 6,850 mg (50%) dan hal ini

juga dibuktikan sesuai dengan hasil penelitian menunjukan konsumsi zat

besi pada pedagang yang sudah mencukupi lebih banyak tidak menderita

anemia (63,0%) dibandingkan yang menderita anemia (37,0%).

Penyebab lain tidak adanya keterkaitan antara konsumsi zat besi

dengan kejadian anemia karena adanya pengaruh kemampuan absorbsi

zat besi didalam tubuh yang tergantung dari komponen dan jenis

makanan yang dikonsumsi sebagai sumber zat besi. Bahan makanan

mengandung zat besi yang berasal nabati penyerapan didalam tubuh akan

79
lebih sulit (1-5%) dibandingkan dengan bahan makanan hewani (10-

20%), selain itu adanya asam oksalanat, asam fitat dan tannin didalam

tubuh juga menjadi penghambat penyerapan zat besi (Priswanti,2004).

Total besi pada tubuh manusia sekitar 3,8 g, dimana pada wanita

2,3 g dan pada laki-laki sekitar sepertiga dari total zat besi. Perempuan

dewasa lebih banyak memerlukan zat besi sekitar 1,4 mg jika sedang

mengalami menstruasi dan pada laki-laki dewasa hanya memerlukan zat

besi sekitar 1 mg untuk menggantikan zat besi yang hilang melalui

sekresi usus, sel epitel, urine dan kulit. Oleh sebab itu, jika kekurangan

zat besi seorang wanita lebih rentan terhadap anemia dibandingkan

dengan laki-laki (Gibney et al, 2005).

Asupan besi yang tidak memadai sesuai dengan kebutuhan yang

dianjurkan akan berdampak terhadap defisiensi besi yang berakibat

anemia, hal ini sesuai dengan penelitian Raharjo (2003) menunjukan

terdapat hubungan yang signifikan antara asupan zat besi dengan kejadian

anemia pada pekerja perempuan di kelurahan Jetis Kecamatan Sukoharjo

(P<0,005). Kekurangan asupan zat besi memiliki hubungan dengan

kejadian anemia disebabkan karena berkurangnya transportasi besi ke

sumsum tulang dimana sebagai tempat produksi sel darah merah dan

dapat menurunkan kadar hemoglobin yang beresiko anemia. Resiko

terhadap anemia tidak akan terjadi jika asupan zat besi didalam tubuh

terpenuhi sesuai kebutuhannya begitu juga sebaliknya (Gibney et al,

2005).

80
Selain berdampak terhadap anemia, asupan besi yang masih

kurang didalam tubuh juga berdampak terhadap produktivitas kerja, hal

ini sesuai dengan penelitian Nasution et al (2004) menunjukan ada

hubungan antara konsumsi zat besi dengan produktivitas kerja wanita

pencetak batu bata di Kabupaten Deli Serdang (P<0,017). Asupan zat

besi dikenal sebagai pembentukan sel darah merah yang sangat

diperlukan untuk mengangkut oksigen keseluruh tubuh dan oksigen inilah

yang berperan penting dalam pembentukan energi yang berguna untuk

meningkatkan produktivitas kerja, oleh sebab itu seseorang yang

kekurangan asupan besi dapat menimbulkan dampak terhadap penurunan

produktivitas kerja (Nasution et al, 2004).

Kekurangan konsumsi besi yang tidak memadai dapat beresiko

terhadap anemia. oleh sebab itu diperlukan upaya yang tepat dan optimal

untuk mengatasinya seperti pemenuhan asupan besi yang memadai di

dalam tubuh. Untuk memenuhi asupan besi dapat dilakukan dengan

mengkonsumsi makanan yang banyak mengandun zat besi seperti

kentang, jagung, bayam, kangkung, telur, ikan, kerang, daging, udang,

tahu dan tempe.

Penyerapan zat besi di dalam tubuh dapat terhambat dengan

keberadaan Pb di dalam tubuh. Oleh sebab itu diperlukan penggunaan

masker saat berdagang di terminal. Kesadaran pedagang untuk

menggunaan masker sangat berperan penting untuk meminimalisir

81
paparan Pb ketika berdagang di terminal dan mengurangi resiko

terjadinya anemia.

6.4.6 Hubungan Konsumsi Vitamin C dengan Kejadian Anemia

Konsumsi vitamin C pada tubuh dapat membantu meningkatkan

penyerapan (enhancer) untuk zat besi didalam tubuh (Fatimah et al,

2011).

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan tidak ada keterkaitan

antara konsumsi vitamin C dengan kejadian anemia (P>0,577). Hasil

penelitian terdahulu juga menunjukan tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara asupan vitamin C dengan kejadian anemia pada pekerja

perempuan di kelurahan Jetis Kecamatan Sukoharjo (P>0,596) (Raharjo,

2003).

Konsumsi vitamin C ini tidak memiliki keterkaitan dengan

kejadian anemia disebabkan karena asupan vitamin C pada pedagang

disana sebagian sudah mencukupi diatas 24,900 mg (50%) dan hal ini

juga dibuktikan sesuai dengan hasil penelitian menunjukan konsumsi

vitamin C pada pedagang yang sudah mencukupi lebih banyak tidak

menderita anemia (66,7%) dibandingkan yang menderita anemia

(33,3%).

Penyebab lain tidak ada keterkaitan konsumsi vitamin C dengan

anemia karena beberapa pedagang juga mengkonsumsi suplemen vitamin

C untuk menambah jumlah asupan vitamin C didalam tubuh (29,%). Hal

82
ini disebabkan karena untuk menambah asupan vitamin C tidak hanya

bersumber dari makanan sehari-harinya namun bisa juga didapatkan dari

konsumsi suplemen vitamin C dan jika para pedagang disana

mengkonsumsi makanan sehari-harinya banyak mengandung vitamin C

dengan dibarengi mengkonsumsi suplemen tambahan maka dapat

mencukupi jumlah asupan vitamin C yang dibutuhkan oleh tubuh

sehingga tidak berdampak terhadap kejadian anemia

Penyebab lain tidak adanya keterkaian antara konsumsi vitamin C

dengan kejadian anemia karena konsumsi makanan yang mengandung

vitamin C belum menjamin ketersediaan vitamin C yang memadai

didalam tubuh, hal ini disebabkan karena jumlah vitamin C yang

diabsorbsi sangat dipengaruhi jenis sumber vitamin C dan ada tidaknya

zat penghambat dan peningkatan absorbsi vitamin C (Arifin, 2013).

Vitamin C membantu peningkatan penyerapan kalsium,

meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi serta berperan penting

untuk pencegahan kanker karena sebagai antioksidan didalam tubuh

sehingga dapat menangkal radikal bebas didalam tubuh yang beresiko

terhadap permasalahan kesehatan. Jika asupan vitamin C berkurang

didalam tubuh, maka akan menimbulkan permasalahan bagi kesehatan

seperti implikasi terhadap kadar hemoglobin pada pedagang wanita di

Terminal Bus Kampung Rambutan dan begitu pula sebaliknya

(Wirakusumah, 2007).

83
Vitamin C sangat berperan penting untuk absorbsi dan

metabolisme besi karena dapat menghambat pembentukan hemosiderin

yang sulit di mobilisasikan untuk membebaskan besi yang diperlukan

didalam tubuh. Vitamin C dapat merubah besi menjadi bentuk veri (tidak

larut) ke vero (larut) sehingga dengan adanya perubahan ini dapat

membantu penyerapan besi ke usus halus. Absorbsi besi akan meningkat

menjadi empat kali lipat bila adanya vitamin C didalam tubuh (Arifin,

2013).

Kekurangan konsumsi vitamin C dapat beresiko terhadap anemia.

oleh sebab itu diperlukan upaya penanganan yang tepat dan optimal

seperti pemenuhan asupan vitamin C yang memadai di dalam tubuh.

Untuk memenuhi asupan vitamin C dapat dilakukan dengan

mengkonsumsi apel, jeruk, semangka, melon, papaya, pisang dan

mangga. Pemenuhan asupan viamin C tidak hanya bersumber dari buah-

buahan namun bisa juga bersumber dari suplemen tambahan. Oleh sebab

itu, untuk pemenuhan asupan vitamin C di dalam tubuh juga dapat

dilakukan dengan mengkonsumsi suplemen tambahan lainnya.

penyerapan vitamin C di dalam tubuh dapat terhambat dengan

keberadaan Pb di dalam tubuh. Oleh sebab itu diperlukan penggunaan

masker saat berdagang di terminal. Kesadaran pedagang untuk

menggunaan masker sangat berperan penting untuk meminimalisir

paparan Pb ketika berdagang di terminal dan mengurangi resiko

terjadinya anemia.

84
6.4.7 Hubungan Konsumsi Asam Folat dengan Kejadian Anemia

Konsumsi asam folat sangat berperan penting dalam pembentukan

sel-sel darah merah dan darah putih pada sumsum tulang belakang

(Wirakusumah, 2007).

Berdasarkan hasil uji statistik menunjukan tidak ada keterkaitan

antara konsumi asam folat dengan kejadian anemia (P>0,577). Hasil

penelitian terdahulu juga menunjukan tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara konsumsi asam folat dengan kadar hemoglobin pada

pekerja wanita di PT. Tyfountex Indonesia kabupaten Sukoharjo

(P>0,268) (Muwakhidah, 2009).

Konsumi asam folat tidak memiliki keterkaitan dengan kejadian

anemia disebabkan karena asupan asam folat pada pedagang disana

sebagian sudah mencukupi diatas 3,812 mg (50%) dan hal ini dibuktikan

sesuai dengan hasil penelitian menunjukan konsumsi asam folat pada

pedagang yang sudah mencukupi lebih banyak tidak menderita anemia

(55,6%) dibandingkan yang menderita anemia (44,4%).

Penyebab lain tidak adanya keterkaitan antara konsumsi asam

folat dengan kejadian anemia ini juga disebabkan karena adanya

pengaruh tingkat absorbsi dan metabolisme asam folat didalam tubuh,

seperti seseorang yang mendapat obat tertentu akan berbeda tingkat

penyerapanya dengan seseorang yang tidak mendapat obat tertentu.

Penyerapan asam folat juga dapat terhambat disebabkan karena adanya

penggunaan kontraseptif oral (Priswanti,2004).

85
Asam folat juga berperan sebagai koenzim hemoglobin yang

diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Adapun konsumsi asam

folat yang diteliti pada penelitian ini yaitu kacang panjang, kacang merah

dan buncis. Seseorang yang kekurangan konsumsi asam folat ini dapat

beresiko terhadap anemia makrositik dan depresi sumsum tulang. Oleh

sebab itu, untuk menghindari hal tersebut terjadi maka dibutuhkan

konsumsi asam folat yang mencukupi didalam tubuh sesuai dengan yang

dibutuhkan. Kelebihan konsumsi asam folat didalam tubuh juga dapat

menimbulkan permasalahan yang lain seperti insomnia dan iritabilitas,

oleh sebab itu konsumsi folat tidak boleh terlalu berlebihan dan begitu

juga sebaliknya (Wong et al, 2009).

Kekurangan asam folat dapat mempengaruhi kadar Hemoglobin

didalam tubuh yang berdampak terhadap anemia terutama pada wanita

yang hamil. Hal ini sesuai dengan penelitian Besuni et al (2013)

menunjukan ada hubungan yang signifikan antara asam folat dengan

kadar hemoglobin pada ibu hamil di kabupaten Gowa (P<0,002). Anemia

terjadi disebabkan karena jumlah asupan asam folat yang masih kurang

dari kecukupan yang dianjurkan sehingga tidak mendukung metabolisme

pembentukan sel darah merah selain itu juga berperan penting untuk

membantu pematangan sel darah merah (Muwakhidah, 2009).

Disamping itu, kekurangan asam folat juga dapat menyebabkan

anemia megaloblastik dan gangguan darah lain, peradangan lidah dan

gangguan saluran cerna. Folat berperan penting untuk mengubah besi

86
menjadi bentuk aktif dan dalam fungsi normal metabolisme semua sel,

terutama sel-sel saluran cerna, sumsum tulang, dan jaringan saraf

(Almatsier, 2001).

Kekurangan konsumsi asam folat dapat beresiko terhadap anemia.

oleh sebab itu diperlukan upaya penanganan yang tepat dan optimal

seperti pemenuhan asupan asam folat yang mencukupi di dalam tubuh.

Untuk memenuhi asupan asam folat dapat dilakukan dengan

mengkonsumsi kacang-kacangan sperti kacang panjang, kacang merah

dan buncis.

penyerapan asam folat di dalam tubuh dapat terhambat dengan

keberadaan Pb di dalam tubuh. Oleh sebab itu diperlukan penggunaan

masker saat berdagang di terminal. Kesadaran pedagang untuk

menggunaan masker sangat berperan penting untuk meminimalisir

paparan Pb ketika berdagang di terminal dan mengurangi resiko

terjadinya anemia.

87
BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya,

maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut:

a. Pedagang yang tidak menderita anemia (61,1%) lebih banyak

dibandingkan dengan yang menderita anemia (38,9%).

b. Hasil pengukuran kadar Pb pada urin responden dengan rata-rata 0,28454

mg/L, standar deviasi 0,086664. Kandungan Pb pada urin terendah 0,078

mg/L dan terendah 0,525 µg/L. Hasil estimasi interval dapat disimpulkan

bahwa 95% diyakini rata-rata kadar timbal pada urin 0,26088-0,30819.

c. Gambaran karakteristik individu:

1. Pedagang yang memiliki umur produktif (15-50 tahun) (13%)

lebih banyak dibandingkan non produktif (<15&>50 tahun)

(87%).

2. Pedagang yang memiliki pendidikan rendah (tidak tamat/sekolah,

SD, SMP) (61,1%) lebih banyak dibandingkan dengan pendidikan

tinggi (SMA,PT) (38,9%).

3. Pedagang yang perokok ringan (93,8%) lebih banyak

dibandingkan perokok berat (6,2%).

88
4. Pedagang yang berkerja ≥1 tahun (87%) lebih banyak

dibandingkan dengan <1 tahun (13%).

5. Pedagang yang mengkonsumsi zat besi cukup (≥ 6,850) dan

rendah (< 6,850) masing-masing sebesar 50%.

6. Pedagang yang mengkonsumsi vitamin C cukup (≥ 24,900) dan

rendah Rendah (< 24,900) masing-masing sebesar 50%.

7. Pedagang yang mengkonsumsi asam folat cukup (≥ 3,812) dan

rendah Rendah (< 3,812) masing-masing sebesar 50%.

d. Hasil analisis bivariat menunjukan keterkaitan antara kadar timbal pada

urin dengan kejadian anemia (P<0,001).

e. Hasil analisis bivariat hubungan karakteristik individu dengan kejadian

anemia antara lain sebagai berikut:

1. Tidak terdapat keterkaitan antara umur dengan kejadian anemia

(P>0,693).

2. Tidak terdapat keterkaitan antara pendidikan dengan kejadian

anemia (P>0,703).

3. Tidak terdapat keterkaitan antara perilaku merokok dengan

kejadian anemia (P>1,000).

4. Tidak terdapat keterkaitan antara lama berkerja dengan kejadian

anemia (P>0,693).

5. Tidak terdapat keterkaitan antara konsumsi zat besi dengan

kejadian anemia (P>1,000).

89
6. Tidak terdapat keterkaitan antara konsumsi vitamin C dengan

kejadian anemia (P>0,577).

7. Tidak terdapat keterkaitan antara konsumsi asam folat dengan

kejadian anemia (P>0,577).

7.2 Saran

a. Bagi Dinas Perhubungan

1. Melakukan pengukuran kadar Pb udara ambient di Terminal Bus

Kampung Rambutan, sehingga dengan adanya pengukuran

tersebut dapat dibuat upaya kebijakan untuk meminimalisir seperti

membuat program penghijauan atau pemenuhan ruang terbuka

hijau.

b. Bagi Pedagang Wanita di Terminal Bus Kampung Rambutan

1. Lebih sering melakukan pemeriksaan Hb, hal ini disebabkan

karena masih banyak ditemukan dilapangan para pedagang yang

tidak menyadari dan mengetahui bahwa dirinya menderita

anemia.

2. Mulai membiasakan diri untuk menggunakan masker secara rutin

ketika sedang berdagang di terminal, hal ini disebabkan karena

semua para pedagang yang di temui dilapangan tidak ada yang

menggunakan masker dan upaya ini dilakukan untuk

meminimalisir emisi kendaraan bermotor yang mengandung

polutan Pb dapat terakumulasi didalam tubuh.

90
c. Bagi Peneliti Selanjutnya

1. Kejadian anemia ini mungkin saja disebabkan oleh faktor lain

diluar topik yang diteliti, dan ini menjadi keterbatasan pada

penelitian ini yang diharapkan dapat ditelusuri lebih lanjut oleh

para peneliti berikutnya serta diharapkan dapat mengikutsertakan

variabel-variabel lain yang diduga terdapat keterkaitan dengan

kejadian anemia yang tidak diikutsertakan pada penelitian ini

91
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, U. F, 2012. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Raja

Grafindo Persada, Jakarta.

Agency For Toxic Substance and Disease Registry (ATSDR), 1999.

Toxicological profile for lead. Atlanta.

Agency For Toxic Substance and Disease Registry (ATSDR), 2007. Lead

Toxicity What Are The U S Standards For Lead Levels. Atlanta.

Agusmidah, 2010. Dinamika Hukum Ketenagakerjaan. Universitas Sumatera

Utara Press, Medan.

Almatsier, Sunita, 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Amran, Yuli, 2012. Pengolahan dan Analisis Data Statistik di Bidang

Kesehatan. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayahtullah, Jakarta.

Aminah, Siti et al, 2005. Status Anemia, Perilaku dan Pengetahuan Gizi Serta

Kesehatan Rerpoduksi Buruh Perempuan: Gambaran Kerentanan

Kesehatan Reproduksi Buruh Perempuan di Pabrik Bitratex Kecamatan

Pedurunan Kota Semarang. (Jurnal) Universitas Muhamadiyah

Semarang.

Anies, 2006. Waspada Ancaman Penyakit Tidak Menular Solusi Pencegahan

dari Aspek Perilaku dan Lingkungan. Elex Komputindo, Jakarta.

92
Arifin, S. U et al, 2013. Hubungan Asupan Zat Gizi Dengan Kejadian Anemia

Pada Anak Sekolah Dasar Di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara.

(Jurnal) Universitas Sam Ratulangi Manado

Ariawan, Iwan, 1998. Besar dan Metode pada Sampel Penelitian Kesehatan.

Jurusan Biostatistik dan Kependudukan FKM UNDIP.

Association Of Indonesian Environmental Observers 2011. Isu Lingkungan.

Atmakusumah et al ,1996. Mengangkat Masalah Lingkungan Ke Media

Masa. Jakarta Yayasan Obor Indonesia.

Besuni et al, 2013. Hubungan Asupan Zat Gizi Pembentuk Sel Darah Merah

Dengan Kadar Hemoglobin Pada Ibu Hamil Di Kabupaten Gowa.

(Jurnal) Universitas Hasanuddin Makassar

BPS, 2013. Perkembangan Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis tahun

1987-2011.

Dahlan, Sopiyudin, 2010. Membuat Proposal Penelitian Bidang Kedokteran dan

Kesehatan. Sagung Seto, Jakarta.

Deswanto, 2013. Maternal Anemia and Neonatal Outcome .

Depkes RI, 2013. Peningkatan Status Kesehatan Gizi dan Produktivitas Kerja

Pekerja Perempuan Melalui GP2SP.

Dinas Perhubungan (DISHUB) DKI Jakarta, 2014. Laporan Bulanan Terminal

Bus Dalam Kota dan Luar Kota Kampung Rambutan Jakarta Timur.

Environmental Protection Agency (EPA). Lead. United States

Fardiaz, Srikandi, 1992. Polusi Air dan Udara. Kanisius, Yogyakarta.

93
Fatima, Siti et al, 2011. Pola Konsumsi dan Kadar Hemoglobin pada Ibu Hamil

di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. (Jurnal) Universitas Hasanuddin

Makasar.

Gibney, M. J, et al, 2005. Public Health Nutrition. Penerbit Buku Kedokteran

EGC, Jakarta

Girsang, Ermi, 2008. Hubungan Kadar Timbal di Udara Ambient dengan Timbal

dalam Darah pada Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota

Medan. (Tesis) Universitas Sumatera Utara

Gunatmaningsih, Dian, 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan

Kejadian Anemia Pada Remaja Putri di SMAN 1 Kecamatan Jati Barang

Kabupaten Brebes. (Skripsi) Universitas Negeri Semarang.

Handayani, wiwik et al, 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan

Gangguan Sistem Hematologi. Salemba Medika, Jakarta

Hastuti, 2008. Hubungan Lama Beraktivitas dijalan Dengan Kadar Timbal

Dalam Urin (Penelitian Pada Anak Jalanan Di Kota Yogyakarta.

(Skripsi) Universitas Diponegoro.

Herawati, Cucu, et al, 2010. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Anemia

Gizi Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Jalaksana Kuningan. (Jurnal)

Kesehatan Kartika.

Husaini, Aiman, 2006. Tobat Merokok, Rahasia dan Cara Empatik Berhenti

Merokok. Pustaka IIMaN, Depok

94
Keputusan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 551/2001.

Tentang Baku Mutu Udara Ambien Dan Baku Mutu Kebisingan di

Provinsi DKI Jakarta.

Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No

SK.1361.AJ.106/DRJD/2003. Tentang Penetapan Simpul Jaringan

Transportasi Jalan Untuk Terminal Penumpang Tipe A Diseluruh

Indonesia.

Kepmenkes RI No.1406 tahun 2002. Tentang Standar Pemeriksaan Kadar

Timah Hitam Spesimen Biomarker Manusia Kadar Timah hitam.

Laelasari, Ela, 2001. Pengaruh Timah Hitam (Pb) (Studi Kohort Historis

Prospektif Kelahiran Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah). (Tesis)

Universitas Indonesia.

Lapan, 2013. Bidang Pengkajian Ozon dan Polusi Udara.

Lewis Publisher, 1992. ATSDR Public Health Asessment Guidance Manual.

Print In The United States Of America.

Liow, F. M, et al. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi dengan Anemia Pada

Ibu Hamil Didesa Sapa Kecamatan Tenga Kabupaten Minahasa Selatan.

(Jurnal) Universitas Sam Ratulangi Manado.

Listanti, Asri, 2007. Analisis Risiko Gangguan Kesehatan Pada Pedagang Kaki

Lima (PKL) Yang Terpajan Oleh Nitrogen Dioksida (NO2) Udara

Ambient Di Terminal Bus Pasar Senen Jakarta Pusat. (Skripsi)

Universitas Indonesia.

95
Lubis, Agustina et al, 2002. Status Kesehatan Pekerja Wanita di Industri Batik

Penyamakan Kulit dan Industri Sepatu dan Tas. (Jurnal) Puslitbang

Ekologi Kesehatan

Lubis, F. S. M, 2006. Hubungan Pengetahuan Tentang Anemia dan Konsumsi

Zat Besi dengan Kadar Hemoglobin dalam Darah pada Pembantu

Rumah Tangga dipermukaan Korpri Kelurahan Bulusan Kecamatan

Tembalang Kota Semarang. (Jurnal)

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) No IV Tahun

2004. Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Malaka, Tan et al, 2012. Hubungan Kadar Timbal Dalam Darah Dengan Kadar

Hemoglobin Dan Hematokrit Pada Petugas Pintu Tol Jagorawi. (Jurnal)

Universitas Sriwijaya

Mardiyah, Siti, 2010. Gambaran Hasil Pengukuran Timbal pada Debu dan

Hubungannya dengan Kadar Hemoglobin dalam Darah Anak di

Perumahan Kawasan Serpong Tangerang Selatan. (Skripsi) Universitas

Indonesia.

Martina, A. D, 2010. Hubungan Usia, Jenis Kelamin dan Status Nutrisi dengan

Kejadian Anemia Pada Pasien Tuberkulosis di RSUP Dr. Kariadi

Semarang. (Skripsi) Universitas Diponegoro.

Manuaba, I. B. G, 2001. Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri

Ginekologi dan KB. Buku Penerbit Kedokteran EGC, Jakarta

Maulana, H. D. J, 2009. Promosi Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta.

96
Mifbakhuddin, 2010. Hubungan Antara Paparan Gas Buang Kendaraan (Pb)

dengan Kadar Hemoglobin dan Eritrosit Berdasarkan Lama Kerja pada

Petugas Operator Wanita SPBU di Wilayah Semarang. (Jurnal)

Ministry of Business Inovation and Employee (MBIE), 2013. Work Exposure,

Standards and Biological Exposure Indices.

Moehji, Sjahmien, 1992. Ilmu Gizi. Bhatara. Palembang.

Mulansari, N. A, 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Anemia di

Indonesia. Universitas Indonesia

Muwakhidah, 2009. Efek Suplementasi Fe, Asam Folat Dan Vitamin B12

Terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin Pada Pekerja Wanita Di

Kabupaten Sukoharjo. (Tesis) Universitas Diponegoro

National Institute for Occupational Safety and Helath (NIOSH), 1997. Protecting

Workers Exposed to Lead-Based Paint Hazards. U.S. Department of

Health and Human Service, Public Health Service, Centers for Disease

and Prevention (CDC).

Nasution, Ernawati et al, 2004. Hubungan Konsumsi Zat Besi Dan Status Gizi

Dengan Produktivitas Kerja Wanita Pencetak Batu Bata Di Kecamatan

Pagar Merbau Kabupaten Deli Serdang. (Jurnal) Universitas Sumatera

Utara.

Nordberg, G. F et al, 2007. Handbook On The Toxicology Of Metal. Elsevier

B.V. All right reserved. Except for Chapter 29 which is in the public

domain.

97
Novianthie, Rosy, 2007. Kualitas Udara Total Suspended Particullate ,

Particullate Matter 10 Dan Kejadian ISPA Pada Pedagang Kaki Lima

Terminal Bus Senen Jakarta Pusat. (Skripsi) Universitas Indonesia

Nurmaini, 2004. Hubungan Tekanan Darah Dengan Kadar Timbal Pada Polisi

Lalu Lintas Kota Medan. (Jurnal) Universitas Sumatera Utara

Palar, Heryando, 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. PT Rineka

Cipta, Jakarta

Papuling, Andryes, 2011. Studi Deskriptif Kandungan Timbal Dalam Urine

Pada Pedagang Asongan Di Sekitar Jumbo Pasar Swalayan Kota

Manado. (Jurnal) Poltekkes Kemenkes Manado.

Pasorong, M. B, 2007. Hubungan Antara Kadar Plumbum (Pb) dan Hipertensi

Pada Polisi Lalu Lintas Di Kota Manado. (Tesis) Universitas Gajah

Mada.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 tahun 1999. Tentang

Pengendalian Pencemaran udara.

Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No PM.2 Tahun 2013.

Tentang Petunjuk Teknis Penerapan Dan Pencapaian Standar Pelayanan

Minimal Bidang Perhubungan Daerah Provinsi Dan Daerah

Kabupaten/Kota

Prasetyo, S. B, 2010. Hubungan Konsentrasi Timbal didalam Air dengan Kadar

Hemoglobin Dalam Darah Anak Sekolah Dasar di Kawasan Serpong.

(Skripsi) Universitas Indonesia

98
Pramudyastuti, Triutami, 2010. Gambaran Hasil Pengukuran Konsentrasi

Timbal di Udara dan Hubungannya dengan Kadar Hemoglobin dalam

Darah Anak di Perumahan Kawasan Serpong. (Skripsi) Universitas

Indonesia

Pristanti, 2004. Hubungan Ketersediaan Pangan Keluarga dan Tingkat

Konsumsi Energi Protein, Fe, Folat, Vitamin B12, Dengan Kejadian

Kurang Energi Kronik (KEK) Dan Anemia Pada Ibu Hamil. (Jurnal)

Universitas Diponegoro

Rachma, Henny, 2013. Selama 2012 13 Juta Kendaraan Sesaki Jakarta.

Raharjo, Bejo, 2003. Beberapa Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan

Kejadian Anemia Pada Pekerja Perempuan Di Kelurahan Jetis

Kecamatan Sukoharjo. (Tesis) Universitas Diponegoro Semarang

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS), 2007. Laporan Nasional 2007.

Riyadina, Woro, 1997. Pengaruh Pencemaran Pb Plumbum Terhadap

Kesehatan. (Jurnal) Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI.

Sacher, Ronald. A, et al, 2004. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan

Laboratorium. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Setiowati, Tetty, 2007. Biologi Interaktif. Azka Press, Jakarta

Sihombing, Marice et al, 2009. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Anemia pada Pekerja Dikawasan Industri Pulo Gadung Jakarta. (Jurnal)

Media Peneliti dan Pengembang Kesehatan Volume XIX No 3.

99
Sirajuddin, et al, 2011. Pengaruh Paparan Asap Rokok Terhadap Kejadian Berat

Badan Lahir Bayi Rendah Di Sulawesi Selatan. (Jurnal) Media Gizi

Pangan, Vol. XI, Edisi 1 januari-Juni Politeknik Kemenkes Makasar.

Sloane, Ethel, 2004. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta

Sormin, K. R, 2012. Hubungan Karakteristik dan Perilaku Pekerja yang

Terpajan Debu Kapas dengan Kejadian ISPA di PT. Unitex Tahun 2011.

(Skripsi) Universitas Indonesia.

Soebroto, I, 2010. Cara Mudah Mengatasi Problem Anemia. Yogyakarta Bangkit

Soleha, Siti, 2009. Hubungan Resiko Ergonomi dengan Keluhan Musculoskeletal

Disorder (MSDs) Pada Operator Can Plant PT. X Tahun 2009. (Skripsi)

UIN Jakarta

Sugiarto, Bagus, 2006. Analisis Prioritas Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Efektivitas Fungsi Terminal Kampung Rambutan. (Jurnal) Universitas

Gunadarma

Sumantri, Arif, 2011. Metodologi Penelitian Kesehatan. Kencana Prenada Media

Group, Jakarta

Supariasa, D. N, 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta

Supriyono, 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anemia Gizi Besi Pada

Tenaga Kerja Wanita Di PT.HM Sampoerna. Kemenkes RI

100
Syafri, Muhammad et al, 2013. Hubungan Faktor Keluarga dan Anak dengan

Kejadian Anemia Pada Anak Sekolah Dasar Inpress Cilalang Kota

Makasar. (Jurnal) Universitas Hasanuddin

Tjahjandi, Andang, 2007. Timbal di Udara Ambient dan Hubungannya dengan

Timbal dalam Darah Serta Kejadian Anemia pada Pegawai UPTD

Terminal Dinas Perhubungan Kota Sukabumi. (Tesis) Universitas

Indonesia.

Tana, Lusianawati et al, 2007. Merokok dan Usia Sebagai Faktor Risiko Katarak

Pada Pekerja Berusia > 30 Tahun di Bidang Pertanian. (Jurnal)

Universa Medicina.

Uswan, Alie, 2013. Jumlah Kendaraan Meningkat.

Wulan, Arum, 2013. Faktor-Faktor Terjadinya Anemia Pada Remaja di SMPN

37 Semarang. (Jurnal)

WHO, 2012. Global Database on Anemia. Di akses pada tanggal 20 Desember

2013 dari:

http://who.int/vmnis/anaemia/data/database/countries/idn_ida.pdf

Wardani, Ira, 2012. Analisis Hubungan Konsentrasi Pajanan Timbal di udara

Ambient Terhadap Resiko Kejadian Anemia pada Komunitas dikawasan

Puspitek Serpong. (Skripsi) Universitas Indonesia.

Widyasuti, Palupi, 2005. Bahaya Bahan Kimia pada Kesehatan Manusia dan

Lingkungan. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Yusniwarti, Yusad, 2013. Polusi Udara di Kota Besar di Dunia.

101
Zebua, A. M, 2011. Faktor-Faktor yang Berhubungan Anemia Gizi di wilayah

kerja Puskesmas Tuhemberua Kabupaten Nias. (Skripsi) Universitas

Sumatera Utara.

Wirakusumah, E. S, 2007, Penebar Plus Hidup Sehat, 202 Jus Buah dan

Sayuran. Penebar Swadaya, Jakarta.

Wong, D. L et al, 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatri. Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta.

102

Anda mungkin juga menyukai