Anda di halaman 1dari 30

PELATIHAN PENGENALAN SAKA KALPATARU

1
PERMASALAHAN LINGKUNGAN LOKAL, NASIONAL DAN GLOBAL

Modul 1 dari 5 Modul

Cetakan pertama, Desember 2016

Hak Cipta Puslatmas dan PGL

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Cara mengutip modul ini sesuai dengan kaidah - kaidah ilmiah yang berlaku

Diterbitkan oleh :

Pusat Pelatihan Masyarakat dan Pengembangan Generasi Lingkungan

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Kawasan PUSPIPTEK, Jl. Raya Puspiptek,

Serpong – Tangerang Selatan 15314

2
KATA PENGANTAR

Dalam rangka meningkatkan pengetahuan masyarakat khususnya Anggota Pramuka Penegak


dan Pandega tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, salah satunya dapat
dilaksanakan melalui Pelatihan Pengenalan Saka Kalpataru.

Untuk menunjang pelaksanaan pelatihan tersebut telah dilakukan Penyusunan Modul


Pelatihan Pengenalan Saka Kalpataru sebagai bahan ajar standar dan sebagai acuan dalam
proses pembelajaran baik bagi Peserta maupun Tenaga Pengajar.

Dalam proses pembelajaran Pelatihan Pengenalan Saka Kalpataru, terdapat 5 (lima) modul
yang digunakan sebagai bahan ajar minimal yang terdiri dari : (1) Permasalahan Lingkungan
Lokal, Nasional dan Global (2) Pengantar Saka Kalpataru (3) Krida 3R (4) Krida Perubahan
Iklim dan (5) Krida Konservasi Keanekaragaman Hayati.

Modul tersebut dirancang sebagai bahan ajar standar, yang muatannya hanya pokok - pokok
materi yang penting dan intinya saja. Diharapkan para Tenaga Pengajar dapat memperluas
dan memperdalamnya dalam proses pembelajaran.

Dengan diterbitkannya modul ini, kami menyadari masih banyak kekurangan yang
memerlukan perbaikan dan penyempurnaan, kami senantiasa mengharapkan masukan dan
evaluasi demi meningkatkan kualitas bahan diklat dan kualitas penyelenggaraan.

Akhirnya kami sampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Saudari Jo Kumala Dewi,
sebagai penulis modul ini atas segala bantuan dan kerjasamanya dalam penulisan modul ini.
Semoga modul ini dapat bermanfaat kepada para pengguna dan mendapat ridho dari Tuhan
Yang Maha Kuasa, Amin.

Serpong, Desember 2016

Kepala Pusat Pelatihan Masyarakat dan


Pengembangan Generasi Lingkungan,
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Cicilia Sulastri, S.H, M.Si

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... 3


DAFTAR ISI ............................................................................................................. 4
BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................................... 5
A. Latar Belakang ......................................................................................... 5
B. Deskripsi Singkat ...................................................................................... 5
C. Tujuan Pembelajaran ................................................................................ 5
D. Materi Pokok dan Sub Materi Pokok ........................................................... 6

BAB II. PERMASALAHAN LINGKUNGAN GLOBAL, NASIONAL DAN LOKAL ..................... 7


A. Pengertian Lingkungan dan Permasalahan Lingkungan ............................... 7
B. Permasalahan Lingkungan Global .............................................................. 8
C. Permasalahan Lingkungan Nasional............................................................ 11
D. Permasalahan Lingkungan Lokal ................................................................ 13
E. Rangkuman ............................................................................................. 16
F. Pertanyaan .............................................................................................. 17

BAB III. KEBIJAKAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN ................. 18


A. Sekilas Sejarah Lahirnya Kebijakan Lingkungan Hidup di Indone.................. 18
B. Peraturan Perundangan Terkait Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup Di Indonesia .................................................................................. 19
C. Rangkuman ............................................................................................ 25
D. Pertanyaan .............................................................................................. 26

BAB IV. PENUTUP .................................................................................................. 27


A. Kesempulan ............................................................................................ 27
B. Tindak Lanjut .......................................................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 28

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Berbagai fenomena alam yang terjadi akhir - akhir ini berbicara tentang semakin
terdegradasinya kualitas lingkungan hidup negara kita. Mulai dari kebakaran lahan dan
hutan, banjir bandang, longsor, angin puting beliung, musim kering atau hujan yang
berkepanjangan dan tidak dapat diprediksi. Menurut para ahli, berbagai kejadian tersebut
terkait erat dengan pemanasan global yang mengakibatkan perubahan iklim.

Secara umum dapat dikatakan bahwa penyebab berbagai bencana alam dan lingkungan,
bukanlah alam itu sendiri, namun dikarenakan perilaku manusia yang kurang sadar dan
peduli terhadap lingkungannya.

Fakta menunjukkan bahwa indeks perilaku peduli lingkungan masyarakat Indonesia masih
dibawah rata - rata. Indeks PPLH yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup
tahun 2012 Tentang Perilaku Peduli Lingkungan sangat rendah dengan poinnya yaitu 0,57
dari kisaran skor 1 – 10.

B. Deskripsi Singkat.

Modul ini menguraikan tentang permasalahan lingkungan global, nasional dan lokal serta
kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungannya. Selain itu juga menguraikan
sekilas sejarah lahirnya kebijakan lingkungan hidup di Indonesia.

C. Tujuan Pembelajaran.

1. Kompetensi Dasar.

Setelah mengikuti pembelajaran ini Peserta diharapkan dapat memahami tentang


permasalahan lingkungan yang mendasar yang terjadi di dunia, negara maupun di
daerah sendiri sekaligus bagaimana cara menanggulanginya yang sesuai dengan
peraturan yang berlaku.

5
2. Indikator Keberhasilan.

Peserta mampu :

a. Menjelaskan permasalahan lingkungan yang sangat mendasar.

b. Menjalaskan peraturan perundangan yang terkait dengan PPLH.

D. Materi Pokok dan Sub Materi.

Kerangka materi pembelajaran meliputi pokok bahasan dan sub pokok bahasan sebagai
berikut :

1. Permasalahan Lingkungan Global, Nasional dan Lokal.

a. Pengertian Lingkungan dan Permasalahan Lingkungan.

b. Permasalahan Lingkungan Global.

c. Permasalahan Lingkungan Lokal.

d. Rangkuman.

e. Pertanyaan.

2. Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan.

a. Sekilas Sejarah Lahirnya Kebijakan Lingkungan Hidup di Indonesia.

b. Peraturan Perundangan Terkait Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di


Indonesia.

c. Rangkuman.

e. Pertanyaan.

6
BAB II

PERMASALAHAN LINGKUNGAN HIDUP

GLOBAL, NASIONAL DAN LOKAL

Indikator keberhasilan : Setelah mengikuti pembelajaran ini Peserta Diklat diharapkan dapat menjelaskan Permasalahan
lingkungan yang sangat mendasar di lingkup negara dan daerah sendiri.

A. Pengertian Lingkungan Hidup.

Lingkungan Hidup adalah pengetahuan dasar tentang bagaimana makhluk hidup berfungsi
dan bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain dengan lingkungan mereka.
Lingkungan hidup merupakan bagian dari kehidupan manusia, bahkan, manusia menjadi
salah satu komponen dari lingkungan hidup itu sendiri. Kehidupan manusia juga sangat
bergantung pada kondisi lingkungan hidup, tempat ia tinggal, dengan demikian,
lingkungan hidup sangat penting bagi keberlangsungan hidup manusia.

Lingkungan hidup menjadi kajian ilmu pengetahuan diawali dari ahli seorang Biologi
bernama Ernest Haeckel. Pada tahun 1860, Ernest Haeckel memperkenalkan istilah
lingkungan hidup atau ekologi. Istilah ekologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos dan
logos. Oikos berarti rumah, sedangkan logos berarti ilmu. Berawal dari konsep ekologi
yang diperkenalkan oleh Ernest Haeckel tersebut mendorong banyak ahli untuk lebih
memperdalam konsep tentang lingkungan hidup.

Menurut pakar Lingkungan Hidup, Emil Salim, lingkungan hidup diartikan sebagai benda,
kondisi, keadaan dan pengaruh yang terdapat dalam ruang yang kita tempati dan
mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia. Definisi lingkungan hidup
menurut Emil Salim dapat dikatakan cukup luas. Apabila batasan tersebut disederhanakan,
ruang lingkungan hidup dibatasi oleh faktor -faktor yang dapat dijangkau manusia,
misalnya faktor alam, politik, ekonomi dan sosial.

Otto Soemarwoto berpendapat bahwa lingkungan hidup merupakan semua benda dan
kondisi yang ada dalam ruang kita tempati dan mempengaruhi kehidupan kita. Menurut
batasan tersebut secara teoritis ruang yang dimaksud tidak terbatas jumlahnya. Adapun
secara praktis ruang yang dimaksud selalu dibatasi menurut kebutuhan yang dapat
ditentukan.

7
Pengertian Lingkungan Hidup berdasarkan Undang - Undang Republik Indonesia Nomor
32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan LH adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya,
yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain.

Sedangkan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dimaksudkan sebagai upaya


sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidiup dan
mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan
hukum. Semua upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup ini dilakukan untuk
satu tujuan yaitu pembangunan berkelanjutan.

Pembangunan berkelanjutan sebagai upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek
lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin
keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu
hidup generasi masa kini dan masa depan.

B. Permasalahan Lingkungan Global.

Masalah lingkungan merupakan isu nyata yang mulai menjadi perbincangan dalam
Konferensi PBB Juni tahun 1972 mengenai lingkungan hidup yang dilaksanakan di
Stockholm. Dan untuk pertama kali dunia internasional dalam Konferensi Tingkat Tinggi
Bumi di Rio de Janeiro, Brasil pada tahun 1992, melahirkan gagasan tentang
Pembangunan Berkelanjutan, yang dijabarkan lebih lanjut di Johannesberg, Afrika Selatan
pada tahun 2002. Kebijakan pembangunan berkelanjutan ini ditekankan pada
keberlanjutan ekonomi, sosial dan lingkungan hidup dalam satu nafas dan dilaksanakan
secara simultan. Dua puluh tahun kemudian, KTT Bumi Rio+20 tahun 2012 yang
dilaksanakan di Rio de Janeiro, kembali memperkuat komitmen global terhadap agenda
pembangunan berkelanjutan tersebut, salah satunya tentang prinsip Common But
Differentiated Responsibilities (CBDR) bagi pembangunan berkelanjutan.

Isu yang berkembang dari pertemuan tingkat global ini adalah pentingnya aksi untuk
mengubah perilaku unsustainable patterns of production and consumption dalam

8
mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Untuk itulah ditetapkan progam Sustainable
Development Goals melanjutkan program Millenium Development Goals.

Seiring dengan petambahan penduduk dan perkembangan berbagai industri, maka isu
lingkungan telah menjadi masalah serius yang dihadapi oleh manusia. Permasalahan
lingkungan dapat dikategorikan dalam masalah lingkungan lokal, nasional, regional dan
global. Pengkategorian tersebut berdasarkan pada dampak dari permasalahan lingkungan,
apakah dampaknya hanya lokal, nasional, regional atau global.

Permasalahan lingkungan global merupakan permasalahan lingkungan dan dampak yang


ditimbulkan dari permasalahan lingkungan tersebut mengakibatkan dampak yang luas dan
serius bagi dunia serta menyeluruh. Isu lingkungan global mulai muncul dalam berberapa
dekade belakangan ini. Kesadaran manusia akan lingkungannya yang telah rusak
membuat isu lingkungan ini mencuat. Beberapa isu lingkungan global yang mencuat ke
permukaan pemanasan global, perubahan iklim dan kerusakan ozon yang dijabarkan
sebagai berikut :

1. Pemanasan Global.

Pemanasan global atau global warming menjadi isu global mutakhir terkait lingkungan
hidup dimana pencemaran dan pengrusakan terhadap lingkungan dianggap sebagai
faktor penyebab hilangnya sifat kealamiahan bumi akibat pemanasan global. Dunia pun
menyadari untuk melakukan upaya keras mengingat semakin terancamnya eksistensi
kehidupan manusia. Oleh karena itu perlu upaya yang terkoordinasi secara
internasional untuk menghadapi isu lingkungan internasional.

Pemanasan Global pada dasarnya merupakan fenomena peningkatan temperature


global dari tahun ke tahun karena terjadinya efek rumah kaca yang disebabkan oleh
meningkatnya emesi gas karbondioksida, metana, dinitrooksida dan CFC sehingga
energi matahari tertangkap dalam atmosfer bumi. Dampak yang terjadi bagi lingkungan
biogeofisik antara lain : pelelehan es di kutub, kenaikan mutu air laut, perluasan gurun
pasir, peningkatan hujan dan banjir, perubahan iklim, punahnya flora dan fauna,
migrasi fauna dan hama penyakit. Dampak bagi aktiitas sosial ekonomi masyarakat
seperti : gangguan pada kehidupan masyarakat di pesisir dan kota pantai, gangguan
terhadap prasarana fungsi jalan, pelabuhan dan bandara. Gangguan terhadap
pemukiman penduduk, ganggungan produktifitas pertanian. Peningkatan resiko kanker
dan wabah penyakit.
9
2. Perubahan Iklim.

Perubahan iklim sebagai isu global saat ini sudah menjadi salah satu ancaman yang
paling serius terhadap pembangunan berkelanjutan. Dampaknya tidak saja merusak
mutu lingkungan, tetapi juga membahayakan kesehatan manusia, keamanan pangan,
kegiatan ekonomi, pengelolaan sumber daya alam, dan sarana fisik kehidupan. Dalam
menyikapi perubahan iklim diperlukan pemahaman tentang proses tersebut, penyebab
sampai dampaknya terhadap manusia dan lingkungan. Dengan pemahaman yang baik,
dapat direncanakan upaya - upaya penyesuaian, yang dikenal dengan istilah adaptasi
dan upaya pencegahan, yang dikenal dengan istilah mitigasi. Partisipasi aktif anak dan
pemuda perlu dikedepankan dalam pembinaan sumberdaya manusia yang diharapkan
dapat mendukung aksi global dalam mengatasi perubahan iklim. Isu perubahan iklim
sebagai isu global menuntut kepedulian dan penanganan yang melibatkan seluruh
pihak secara global.

3. Kerusakan Lapisan Ozon.

Isu lingkungan global lainnya adalah kerusakan lapisan ozon yang menjadi masalah di
tahun - tahun terakhir ini. Karena lapisan ozon berfungsi sebagai penyerap sebagian
besar sinar ultra violet yang berbahaya bagi manusia, maka apabila lapisan ozon rusak
jumlah sinar ultra violet yang mencapai bumi akan meningkat dan ini akan memberikan
efek buruk kepada kesehatan manusia dan ekologi. Meningkatnya jumlah sinar ultra
violet yang mencapai bumi menimbulkan kekhawatiran terhadap efek buruk pada
kesehatan manusia seperti meningkatnya kanker kulit melanoma yang bisa
menyebabkan kematian, meningkatnya kasus katarak pada mata dan kanker mata,
menurunnya kekebalan pada manusia (imun) dan efek buruk terhadap tumbuhan darat
dan ekologi air seperti penurunan produksi tanaman jagung, kenaikan suhu udara dan
kematian pada hewan liar, dll.

4. Hujan Asam.

Di Amerika dan Eropa, hujan asam sudah lebih dahulu menjadi masalah, dimana
terdapat laporan mengenai air danau yang menjadi asam, berkurangnya luas hutan,
matinya ikan - ikan, dan lain - lain akibat hujan asam. Hal yang sama juga dialami
Jepang. Hujan asam yang sebelumnya menjadi masalah di negara - negara maju, kini
juga semakin menjadi masalah besar di negara - negara berkembang akibat
industrialisasi. Akibat hujan asam ini air di atas bumi seperti air danau dan air sungai
10
menjadi asam dan ini akan memberikan pengaruh kepada pengembangan dan
pemanfaatan sumberdaya alam, memberikan pengaruh kepada berbagai jenis ikan,
memberikan pengaruh kepada hutan karena tanah menjadi asam, juga secara langsung
menempel pada bangunan kayu atau warisan budaya yang menyebabkan rusaknya
bangunan tersebut. Rentang pengaruh hujan asam ini luas, bisa mencapai wilayah 500
– 1000 km dari sumber lepasan materi penyebab hujan asam dan karena itu gejala ini
melingkupi wilayah yang luas, melampaui batas - batas negara. Dampak lanjutan dari
isu hujan asam ini berpengaruh pada penurunan keanekaragaman hayati, yang
memiliki potensi besar bagi manusia dalam kesehatan, pangan maupun ekonomi.

C. Permasalahan Lingkungan Nasional.

Permasalahan lingkungan global dan dampak yang ditimbulkan mengakibatkan


dampak dalam skala nasional menjadi masalah lingkungan nasional. Beberapa isu
lingkungan nasional yang sering dibicarakan antara lain adalah mengenai pencemaran
lingkungan baik di tanah, udara maupun di air, penggundulan hutan, kebakaran hutan
dan lahan, banjir dan longsor serta masalah sampah.

Masalah pencemaran air disebabkan banyak hal, antara lain yang berasal dari aktivitas
manusia baik dari buangan rumah tangga maupun industri. Limbah yang berasal dari
rumah tinggal, rumah sakit, rumah makan, kantor, hotel, tempat ibadah, pasar,
pertokoan dan lainnya yang volumenya semakin meningkat dari hari kehari.
Meningkatnya jumlah penduduk membuat limbah yang dihasilkan oleh aktivitas rumah
tangga menjadi meningkat. Tak ayal jika pencemaran air yang terjadi pun semakin
tinggi. Di beberapa daerah di Indonesia masih memiliki kebiasaan yang buruk yakni
membuang kotoran di sungai yang mana sungai tersebut adalah sumber air yang
digunakan warga sebagai pemasok kebutuhan dari konsumsi dan kebersihan.

Selain pencemaran air, banyak juga peristiwa kekeringan yang terjadi karena sumber air
tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan air baik untuk manusia maupun makhluk hidup
yang lain. Penyebab hal ini bisa jadi berkaitan dengan aktivitas penebangan liar atau
pemanfaatan hutan yang tidak terkendali. Selain dapat menyebabkan gangguan
terhadap kesehatan manusia, persediaan pangan pun akan terancam akibat kekeringan
semacam ini.

Indonesia merupakan negara agraris, sebagian penduduk indonesia masih


mengandalkan sektor pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Aktivitas
11
penggunaan pupuk dan pestisida dalam pertanian dapat mencemari badan air
sekitarnya. Pasalnya, senyawa - senyawa organik yang berasal dari pupuk atau pestisida
langsung ataupun tidak langsung dapat berdampak pada keseimbangan ekosistem dan
juga kesehatan manusia itu sendiri, sehingga jelas bahwa dampak yang terjadi akibat
pencemaran air tidak hanya terhadap manusia berupa bencana banjir, penyakit menular,
tapi juga rusaknya ekosistem.

Pencemaran udara menjadi masalah nasional terutama di kota - kota besar, seperti
Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar dll. Peneliti Perubahan Iklim dan Kesehatan
Lingkungan dari Universitas Indonesia, dari studi yang dilakukannya di tahun 2010
menempatkan gangguan pernapasan sebagai penyakit yang paling banyak diderita oleh
warga Jakarta. Hampir 60% warga Jakarta mengidap gangguan pernapasan akibat polusi
udara. Dan 70 - 85% pencemar udara di 40 kota di Indonesia berasal dari kegiatan
transportasi, (jumlah kendaraan). Resiko pencemaran di Jakarta masih akan tinggi
sampai 5 tahun ke depan karena kebutuhan akan kendaraan dan penggunaan bahan
bakar minyak masih meningkat hingga 2030.

Masalah kebakaran hutan dan lahan walaupun terjadi hanya dibeberapa lokasi di negara
Indonesia tapi karena luasan dampaknya, dapat dikatakan juga sebagai masalah
nasional. Demikian pula halnya dengan masalah sampah yang dari waktu ke waktu
permasalahannya semakin rumit dan dampaknya semakin menyeluruh. Mulai dari
meningkatnya volume timbulan sampah, sistem pengumpulan sampah, pengangkutan
sampah, pembuangan sampah yang tidak pada tempatnya, tempah penampungan yang
terbatas, sampai pada pengelolaan akhir sampah di TPA yang mencemari lingkungan
sekitarnya.

Saat ini banjir sudah menjadi isu tahunan hampir di seluruh provinsi. Air hujan yang
tidak dapat terserap ke dalam tanah dengan baik maupun tidak dapat mengalir ke laut
dengan baik merupakan sebab dari banjir yang bukan lagi hal asing bagi banyak wilayah
di Indonesia. Berbagai kerugian mulai dari kesehatan hingga materi yang bisa
diakibatkan oleh banjir yang setiap tahun pasti terjadi di beberapa tempat termasuk di
ibukota. Longsor terjadi akibat tanah yang terkikis akibat tanah yang tidak lagi mampu
menahan laju air hujan misalnya. Banyak orang yang harus kehilangan tempat tinggal,
harta benda, atau bahkan sanak keluarga akibat kejadian yang kebanyakan tidak bisa
diduga ini.

12
D. Permasalahan Lingkungan Lokal.

Isu lingkungan lokal merupakan isu yang sangat kuat karena kompleksitas
permasalahannya menyangkut aspek - aspek krusial dan permasalahan lingkungan dan
dampak yang ditimbulkan dari permasalahan lingkungan tersebut mengakibatkan
dampak sangat dirasakan bagi daerah lokal.

Beberapa isu lingkungan lokal antara lain : kebakaran hutan, yang disebabkan oleh
keserakahan manusia yang hanya ingin mengambil keuntungan dengan membuka lahan
baru, tanpa memikirkan dampak yang terjadi. Dampak kebakaran terhadap sosial,
budaya dan ekonomi : hilangnya mata pencaharian masyarakat di dan sekitar hutan,
produktivitas menurun, terganggunya kesehatan dll. Isu lainnya adalah sampah, yang
sangat meresahkan warga dikarenakan tempat pembuangan yang belum juga tertata
rapi sangat menggangu, serta kurang nya kesadaran masyarakat dalam memperlakukan
sampah, membuang sampah tidak pada tempatnya. Sungai, parit, tepi jalan masih
menjadi sasaran yang salah, sehingga berdampak pada kesehatan lingkungan sekitar.
Penebangan liar hutan, pengerukan tanah berlebihan, erosi pantai, dan intrusi air laut
yang dialami daerah-daerah tertentu menjadi isu lingkungan lokal.

Kearifan lokal dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup menjadi satu
hal penting dalam penanganan permasalahan lingkungan lokal. Kearifan lokal merupakan
seperangkat pengetahuan yang dikembangkan oleh suatu kelompok masyarakat
setempat (komunitas) yang terhimpun dari pengalaman panjang menggeluti alam dalam
ikatan hubungan yang saling menguntungkan kedua belah pihak (manusia dan
lingkungan) secara berkelanjutan dan dengan ritme yang harmonis.

Kearifan (wisdom) secara etimologi berarti kemampuan seseorang dalam menggunakan


akal pikirannya untuk menyikapi sesuatu kejadian, obyek atau situasi. Sedangkan lokal,
menunjukkan ruang interaksi dimana peristiwa atau situasi tersebut terjadi. Dengan
demikian, kearifan lokal secara substansial merupakan norma yang berlaku dalam suatu
masyarakat yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertindak dan
berperilaku sehari - hari. Menurut Geertz kearifan lokal merupakan entitas yang sangat
menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya. Hal itu berarti kearifan
lokal yang di dalamnya berisi unsur kecerdasan kreativitas dan pengetahuan lokal dari
para elit dan masyarakatnya adalah yang menentukan dalam pembangunan peradaban
masyarakatnya.
13
Berdasarkan Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan pada Pasal 1 ayat 30, “kearifan lokal adalah nilai - nilai luhur
yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat untuk antara lain melindungi dan
mengelola lingkungan hidup secara lestari.”

Adanya pola hidup yang konsumtif dapat mengikis norma - norma kearifan lokal di
masyarakat. Untuk menghindari hal tersebut maka norma - norma yang sudah berlaku di
suatu masyarakat yang sifatnya turun menurun dan berhubungan erat dengan
kelestarian lingkungannya perlu dilestarikan.

Kearifan lokal suatu daerah atau tempat berbeda - beda. Misalnya untuk menjaga
kelestarian hutan di Desa Rumbio Kecamatan Kampar Propinsi Riau dengan cara
membuat hutan larangan adat, yaitu melestarikan hutan bersama -sama di dalam
masyarakat tersebut dan masyarakat dilarang menebang di hutan larangan adat
tersebut. Jika dilanggar akan dikenakan denda seperti, beras 100 kg atau berupa uang
sebanyak Rp 6 juta.

Berbeda dengan desa Claket, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto ada kearifan lokal
dalam melestarikan sumber air yaitu dengan upacara “bersih desa”, yaitu berjalan
bersama-sama seluruh warga desa sambil membawa makanan menuju sumber mata air
Claket. Setelah sampai pada sumber mata air, diadakan acara “Selamatan” seluruh
warga sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas karunia-Nya berupa sumber air
sehingga dapat memberi penghidupan seluruh warga yang sehari sebelumnya tempat
tersebut dibersihkan terlebih dahulu dan ditanami pohon.

Hampir sama seperti di Jawa, untuk menjaga kelestarian hutan di Bali khususnya di Desa
Penglipuran bentuk kearifan lokal masarakat setempat yaitu adanya konsep “Hutan Due”
yang telah disahkan pada awig - awig (peraturan) desa. Konsep “Hutan Due” yang
berarti hutan yang dikeramatkan oleh masyarakat setempat. Kayu atau pun hasil hutan
yang ada di hutan itu hanya bisa digunakan untuk keperluan upacara adat. Jika ada
orang yang mengambil hasil hutan pada hutan tersebut untuk kepentingan pribadi tanpa
sepengetahuan aparat desa, maka akan dikenakan sangsi sesuai awig - awig yang telah
disepakati.

Sedangkan untuk masarakat Bali pada umumnya untuk melestarikan hutan dengan cara
mengadakan perayaan hari Tumpek Pengatag yang diadakan setiap 210 hari sekali. Pada
upacara ini mengajarkan pada umat manusia bahwa kita wajib bersyukur atas harmoni
14
yang membantu kita tinggal dalam alam kehidupan kini. Menghormati dan menghargai
bumi dan seisinya, khususnya tanaman yang ada, memberi isyarat dan makna mendalam
agar manusia mengasihi dan menyayangi alam dan lingkungan yang telah berjasa
menopang hidup dan penghidupannya.

Kearifan lokal terkait pelestarian pesisir dan laut dapat dilihat dari masyarakat di Desa
Haruku, Maluku yang dikenal dengan Buka Sasi Lompa yaitu sebuah larangan yang
berada di hampir semua desa adat di Maluku untuk memanen Ikan Lompa (Trisina
baelama) salah satu spesies ikan sardin kecil yang hidup di desa Haruku setelah 5 - 7
bulan ikan tersebut terlihat. Kegiatan sasi dilakukan untuk menjaga keberlangsungan
kehidupan Ikan Lompa yang hidup mirip dengan Ikan Salmon yaitu hidup di perairan
darat di sungai dan di laut.

Sementara itu permasalahan lingkungan lokal di beberapa tempat di Indonesia antara


lain :

1. Kalimantan yang terkenal dengan potensi alam dan potensi wisata alam kini
keadaanya sangat memperihatinkan. Kerusakan lingkungan sudah menjadi
pemandangan biasa dimana - mana. Eksploitasi tambang yang berlebihan, perubahan
fungsi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit, kebakaran hutan serta sejumlah isu
lingkungan lainnya dituding menjadi penyebab utama. Apalagi akhir - akhir ini
Kalimantan diterpa dengan bencana kebakaran hutan dan lahan yang sangat
berdampak negatif.

2. Kota Semarang yang merupakan ibukota provinsi Jawa Tengah dapat digolongkan
sebagai kota metropolitan. Secara umum masalah lingkungan yang terjadi di kota
Semarang antara lain penyebaran air payau (intrusi air laut), longsor dan limbah cair,
banjir dan rob. Penyebaran air payau di kota Semarang semakin luas dan kadar garam
semakin tinggi. Pemanfaatan air tanah di kawasan pantai yang dilakukan berlebihan
tanpa perhitungan akan menyebabkan air laut begitu mudah meresap ke darat.
Penurunan kualitas air tanah bukan hanya karena mengandung garam, tetapi juga
dari jumlah kolid yang ikut, sehingga air berwarna merah kecoklatan. Akibatnya
beberapa sumur pompa dan bahkan sumur bor menjadi tidak layak untuk minum.

Banjir yang terjadi di Kota Semarang pada umumnya disebabkan karena tidak
terkendalinya aliran sungai, akibat kenaikan debit, pendangkalan dasar badan sungai
dan penyempitan sungai karena sedimentasi, adanya kerusakan lingkungan pada
15
daerah hulu (wilayah atas kota Semarang) atau daerah tangkapan air (recharge area)
serta disebabkan pula oleh ketidak seimbangan input-output pada saluran drainase
kota. Persoalan yang juga sering muncul adalah terjadi air pasang laut (rob) di
beberapa bagian di wilayah perencanaan yang menjadi langganan genangan akibat
rob.

3. Di Kota Bandung sampai Januari 2016, seiring dengan pertambahan jumlah penduduk
yang hampit mencapai 2,5 juta jiwa, jumlah sampah yang dihasilkan juga meningkat
menjadi 1.500 hingga 1.600 ton setiap harinya. Sampah tersebut terutama dari sisa
makanan dan sisanya sebesar 200 ton per hari merupakan sampah plastik.1

4. Isu lokal lainnya terkait dengan permasalahan udara adalah pencemaran udara, dari
hasil penilaian Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sepanjang
tahun 2014 memiliki tingkat kualitas udara yang buruk. Hal ini disebabkan Jakarta
Utara yang menjadi jalur lalu lintas Bandara Internasional Soekarno - Hatta dan
Pelabuhan Tanjung Priok, sehingga polusi di wilayah ini sangat tinggi, mobil besar
macam tronton lalu lalang menuju pelabuhan. Selain jalur padat, Jakarta Utara juga
memiliki keterbatasan ruang terbuka hijau, saat ini baru 5% area ruang terbuka hijau
di wilayah ini.

E. Rangkuman.

Permasalahan lingkungan global dan dampak yang ditimbulkan dari permasalahan


lingkungan tersebut mengakibatkan dampak yang luas dan serius bagi dunia serta
menyeluruh. Isu lingkungan global mulai muncul dalam berberapa dekade belakangan
ini. Kesadaran manusia akan lingkungannya yang telah rusak membuat isu lingkungan ini
mencuat. Beberapa isu lingkungan global yang mencuat ke permukaan pemanasan
global, perubahan iklim, hujan asam, kerusakan dan sebagainya.

Sementara di tingkat nasional kebakaran hutan, banjir, kekeringan menjadi salah satu
dari permasalahan lingkungan nasional yang banyak terjadi di negara kita di Indonesia.

Ditingkat lokal permasalahan lingkungan dari setiap wilayah tentunya berbeda -beda, di
beberapa tempat yang memiliki tingkat kepadatan penduduk tinggi masalah sampah dan
air bersih menjadi permasalahan lingkungan utama, sementara wilayah seperti bandara

1
http://regional.liputan6.com/read/2416636/setiap-hari-200-ton-sampah-plastik-banjiri-kota-bandung
16
dan pelabuhan serta industri umumnya mengalami permasalahan lingkungan berupa
pencemaran udara.

Upaya mengatasi permasalahan lingkungan menjadi bagian dari tanggungjawab seluruh


warga negara termasuk Pramuka.

F. Pertanyaan.

1. Jelaskan pengertian lingkungan hidup !


2. Sebutkan isu permasalahan lingkungan global ?
3. Apa sajakah permasalahan lingkungan lokal di Jakarta ?

17
BAB III

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN

DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP

Indikator keberhasilan : Setelah mengikuti pembelajaran ini Peserta Diklat diharapkan dapat menjelaskan macam –
macam kebijakan PPLH.

A. Sekilas Sejarah Lahirnya Kebijakan Lingkungan Hidup di Indonesia.

Pengelolaan serta pembangunan lingkungan hidup yang ada di Indonesia berlangsung


belum lama, pembangunan lingkungan hidup mulai dirintis saat menjelang Pembangunan
Lima Tahun (Pelita) III. Dalam kurun waktu yang tidak lama Indonesia mulai banyak
melakukan tindakan untuk menangani lingkungan hidup di sekitarnya. Selama Pelita III
di bidang lingkungan hidup diatasi oleh Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan
Lingkungan Hidup (Men-PPLH) dengan memprioritaskan pada peletakan dasar - dasar
kebijaksanaan “membangun tanpa merusak”, hal itu dengan tujuan supaya lingkungan
serta pembangunan tidak lagi di permasalahkan atau di pertentangkan. Pada tahap Pelita
IV, bidang lingkungan hidup berada di bawah naungan Menteri Negara Kependudukan
dan Lingkungan Hidup (Men-KLH), dengan lebih memprioritaskan pada keserasian antara
kependudukan dan lingkungan hidup. Pada tahap Pelita V kebijaksanaan lingkungan
hidup sebelumnya di amandemen dengan mempertimbangkan keterkaitan antara tiga
unsur, yaitu lingkungan hidup, kependudukan dan pembangunan guna untuk
mewujudkan konsep pembangunan seterusnya.

Di era tahun 1980an tuntutan terhadap kebijakan - kebijakan resmi negara yang pro
lingkungan semakin meluas dan tercermin dalam bentuk perundang -undangan yang
harus ditaati oleh semua pemangku kepentingan (stakeholder). Tahun 1982 Indonesia
menetapkan berlakunya Undang - Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan -
Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (UULH 1982). Inilah produk hukum
pertama yang dibuat di Indonesia, setelah sebelumnya dibentuk satu kantor kementerian
tersendiri dalam susunan anggota Kabinet Pembangunan III, 1978 - 1983. Menteri
Negara Urusan Lingkungan Hidup yang pertama adalah Prof. Dr. Emil Salim yang
berhasil meletakkan dasar - dasar kebijakan mengenai lingkungan hidup dan akhirnya
dituangkan dalam bentuk undang - undang pada tahun 1982. Undang - Undang Nomor 4
tahun 1982 ini selanjutnya sekarang menjadi Undang - Undang Nomor 32 tahun 2009.
18
B. Peraturan - Peraturan di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.

1. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup (PPLH).

Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup bertujuan :

a. Melindungi wilayah NKRI dari pencermaran dan/atau kerusakah lingkungan hidup;


b. Menjamin keselamatan, kesehatan dan kehidupan manusia;
c. Menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian ekosistem;
d. Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup;
e. Mencapai keserasian, keselarasan dan keseimbangan lingkungan hidup;
f. Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini dan generasi masa depan;
g. Menjamin pemenuhan dan perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian
dari hak asasi manusia;
h. Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana;
i. Mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan;
j. Mengantisipasi isu lingkungan global.

Adapun ruang lingkup perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi :


perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan
penegakan hukum. Pelaksanaan PPLH didasarkan atas asas : tanggung jawab negara,
kelestarian dan keberlanjutan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, manfaat,
kehati - hatian, keadilan, ekoregion, keanekaragaman hayati, pencemar membayar,
partisipatif, kearifan lokal, tata kelola pemerintahan yang baik dan otonomi daerah.

Dalam Undang - Undang Nomor 32 tahun 2009, yang dimaksud dengan :

a. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain.

b. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan


terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidiup dan mencegah
terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi

19
perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan
penegakan hukum.

c. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan


aspek lingkungan hidup, sosial dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk
menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan,
kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan masa depan.

d. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuh -
menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas
dan produktivitas lingkungan hidup.

e. Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah rangkaian upaya untuk memelihara


kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.

f. Sumber daya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya
hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem.

g. Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup,


zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan
manusia, sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.

2. Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa - Bangsa (UNFCCC)


adalah perjanjian lingkungan internasional yang dirundingkan pada KTT Bumi di Rio
de Janeiro tahun 1992 dan diberlakukan tahun 1994. Tujuan Konvensi tersebut adalah
menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfer sampai tingkat yang mampu mencegah
campur tangan manusia dengan sistem iklim. Kerangka kerja ini tidak menetapkan
batas emisi gas rumah kaca yang mengikat terhadap setiap negara dan tidak
mencantumkan mekanisme penegakan hukum, namun menentukan bagaimana
perjanjian internasional tertentu (disebut "protokol") dapat mengatur batas gas rumah
kaca yang benar - benar mengikat. Konvensi ini mendapat legitimasi luas karena
keanggotaannya yang hampir universal. Pada awalnya ditandatangani oleh 154 negara
peserta KTT, saat ini terdapat 194 pihak yang sudah meratifikasi konvensi tersebut
termasuk Indonesia.

Konvensi Perubahan Iklim membangun sebuah proses menjawab masalah perubahan


iklim dalam dekade mendatang. Secara khusus, konvensi merancang sebuah sistem
20
dimana pemerintah nasional melaporkan informasi mengenai emisi GRK secara
nasional dan strategi - strategi menghadapi perubahan iklim. Informasi tersebut
selanjutnya ditinjau secara regular untuk memeriksa perkembangan konvensi. Selain
itu, negara - negara maju setuju untuk mempromosikan transfer pendanaan dan
teknologi untuk menolong negara berkembang untuk merespons perubahan iklim.
Mereka juga berkomitmen untuk mengambil langkah - langkah yang bertujuan
menstabilkan emisi mereka ke level 1990 pada tahun 2000.

Dengan memperhatikan kedua alasan tersebut, maka sudah sewajibnya Indonesia


menjadikan adaptasi perubahan iklim sebagai agenda pembangunan nasionalnya.
Mengintegrasikan unsur adaptasi perubahan iklim kepada pola kebijakan
pembangunan harus dipandang sebagai strategi yang diperlukan untuk mencapai
pembangunan berkelanjutan dalam jangka panjang.

3. Pada isu adaptasi, misalnya, selain telah membuktikannya dengan meratifikasi


UNFCCC melalui Undang - Undang Nomor 6 Tahun 1994 dan Protokol Kyoto melalui
Undang - Undang Nomor 17 Tahun 2004, Indonesia juga telah mengeluarkan
Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan
Emisi Gas Rumah Kaca (Perpres RAN - GRK) yang menjadi rencana kerja secara lebih
spesifik mengenai pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara langsung dan tidak
langsung menurunkan emisi gas rumah kaca sesuai dengan target pembangunan
nasional. Keberhasilan penyusunan Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN -
GRK) di dalam negeri inilah yang kian mendorong Indonesia menekankan pada
negosiasi pendaftaran (registry) bentuk kegiatan dari aksi mitigasi nasional yang
sesuai atau Nationally Appropriate Mitigation Actions (NAMAs).

Elemen mitigasi lain yang menjadi perhatian dan memiliki posisi penting di Indonesia
adalah program REDD+ yang menekankan perlunya dukungan pendanaan yang cukup
dan dapat diprediksi sumber - sumbernya, termasuk dukungan teknis kepada Negara -
negara berkembang. Dengan demikian, diperlukan perhatian lebih khusus dan
mendalam terhadap keberlangsungan program REDD+ di Indonesia. REDD+ ini
sendiri berperan sangat penting

Dalam program REDD+ ini Indonesia telah dalam mengurangi emisi yang diakibatkan
oleh sektor kehutanan. Untuk itu diperlukan upaya bersama seluruh dunia, antara lain,
21
dengan memperkuat sektor kehutanan dan segera merealisasi pendanaan REDD+
berperan sangat aktif dan signifikan dalam pengimplementasiannya. Hal ini sudah
dibuktikan dengan komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang sangat tinggi
dalam upaya melindungi hutan yang ada di wilayah NKRI. Komitmen Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono tersebut diarus diutamakan ke dalam strategi pembangunan
nasional yang bertajuk Sustainable Growth with Equity yang didukung oleh empat pilar
utama, yaitu pro - job, pro - poor, pro - growth dan pro - environtment. Bahkan,
pemerintah telah menetapkan 7% pertumbuhan ekonomi sambil melakukan 26%
penurunan emisi.

Selain sangat mendukung perpanjangan dari komitmen Protokol Kyoto periode kedua,
Indonesia juga dalam posisinya sangat mendorong negara - negara maju agar
menjadikan isu perubahan iklim menjadi agenda bersama yang lebih nyata dampak
penurunan emisinya. Hal ini juga dapat dilihat dari komitmen Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono yang membuat dunia terkesan dengan Komitmen Susilo Bambang
Yudhoyono untuk menurunkan 41% emisi karbon di Indonesia sebelum 2020. Namun,
syaratnya, dunia internasional mendukung Indonesia. Keberhasilan ini ditunjukan pada
bulan Mei 2011, satu pemerintahan negara sahabat merespons konkret dengan
menyediakan dukungan dana bertahap 1 miliar dolar AS. Sejumlah program bantuan
serupa diprakarsai oleh donor bilateral, sebagai upaya internasional mengurangi emisi
karbon dari perusakan hutan, dalam program Reducing Emissions from Deforestation
and Forest Degradation (REDD+).

4. Konvensi Keanekaragaman Hayati – Convention on Biological Diversity (CBD)


merupakan sebuah perjanjian antar negara untuk melestarikan sumber daya hayati.
Berlaku mengikat kepada para pihak yang menandatanginya, dalam hal ini negara
yang diwakili pemerintahnya masing - masing. Konvensi mulai diadopsi sebagai
kesepakatan internasional pada tahun 1992 dalam forum KTT Bumi di Rio de Jeneiro,
Brasil. Saat ini telah ditandatangani oleh 168 negara dan diratifikasi oleh 157 negara,
dari 198 negara yang menjadi anggotanya. Amerika Serikat menjadi satu - satunya
negara besar yang belum meratifikasi. Konvensi Keanekaragaman Hayati tercetus
karena kekhawatiran terhadap laju pembangunan yang di sisi lain menyebabkan
kepunahan berbagai spesies kehidupan. Untuk menghentikan kerusakan yang semakin
parah diperlukan sebuah kesepakatan yang mengatur penggunaan sumber daya
hayati. Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk Konvensi Keanekaragaman Hayati.
22
Konvensi ini memiliki tiga tujuan utama yaitu, melestarikan keanekaragaman hayati,
memanfaatkan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati dan memastikan
pembagian keuntungan yang adil dari hasil pemanfaatan sumber - sumber genetik.

Keanekaragaman hayati didedikasikan untuk mempromosikan pembangunan


berkelanjutan. Dipahami sebagai alat praktis untuk menerjemahkan prinsip - prinsip
Agenda 21 menjadi kenyataan, Konvensi mengakui bahwa keanekaragaman hayati
tidak hanya sekedar mengenai tanaman, hewan dan mikro organisme beserta
ekosistemnya, namun juga mengenai manusia dan kebutuhan kita untuk ketahanan
pangan, obat - obatan, udara segar dan air, tempat berlindung, serta lingkungan yang
bersih dan sehat untuk hidup.

5. Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah Pengelolaan


Sampah.

Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan


kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Regulasi terkait
pengelolaan sampah ini jelas mengamanatkan kepada pemerintah beserta pihak -
pihak terkait lainnya untuk proaktif dan lebih responsif terhadap permasalahan
pengelolaan sampah dengan kebijakan -kebijakan yang strategis dan partisipatif bagi
masyarakat. Namun, realitas yang terjadi saat ini menunjukan kontradiksi antara
tindakan yang dilakukan pemerintah dengan semangat yang terkandung dalam
Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2008, ini terindikasi dari rendahnya kesadaran
aparatur pemerintahan beserta stakeholder lainnya terhadap peranannya dalam
penanganan persampahan sebagai upaya mewujudkan kualitas lingkungan hidup yang
baik dan berwawasan lingkungan, inefektifitas instrumen hukum dalam mengarahkan
pola perilaku masyarakat untuk berkoordinasi dengan pemerintah dalam penanganan
sampah, serta menurunya kualitas pengelolaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang
ditandai dengan berubahnya sistem pengelolaan TPA dari sanitary landfill menjadi
open dumping. Pemerintah beserta stakeholder lainnya dalam hal ini diharapakan
mampu mensinergikan dan mengoptimalkan kembali kebijakan dan strategi
pengelolaan sampah agar menjadi stimulus bagi masyarakat dalam mengembangkan
pola perilaku yang berwawasan lingkungan, dalam artian setiap tindakan yang
dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat senantiasa didasarkan pada
prinsip - prinsip pemeliharaan dan perlindungan terhadap lingkungan hidup.

23
Sampah yang dikelola berdasarkan Undang - Undang ini terdiri atas :

A. Sampah Rumah Tangga;

B. Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga; Dan

C. Sampah Spesifik.

Pengelolaan sampah diselenggarakan berdasarkan asas tanggung jawab, asas


berkelanjutan, asas manfaat, asas keadilan, asas kesadaran, asas kebersamaan, asas
keselamatan, asas keamanan dan asas nilai ekonomi.

Kebijakan ini diturunkan di daerah salah satunya :

Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta No 3 Tahun 2013 tentang pengelolaan


sampah bahwa dalam rangka mewujudkan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
yang sehat dan bersih dari sampah yang kecenderungan bertambah volume dan jenis
serta karakteristik yang semakin beragam, sehingga dapat menimbulkan dampak
negatif terhadap kesehatan dan mencemari lingkungan, maka perlu dilakukan
pengelolaan sampah secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir.

Beberapa kewajiban, contohnya :

 Setiap rumah tangga wajib paling sedikit melakukan pemilahan sampah rumah
tangga sebelum diangkut ke TPS dan/atau TPS 3R.
 Penanggung jawab dan/atau pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial,
kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, fasilitas lainnya
dan kegiatan keramaian sesaat, wajib melaksanakan pengelolaan sampah.
 Setiap pengembang bangunan gedung untuk fungsi hunian dengan ketinggian lebih
dari 4 (empat) lantai wajib dilengkapi cerobong gravitasi pengumpulan sampah.
 Produsen wajib mencantumkan label dan tanda yang berhubungan dengan
pengurangan dan penanganan sampah pada kemasan dan/atau produk yang
dihasilkan dan/atau beredar di daerah.
 Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau produk yang tidak dapat atau sulit
terurai oleh proses alam.
 Setiap orang wajib melaksanakan pengurangan sampah dengan cara :

a. Menggunakan sedikit mungkin kemasan dan/atau produk yang menimbulkan


sampah;

24
b. Menggunakan kemasan dan/atau produk yang dapat dimanfaatkan kembali
dan/atau mudah terurai secara alam;
c. Menggunakan kemasan dan/atau produk yang ramah lingkungan; dan
d. Memanfaatkan kembali sampah secara aman bagi kesehatan dan lingkungan.

 Upaya memanfaatkan kembali kemasan dan/atau produk.

6. Undang - Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.

Dalam penjelasan, dijelaskan bahwa Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang
Ketentuan - ketentuan Pokok Kehutanan, ternyata belum cukup memberikan landasan
hukum bagi perkembangan pembangunan kehutanan, oleh karena itu dipandang perlu
mengganti undang - undang tersebut, sehingga dapat memberikan landasan hukum
yang lebih kokoh dan lengkap bagi pembangunan kehutanan saat ini dan masa yang
akan datang. Oleh karena itu tahun 1999 produk hukum Kehutanan kembali
diperbaharui dengan dikeluarkannya Undang - Undang Nomor : 41 tahun 1999 disertai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor
34 tahun 2002 dimana Undang - Undang ini mencakup pengaturan yang luas tentang
hutan dan kehutanan, termasuk sebagian menyangkut konservasi sumberdaya alam
hayati dan ekosistemnya.

Kebijakan pemerintah merupakan suatu hal yang akan di lakukan maupun tidak di
lakukan pemerintah dengan tujuan tertentu, demi kepentingan bersama dan
merupakan bagian dari keputusan pemerintah itu sndiri. Dalam kepustakaan
internasional biasa di sebut publik policy. Kebijakan publik ini akan tetap terus
berlangsung, selagi pemerintah suatu negara masih ada untuk mengatur suatu
keidupan bersama. Berdasarkan yang tertuang dalam konsep demokarasi modern,
kebijakan dari pemerintah atau negara, bukan hanya berisi tentang argumentasi
maupun suatu pendapat para aparatur wakil rakyat belaka, namun opini dari publik
atau biasa di sebut publik opinion.

C. Rangkuman.

Kebijakan perlindungan lingkungan hidup di Indonesia mulai berkembang sejak tahin 1982
dengan lahirnya Undang - Undang yang mengatur pengelolana lingkungan, kebijakan
tersebut berkembang dengan lahirnya peraturan lainnya yang mendukung upaya untuk
mengatasi permasalahan lingkungan.

25
D. Pertanyaan.

1. Jelaskan pengertian perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang tertuang


dalam Undang - Undang No 32 tahun 2009 !
2. Sebutkan undang - undang terkait dengan pengelolaan sampah !

26
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan.

Permasalahan lingkungan sampai kapanpun pasti akan terjadi, hal ini sejalan dengan
pertumbuhan penduduk yang langsung maupun tidak langsung membutuhkan kekayaan
alam. Namun manusia juga tidak akan berhenti pasrah untuk melindungi keberadaan
lingkungan yang terus berubah dari aslinya dengan perangkat – perangkat kebijakan,
teknologi maupun sentuhan kepedulian kepada lingkungan itu sendiri.

Semua perangkat tersebut mempunyai peran masing – masing dan kekuatan masing –
masing termasuk peran dan kekuatan generasi muda yang peduli lingkungan mempunyai
pengaruh yang sangat besar dalam menjaga kelestarian lingkungan, salah satunya
kegiatan Pramuka yang memang dari awalnya sudah mempunyai janji yang kuat akan
kepedulian dengan lingkungan yaitu adanya dasa dharma.

B. Tindak Lanjut.

Tindak lanjut yang perlu dilakukan adalah menyamakan persepsi tentang lingkungan di
semua stake holder baik di pemerintahan, swasta atau masyarakat, sehingga dalam
membuat kebijakan yang terkait dengan lingkungan tidak saling berselisihan satu sama
yang lainnya malahan harusnya saling mendukung.

27
PUSTAKA

1. Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup (PPLH).
2. Undang - Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah Pengelolaan
Sampah.
3. Undang - Undang Nomor 41 Tahun 1991 tentang Kehutanan.
4. Undang - Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan
Ekosistemnya.
5. Peraturan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan
Sampah.

28
TIM PENYUSUN MODUL

PELATIHAN PENGENALAN SAKA KALPATARU

PENGANTAR SAKA DAN SAKA KALPATARU

Pengarah : 1. DR. Ir. Bambang Supijanto, MM (Kepala Badan Penyuluhan dan


Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan).
2. Cicilia Sulastri, SH, M. Si (Kepala Pusat Pelatihan Masyarakat dan
Pengembangan Generasi Lingkungan, Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan).
Penanggungjawab : Dra. Asri Tresnawati (Kepala Bidang Pengembangan Generasi
Lingkungan, Pusat Pelatihan Masyarakat dan Pengembangan Generasi
Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan).
Penulis Modul : 1. Dra. Jo Kumala Dewi, M. Sc.

2. Dadang Kusbiantoro, SE.

3. Drs. Dian Yahya.

4. Drs. Yudi Suyudi, MA.

5. Latipah Hendarti, S. Hut, M. Sc.

6. Ir. Tri Widayati, M. Si.


Anggota : 1. Suryadi Jayanegara, S. Si.

2. Windarti, S. Pd.

3. Tri Prayitno, SE.

4. Wahid Karunia, S. Kom.

5. Dedit Setiawan, SE.

6. Waliyah, SE.

7. Arlinda Ulfah Rahmawati, S, Pd.

8. Alfred Chaniago.

9. Umi Asmiyati, SE, MM.

10. Citra Windi Yansen, SE, MM.

29
30

Anda mungkin juga menyukai