Anda di halaman 1dari 113

Audio

Radio / tuner, Tape deck, Amplifier, Graphic equalizer,


CD Player, Speaker system, Home theater
DAFTAR ISI

BAB 1 Istilah istilah dan satuan pada Audio


Mengapa istilah dB sangat sering dipakai pada perangkat audio
Perbandingan daya dan unit dB
Perbandingan tegangan / arus dan unit dB
Cara praktis untuk mengubah nilai dB ke perbandingan daya / tegangan dan sebaliknya
Tabel hubungan antara decibel dengan ratio tegangan atau arus dan daya

BAB 2 Audio Amplifier


Jenis jenis amplifier
Jenis amplifier ditinjau dari rangkaian electronicnya
Input sensitivity
Distorsi
Signal to Noise ratio
Frequency response
Tone Control
Loudness Control
Damping factor
Dynamic range
Power bandwidth
Rated Power Output
Daya (Power) output amplifier
Pemakaian daya
Klasifikasi Power amplifier menurut kerja rangkaian Power Outputnya
TIM (Transient Inter Modulation)
Contoh spesifikasi amplifier Hi-Fi
BAB 3 Cassette Deck (Tape Deck)
Susunan mekanik dan electronic Tape deck
Sistim 1 motor dan 2 motor pada Tape deck
Jenis jenis Tape deck
Perbedaan antara Auto Stop dan Full Auto Stop
Head untuk Playback / Recording dan Erase (hapus)
Track System
Wow dan Flutter
Tape Speed deviation / fluctuation
Jenis jenis pita cassette dan karakteristiknya
Tape selector / Auto tape selector
Frequency Response
Signal to Noise ratio
Input dan output (Impedance & sensitivity)
Selector MIC / LINE
Connector DIN dan Pin-Plug
Bias untuk recording
Standard Recording Level (SRL)
Channel separation
Recording Mute
Equalization
Noise Reduction (NR) system
Prinsip kerja Dolby B dan C
Dolby HX (headroom extension)
dbx
Mekanik dan Electronic tape counter
Jenis jenis meter pada cassette deck
Soft Touch dan Feather Touch pada tombol control tape deck
Membuat rekaman yang baik
Contoh spesifikasi cassette deck Hi-Fi
BAB 4 Tuner (penerima radio)
Sensitivity
Channel selectivity
Stereo separation
Capture ratio
AM suppression
Interference rejection
Antenna dan kabelnya
Antenna FM dan pemakaiannya
Tuner dengan Quartz synthesizer
Contoh spesifikasi Tuner

BAB 5 Graphic Equalizer


Aplikasi Graphic equalizer
Jumlah Band pada graphic equalizer
Display (layar tampilan)
Penguatan / pelemahan yang variable
Tombol reverse
Lingkup Frequency untuk suara dan alat musik
Contoh contoh pengaturan graphic equalizer
Frequency response and Musical character
Contoh spesifikasi Graphic equalizer

BAB 6 Speaker System


Struktur system speaker
Macam macam unit speaker
Flat diaphragm speaker
Nodal drive (daya dorong simpul)
Jenis jenis cabinet speaker
Impedansi speaker
Crossover frequency
Music input power
Output Sound Pressure Level (SPL)
Effisiensi speaker
Penempatan sistim speaker
Kondisi ruang dengar
Level control pada speaker
Kabel speaker
Directional dispersion pada speaker
Susunan speaker pada cabinet dan pengaruhnya
Contoh spesifikasi speaker

BAB 7 Compact Disc player (CD)


Perbandingan hasil signal suara dengan proses analog dan digital
Spesifikasi dasar Compact Disc
Struktur CD
Perbandingan antara CD, LP dan Pita cassette
Proses merekam dan playback pada CD
Unjuk kerja CD player
Keluarga CD
CD MP3
DVD audio dan keluarga DVD
Perbedaan DVD, VCD dan CD
Cara menguji jumlah garis (resolusi) gambar
Contoh spesifikasi CD player
BAB 8 Compo dan Mini Compo
Standard system, Midi system, Mini system dan Micro system

BAB 9 Audio Visual (AV) system


Sistim AV surround
Cara kerja AV surround
Dolby pro logic surround decoder
Cara kerja Dolby pro logic
Dolby digital (AC3)
Prinsip kerja Dolby AC3
Perbedaan Dolby pro logic dan Dolby AC3
Home THX sound system
Prisip kerja Home THX
Contoh spesifikasi Receiver dengan Dolby pro logic dan penjelasannya
Contoh spesifikasi DVD player dengan Dolby AC3 decoder

BAB 10 Hal hal yang harus diperhatikan dalam memasang perangkat audio
BAB 1.
Istilah istilah dan satuan satuan pada Audio
Satuan Istilah Keterangan

Digunakan untuk menyatakan besarnya arus /


dB decibel
tegangan dan tenaga (daya) secara logarithmis
Ohm Digunakan pada resistansi (penahan) dan impedansi
V Volt Satuan Tegangan
A Ampere Satuan Arus
W Watt Satuan Daya /tenaga (power)
Hz Hertz Satuan Frekuensi
K Kilo Satuan dari 1.000
M Mega Satuan dari 1.000.000
m mili Satuan dari 1/1.000
B micro Satuan dari 1/1.000.000
n nano Satuan dari 10 -9
p pico Satuan 10 -12
AC Alternating Current Arus bolak balik
DC Direct Current Arus searah
bit satuan data dalam suatu sistim digital
byte 8 bits = 1 byte
Mengapa istilah decibel (dB) sangat sering dipakai pada perangkat Audio?
“d” (desi) = 1/10 sedangkan “Bel” berasal dari nama Alexander Graham Bell penemu telepon.

Ada 2 alasan pokok mengapa menggunakan dB.


a. Bila dB tidak digunakan, kita terpaksa harus memakai banyak angka 0 bila menghitung penguatan atau
pelemahan signal pada perangkat audio sehingga menjadi rumit.
b. Untuk menyederhanakan kalkulasi, karena dB merupakan perbandingan antara 2 level (tingkatan) power
secara logarithmis.

Contoh: bila tegangan sebesar 10 dB diumpankan ke amplifier dengan penguatan 60dB maka akan didapat
output (keluaran) 10 + 60 = 70 dB
Kita dapat menghafal beberapa nilai dB seperti : 0 dB = 1x, 10 dB = 3x, 20 dB = 10x, 30 dB = 30x, 40 dB =
100x dst, .bila berhubungan dengan tegangan dan arus.
Tetapi untuk power (daya) 0 dB = 1 x, 10 dB = 10 x, 20 dB = 100 x dst. (Lihat tabel dihalaman 2)

Perbandingan daya (Power) dan unit dB.


Rumus untuk membandingkan 2 daya (power) adalah 10 log P2/P1
(P2 = daya output, P1 = daya input)
Satuan untuk P2 dan P1 harus disamakan dahulu, Nilai yang lebih besar harus diletakkan pada P2.

Contoh 1: Suatu amplifier diberi input 1mW, setelah diperkuat didapat output 1Watt (=1000mW)
Maka penguatan amplifier tsb 10 log 1000 / 1 = 10 log 1000 = 10 . 3 = 30 dB.
(menurut daftar logaritma log 1000 = 3)

Contoh 2: Berapa dB penguatan daya dari 10W ke 20W (2x)


10 log P2/P1 = 10 log 20/10 = 10 log 2 = 10 . 0,3 = 3 dB (menurut daftar logatirma log 2 = 0,3010)

Contoh 3: berapa dB penurunan daya dari 20W ke 10W


10 log P2/P1 = 10 log 20/10 = 10 log 2 = 10 . 0,3 = 3 dB (menurut daftar logatirma log 2 = 0,3010)
Karena hal tsb merupakan penurunan daya (1/2x) maka harus diberi tanda negatif menjadi –3dB
Perbandingan tegangan / arus dan unit dB
Rumus untuk membandingkan 2 tegangan / arus adalah 20 log V2/V1
(V2 = tegangan output, V1 = tegangan input)
Satuan untuk V2 dan V1 harus disamakan dahulu, Nilai yang lebih besar harus diletakkan pada V2.

Contoh: berapa dB penguatan tegangan dari 10mV ke 20mV (2x)


20 log V2/V1 = 20 log 20/10 = 20 log 2 = 20 . 0,3 = 6 dB (menurut daftar logatirma log 2 = 0,3010)
Perbandingan power (daya) dB Perbandingan tegangan dB

100 20 100 40
10 20
10 10
2 6
2 3
1,4 3
1,26 1
1,12 1
1 0
1 0
½ -3
½ -6
1/10 -10
1/10 -20
1/100 -20
1/ 100 -40

Cara praktis untuk mengubah nilai dB ke perbandingan daya / tegangan dan sebaliknya.
Contoh contoh:
Bila nilai suatu perbandingan tegangan = 20x 2 x 10
Pada tabel B, 2 = 6 dB dan 10 = 20 dB. Jadi nilai perbandingan tsb 6 + 20 = 26 dB.

Bila nilai perbandingan daya = 13 dB 3 dB + 10 dB


Pada tabel A, 3 dB = 2x dan 10 dB = 10x. jadi nilai perbandingan tsb 2 + 10 = 12x

Bila nilai penguatan tegangan = 200x 2 x 100


Pada tabel B, 2 = 6 dB dan 100 = 40 dB jadi nilai penguatan tsb = 6 + 40 = 46 dB

Bila nilai penguatan tegangan = 100x 1 x 100


Pada tabel B, 1 = 0 dB dan 100 = 40 dB jadi nilai penguatan tsb = 0 + 40 = 40 dB
Tabel hubungan antara decibel dengan ratio arus atau tegangan dan daya

Untuk mudahnya sebagai berikut,

Angka 10 dB untuk power = 10 x


untuk tegangan/arus = 3x

Angka 20dB untuk power = 100 x


Untuk tegangan/arus = 10x

Angka 30dB untuk power = 1000 x


Untuk tegangan/arus = 30x

Angka 40dB untuk power = 10000 x


Untuk tegangan/arus = 100x
dst
BAB 2.
Audio Amplifier (penguat suara)

Ditinjau dari susunannya ada 3 macam jenis amplifier.

1. Unit Pre ampilifier dan Power amplifier


Pre amplifier atau control amplifier, merupakan suatu komponen yang dirancang agar memudahkan pemilihan
sumber input (misal : tape, tuner, CD dsb). Demikian juga dalam pengaturan tone dan volume.
Power amplifier menguatkan signal dari control amplifier dan memberikan tenaga yang diperlukan untuk
membunyikan speaker.
Jadi control amplifier dan power amplifier merupakan 1 paket yang tidak terpisahkan

2. Integrated Amplifier
Bila pre amplifier dan power amplifier digabungkan dalam 1 unit maka disebut Integrated Amplifier.

+ =
3. Receiver
Integrated Amplifier yang dikombinasikan dengan Tuner (penerima radio) disebut Receiver.

+ =

Jika ditinjau dari rangkaian elektroniknya ada 2 jenis amplifier

1. DC (Direct coupled) Amplifier


Rangkaiannya tidak menggunakan coupling capasitor sehingga signal suara tidak mengalami hambatan
atau perubahan bentuk sehingga suara terjaga keasliannya. Amplifier kelas Hi-End umumnya
menggunakan sistim ini. Membutuhkan wiring yang benar ke perangkat speaker agar tidak merusak
komponen pada rangkaian elektroniknya.

2. Common amplifier
Rangkaiannya menggunakan coupling capasitor. Amplifier jenis ini biasanya lebih murah dan lebih aman
dalam hal wiring (penyambungan kabel) utamanya ke perangkat speaker artinya jika terjadi hubung
singkat (Kortsluit) maka hanya kemungkinan kecil akan merusak komponen pada rangkaian amplifiernya.
Input sensitivity Input sensitivity dinyatakan dalam mV (miliVolt)
Makin kecil angkanya maka sensitifitasnya makin tinggi / makin baik.

Ada 2 cara menyatakan input sensitivity.


1. Input sensitivity minimum = besarnya input untuk
Signal input
menghasilkan output sebesar 1 Watt
Sensitifitas tinggi Output
2. Input sensitivity maximum = besarnya input untuk
menghasilkan output maximum tanpa cacat.

Contoh: Input sensitivity pada tuner /AUX / tape playback =


Signal input Sensitifitas rendah Output 15 ~ 30 mV.

Distorsi (cacat)
Bila pada signal output tidak terdapat distorsi maka bentuk gelombang
input dan output sama.
Bila pada signal output terdapat distorsi maka bentuk gelombang input
dan output tidak sama

Total Harmonic Distortion (THD)


Menunjukkan % penambahan suara gangguan (distorsi) pada suara
aslinya.
Bila penambahannya besar maka suara aslinya jadi sulit didengar.
THD dinyatakan dalam (%) persen, semakin kecil angkanya semakin
baik.
Pada umumnya telinga manusia dapat mendengarkan suara distorsi
bila angka THD nya > 0,5%
Signal asli
Terjadinya distorsi Harmonic.

Contoh: bila signal sinus 1000Hz diumpankan ke input Amp, maka signal
yang keluar adalah 1000Hz ditambah dengan signal signal 2000Hz, 4000Hz
dst. Signal signal tambahan itu disebut Distorsi Harmonic padahal signal
signal tsb tidak ada pada inputnya.
Signal terdistorsi Penyebab distorsi Harmonic adalah tidak sempurnanya proporsi antara input
dan output.

Harmonic pada frekuensi frekuensi genap disebut harmonic


genap dan pada frekuensi frekuensi ganjil disebut harmonic ganjil.

Even Harmonic (genap) Harmonic genap tidak banyak mengganggu suara aslinya tetapi
Input Output
harmonic ganjil sangat mengganggu suara aslinya bila tidak
selaras dengan inputnya.

Odd Harmonic (ganjil)


Signal to Noise ratio (S/N Ratio)

S/N ratio adalah proporsi noise (suara gangguan) yang termuat dalam signal musik, atau merupakan
perbandingan antara signal output dan noise output. Dinyatakan dalam dB.
S/N ratio = Signal / Noise (dB)
Makin besar angkanya maka noise makin kecil pada musik tsb sehingga unjuk kerjanya akan semakin baik.

Pengukuran menurut standar IHF (Institute of High Fidelity)


S/N 60 dB Biasa
S/N 70 dB Baik
S/N >75 dB Sangat baik
Signal
Pada umumnya noise pada Amp ada 2 jenis.
Bila volume pada posisi sangat rendah terdengar noise desis
(hiss) disebut ‘’Residual noise’’
Pengaruh residual noise sangat terasa bila tidak ada suara
Noise yang didengar dan bila ada suara musik yang lemah suara
musik tsb menjadi tidak jelas

Residual noise dinyatakan dalam voltage pada terminal output amplifier. Yang baik bila angkanya dibawah
1 mV.
Residual noise dapat ditimbulkan dari disain rangkaian, mutu komponen (part) dan penguat phono.

Bila volume diputar naik dan noise terdengar makin nyata dan noise tsb merupakan dengung (hum) maka
artinya harmonic dari ‘’power source’’ atau catu daya tembus kedalam rangkaian amplifier ybs.
Pada amplifier yang baik (Kualitas Hi-End atau Hi-Fi = High Fidelity) maka Hum noise dan residual noise ini
ditekan / dicegah sehingga tidak terdengar.
Untuk menguji secara sederhana suatu amplifier, cukup menaikkan volume sampai maximum tanpa diberi
input, jika terdengar hum (dengung) & noise hiss (desis) maka amplifier ybs bukan kelas Hi-Fi.
Hal tersebut tidak terjadi pada amplifier kelas Hi-End atau Hi-Fi.
Frequency response
Menunjukkan perubahan pada output bila frekuensi berubah pada level input tertentu yang spesifik.

Ada 2 cara menyatakan Frequency response dari sebuah amplifier.


1. Deviasi output pada range (cakupan / jarak) suara yang dapat didengar. Biasanya berdasarkan frekuensi
1 KHz dimana telinga manusia dapat mendengar dengan jelas dan stabil.

2. Dinyatakan pada ‘’range’’ (cakupan) frekuensi didalam suatu deviasi output yang dispesifikasikan
misalnya -1dB

Contoh: 20 Hz ~ 20 KHz, +0, -0,1dB


DC (0 Hz) ~ 100 KHz, -1dB
Frequency response yang baik dicapai bila perubahan pada output adalah kecil pada ‘’range’’ (cakupan)
frequency yang lebar.

Tone Control
Tone control berfungsi untuk menaikkan atau menurunkan response (tanggapan) Bass dan Treble
sehingga sesuai dengan selera pendengar
Makin besar angkanya, makin besar perubahannya.
Dalam praktek, Tone Control mempunyai penguatan maximum 10dB (3x).
Tone control juga diperlukan bila balance (keseimbangan) suara yang
Bass bertambah
Treble bertambah
datang dari Speaker menjadi buruk karena pantulan dari lantai dan dinding
atau juga karena diredam oleh gorden (tirai) dan karpet.
Tone control juga mengatasi masalah bila Bass/Treble kurang atau lebih.
Beberapa orang khususnya penggemar musik klasik justru tidak memakai
Bass berkurang
Tone control tsb artinya tone control diatur pada posisi ‘’0’’ (defeat) dimana
Treble berkurang
tombol Bass dan Treble pada posisi tengah.
Pada posisi ini maka Bass dan Treble tidak mengalami penguatan atau
pelemahan sehingga dapat mendengar musik pada response yang datar
(‘’Flat’’)
Loudness Control
Kontrol loudness menaikkan Bass.
Telinga manusia sulit untuk mendengar atau merasakan Bass pada tingkat volume yang rendah.

Karena alasan tersebut maka control Loudness digunakan untuk menaikkan


Bass yang sulit didengar tsb sehingga seluruh nada terdengar dengan
keseimbangan yang benar.
Loudness dinyatakan dalam dB, makin besar angkanya makin besar Bass nya.
Kontrol Loudness umumnya menaikkan Bass pada frekuensi 100 Hz dengan
penguatan 8 ~ 10 dB.

Damping factor.
Merupakan ratio (perbandingan) dari nilai impedansi beban speaker terhadap impedansi dalam amplifier
yang bersangkutan
Makin besar angkanya makin jelas suara yang datang dari speaker
(tanpa adanya suara yang terlambat / lingering).

Damping factor < 15 Suara linger, Bass tidak nyata


< 30 Ada sedikit suara linger yang terdengar
> 30 Suara linger sulit didengar sehingga
Amplifier
Bass menjadi nyata / jelas
Damping factor menunjukkan kemampuan amplifier untuk mengontrol
Speaker
Speaker

Damping factor perlu diperhitungkan karena sekali signal dari amplifier menggerakkan corong (cone)
speaker maka corong tsb akan terus bergetar bahkan setelah signal berhenti.
Jadi disini terjadi gerakan corong yang percuma / tidak berguna dan inilah yang disebut suara Lingering /
terlambat / tertinggal.
Hal ini dapat dikontrol oleh impedansi internal dari amplifier yang berhubungan dengan speaker ybs.
Ada benarnya bahwa amplifier dan speaker harus dibuat supaya cocok satu sama lain.
Amplifier dengan impedansi yang tepat harus dikombinasikan dengan sistim speaker sehingga akan didapat
output yang mantap tanpa suara lingering.
Makin besar nilai Damping Factor, makin baik hasilnya tetapi bila damping factor >100 perbedaannya akan
tidak terasa sehingga hal ini tidak perlu.

Dynamic range (bidang dinamika)


Merupakan perbedaan antara tingkat suara yang paling lemah dan tingkat suara yang paling keras yang
dapat dihasilkan / disuarakan kembali oleh amplifier. Dinyatakan dalam dB.
Makin besar angkanya maka suara menjadi lebih dinamis sehingga enak
didengar.

Suara terlemah dibatasi oleh noise amplifier ybs dan noise dari lingkungan
sekitar ruang dengar itu sendiri

Suara terkeras dibatasi oleh tenaga (power) dari amplifier dan sistim
speakernya.

Unjuk kerja amplifier audio mencakup 3 hal yang terpenting


1. Distorsi minimum
2. Frequency response (tanggapan frekuensi) yang lebar dan datar
3. Dynamic range (bidang dinamika) yang lebar

Bila persyaratan diatas digabung dengan tepat maka amplifier tsb mempunyai unjuk kerja sangat baik.
Bidang dinamika yang lebar dapat mereproduksi semua suara dari yang terlemah hingga yang terkuat.
Dalam hal ini noise minimum dan suara terlemah (pianissimo) hingga terkeras (fortissimo) pada suara
aslinya dapat direproduksi dengan tepat dan benar.
Bila bidang dinamikanya buruk maka suara yang keras akan sangat distorsi dan suara yang lemah tidak
terdengar karena tertutup noise.
Sound pressure (tekanan suara) dari beberapa sumber suara
Pesawat jet sedang Take Off 130 dB Ruang kerja kantor 70 ~ 80 dB
Meriam 120 ~130 dB Orang bicara 50 ~ 60 dB
Rock / orchestra 110 dB angin berhembus 20 dB
Truck tanpa knalpot 100 dB Keadaan tenang 10 dB
Jalan raya / besar 90 dB

Suara yang dapat kita dengar antara 10 dB ~ 110 dB. (bidang dinamika = 110 dB)

Power Bandwidth
Merupakan suatu range (cakupan) dari frekuensi rendah hingga frekuensi tinggi dimana sebuah amplifier
dapat menghasilkan output ½ dari nilai maksimum powernya tanpa melampaui nilai maksimum distorsinya
(bebas distorsi).
Jika amplifier dengan output power 40 Watt maka
Power bandwidth menyatakan seberapa lebar suatu cakupan
frekuensi dari rendah hingga tinggi dapat direproduksi dibawah nilai
maksimum distorsinya pada power output 20 Watt (1/2 x 40W)

Makin kecil makin baik (freq.rendah)Makin besar makin baik (freq.tinggi)½


(power)
Contoh: 10 Hz ~ 40 KHz …………………………………(-3dB)
Makin kecil makin Makin besar
baik (freq.rendah) makin baik ½
(freq.tinggi) (power)
Power Bandwidth dan Frequency response menyatakan suatu cakupan frekuensi yang dapat direproduksi
oleh amplifier ybs.
Amplifier biasa dipakai pada ½ nilai output maksimumnya. Jadi misalnya amplifier dengan nilai output
maksimum 60W biasa dipakai dengan output sekitar 30W.
Saat ini (1/2 dari nilai maksimum output), frequency range (cakupan frekuensi) didalam nilai distorsi
maksimum disebut “Power bandwidth” dan hal ini merupakan angka yang lebih praktis dari pada frequency
response (data pada 1W power output)
Pada catalog atau spesifikasi suatu amplifier kita jumpai -3dB. Separuhnya = - 6dB.
Untuk tegangan - 6dB = ½ tetapi output dinyatakan dalam power sehingga ½ = - 3dB.
Angka untuk Voltage (tegangan) dan Power berbeda.
Untuk Power 3dB = 2x, 6dB = 4x, 10dB = 10x, 20dB = 100x (Lihat tabel di Hal: 2)

Rated Power Output


Adalah power maksimum yang dapat diberikan oleh amplifier secara kontinyu tanpa melebihi nilai distorsi
yang telah di spesifikasikan.
Diukur dalam frekuensi 20 Hz ~ 20 KHz dan 1 KHZ dengan impedansi beban 4 dan 8 .
Unit dinyatakan dalam Watt dan setiap channel dinyatakan secara terpisah seperti 40W + 40W.

Contoh: 20Hz ~ 20KHZ, 8 ohm, 0,02% : 60W + 60W


1 KHz , 8 ohm, 0,02% : 62W + 62W
Distorsi Rated (nilai) power
Makin kecil ouput. Makin besar
makin baik makin baik

Kita tidak dapat menilai unjuk kerja amplifier hanya dari ukuran
outputnya saja karena power output menyatakan kemampuan
amplifier langsung dalam arah maju. Tetapi distorsi, frekuensi dan
impedansi beban juga mempunyai hubungan yang penting dengan
power output sehingga diperlukan untuk penilaian secara
menyeluruh.
Hubungannya dengan distorsi.
Bila output dinaikkan, distorsi yang sudah ditekan akan naik juga sampai pada titik dimana distorsi menjadi
besar dengan tiba tiba. Poin pentingnya adalah seberapa besar outputnya didalam rating (tingkatan) distorsi
yang telah di spesifikasikan.

Hubungannya dengan frekuensi


Ouput yang cukup besar dapat dihasilkan bila range (cakupan) frequency nya sempit. Maka rating (nilai)
distorsi yang lebih kecil, frequency range yang lebih lebar dan output yang lebih besar menunjukkan unjuk
kerja yang baik.

Angka Standar pada catalog untuk power output sebuah amplifier yang baik paling tidak sekitar 40W tetapi
juga tergantung dari ukuran ruang, jenis musik dsb.
Bidang dinamika suara secara natural (yang alami) sangat besar jadi bila ingin mendekatinya diperlukan
power output yang besar.

Daya Output amplifier (penunjukkan Power pada amplifier)


Dinyatakan dalam Watt dan ada beberapa versi menyatakan daya output tsb

Menurut hukum Ohm: E = I x R I=E/R


P=ExI I = E / R maka P = E x E / R P = E2 / R
E=tegangan (volt), I = arus (ampere), R = beban / impedansi (Ohm), P = power (Watt)

1. RMS (root mean square) power


Peak
Peak P = E2 / R
E E 2
To (RMS) 2. Peak power
Peak
2XE 2= P = (E 2)2 / R
2E 2
3. Peak to Peak power
Disebut juga PMPO (Peak Music Power Output)
P = (2E 2)2 / R P = (E.2 2)2 / R
Bila kita bandingkan antara RMS power dan PMPO power maka dapat dihitung sebagai berikut,

RMS / PMPO = ( E2 / R ) / (E.2 2)2 / R E2 / R x R / (E.2 2)2 E2 / E2 . 4 . 2 1/8

Jadi secara teoritis dapat diketahui bahwa PMPO power = 8 X RMS power.
Jika dalam spesifikasi atau catalogue ditulis 320 Watt PMPO maka sebenarnya RMS power atau power
murninya hanya 40 Watt.

Pemakaian daya
Ada 3 standar pengukuran yang utama yaitu Standar Jepang, standar USA dan standar Eropa.

Persyaratan pengukuran setiap standar diatas tidak sama.


Standar Eropa adalah yang mensyaratkan distorsi terkecil
dengan daya terbesar.

Pemakaian daya = pembangkitan panas + daya output.

Daftar perbandingan persyaratan pengukuran

Signal Input Signal output Distorsi


Jepang Tone Burst Daya penuh 10 %
USA Gelombang Sinus Daya 1 / 3 1%
Eropa Gelombang Sinus Daya penuh 1%
Klasifikasi Power Amplifier (menurut cara kerja rangkaian Power outputnya
Switching distortion

1. Kelas B.
Bekerja dengan effisien tetapi mempunyai cacat
yang disebut “switching distortion” atau “cross over
distortion” yang terdengar jelas pada reproduksi
frekuensi tinggi

2. Kelas A.
Tidak mempunyai switching distortion tetapi tidak
effisien (1 / 5 dari kelas B)

3. Kelas A dengan penambahan “synchro


bias”
Tidak mempunyai switching distortion dan tetap
mempunyai effisiensi kelas B
Transient Intermodulation Distortion (TIM)
Merupakan penjumlahan dan perbedaan dari 2 atau lebih frekuensi frekuensi dan hanya berlangsung dalam
waktu yang singkat (transient)
TIM dapat terjadi disemua spectrum frekuensi audio.
Definisi TIM: satu jenis distorsi intermodulasi yang terjadi antara sebuah “Step” input dan satu signal
frekuensi tinggi (dengan bentuk gelombang yang berbeda) yang ditumpang tindihkan diatasnya.

TIM biasanya disebabkan oleh response transient yang terbatas, bila


sebuah amplifier tidak dapat lebih lanjut mengikuti “step” (langkah)
bentuk gelombang maka sebagian signal yang tumpang tindih tsb
juga akan terdistorsi.
Meskipun belum ada cara yang telah disetujui bersama tentang
metoda pengujiannya maka yang dapat disarankan adalah
Komponen Frekuensi
tinggi yang tidak kuat naik mencampur signal persegi 3,18 KHz dan signal sinus 15 KHZ sebagai
(akan jatuh) menyebabkan
TIM
signal input. Kemudian setiap distorsi intermodulasi antara signal
sinus dan Upper harmonic dari signal persegi tsb dapat diukur
sebagai TIM.
Arti sebenarnya: Meskipun TIM dianggap oleh banyak orang sebagai
suatu distorsi yang spesifik dan jenis yang berbeda dimana hanya
terjadi bersama dengan “transient” namun sesungguhnya ini
disebabkan oleh clipping (signal yang terpotong puncaknya sehingga
cacat) ketika amplifier dipaksa bekerja melebihi batas kemampuannya.

Jadi sebenarnya bila kita tidak memaksa amplifier untuk mereproduksi frekuensi tinggi (upper harmonic dari
gelombang persegi) pada titik clipping frekuensi frekuensi tsb maka TIM tidak akan timbul.
Contoh spesifikasi pada amplifier Hi-Fi

Model A Model B Model C


a. 20 Hz ~ 20 KHz continous power output 35 W x 2 (4 ) 80 W x 2 (4 ) 120 W x 2 (4 )
both channels driven 35 W x 2 (8 80 W x 2 (8 120 W x 2 (8
b. 1 KHz continous power output 40 W x 2 (4 ) 80 W x 2 (4 ) 120 W x 2 (4 )
both channels driven 40 W x 2 (8 ) 80 W x 2 (8 ) 120 W x 2 (8 )
c. Total harmonic distortion rated power 0.05 % (4 ) 0.007 % (4 ) 0.007 % (4 )
At 20 Hz ~ 20 KHz 0.03 % (8 ) 0.003 % (8 ) 0.003 % (8 )
At 1 KHz 0.05 % (4 ) 0.007 % (4 ) 0.007 % (4 )
0.03 % (8 ) 0.003 % (8 ) 0.003 % (8 )
Half power at 20 Hz ~ 20 KHz 0.03 % (8 ) 0.003 % (8 ) 0.003 % (8 )
Half power at 1 KHz 0.005 % (8 ) 0.003 % (8 ) 0.0007 % (8 )
-26 dB power at 1 KHz 0.15 % (4 ) 0.03 % (4 ) 0.01 % (4 )
50 mV power at 1 KHz 0.15 % (4 ) 0.08 % (4 ) 0.01 % (4 )
d. Intermodulation distortion rated power
At 250 Hz : 8 KHz = 4 : 1 , 4 0.05% 0.01 % 0.01 %
At 60 Hz : 7 KHz = 4 : 1, SMPTE, 8 0.03 % 0.007 % 0.007 %
e. Power bandwidth both channels driven, THD 0.05% THD 0.03% THD 0.03%
-3 dB 10 Hz ~ 25 KHz (4 ) 5 Hz ~ 70 KHz (4 ) 5 Hz ~ 70 KHz (4 )
10 Hz ~ 30 KHz (8 ) THD 0.02% THD 0.02%
5 Hz ~ 70 KHz (8 ) 5 Hz ~ 70 KHz (8 )
f. Residual Hum & Noise 0.6 mV 0.55 mV 0.7 mV
g. Damping Factor 20 (4 20 (4 40 (4
h. Headphones output level & impedance 390mV / 330 460mV / 330 560mV / 330
i. Load impedance MAIN or REMOTE 4 ~ 16 4 ~ 16 4 ~ 16
MAIN and REMOTE 8 ~ 16 8 ~ 16 8 ~ 16
j. Input sensitivity & impedance PHONO 2.5 mV / 47K 2.5 mV / 47K 2.5 mV / 47K
TUNER, AUX 150mV /22 K 150mV / 27 K 150mV / 33 K
TAPE 1 180 mV / 27 K 170 mV / 25 K 170 mV / 39 K
TAPE2 150 mV / 22 K 150 mV / 27 K 150 mV / 39 K
k. S/N (signal to noise ratio) ratedpower 4
PHONO 72 dB (80 dB, IHF A) 78 dB (86 dB, IHF A) 79 dB (88 dB, IHF A)
TUNER / AUX 86 dB (97 dB, IHF A) 90 dB (100 dB, IHF A) 91 dB (103 dB, IHF A)

-26dB power 4 PHONO 65 dB 67 dB 70 dB


TUNER / AUX 65 dB 68 dB 71 dB
50 mW power 4 PHONO 62 dB 64 dB 64 dB
TUNER / AUX 62 dB 65 dB 65 dB

l. Frequency response +/- 0.8 dB +/- 0.5 dB +/- 0.2 dB


PHONO RIAA standard curve (30 Hz ~ 15 KHz) (30 Hz ~ 15 KHz) (30 Hz ~ 15 KHz)
TUNER, AUX, TAPE 5 Hz ~ 100 KHz (-3dB) 0.5 Hz ~170 KHz (-3dB) 0.5 Hz ~170 KHz (-3dB)
m. Tone controls BASS 50 Hz, +10dB ~ -10 dB 50 Hz, +10dB ~ -10 dB 50 Hz, +7dB ~ -7 dB
TREBLE 20KHz, +10dB ~ -10 dB 20KHz, +10dB ~ -10 dB 20KHz, +10dB ~ -10 dB
SUPER BASS (turn over 75 Hz, 150 Hz) 20Hz, 0 dB ~ 10dB
n. High Filter 7 KHz, -6 dB / oct 7 KHz, -6 dB / oct 7 KHz, -6 dB / oct
o. Subsonic Filter 30 Hz, -6 dB / oct 20 Hz, -12 dB / oct 20 Hz, -12 dB / oct
p. Loudness control (volume at -30dB) 50 Hz, +9 dB 50 Hz, +9 dB 50 Hz, +7 dB
q. Output voltage & impedance REC OUT 150 mV 150 mV 150 mV
REC / PLAY 30 mV / 82 K 30 mV / 82 K 30 mV / 82 K
r. Channel balance AUX 250 Hz ~ 6300 Hz +/- 1.0 dB +/- 1.0 dB +/- 1.0 dB
s. Channel separation AUX 1 KHz 50 dB 55 dB 55 dB
t. GENERAL 310 W 630 W 850 W
Power consumption AC 110/220V, 50/60 Hz AC 110/220V, 50/60 Hz AC 110/220V, 50/60 Hz
Power supply 430 x 86 x 288 430 x 120 x 330 430 x 120 x 350
Dimensions (W x H x D) mm 5.7 kg 11.5 kg 14.7 kg
Weight
BAB 3.
Cassette Deck (Tape deck)
Cassette deck berfungsi untuk merekam (recording) signal musik dari tuner, tape deck lain, CD player,
microphone dsb pada pita magnetik. Signal direkam dalam bentuk perubahan pola magnetik pada pita.
Bila pita tesebut dimainkan kembali (playback), pola magnetik tsb dirubah kembali menjadi signal elektrik
(musik) lalu dikuatkan hingga cukup layak untuk diterima oleh amplifier.

Bila kita memasukkan pita cassette pada ‘’tape recorder’’ biasa,


maka setelah tombol Play ditekan suara langsung muncul / dapat
didengar karena sudah dilengkapi dengan amplifier dan speaker
didalamnya. Hal demikian tidak terjadi pada tape deck.

Tape deck dirancang sebagai sebuah komponen yang dalam


pemakaiannya harus dihubungkan ke komponen lainnya seperti
amplifier atau receiver dengan sistim speakernya. Jadi signal output
yang kecil dari tape deck harus diperkuat dulu oleh sebuah amplifier
yang kemudian akan menggerakkan speaker.

Sebuah tape deck mempunyai mekanik dan rangkaian elektronik yang


jauh lebih tinggi kelasnya dibanding tape recorder biasa karena
dirancang untuk reproduksi suara dengan kualitas ‘’Hi-Fi’’

Jika ingin mendengarkan suara langsung dari tape deck dapat menggunakan ‘’headphone’’ karena sudah
dilengkapi dengan jack output untuk keperluan tersebut. Jadi dengan menggunakan headphone selain
dapat mendengarkan rekaman pita cassette juga dapat me monitor jika merekam dari Tuner FM dsb.
Susunan mekanik dan
elektronik tape deck

Sebuah tape deck terdiri dari


head head magnetik, mekanik
dan amplifier amplifier

Merubah signal elektrik menjadi magnetik untuk direkam pada


Record head
pita magnetik
Head head
Mendeteksi signal signal yang direkam pada pita magnetik dan
magnetik Playback head
merubah kembali menjadi signal elektrik
Erase head Menghapus signal signal magnetik yang terekam pada pita.
Susunan mekanik berfungsi untuk menjalankan pita pada
kecepatan yang tetap (konstan) selama recording dan playback.
Tape transport Juga berfungsi untuk menggulung pita dalam arah maju (FF/
Mekanik
mechanism fast forward), mundur (REW / rewind) dan Stop.
Bagian bagian mekanik yang pokok adalah Motor motor,
Capstan, Flywheel, pinch roller, take up dan supply reel table.
Menguatkan signal elektrik dari MIC atau LINE IN dan
Recording amp
meneruskannya ke record head.
Amplifier Menguatkan signal elektrik dari playback head dan
Playback amp.
amplifier meneruskannya ke LINE OUT.
Memasukkan signal bias pada erase head dan record head
Bias oscillator
selama recording.
Sistim 1 motor dan 2 motor pada tape deck.
Pada sebuah tape deck, capstan harus berputar pada kecepatan yang tetap (konstan). Selain itu Take up reel
table dan Supply reel table juga harus diputar.
Pada disain 1 motor, semua fungsi tsb dilaksanakan oleh 1 motor itu saja. Pada tape deck dengan 2 motor,
capstan dan reel table digerakkan masing masing oleh 1 motor yang terpisah. Keunggulan sistim 2 motor yaitu
pada respon yang lebih baik, ’’wow’’ juga lebih rendah disamping itu juga mempercepat waktu REW atau FF.
Pada sistim mekanis dimana capstan digerakkan oleh motor dengan perantaraan ‘’Belt’’ akan timbul masalah
kendur nya / selip nya belt tsb sehingga mutu suara akan terganggu karena putaran capstan tidak stabil (timbul
wow dan flutter)
Quartz locked DD (direct drive) motor.

Pada tape deck dengan DD motor, shaft motor (poros


motor) adalah capstan itu sendiri dan rotornya adalah
‘’flywheel’’ nya. Karena motor berputar pada kecepatan
rendah maka wow & flutter juga sangat rendah dan
kecepatan pitanya sangat stabil.

DD motor memakai Quartz locked control dimana


kecepatannya di referensikan pada Quartz Crystal oscillator
frequency yang sangat tepat sehingga deviasi kecepatannya
hanya 0,1% atau kurang.

Motor DD selalu digunakan untuk memutar capstan untuk


menjamin bahwa kecepatan pita tetap pada 4,78 (4,8) cm
/detik.

Pada sistim 2 motor selalu memakai DD motor untuk


capstan.
Jenis jenis tape deck.

Single Deck
Paling banyak digunakan dan tersedia dalam berbagai fitur
dan tingkat harga.

Double Deck
Dirancang utamanya untuk orang yang melakukan banyak
rekaman. Deck jenis ini mempunyai 2 cassette drive /
transport. Biasanya 1 transport dipakai untuk fungsi REC dan
PB sementara 1 transport yang lain hanya dipakai untuk PB
saja. 2 buah cassette juga dapat dipasang sekaligus

Auto reverse Deck


Memudahkan penggunaan cassette karena tidak perlu
membalik cassette bila memakai sisi sebaliknya. Secara
otomatis deck akan REC atau PB untuk kedua sisi cassette
tsb. Juga dapat diprogram agar Play berulang terus untuk
kedua sisi cassette tsb.

Double Auto reverse Deck


Menggabungkan keunggulan double Deck dan auto reverse deck. Dengan fungsi ini kita dapat merekam
atau playback dengan cara yang sinkron pada kedua cassette transportnya. Waktu Playback yang lebih
panjang (berulang ulang) dari kedua cassette dan kedua sisinya juga dimungkinkan.
Perbedaan antara Auto Stop dan Full Auto Stop
Di semua perjalanan pita seperti REW, FF, REC
dan PB secara otomatis akan di stop jika sudah
mencapai ujungnya oleh mekanisme Full Auto stop.
Hal tsb adalah mutlak untuk tape deck untuk
menghindari pembebanan pada pita (ditarik paksa)
dan gerakan / putaran mekanik yang tidak perlu
Pada ‘’tape recorder’’ biasa, hanya dilengkapi dengan fungsi‘’Auto Stop’’ yang memakai mekanisme yang
sangat sederhana dan hanya menghentikan perjalanan akhir pita pada saat REC atau PB saja.

Head untuk PB / REC dan Erase (hapus)


Ada 3 macam head menurut
fungsinya. Pertama pita melewati
‘’Erase’’ head lalu ‘’Rec’’ head dan
terakhir ‘’Playback’’ head.
Pada Deck dengan 2 head, head
yang sama dipakai untuk PB dan
Rec.
Pada deck dengan 3 head, hasil
rekaman langsung dapat di
monitor. Suara yang dihasilkan
juga lebih baik karena Head PB
dan Rec terpisah dimana masing
masing di disain hanya untuk

PB dan Rec saja sehingga berdampak pada naiknya response frekuensi dan S/N ratio
Head Erase (hapus) bekerja sendiri secara terpisah.
Material logam yang dipakai pada inti head menentukan kualitas suara dan umur head itu sendiri (keausan).
Material logam yang dipakai antara lain permalloy, ferrite, sendust dan amorphous. Dalam kondisi ideal head
permalloy tahan hingga 1000 jam, sendust 70.000 jam dan ferrite sekitar 200.000 jam .
Disamping itu umur head juga tergantung dari jenis pita yang dipakai, temperatur dan kelembaban.
Jika head mulai aus maka response frekuensi
tinggi akan turun (treble tidak muncul), jika
sudah mencakup frekuensi yang lebih luas
dimana midrange dan bass juga melemah
maka sudah waktunya head tsb diganti. Hal
tsb biasanya juga ditandai dengan adanya
cekungan pada bagian yang dilewati pita. Hal
ini juga dapat merusak tepian pita dan
membuat kontak antara pita dan head
menjadi buruk.
Untuk itu kita dapat memilih jenis head sebelum membeli suatu Deck agar awet.
Head kotor pada celah (gap) nya juga akan menurunkan unjuk kerjanya.
Sistim 3 head memang yang terbaik tetapi harganya juga mahal karena selain head head nya terpisah juga
memerlukan rangkaian tambahan seperti amplifier yang terpisah untuk Rec dan PB. Disamping itu 2
rangkaian Dolby NR juga diperlukan. Penyetelan head antara Rec dan PB juga kritis dibanding sistim 2
head.

Perbandingan karakteristik head


Amorphous Sendust Ferrite Permalloy
Super
AX SX HPF MX Conventional
permalloy
Umur head relatif (MX = 100) 770 380 3850 100 100 50
Abrasi relatif (MX = 100) 12.5 25 2.5 100 100 175
Kekerasan (vickers) 1050 500 650 180 180 120
Response frekuensi tinggi
15 15 17 14 14 12
(dB) pada 14 kHz / 315 Hz
Kepadatan Flux (G) 8200 8500 5000 7000 5800 4700
Membersihkan head.
Pada waktu REC / PB pita akan berjalan sambil menempel pada head, capstan dan pinch roller, jadi lapisan
magnetik pada pita serta debu akan tergesek dan lepas dari pita dan menempel pada head, capstan dan pinch
roller tsb sehingga menyebabkan penurunan kualitas suara. Maka dari itu head, capstan dan pinch roller harus
dibersihkan secara berkala.
Jika head dibiarkan kotor maka response frekuensi tinggi akan jauh menurun bahkan jika sangat kotor suara
menjadi sangat kecil atau tidak terdengar sama sekali.
Capstan dan Pinch roller yang kotor akan mengusutkan pita sehingga pita rusak, capstan yang kotor juga
menambah wow & flutter.
Head dapat dibersihkan dengan cairan khusus untuk head atau memakai pita pembersih khusus setiap 10 jam
pemakaian.
Demagnetisasi.
Setelah deck digunakan beberapa waktu lamanya maka head bisa ter magnetisasi (jadi bersifat magnet)
karena pengaruh dari pita magnetik. Hal ini akan menimbulkan noise pada hasil recording sehingga suara
aslinya terganggu. Untuk itu secara berkala head harus di ’’demagnetisasi’’ namun hal ini tidak perlu sering
dilakukan.

Track System
Standard format recording pada pita untuk
cassette deck adalah 4 track, 2 channel stereo.
Dalam hal ini PB dan Rec head mempunyai inti
(core) head yang terpisah untuk setiap
channelnya. (L dan R signal stereo)
Wow dan Flutter
Variasi variasi kecil atau ketidak teraturan suara dapat terjadi pada tape deck bila pita tidak berjalan pada
kecepatan yang konstan ketika melewati head pada waktu Rec maupun PB. Ada 2 jenis variasi kecepatan
pita yaitu disebut Wow dan Flutter.
Flutter merupakan variasi varasi yang lebih cepat (jangka pendek), Wow merupakan variasi jangka panjang
(ketidak teraturan yang lebih lambat). Saat ini tape deck mempunyai Wow dan flutter kurang dari 0,1 %.
Makin kecil % W/F nya makin baik dan ini menunjukkan bahwa mekanik tape transport deck ybs berkualitas.
W/F kurang dari 0,1% tidak dapat didengar telinga manusia.
Pita yang lengket atau keriting juga dapat menimbulkan wow dan flutter.

Standard Wow menurut JIS (Japan Industrial Standard)


Telinga manusia dapat mendengar Wow disekitar frekuensi 10 Hz sehingga Wow biasa diukur pada
besaran frekuensi tsb.
RMS = Root mean square, dalam pengukuran Wow menunjukkan pengukuran yang diambil tanpa
mempertimbangkan karakteristik pendengaran manusia.
WRMS = Weighted RMS, menunjukkan pengukuran yang diambil dengan melewatkan signal pada
rangkaian filter yang mempunyai karakteristik sama dengan pendengaran manusia.
Pada catalog, spesifikasi W/F kebanyakkan ditulis dalam WRMS.

Tape Speed deviation / fluctuation


Kecepatan pita cassette distandardkan pada 4,78 (4,8) cm/detik
(single speed).

Tape speed deviation, merupakan hasil pengukuran dimana pita test


diisi rekaman pada standard frekuensi tertentu mempunyai deviasi
terhadap standard kecepatan pada saat playback.
Dinyatakan dalam %, misal 0,1% (4,8 cm/detik). Makin kecil
angkanya makin baik.

Tape speed fluctuation, menyatakan jumlah maksimum perubahan kecepatan pita selama playback.
Misal 0,05% (4,8 cm/detik), makin kecil angkanya makin baik
Jenis jenis pita cassette dan karakteristiknya.
Pita cassette dapat dibagi menjadi beberapa kategori sehubungan dengan material magnetik yang digunakan
dimana masing masing mempunyai keunggulan dan kekurangannya.
Pita normal (Fe2O3).
Merupakan pita standard yang tersedia dalam banyak jenis dan banyak dipakai karena harganya murah.
Kepekaannyanya sangat baik untuk frekuensi menengah dan rendah.

Pita Chromium dioxide (CrO2) dan cobalt (Co + Fe2O3)


Kepekaan pada frekuensi tinggi sangat baik demikian pula response frekuensinya. Bidang dinamikanya
juga sangat lebar, maka dari itu dimungkinkan untuk merekam dengan response frekuensi dan S/N ratio
yang baik. Pita ini harus digunakan pada tape deck yang mempunyai selektor untuk pita CrO2.

Pita Ferrichrome (Fe-Cr)


Mempunyai 2 lapisan magnetik, lapisan magnetik yang atas untuk merekam frekuensi tinggi dan lapisan
yang bawah untuk merekam frekuensi rendah dan menengah. Pita ini harus digunakan pada tape deck
yang mempunyai selektor untuk pita Fe-Cr / CrO2.

Pita Metal
Lapisan material magnetiknya terdiri dari iron murni (Fe) sehingga output level maksimum pita ini sangat
tinggi diseluruh cakupan frekuensi. Response frekuensi dan bidang dinamika pada frekuensi tinggi sangat
baik. Pita ini harus digunakan pada tape deck yang mempunyai selektor untuk pita metal, jika tidak maka
karakteristik yang unggul dari pita ini tidak mungkin didapatkan.

Pita metal lebih unggul daripada jenis pita yang lain karena memakai non oxidified pure metallic iron alloy
sebagai partikel magnetik pada pitanya. Maximum ouput level nya (MOL) 2 ~ 3 dB lebih tinggi pada
frekuensi menengah / rendah dan 5 ~ 8 dB lebih tinggi pada frekuensi tinggi jika dibandingkan dengan pita
normal. Pita metal lebih cocok untuk rekaman dimana puncak (peak) yang tinggi sering muncul pada signal
suara seperti pada ‘’Live music ‘’
Tape selector / Auto tape selector
Telah dijelaskan diatas bahwa ada 4 jenis pita cassette yaitu Normal, Fe-Cr, CrO2 dan Metal. Agar setiap
jenis pita tsb dapat memberikan unjuk kerja terbaiknya maka tape deck harus dilengkapi dengan Rec.bias
dan equalization (Rec & PB) yang cocok dengan karakteristik elektromagnetik dari masing masing pita tsb.
Bias dan equalisasi yang tidak sesuai dapat merusak frekuensi response, level output dan menimbulkan
distorsi. Dewasa ini cassette deck telah dilengkapi dengan tape selektor mekanis sehingga pengguna dapat
memilih bias dan Equalisasi yang sesuai untuk jenis pita yang dipakai.
Untuk menghindari kesalahan dan memudahkan
proses pemilihan tsb maka beberapa jenis cassette
deck dilengkapi dengan ‘’Auto tape selector’’.
Jadi hanya dengan memasukkan pita cassette ke
compartment (tempat dudukan) nya maka Deck
secara otomatis akan memilihnya. Hal tsb dapat
terlaksana karena bagian belakang rumah cassette
diberi lubang lubang ‘’tape identification’’ (yang di
standardkan) untuk pita CrO2 dan Metal yang terletak
diantara tab ‘’erasure protection’’. (C dan C = tab untuk
C
mencegah terhapusnya rekaman secara tidak sengaja
C
yang berfungsi bila dipatahkan).
Seperti pada gambar, ada 2 posisi lubang A dan B. Kombinasi dari keduanya akan menentukan apakah
Deck akan di ‘’switch’’ ke posisi Metal atau CrO2. Apabila tidak terdapat lubang A dan B tsb maka deck
beroperasi untuk pita Normal. Jadi dengan melihat posisi lubang lubang tsb maka dapat diketahui jenis
pitanya apakah Normal, CrO2 atau Metal (Fe-Cr jarang dipakai).

Lubang
A B Pada bagian compartment tape deck ada tuas tuas yang
Jenis pita
akan mendeteksi ada tidaknya lubang lubang tsb.
Metal O O Tuas tuas tsb bersentuhan dengan bagian belakang rumah
CrO2 O X cassette ybs dan akan menggerakkan ‘’switch’’yang
mengatur Bias dan equalizer Rec / playback.
Normal X X
Jika memakai pita dengan posisi tape selektor yang salah, misalnya merekam dengan pita normal pada
posisi selektor CrO2 maka berakibat pada kurangnya response frekuensi tinggi.
Sebaliknya merekam pada pita CrO2 pada posisi selektor normal akan menaikkan frekuensi tinggi secara
berlebih. Bila pita Metal direkam pada posisi CrO2, hasil penghapusan pada rekaman sebelumnya tidak
sempurna dan bisa jadi ikut muncul bersama rekaman yang baru. Frekuensi tinggi juga akan dinaikkan.
Namun demikian tidak ada problem jika PB pita metal dengan posisi selektor pada CrO2.

Frequency response
Merupakan satu hal yang paling banyak dipakai sebagai tolok ukur kualitas unjuk kerja suatu cassette deck.
Frekuensi response menunjukkan suatu cakupan frekuensi dari rendah hingga tinggi yang dapat di
reproduksi oleh cassette deck tanpa adanya penurunan level (tingkatan / nilai) yang berarti. Frekuensi
response tentu juga tergantung pada jenis pitanya.
Contoh : untuk sebuah cassette deck
Pita normal : 30 ~ 14.000Hz ( 3 dB)
Pita CrO2 / Fe-Cr : 30 ~ 16.000 Hz ( 3 dB)
Pita Metal : 30 ~ 17.000 Hz ( 3 dB). Pita Metal memberikan unjuk kerja yang unggul.
3 dB adalah toleransi untuk frekuensi response khususnya untuk cassette deck kelas menengah keatas.

Frekuensi response juga berubah tergantung pada level recording dimana pita direkam, Frekuensi response
yang tinggi terbatasi bila merekam pada level yang tinggi maka dari itu spesifikasi cassette deck dinyatakan
untuk Recording level -20dB.
Signal to Noise ratio (S/N ratio)
Cassette deck dan jenis pita magnetik merupakan faktor faktor dalam menentukan S/N ratio.
S menyatakan level signal output dari deck ybs, N menyatakan level noise tambahan pada signal aslinya.
Jadi S/N ratio merupakan suatu pengukuran dari proporsi signal yang dikehendaki terhadap noise yang
tidak dikehendaki pada output suatu deck.
Kebanyakan noise disebabkan oleh desis pita yang merupakan hasil pembacaan pita oleh head. Desis
pita merupakan ‘’dosa asal’’ di semua pita yang digunakan.
Noise juga dibangkitkan oleh deck itu sendiri tetapi pada tape deck dengan kualitas tinggi, jumlah noise
yang dibangkitkan jauh lebih rendah dari desis pita. Jadi sebenarnya S/N ratio lebih banyak ditentukan
oleh pita ybs. Tape Deck kelas Hi-Fi selalu dilengkapi dengan sistim penekan desis dan yang umum
dipakai adalah Dolby NR. Contoh : Dolby NR In = 66 dB (>5kHz) makin tinggi angkanya makin baik.
Dolby NR out = 56 dB
Pada catalog, spesifikasi dinyatakan dengan posisi Dolby In dan Out.
S/N ratio akan berbeda tergantung pada jenis pita yang dipakai, pada umumnya pabrik menyatakan S/N
ratio memakai pita CrO2.

Input dan output (Impedance dan sensitivity)

Input impedance adalah impedansi dari sumber signalnya.


Output impedance adalah beban yang dibebankan terhadap suara sumber signal.
Aturan umum pada teknik audio adalah mendapatkan impedansi sumber yang rendah (misalnya tape
deck) yang diumpankan ke impedansi beban yang tinggi (misalnya amplifier)
Keuntungannya adalah tidak adanya kerugian frekuensi tinggi pada sambungan tsb, kabel dapat dibuat
panjang dan hubungan kabel tidak terpengaruh oleh noise elektrik yang di induksikan oleh peralatan
listrik didekatnya.

Sensitivity, merupakan besarnya signal input yang dibutuhkan oleh tape deck untuk mendapatkan
output 0 dB.
Tape deck mempunyai 2 input yaitu 1 untuk Microphone dan 1 untuk Line.
Contoh, Mic : sensitivity 0,25 mV, input impedance 10k . Mic impedance 400 ~ 10 K .
Line : sensitivity 60 mV, input impedance 40~98 k .
Mic input sensitivity dan impedance bermacam macam tergantung pada pabrik pembuat dan komponen
komponennya. Umumnya sensitivity adalah 0,25 mV (-72dB) dan cakupan impedansi antara 400 ~ 20 K .
Perbedaan perbedaan ini tidak berpengaruh terhadap Mic dengan impedansi rendah.

Line In input adalah terminal input dimana output dari komponen yang lain (CD player, tape deck ke 2,
receiver, amplifier dsb) dihubungkan.
Dalam praktek input impedance harus diatas 40 K dan input sensitivity harus diantara 50 ~100 mV.
Sensitivity dan impedansi ditentukan berdasarkan standard JIS (Japan Industrial Standard) atau EIAJ
(Electronic Industry Association of Japan)
Contoh cassette deck,
Line output level : 700mV, imp 2,5 K atau kurang, load impedance 22 K atau lebih.
Headphone output : 125mV, load impedance (impedansi beban) 8 ~ 125

Line Out output


Line out adalah terminal output pada mana input input dari komponen yang lain (receiver, amplifier dsb)
dihubungkan.

Baik ouput level dan load impedance (dari amplifier)


bermacam macam tergantung pabrik pembuatnya, tetapi
pada umumnya level output berkisar antara 0,3V ~ 1,3 V
dan load impedance berkisar antara 22 ~ 47 K .
Output impedance biasanya kurang dari 10 K .
Selector MIC / LINE
Pada cassette deck umumnya telah dilengkapi dengan jack MIC
untuk ‘’Live recording’’ dan input ‘’Line’’ untuk recording dari tuner,
rec output dari amplifier dsb.
Untuk itu disediakan Selektor input untuk memilih diantara kedua
sumber input tsb untuk mencegah kedua sumber tsb tercampur
sehingga menimbulkan masalah pada rangkaian elektroniknya
dan juga menambah noise. Pada model tertentu selektor tsb
dibuat otomatis sehingga bila jack input dihubungkan dengan MIC
maka input ke ‘’Line’’ akan terputus dengan sendirinya

Connector DIN dan Pin-Plug Terminal penghubung antara cassette deck dengan amplifier ada 2 jenis
yang berbeda yaitu DIN dan Pin-Plug.

DIN connector dipakai untuk menghubungkan deck dan amplifier, antara


jack Rec dan PB hanya memakai 1 kabel sehingga lebih sederhana.

Pin-plug connector dipakai untuk hubungan antara LINE OUT pada deck
dan jack PB pada amplifier dan juga antara LINE IN pada deck dan REC
OUT pada amplifier dengan memakai kabel kabel stereo. 1 kabel stereo
untuk setiap channel dan harus dipastikan bahwa kabel L dan R
dihubungkan pada terminal yang sesuai / benar.

DIN connector sangat praktis dan sederhana tetapi signal input dan output keduanya memakai kabel
yang sama jadi kita tidak dapat memonitor selama proses rekam. DIN connector juga tidak dapat dipakai
untuk menghubungkan satu deck dengan deck lainnya karena input akan dihubungkan ke input dan
output ke output.
Bias untuk recording
Pada saat melakukan recording maka pada signal suara yang direkam pada pita ditambahkan suatu arus
panjar (bias) karena jika tidak maka hasil rekamannya akan cacat (distorsi).
Untuk hasil terbaik dipakai AC bias agar mutu suaranya super dengan S/N ratio yang tinggi.

Contoh : AC bias pada tape deck 85 kHz, artinya


menggunakan bias jenis AC (arus bolak balik) dengan
frekuensi 85 kHz. Makin tinggi frekuensinya maka distorsinya
semakin rendah.
Bila frekuensi bias tsb terlalu rendah reproduksi suaranya akan
terdistorsi, maka dari itu frekuensi bias harus sedikitnya 5 x
lebih tinggi dari frekuensi audio yang dapat didengar. Akan
tetapi jika terlalu tinggi maka head recording akan saturasi
(jenuh) dan menjadi panas. Normalnya frekuensi bias yang
dipakai antara 50 kHz ~ 200 kHz.

Standard recording Level (SRL)


SRL adalah level input yang memberikan penunjukkan meter pada 0 VU (volume unit). Pada level ini
kepadatan Flux magnetik dari signal yang direkam pada pita magnetik di standardkan sebagai berikut :
Cassette deck DIN : 250 nWb/m, EIAJ : 160 nWb/m. (nano Weber)
Channel separation
Merupakan kebocoran signal diantara channel kiri dan kanan (saling mengganggu), dinyatakan dalam dB.
Pemisahan channel ini sangat mempengaruhi lokalisasi suara suara karena jarak antara channel kiri dan
kanan pada ‘’Gap’’ head sudah tertentu (fixed) maka makin baik material headnya akan makin baik pula
pemisahan channel nya.
Contoh : channel separation 50 dB, makin besar angkanya makin baik.

Recording Mute
Merupakan suatu rangkaian yang dirancang untuk mematikan (cut out) signal suara pada waktu recording.
Rec Mute berbeda dari ‘’Pause’’ yang jika ditekan akan menghentikan mekanik transport = menghentikan
jalannya pita. Pada ‘’Rec Mute’’ jika di aktifkan maka pita tetap berjalan, jadi hanya memblokir signal
suara sehingga tidak terekam pada pita.
Rec Mute dipakai jika kita akan memblokir siaran
iklan atau bagian bagian yang tidak diinginkan dari
suatu pemancar radio selama recording. Rec Mute
juga berguna untuk menciptakan daerah kosong yang
diperlukan antara lagu satu dengan lagu lainnya.
Hal ini berguna untuk tape deck yang dilengkapi
dengan fungsi ‘’automatic music selector’’ (memilih
lagu secara otomatis) karena kerja sensornya
berdasarkan ruang kosong (blank) antar lagu tsb.
Equalization
Selama recording maupun Playback, suatu kompensasi
harus dibuat untuk jenis jenis pita yang berbeda dan juga
karena macam macam kerugian akibat kontak pita dan
head yang buruk dan juga kerugian pada headnya sendiri.
Hal tsb dilakukan oleh suatu rangkaian Equalizer yang
dipasang pada Rec dan PB amplifier pada tape deck.
Time constant (konstanta waktu) yang dipakai juga
berbeda beda tegantung jenis pita yang dipakai, tujuan
akhirnya adalah untuk mendapatkan response frekuensi
yang datar (Flat)

Noise Reduction (NR) system


Noise atau gangguan suara dari pita cassette adalah suara desis
yang kadang terdengar pada bagian yang kosong antara lagu yang
satu dengan yang lain selama Playback atau bagian musik yang
tenang. Hal tsb tentu sangat mengganggu keaslian suaranya.
Untuk itu pakar pakar audio menciptakan suatu ‘’noise reduction’’
system seperti Dolby NR, dbx dsb.
Prinsip kerjanya adalah menaikkan level suara yang tenang selama recording lalu hasil rekaman yang
bermuatan noise tsb diturunkan kembali ke level semula sehingga noise ikut ditekan
Dolby B dab C NR system bekerja utamanya di daerah frekuensi tinggi dimana noise atau desis sangat
terdengar. dbx system memakai cara penekanan (compress) diseluruh bidang signal selama REC dan
dikembalikan (expand) ke level semula selama Playback.
Bidang dinamika (dynamic range) cassette deck dibatasi oleh kejenuhan pita dibagian atas dan level
noise dibagian bawah. Biasanya antara 50 ~ 70 dB saja jadi jauh dibawah bidang dinamika ‘’Live music’’.
Untuk meningkatkan bidang dinamika tsb produsen produsen pita mengembangkan formula partikel
magnetik dengan saturasi tinggi sementara cassette deck menggunakan rangkaian yang rendah noise.
Bidang dinamika pita cassette sangat terbatas karena lebar ‘’track’’ yang sempit dan kecepatan pita yang
rendah.
Seperti telah disinggung diatas beberapa perusahaan telah mengembangkan NR system yang baru untuk
mencapai bidang dinamika dan noise reduction yang memadai, namun masing masing mempunyai
kelebihan dan kekurangannya. NR system tsb juga tidak ‘’compatible’’ (cocok) satu dengan yang lain.

Prinsip kerja Dolby B dan C


a. Level signal yang rendah pada frekuensi tinggi dinaikkan 10 dB sebelum direkam.
b. Signal tersebut lalu direkam pada pita.
c. Pada waktu Playback, outputnya mengandung ‘’noise’’
d. Level signal kemudian diturunkan 10 dB sejumlah yang dinaikkan sebelum direkam sehingga signal kembali
ke keadaan semula (aslinya). Pada saat yang bersamaan ‘’hiss noise’’ juga akan diturunkan 10 dB (3x).
Dengan demikian maka noise dapat ditekan sehingga S/N rationya akan naik.

Dolby C mempunyai prinsip kerja yang hampir sama dengan Dolby B tetapi lebih unggul karena juga
menekan noise didaerah frekuensi rendah. Selain itu juga mempunyai rangkaian ‘’anti saturation’’ sehingga
tidak dipengaruhi oleh level signal. Dolby C menekan noise hingga 20 dB (10x)
Dolby HX (headroom extension)
Bekerja bersama dengan Dolby B untuk meningkatkan linearitas frekuensi tinggi pada waktu recording
dimana ‘’bias dan pre emphasis (rec equalizer)’’ dikurangi ketika banyak frekuensi tinggi yang hadir
sehingga ‘’headroom (ruang)’’ untuk frekuensi tinggi bertambah 10 dB (diatas 10 kHz). Dolby HX juga
menjaga unjuk kerja yang optimal dengan memperhatikan pada distorsi frekuensi menengah dan rendah,
drop out dan modulasi noise.
Pada cassette deck disediakan switch selector Noise reduction (NR) sehingga dapat dipilih sesuai
kebutuhan apakah Dolby B, Dolby C atau dbx. Jika cassette deck hanya dilengkapi dengan Dolby B NR
saja maka rekaman dengan Dolby C NR tetap dapat dipakai / tidak ada perbedaan yang besar pada
reproduksi musik.

Hal hal yang perlu diperhatikan bila memainkan pita cassette dengan rekaman Dolby NR.
a. Selama Playback pastikan Switch Dolby NR pada posisi ‘’IN’’. Karena Dolby NR menaikkan frekuensi
tinggi pada saat Rec. Maka pada saat PB frekuensi tinggi tsb harus dikembalikan ke level (tingkatan)
semula yang normal agar noise pita ikut ditekan.
b. Bila pita dengan rekaman Dolby di playback dengan posisi switch Dolby NR ‘’OUT’’ maka frekuensi
tinggi (treble) seakan-akan dinaikkan (lebih nyata) akan tetapi noise nya pun akan terdengar nyata.
c. Bila pita tidak direkam dengan Dolby (OUT) lalu di playback pada posisi switch Dolby NR ‘’IN’’ maka
reproduksi suaranya akan teredam khususnya pada frekuensi tinggi sehingga terdengar tidak alami.
Dalam hal ini maka Switch Dolby NR juga harus pada posisi ‘’OUT’’
dbx System NR ini dikembangkan oleh perusahaan dbx di Amerika.
Prinsip kerjanya, pada waktu recording semua level signal input
ditekan (encode / compression) ½ nya sehingga level signal
yang tinggi tidak menyebabkan ‘’tape saturation’’
Pada saat playback signal yang telah direkam dalam kondisi di
‘’encode’’ tsb dikembalikan ke level semula (decode /
expansion) 2 x nya.

dbx mempunyai bidang dinamika yang tinggi hingga 110 dB


dengan S/N ratio 92 dB, sehingga suara terkeras dan terlemah
dapat di reproduksi nyaris tanpa noise. dbx menekan noise
hingga 30 dB (30x) diseluruh spektrum frekuensi.

Kekurangannya, jika cassette deck tidak mempunyai fasilitas /


fungsi selector NR dbx maka bila rekaman dbx di playback pada
posisi NR OUT atau Dolby B/C suara akan terdengar terengah-
engah (breathing) yang sangat nyata.
Mekanik dan Electronic tape counter
Kegunaan utama dari tape counter adalah untuk membantu menemukan suatu
bagian tertentu (posisi) pada pita selama Recording atau Playback.
Kebanyakan tape counter mekanik mempunyai tampilan 3 digit yang diputar
oleh ‘’take up reel table’’ dengan perantaraan sebuah ‘’belt’’
Cassette deck dengan fungsi ‘’memory play’’ dan ‘’memory rewind’’ operasinya
pasti berhubungan dengan tape counter tsb.
Pada electronic tape counter menggunakan teknologi electronic microprocessor sehingga memungkinkan
untuk operasi ‘’multi mode memory’’.
Seperti halnya counter mekanik, electronic counter juga bekerja berdasarkan signal yang di deteksi dari
putaran reel table dengan perantaraan komponen elektronik (sensor) yang disebut dengan ‘’Hall IC’’ lalu di
proses oleh microprocessor.
Contoh Multi Mode Memory
Memory repeat.
a. Mengulang play dari permulaan pita ke posisi
counter
000.
b. Mengulang play dari 000 ke akhir pita.
c. Mengulang play dari permulaan hingga akhir pita

Memory Play.
a. Dari posisi rewind ke play pada 000.
b. Dari posisi Fast forward (FF) ke play pada 000.

Memory Stop
a. Stop pada 000 selama Play.
b. Stop pada 000 selama FF.
c. Stop pada 000 selama Rewind

Jenis jenis meter pada cassette deck


1. VU (volume unit) meter.
Dirancang untuk menunjukkan level (tingkatan) suara yang dapat didengar telinga manusia. VU meter
utamanya dipakai pada tape recorder kelas atas.
Skala meternya mulai dari -20dB hingga +3dB VU dimana dari
0 hingga 3 dB VU ditahapkan dalam warna merah.
Level suara pada -20dB adalah 1/100 dari 0 VU dan level pada
+3dB adalah 2 x 0 VU.
Sedangkan untuk ‘’response time’’ (tenggat waktu) ketika signal
mencapai 0 VU memerlukan waktu 0,3 detik (300 mili detik)
hingga jarum penunjuk mencapai 0 dB VU, waktu yang sama
juga berlaku bila input kembali ke 0, jarum kembali ke posisi 0.
2. Level Meter
Level meter sebenarnya adalah ampere meter biasa atau bentuk sederhana
dari VU meter, jadi hanya menunjukkan level signalnya saja dan gerakan
jarum penunjuknya tidak benar benar sesuai dengan level suara yang dapat
didengar manusia. Seperti VU meter, skala level meter juga dari -20dB
hingga +3dB.

3. Peak Meter

Baik VU maupun Level meter menunjukkan level rata rata dari suatu signal musik, maka Peak meter
menunjukkan nilai Peak (puncak) nya. Jadi Peak meter dapat menunjukkan nilai Peak dari level suara tinggi
yang terjadi sesaat dan tiba tiba. Hal ini sangat penting untuk cassette deck. Response time juga cepat yaitu
10 mili detik.

Sistim meter yang digunakan pada tape deck model lama menggunakan jenis jarum penunjuk mekanik tetapi
sekarang menggunakan meter digital electronik.
Meter digital menggunakan elemen display (tampilan) yang berupa FL (Fluorescent Lamp), LED (Light
Emiting Diode) atau LCD (Liquid Crystal Display)
FL meter ada juga yang dilengkapi dengan fungsi ‘’Peak Hold’’.
Meter meter elektronik mempunyai waktu response yang sangat cepat sehingga cocok sebagai ‘’Peak
meter’’, disamping itu juga lebih tahan lama dan mudah dibaca.
Pengaturan level penting untuk merekam musik tetapi
kenyataannya selama recording bagian bagian musik
yang keras menyebabkan meter bergerak dengan
sangat cepat dan tidak teratur. Hal ini menyebabkan
kita seringkali gagal untuk melihat nilai Peak nya.
Dengan fungsi ‘’Peak hold’’ maka nilai peak nya dapat
dipegang (di memory sesaat selama 3 detik) sehingga
dapat dibaca dengan mudah.

FL meter mempunyai keunggulan sebagai berikut


- Waktu response yang sangat cepat yaitu 3 mili detik sehingga sesuai untuk penunjukkan ‘’Peak’’.
- Mudah dibaca
- Penunujukkan meter sangat akurat 0,1dB pada 0dB VU dan 0,5dB pada posisi yang lain pada meter.
- Tidak ada komponen mekanik yang dapat aus atau rusak sehingga umurnya bisa mencapai 100.000 jam.
- Penunjukkan meter untuk R dan L disusun secara paralel agar mudah dan cepat untuk dibandingkan.
- Penunjukkan meter menyala (berpendar) sehingga mudah dibaca pada ruang yang terang atau gelap.

Soft Touch dan Feather touch pada tombol kontrol tape deck.

Ada 3 jenis tombol kontrol pada cassette deck.


a. Jenis ‘’piano key’’ yang konventional. Membutuhkan tenaga untuk
menekannya tetapi dewasa ini tombol kontrol tsb dikendalikan oleh motor
atau secara elektronik sehingga lebih nyaman dan mudah digunakan.
b. Jenis ‘’Soft touch’’. biasanya dipakai pada cassette deck kelas menengah
yang memakai 1 motor dan memanfaatkan tenaga motor tsb untuk
keperluan tape transport yang dikehendaki apakah untuk Play, Rewind, Fast
forward, Stop dan Recording.
c. Jenis ‘’feather touch’’. Merupakan tombol elektronik yang memerlukan hanya
sedikit tekanan atau sentuhan untuk mengoperasikannya. Menggunakan
microprocessor untuk logic control yang mengkoordinasikan mode switching
untuk mekanik tape transport dengan memakai ‘’plunger solenoid’’ dan motor
reel.
Membuat rekaman yang baik.
Penting untuk diperhatikan bahwa level signal suara harus cukup tinggi
agar noise tidak terdengar atau tertutupi. Akan tetapi bila level recording
terlalu tinggi akan menyebabkan distorsi dan frekuensi response menjadi
tidak datar (flat). Untuk itu kita harus mengatur level recording setinggi
mungkin untuk menutup noise tetapi jangan sampai terdistorsi yaitu
penunjukkan FL meter peak nya pada +5dB (jika dibaca dengan VU meter
baru sekitar 0dB).

Juga jangan mengubah-ubah level recording setelah didapat satu posisi yang sesuai karena akan
mengakibatkan hasil rekaman yang tidak stabil. Aktifkan fungsi Noise reduction seperti Dolby B atau C.
Recording level yang optimal juga tergantung dari jenis pita yang dipakai, pita Metal dapat merekam hingga
level +6dB pada Peak meter.

Contoh spesifikasi cassette deck Hi-Fi

Model A Model B Model C


4 track 2 channel stereo 4 track 2 channel stereo 4 track 2 channel stereo
a. Track system
recording and playback recording and playback recording and playback
b. Tape speed 4,8 cm/s (1-7/8 ips) 4,8 cm/s 4,8 cm/s
0,045% (WRMS), ±0,14% 0,022% (WRMS), ±0,038%
c. Wow and Flutter 0,05% (WRMS)
(DIN) (DIN)
Metal tape ; 20 -20.000 Hz Metal tape ; 15 -25.000 Hz
30 -18.000 Hz 20 -24.000 Hz
(DIN) (DIN)
Metal tape ; 20 -17.000 Hz CrO2 tape ; 20 -19.000 Hz CrO2 tape ; 15 -23.000 Hz
d. Frequency
CrO2 tape ; 20 -16.000 Hz 30 -18.000Hz 20 -22.000Hz
response
Normal tape ; 20 -15.000 Hz (DIN) (DIN)
Normal tape ; 20 -18.000 Hz Normal tape ; 15 -21.000 Hz
30 -16.000 Hz 20 -20.000 Hz
(DIN) (DIN)
dbx in ; 92dB dbx in ; 92dB
Dolby NR in ; 66dB
Dolby C NR in ; 75dB Dolby C NR in ; 78dB
(above 5kHz)
e. Signal to noise Dolby B NR in ; 67dB Dolby B NR in ; 70dB
Dolby NR out ; 56dB
ratio NR out ; 57dB NR out ; 60dB
Signal level = max.rec level,
Signal level = max.rec level, Signal level = max.rec level,
CrO2 tape
CrO2 tape CrO2 tape
f. Fast forward and Approx. 90 sec with C-60 Approx. 90 sec with C-60 Approx. 90 sec with C-60
rewind time cassette tape cassette tape cassette tape
Mic ; sensitivity 0,25mV, input
Mic ; sensitivity 0,25mV,
impedance 60kΩ, applicable
applicable microphone
microphone impedance 400Ω Line ; sensitivity 60mV, input
g. Inputs impedance 400Ω – 10kΩ
– 10kΩ impedance more than 47kΩ
Line ; sensitivity 60mV, input
Line ; sensitivity 60mV, input
impedance more than 47kΩ
impedance 47kΩ
Line ; output level 420mV, Line ; output level 400mV, Line ; output level 700mV,
output impedance 1,5kΩ or output impedance 1,5kΩ or output impedance 820Ω or
less, load impedance 22kΩ less. less.
h. Outputs
over. Headphone ; ouput level Headphone ; ouput level
Headphone ; ouput level 80mV, load impedance 8Ω - 125mV, load impedance 8Ω -
80mV, load impedance 8Ω 600Ω 600Ω
i. Dynamic range - 110 dB (at 1 kHz) with dbx in 110 dB (at 1 kHz) with dbx in
j. Bias frequency 80 kHz 80 kHz 105 kHz
2 motor system 2 motor system
1-electronically controlled DC
k. Motor DC servo motor (x1) Quartz locked DD motor (x1)
motor
DC motor (x1) DC motor (x1)
2 heads system 2 heads system 3 heads system
1 MX head for 1 MX head for AX combination head
l. Heads record/playback record/playback (record x1, playback x1)
1 double gap ferrite head for 1 double gap ferrite head for Double gap SX head for
erasure erasure erasure (x1)
m. Power requirements AC 220 V, 50-60Hz AC 220 V, 50-60Hz AC 220/240V, 50/60 Hz
n. Power Consumption 12 W 18 W 35W
o. Dimensions
43 cm x 12,2 cm x 20,6 cm 43 cm x 9,8 cm x 27,3 cm 43 cm x 9,8 cm x 27,3 cm
(W x H x D)
p. Weight 4 kg 5 kg 5,6 kg
BAB 4.
T U N E R (penerima radio)
Tuner menangkap gelombang radio melalui antenanya dan kita dapat
memilih frekuensi pemancar mana yang akan kita dengarkan.
Didalam Tuner frekuensi tersebut di “demodulasi” sehingga signal audio
terpisah dari gelombang pembawanya (carrier) lalu signal audio tersebut
diteruskan ke amplifier sehingga dapat didengarkan melalui speaker.

Ada 2 macam tuner


1. Tuner analog, stasiun pemancar dipilih dengan cara memutar tombol
tuning mekanis karena memakai variable capasitor mekanis.
2. Tuner digital (quartz synthesizer), stasiun pemancar dipilih dengan
menekan tombol yang secara elektronik akan memilih pemancar yang
dikehendaki (untuk model tertentu hal ini juga dapat dilakukan melalui
remote control)

Sensitivity Menyatakan kemampuan penerimaan atau seberapa lemah sebuah signal


dapat ditangkap untuk memperoleh S/N ratio yang telah ditentukan.
Dinyatakan dalam microVolt (BV) atau dBf (decibel femtowatt), makin kecil
angkanya makin baik.
Contoh: <2 BV / 300 (11.25dBf, IHF) Sangat baik
Sesitivity baik: signal lemah dapat diterima
<5 BV / 300 (19.21dBf, IHF) Baik
<10BV / 300 (25.23dBf, IHF) Biasa
Sensitivity yang baik dapat menerima signal signal yang lemah.
Sesitivity buruk: hanya signal kuat yang diterima
Senstivity yang buruk hanya dapat menerima signal yang kuat saja.
Channel Selectivity
Merupakan kemampuan untuk memisahkan 1 signal pemancar yang diinginkan
dari signal signal yang bersebelahan.
Dinyatakan dalam dB dan makin besar angkanya makin baik selectivitynya.
Dengan demikian maka gangguan gangguan dari channel channel yang
bersebelahan dapat dicegah.
Selectivity yang baik; Stasiun A dan C tidak
mengganggu stasiun B

Selectivity merupakan spesifikasi yang sangat penting karena seberapa baik


kualitas suaranya akan tak berguna bila ada gangguan atau tercampur dengan
stasiun stasiun pemancar yang bersebelahan sehingga saling mengganggu
satu sama lain.

Meskipun selectivity merupakan hal yang mutlak namun jika melewati batas Selectivity yang buruk; Stasiun A dan C mengganggu
stasiun B

tertentu justru akan menurunkan kualitas suaranya.


Pada tuner AM (amplitude modulasi seperti MW, SW) bagian suara tingginya akan terpotong.
Pada tuner FM (frequency modulasi) akan banyak terjadi distorsi dan tidak terjadi pemisahan stereo antara
kiri dan kanan.
Untuk itu maka standar channel selectivity yang baik tidak dibawah 20 dB untuk tuner AM dan tidak
dibawah 35 dB untuk tuner FM.
Stereo Separation
Merupakan kemampuan tuner untuk memisahkan dengan konsisten
signal kiri dan kanan dari siaran stereo yang dipancarkan oleh
stasiun FM.
Dinyatakan dalam dB, makin besar angkanya makin baik karena
pemisahan suara kiri dan kanan semakin baik pula.
Bila pemisahannya buruk maka suara stereo tidak terasa.
Bila pemisahannya baik maka suara stereo terasa kuat dan nyata.
Standar stereo separation: 1 kHZ ………………. Lebih dari 30 dB
10 kHz …………….... Lebih dari 20 dB
Capture ratio
Merupakan kemampuan suatu tuner FM bila menerima banyak
gelombang siaran pada frequency yang sama, hanya dapat menerima
gelombang yang terkuat saja dan menolak gelombang yang lemah.

Dinyatakan dalam dB dan makin kecil angkanya makin baik.


Bila angka pada spesifikasi < dari 1.5 dB maka hal tsb tidak akan ada
masalah.
Bila capture rationya buruk maka bila ada 2 pemancar dengan frekuensi yang sama diterima secara
bersamaan, suatu fenomena mencuit akan terjadi dan penerimaan tidak dimungkinkan.
Karakteristik gelombang FM seperti sinar. Bila ada bangunan besar / tinggi atau gunung disekitar antenna
penerima, gelombang tsb dipantulkan dan mencapai antenna sedikit terlambat dari pada gelombang yang
diterima langsung (tidak dipantulkan).
Kejadian seperti ini disebut ‘’multipath waves” karena frekuensinya sama tentunya akan mengganggu
gelombang yang diterima langsung tsb.
Tuner dengan capture ratio yang baik dapat mengatasi masalah ini.

AM Suppression Gelombang FM dari pemancar mengalami banyak gangguan antara


lain oleh AM (amplitude modulation) yang disebabkan oleh petir,
lampu TL, proses pengapian pada mobil / motor, pantulan gedung
Gelombang yang
bersih
petir
tinggi / gelombang multipath
Stasiun
Gelombang yang
terganggu AM
Jadi AM Suppression merupakan kemampuan suatu tuner FM untuk
pemancar

multipath
menghilangkan gangguan gangguan tsb dan menjaga agar signal
aslinya tetap bersih.
Dinyatakan dalam dB dan makin besar angkanya maka makin kecil
pengaruh gangguannya.
Jika > 40 dB maka hal ini baik sekali / tidak ada masalah.
Melalui filter limiter gelombang Tuner FM menerima gel.
menjadi bersih kembali AM dengan gangguan beat

AM suppression memakai rangkaian “limiter” (pembatas) yang akan


meniadakan gangguan gangguan tsb
Interference rejection

Bila sebuah tuner menerima suatu gelombang tertentu dari pemancar bisa
jadi juga menerima gangguan gangguan dari gelombang gelombang lain
selain gelombang aslinya.
Interference rejection merupakan kemampuan tuner yang hanya meloloskan
gelombang yang dikehendaki saja dan menolak gangguan gangguan tsb.

Gangguan gangguan yang ditolak tersebut antara lain:


1. Gangguan gambar (image rejection), frekuensi sebesar 21.4 MHz (2 x Frekuensi menengah pemancar
FM atau FM IF sebesar 10.7MHz) merupakan frekuensi gambar yang mengganggu
2. Gangguan IF (intermediate frequency) yang merupakan gangguan dari harmonic atas dan bawah
frekuensi 10.7 MHz terhadap signal yang dikehendaki. Jika IF rejection ini lemah maka akan ada
gangguan silang dari frekuensi frekuensi tsb yang menyebabkan distorsi dan beat (mencuit)
3. Gangguan “spurious response rejection”, terjadi bila perbedaan antara harmonic tinggi atau rendah dari
frekuensi yang diterima dan harmonic tinggi dan rendah dari frekuensi local oscillator adalah 10.7 MHz.

Standar Interference rejection yang baik, makin besar angkanya makin baik unjuk kerjanya.
Image rejection > 80 dB, sangat baik
Image rejection > 40 dB, biasa saja
IF rejection > 70 dB, baik
Spurious response rejection > 70 dB, baik
Antena dan kabelnya
Ada 2 jenis kabel antenna
1. Kabel feeder, harganya murah dan mudah digunakan tetapi tidak
mempunyai perlindungan terhadap interferensi dan noise.
2. Kabel coaxial, lebih baik karena mempunyai konduktor dibagian dalam yang
dikelilingi (dibungkus) dengan pelindung kawat tembaga anyaman dibagian
luarnya sehingga lebih tahan terhadap gangguan dari luar.
75 coaxial 300 feeder

Kebanyakan antenna dirancang untuk hubungan langsung ke kabel feeder 300 , sedangkan kabel coaxial
mempunyai impedansi 75 , jadi diperlukan suatu “matching transformer” untuk menyesuaikan hubungan
antenna tsb. Dewasa ini sebagian besar antenna telah dirancang untuk langsung dihubungkan dengan
kabel coaxial 75 .
Kabel antenna tsb pada Tuner juga harus disambungkan pada terminal 75 .

Antenna FM dan pemakaiannya

Ada berbagai jenis antenna FM, yang jelas antenna antenna tsb
dirancang untuk disesuaikan dengan kebutuhan.
Pada dasarnya makin jauh lokasi tuner dari pemancarnya maka
jumlah elemen antena juga harus bertambah banyak.
Jika kekuatan signalnya rendah maka distorsi dan noise bertambah.

Memakai antena dengan jumlah elemen yang lebih banyak akan menambah penguatan dan “directivity”
untuk mengurangi distorsi dan noise sehingga didapatkan penerimaan stereo yang stabil dan jernih.

Jika tinggal di kota dengan banyak gedung tinggi maka akan terjadi gangguan “multipath”.
Dalam hal ini diperlukan antenna yang dirancang khusus dan mempunyai “directivity” yang baik tetapi
mempunyai penguatan lebih rendah dari antenna dengan banyak elemen.
Tuner dengan Quartz synthesizer
Dewasa ini tuner kelas “High End” menggunakan sistim penalaan “Quartz synthesizer Tuning”
Sistim ini memakai Quartz crystal oscillator sebagai basis untuk ketepatan sintesis dan frekuensi yang
diperlukan untuk menerima pemancar yang diinginkan.
Hal ini akan mencegah terjadinya problem bergesernya atau salah
penalaan.
1. Quartz synthesizer Tuner tidak mempunyai tombol tuning mekanik
(tombol putar), skala gelombang, jarum penunjuk frekuensi gelombang
dan meter kekuatan signal ybs..
Penalaan semuanya dilakukan secara elektronik yang di control dengan
mudah melalui tombol sentuh.

Frekuensi pemancar yang diterima ditampilkan pada display digital dan indicator LED yang menyala
bila telah diterima dengan tepat. Pemancar yang disukai dapat di “memory” pada micro computer
(preset) sehingga setiap kali dibutuhkan dapat dipilih kembali hanya dengan menekan tombol sekali
sentuh.

2. Quartz synthesizer tuner memiliki penerimaan yang akurat. Pada tuner konventional, penalaan
dilakukan dengan memutar tuning capasitor, karena penalaan dengan cara ini sangat variabel dan di
kontrol secara manual (dengan tangan) maka selalu ada penalaan yang meleset (mis tuning) yang
menyebabkan distorsi dan hilangnya pemisahan stereo. Hal ini juga dapat terjadi bila ada perubahan
temperatur. Dengan tuner jenis ini maka ketepatan penalaan dapat diperoleh (seperti jam yang
menggunakan Quartz).
Penerimaan akan di kunci pada frekuensi Quartz sehingga tidak ada lagi kesalahan penalaan selama
frekuensi pemancar tidak berubah.

3. Disain yang pipih dan kompak.


Dengan menggunakan Quartz synthesizer dan LSI (large scale integrated circuit) maka tidak ada
lagi tuning mekanik yang makan tempat sehingga tuner tampak ramping .
Contoh spesifikasi tuner
Model A (Quartz) Model B (Quartz) Model C (Manual)
FM tuner section
a. Frequency range 87.5 ~ 108.0 MHz 87.9 ~ 107.9 MHz (200kHz step) 88 ~ 108.0 MHz
87.5 ~ 108.0 MHz (50 kHz step)

b. Sensitivity
S/N 30 dB 2.0BV (300 ) 2.0BV (300 ) 1BV (75 )
1.3BV (75 ) 1 BV (75 )
S/N 26 dB 1.8BV (300 ) 1.8BV (300 ) 0.9BV (75 )
1.2BV (75 ) 0.9 BV (75 )
S/N 20 dB 1.6 BV (300 ) 1.6 BV (300 ) 0.8BV (75 )
0.9BV (75 ) 0.8 BV (75 )
IHF usable sensitivity 1.9BV (IHF 58) 24.5BV (75 ) 2BV (75 )
IHF S /N 46 dB stereo 20BV (75 )
quieting sensitivity
c. Total harmonic distortion
MONO 0.08 % 0.1 % 0.15 %
STEREO 0.15 % 0.15 % 0.3 %
d. S/N MONO 68 dB (77 dB, IHF) 70 dB (78 dB, IHF) 70 dB (78 dB, IHF)
STEREO 65 dB (72 dB, IHF) 65 dB (72 dB, IHF) 65 dB (72 dB, IHF)
e. Frequency response 20 Hz ~ 15 KHz, 20 Hz ~ 15 KHz, 20 Hz ~ 15 KHz,
+0.5dB, -1.5dB +0.5dB, -1.5dB +0.5dB, -1.5dB
f. Alternate channel
75 dB 60 dB 65 dB
selectivity
g. Capture ratio 1.0 dB 1.0 dB 1.0 dB
h. Image rejection at 98 MHz 65 dB 55 dB 40 dB
i. IF Rejection at 98 MHz 85 dB 80 dB 70 dB
j. Spirious response rejection
90 dB 80 dB 70 dB
at 98 MHZ
k. AM Suppression 52 dB 55 dB 50 dB
l. Stereo separation 1 KHz 45 dB 50 dB 40 dB
10 KHz 35 dB 40 dB 30 dB
m. Carrier leak 19 KHz -30dB (-40dB, IHF) -30dB (-40dB, IHF) -30dB (-40dB, IHF)
38 KHz -50dB (-40dB, IHF) -45dB (-50dB, IHF) -45dB (-50dB, IHF)
n. Channel balance
250Hz ~ 6300Hz +/- 1.0dB +/- 1.0dB +/- 1.5dB
o. Limiting point 1.2 BV 1.9 BV 1.2 BV
p. Bandwidth 180 kHz 180 kHz 180 kHz
IF amplifier 1000 kHz 1000 kHz 1000 kHz
FM demodulator
300 (balanced) 300 (balanced) 75 (unbalanced)
q. Antenna terminals
75 (unbalanced) 75 (unbalanced)
AM Tuner section
MW 522 ~ 1611 kHz
522 ~ 1611 kHz ( 9 kHz step)
r. Frequency range 522 ~ 1611 kHz SW1 2.3 ~ 7MHz (130 ~42.9m)
530 ~ 1620 kHz (10 kHz step)
SW2 7 ~ 22MHz (42.9 ~13.6m)
MW 20BV, 300 BV/m
s. Sensitivity S/N 20dB 30BV, 250 BV/m 30BV, 250 BV/m SW1 10BV, 350 BV/m
SW2 10BV
MW 30 dB
t. Selectivity (+/- 9kHz) 30 dB 55 dB SW1 27 dB
SW2 27 dB
u. Image rejection at 50 dB 45 dB MW 40 dB
1000kHz 40 dB 40 dB SW1 20 dB (at 4 MHz)
IF rejection at 1000kHz SW2 10 dB (at 15 MHZ)
--
v. General
Output voltage 0.3V (0.6V, IHF) 0.3V (0.6V, IHF) 0.3V (0.6V, IHF)
Power consumption 12W 8W 6W
AC 110/120/220/240V, AC 110/120/220/240V, 50/60Hz AC 110/120/220/240V, 50/60Hz
Power supply
50/60Hz
Dimensions (WxHxD)mm 297 x 49 x 244 297 x 49 x 232 430 x 53 x 246
Weight 2.8 kg 2.8 kg 2.4 kg
BAB 5.
Graphic Equalizer Suatu Graphic equalizer membagi “spectrum audio” dalam
Band–band yang sempit dimana masing masing band tsb
dapat diperkuat atau diperlemah amplitudonya (volume nya).
Biasanya graphic equalizer dihubungkan secara “Loop”
(lingkaran tertutup) ke amplifier. Signal suara dari amplifier
yang sudah di “equalisasi” dikirim kembali ke amplifier ybs.

Contoh: suatu graphic equalizer membagi spectrum


(spektrum / bidang) audio dalam 7 band dengan frequency
tengah pada 63Hz, 160Hz, 400Hz, 1kHz, 2.5kHz, 6.3kHz dan
16kHz. Setiap band tsb dapat diperkuat atau diperlemah
hingga 12dB.

Catatan: tone control hanya memperkuat atau memperlemah


hingga 10dB saja. Jadi kalau ada Equalizer dengan
penguatan / perlemahan +/- 10 dB tidak dapat digolongkan
dalam graphic equalizer.

Disebut Graphic equalizer karena posisi slider (tombol penggeser) memberikan gambaran dari kurva
penyamaan yang dihasilkan oleh Equalizer ybs.
Misal : slider frekuensi tinggi diatas maka nada nada tinggi (treble) akan ditingkatkan.
Dahulu graphic equalizer digunakan oleh para professional di studio audio tetapi kini dapat dipakai di
rumah tangga biasa.
Graphic equalizer sesuai namanya sebetulnya digunakan untuk membuat response di semua frekuensi
pada level yang sama (equal). Jadi level frekuensi yang lemah dikuatkan, level frekuensi yang kuat
dilemahkan sehingga didapat response yang datar (equal)
Aplikasi Graphic Equalizer

Berhubungan dengan karakteristik ruang pada bangunan atau mobil, juga


bentuk, ukuran dari perabot dalam ruang dapat memberikan pengaruh suara
yang “hidup” atau “mati” atau “boomy” atau suara suara lainnya. Graphic
equalizer dapat dipakai untuk mengkompensasikan karakteristik akustik
seperti diatas dan juga dapat memperbaiki response speaker yang kurang
baik.

Graphic equalizer juga dapat digunakan untuk mendapatkan suara yang


lebih memuaskan misalnya suara bass yang lebih besar, treble yang lebih
nyata dsb sesuai dengan selera pemakai.

Jumlah Band (pembagian cakupan frekuensi) pada graphic equalizer.


Graphic equalizer dapat mempunyai dari 4 hingga 33 band, makin banyak jumlah band nya makin rinci
pengontrolannya. Juga akan lebih baik bila mempunyai control yang terpisah untuk saluran kiri dan kanan
karena kemungkinan tiap saluran membutuhkan pengaturan equalisasi yang berbeda.
Dewasa ini equalizer ada yang diatur dengan control tombol sentuh (touch control) sebagai pengganti
tombol geser (sliding control)

Display (layar tampilan)


Beberapa model graphic equalizer dilengkapi dengan Spectrum
Analyzer yang menampilkan level signal (banyaknya energi) dari
setiap band. Spectrum analyzer berguna untuk membantu kita
mengkompensasikan akustik ruang bila dilengkapi dengan input
microphone dan generator “pink noise”. Pink noise digunakan untuk
“revealing” (menggambarkan) karakteristik suara (frequency
response) dari suatu sistim stereo dengan ruangan dimana sistim
stereo tsb ditempatkan.
Penguatan / pelemahan yang variable
Kebanyakan equalizer dibuat untuk menguatkan (boost) atau melemahkan (attenuate) setiap band nya
hingga +/- 12dB, tetapi beberapa model dapat dipindah pengaturannya menjadi +/- 3dB saja supaya lebih
rinci kontrolnya. Jadi tombol pengatur yang sama dapat dipakai untuk +/- 3 dB atau +/-12dB.

Catatan: Bila menaikkan frekuensi tinggi terlalu banyak maka ada kemungkinan akan membebani tweeter
secara berlebihan sehingga dapat merusaknya (membakar). Juga dalam penggunaannya jangan
menaikkan beberapa slider yang berdampingan terlalu banyak. Jadi lebih efektif bila menaikkan 1 slider
dan menurunkan slider slider dikedua sisinya terutama bila ingin memperbesar suatu bunyi khusus seperti
Bass / Drum
Tombol (switch) reverse

Dipakai untuk membalik (reverse) kurva frequency yang sudah diatur


sebelumnya sehingga puncak puncaknya menjadi di bawah (di dasar)
Hal ini memudahkan bila kita mengatur equalisasi yang khusus ketika
merekam untuk tujuan tertentu misalnya stereo mobil, bila kita ingin
membatalkan equalisasi tsb karena mendengarkan musik ybs dirumah
maka cukup menekan tombol reverse tsb.

Range frequency (lingkup


frekuensi) untuk suara dan
alat musik
Contoh contoh pengaturan graphic Equalizer

Contoh pengaturan seperti pada gambar disamping hanya merupakan


saran, pengaturan dapat disesuaikan dengan selera masing masing
pendengar.

Dengan menggunakan equalizer maka performa sistim audio akan


meningkat dan memungkinkan pemakai dapat mengembangkan
kreatifitasnya sendiri.
Disamping ekualisasi respon frekuensi, kita juga dapat memanfaatkan
equalizer sebagai alat kreatif seperti halnya produsen rekaman dan
ahli ahli audio memakai equalizer untuk men “tailor” (mengatur
sesuai permintaan) suara yang dikendaki.

Contoh: kita dapat menambahkan nuansa


1. Fullness dengan menguatkan frekuensi 250 Hz
2. Presence (kehadiran penyanyi) dengan menguatkan frekuensi 4kHz
3. Crispness dengan menguatkan frekuensi 2 kHz
4. Brilliance dengan menguatkan frekuensi 8 kHz keatas.

Kualitas suara yang Tinny (seperti kaleng), nasal (sengau) atau boomy
(suara letupan) dapat dihilangkan dengan melemahkan Band band
frekuensi yang berkaitan. Jadi dalam hal ini equalizer dapat
memberikan estetika dan pengaturan yang kreatif sehingga dapat
meningkatkan performance suaranya.
Dengan mengetahui sifat sifat yang khas dari masing masing kelompok frekuensi pada gambar diatas
maka kita dapat mengatur Equalizer sesuai kebutuhan atau selera kita masing masing.
Frekuensi dibawah 20 Hz (subsonic) dan diatas 20 kHz (ultrasonic) tidak dapat didengar oleh telinga
manusia, jadi suatu perangkat atau peralatan audio yang dapat mengolah suara dari 20 Hz hingga 20
kHz sudah memenuhi syarat karena sesuai dengan kemampuan dengar manusia.
Contoh spesifikasi teknik Graphic Equalizer

Model 12 band Model 7 band


a. Maximum output voltage 8V (1 kHz, THD 0.01%) 7V (1 kHz, THD 0.01%)
b. Total harmonic distortion 0.005% (20Hz~20kHz)/ 0.003% (1kHz) 0.005% (20Hz~20kHz)/ 0.003% (1kHz)
c. S/N 100 dB (110dB, IHF A) 100 dB (110dB, IHF A)
d. Frequency response 5 Hz ~ 100 kHz, -1dB 5 Hz ~ 100 kHz, -3dB
e. Rated output voltage 1V 1V
f. Input sensitivity 1V 1V
g. Maximum input voltage 8 V (1 kHz) 7 V (1 kHz)
h. Input impedance 47 kilohms 33 kilohms
i. Gain 0 1 dB 0 1 dB
j. Channel balance, 250Hz ~ 6300Hz
k. Channel separation, 1 kHz 70 dB 60 dB
+3dB ~ -3dB, +12dB ~ -12dB +12dB ~ -12dB
l. Band level controls
12 elements continuously variable 7 elements continuously variable
16Hz, 31.5Hz, 63Hz, 125Hz, 250Hz, 63Hz, 160Hz, 400Hz, 1 kHz, 2,5kHz,
m. Center frequencies 500Hz, 1 kHz, 2kHz, 4kHz, 8kHz, 16kHz, 6,3kHz, 16kHz
32kHz
n. General
Power consumption 19W 7W
Power supply AC 110/120/220/240 V, 50 / 60 Hz AC 110/120/220/240 V, 50 / 60 Hz
Dimensions (W x H x D) mm 430 x 53 x 235 430 x 75 x 192
Weight 2.6 kg 1.85 kg
BAB 6.
Speaker system
Hubungan yang paling akhir dari suatu rangkaian audio adalah sistim speaker. Speaker mempunyai peran
untuk mengubah signal suara yang telah diperkuat pada amplifier menjadi gelombang suara yang dapat
didengar. Itulah sebabnya sistim speaker memberi pengaruh yang besar sekali pada kualitas suara.

Output amplifier dihubungkan dengan Voice coil (kumparan suara) yang berhubungan
dengan membran (diaphragm) pada speaker tsb.
Bila arus listrik (signal suara) melalui voice coil maka timbullah suatu medan magnet yang
mendorong voice coil tsb untuk bergerak didalam medan magnet yang berasal dari magnet
tetap pada speaker tsb, maka akan terjadi 2 medan magnet yang akan saling tarik / tolak
sehingga membran speaker bergerak maju mundur (bergetar).
Gerakan membran speaker (getaran udara) ini merupakan suara yang dapat kita dengar.

Jika getaran udara tsb mempunyai tekanan > 0,0002 Bbar maka akan dapat didengar
oleh telinga manusia.
Normalnya saluran kiri dari signal stereo direproduksi lewat sistim speaker disebelah
kiri demikian juga saluran kanan direproduksi lewat sistim speaker disebelah kanan.
Bila sumber suaranya “mono” maka kedua speaker tsb mereproduksi suara yang
persis sama.
Struktur Sistim Speaker
Bila sistim speaker menggunakan speaker tunggal untuk
menangani seluruh spektrum (bidang / lingkup) suara maka
disebut sistim “1 way”.
Sistim “2 way” membagi spektrum audio menjadi frekuensi
rendah dan tinggi dan masing masing memakai speaker
terpisah (sendiri sendiri).
Sistim “3 way” memakai speaker terpisah untuk frekuensi
frekuensi rendah (Bass), menengah (midrange) dan tinggi
(treble).
Didalam praktek juga dijumpai sistim 4 Way, 5 Way dsb.
Istilah “way” pada 2 way atau 3 way menyatakan bagaimana range (lingkup) frekuensi audio dipilah pilah
jadi bukan banyaknya speaker yang dipakai.

Untuk speaker itu sendiri juga mempunyai istilah seperti “woofer” untuk Bass, “midrange” atau “squawker”
untuk frekuensi menengah dan “tweeter” untuk Treble.
Sistim speaker merupakan gabungan dari cabinet, dividing network (biasa disebut cross over) dan
speaker. Sistim stereo memakai sepasang (dua) sistim speaker.

Macam macam unit speaker

Jenis Flat
Sesuai untuk audio digital, mempunyai diaphragm yang datar untuk mengatasi “cavity
effect” yang selalu timbul pada speaker jenis “Cone”
Jenis Cone
Merupakan speaker konvensional dimana diaphragma nya berbentuk “cone” (kerucut).
Cone dan Dome speaker hampir sama tetapi cone speaker memakai kertas cone untuk
diaphragma nya sedangkan dome speaker memakai bahan metal atau synthetic resin
film
Jenis Dome
Banyak digunakan untuk tweeter karena karakteristik dispersi suaranya sesuai.
Diaphragma nya langsung memancarkan suara. Kurang effisien bila dibanding Horn
speaker tetapi suaranya lembut dengan dispersi yang sangat baik.
Jenis Horn
Memakai horn (biasanya dari bahan logam) yang dipasang pada speaker yang kecil.
Berbentuk pipa dengan ujung akhir yang terbuka seperti megaphone. Susunan ini
membuat effisiensi tinggi dalam hal mereproduksi suara yang jelas dan bertenaga.
Banyak dipakai untuk Tweeter dan Midrange.
Jenis Ribbon
Diaphragma nya memakai pita metal yang sangat tipis. Dipakai untuk Tweeter dan
Super tweeter.
Flat diaphragm speaker
Speaker jenis “Cone” telah digunakan puluhan tahun lamanya namun untuk digital audio yang berkembang
pesat dewasa ini kurang memenuhi syarat karena adanya beberapa kelemahan.

Pada speaker jenis “cone” gelombang suara dari setiap bagian


diaphragm akan mencapai telinga kita dalam waktu yang berbeda
beda. Hal ini disebut “cavity effect” atau efek rongga yang
menyebabkan “Peaks dan Dips” (puncak dan lembah) pada
respon frekuensi. Keaslian suaranya sudah tentu akan terganggu.

Untuk itu diciptakan Flat Diaphragm speaker yang sesuai untuk


mereproduksi audio digital karena dapat memberikan respon
frekuensi yang datar dan lebih luas, distorsi yang rendah serta
respon dengan phasa yang linear

Nodal Drive (daya dorong simpul)


Bila suatu material bergetar, beberapa bagian sepertinya tetap diam ditempat, bagian ini disebut “node”.
Hal ini terjadi pada speaker dengan “center drive” atau daya dorong dari pusat / tengah.

Kejadian tsb menimbulkan resonansi resonansi yang tidak perlu dan


akan mengganggu keaslian suaranya.
Dengan Nodal drive resonansi dapat dicegah sekaligus memperluas
lingkup frekuensinya. Pada sistim Nodal drive diaphragm digerakkan
pada “natural node nya”.
Speaker menghasilkan suara dengan bergeraknya diaphragm dengan
voice coil. Makin tanggap gerakan diaphragm mengikuti gerakan voice
coil maka distorsinya semakin rendah.
Hal tsb dapat dicapai bila bahan diaphragm nya ringan dan kokoh
(rigid). Maka dipakai bahan berbentuk sarang lebah madu (honey
comb)..
Diaphragm speaker honeycomb terdiri dari piringan honeycomb yang tipis
yang diletakkan diantara lembaran kertas atau aluminium.
Bahan diaphragm sangat kokoh dan tidak mempunyai rongga dibagian
depannya sehingga response frekuensinya datar dalam batas terendah
dan tertinggi suara yang dapat didengar menusia.
Juga mempunyai sifat penyebaran suara yang baik dan menghasilkan
suara seperti aslinya.

Jadi kesimpulannya “Flat diaphragm” speaker dengan susunan honeycomb memenuhi 3 syarat sebagai
speaker “Hifi” yaitu, * Flat diaphragm >>> respon frekuensi yang halus dan datar.
* Nodal drive >>> bidang respon frekuensi lebih lebar.
* Honey comb >>> distorsi rendah.
Jenis jenis cabinet speaker
1. Jenis Closed
Cabinetnya tertutup rapat / kedap udara, disebut juga “acoustic suspension” atau
“air suspension”

2. Jenis Bass reflex


Mempunyai lubang pada cabinetnya sehingga akan menaikkan respon Bass.

3. Jenis Passive radiator


Memakai semacam Speaker tetapi tanpa “voice coil”, mirip dengan Bass reflex
cara ini juga menaikkan respon Bass
4. Jenis Horn
Ada beberapa jenis cabinet jaitu front loaded, back loaded dan
kombinasi. Dengan menggunakan jenis cabinet ini maka effisiensi
speaker akan sangat meningkat sehingga sesuai untuk keperluan
panggung atau lapangan / ruang yang luas
Karena kabinetnya cukup besar maka akan memerlukan tempat yang
lebar.
Speaker harus selalu dipasang pada sebuah cabinet / kotak karena bila hanya speaker saja maka suara
dari belakang speaker akan mengganggu bahkan meniadakan suara yang datang dari depan speaker.
Hal ini disebabkan karena suara dari belakang dan depan tsb mempunyai phasa yang berlawanan.

Pada kotak acoustic suspension, speaker dipasang dibagian depan dan kotaknya sendiri sangat rapat
karena tidak ada lubang bagi udara untuk masuk dan keluar. Jadi pada disain ini udara dalam kotak
digerakkan oleh bagian belakang diaphragm speaker.

Pada disain “Bass Reflex’ mempunyai lubang pada kotak yang disebut Bass reflex port / duct berfungsi
untuk menyalurkan gelombang suara dari belakang speaker ke depan sedemikian rupa sehingga phasanya
sesuai dan tidak saling meniadakan. Bass reflex terasa pengaruhnya hanya pada “woofer” sehingga
response Bass akan naik.

Jadi pada dasarnya “acoustic suspension” cenderung bersuara “tight” dan “controlled” sedangkan “Bass
reflex” bersuara lebih kaya dan terbuka khususnya pada frekuensi rendah (bass) sehingga effisiensinya
lebih baik. Namun demikian semua pilihan tergantung dari selera masing masing pendengar.

Impedansi speaker
Secara umum impedansi merupakan jumlah dari tahanan (resistansi
dan reaktansi) terhadap aliran arus bolak balik. Signal suara
termasuk musik merupakan arus bolak balik (AC).
Nilai impedansi dari sistim speaker menunjukkan kesesuaian secara
elektrik dari 2 macam perangkat stereo (speaker dan amplifier).
Satuannya dinyatakan dalam Ohm ( ) dan umumnya sekitar 8 .

Reaktansi adalah tahanan yang ada pada capasitor atau kumparan (coil).
Pada capasitor, makin tinggi frekuensinya maka arus listrik makin mudah mengalir. Bila aliran listrik mudah
mengalir dikatakan sebagai “Low impedance”
Pada kumparan, makin tinggi frekuensinya maka arus listrik makin sulit mengalir. Bila aliran listrik sulit
mengalir dikatakan sebagai “High impedance”.
Impedansi beban speaker terhadap amplifier mempunyai batas terendah, artinya tidak bisa asal sambung
speaker. Pada umumnya batas terendah dari impedansi beban adalah 4 artinya hanya speaker dengan
impedansi 4 yang dapat dihubungkan ke amplifier untuk setiap channelnya.
Catatan : bila 2 buah speaker dengan impedansi 4 dihubungkan secara parallel maka total impedansinya
menjadi 2 , hal ini berbahaya bagi amplifier karena menjadi “Overload” (seperti dihubung singkat) dan akan
merusak amplifier ybs.
Berikut contoh penyambungan speaker yang salah dan benar

= Speaker impedance

Impedansi speaker harus cocok dengan impedansi amplifiernya.

Crossover frequency

Bila signal musik dari frekuensi tinggi hingga rendah dikirim oleh amplifier ke
multi speaker (2 way, 3 way dst) maka signal tsb dibagi menjadi band band
frekuensi untuk menggerakkan speaker yang bersangkutan.
Titik dimana frekuensi tsb dibagi menjadi band band disebut “Cross over” dan
frekuensinya disebut “cross over frequency”
Band frekuensi rendah diteruskan ke Woofer, band frekuensi menengah
diteruskan ke midrange dan band frekuensi tinggi diteruskan ke tweeter.
Speaker yang dibuat secara khusus (woofer, midrange, tweeter) dibutuhkan untuk mengurangi distorsi karena
masing masing speaker menangani bidang frekuensi tertentu, disamping itu respon frekuensinya akan
menjadi datar (flat) dan lebar (wide)

Pada sistim 2 way, suara direproduksi dengan speaker khusus untuk frekuensi tinggi (tweeter) dan frekuensi
rendah (woofer). Untuk 3 way ditambah dengan speaker khusus frekuensi menengah (midrange). Jadi sistim
2 way mempunyai 1 crossover frequency dan 3 way mempunyai 2 crossover frequency.
Rangkaian / alat untuk memisahkan frekuensi tsb disebut “dividing network” tetapi agak salah kaprah karena
orang biasa menyebutnya “crossover”
Music Input Power
Menyatakan output amplifier maksimum sesaat (momentary) yang dapat diumpankan ke speaker tanpa
merusaknya dan juga suara harus terdengar normal (tidak rusak).
Dinyatakan dalam W (watt), makin besar angkanya maka makin besar tenaga listrik yang dapat
diumpankan secara aman ke speaker ybs.

Ada beberapa cara untuk menyatakan input speaker


1. Music input power.
Angka pada music input power mengartikan sebuah speaker tidak akan rusak bila power tsb
diumpankan sesaat (momentarily).
2. Rated input power (DIN)
Angka pada rated input power mengartikan sistim speaker akan aman meskipun suatu power
diumpankan secara kontinyu.

Perbandingan daya input

DIN (RMS) Deutsche Industrie Normen Music


1 2
Untuk jangka waktu yang sangat pendek yaitu 1/10 detik, reproduksi dimungkinkan pada 2X music input
power dan 4X rated input power.
Maka dari itu lebih baik bila suatu amplifier mempunyai tenaga extra untuk mengirim signal yang besar ke
speaker tanpa clipping (suara yang cacat terpotong) sehingga reproduksi suara menjadi lebih jelas.
Jadi lebih aman bila nilai amplifier output lebih besar dari nilai speaker input.
Angka standar, contoh bila speaker dengan rated (tingkatan) pada 50 watt music input power akan aman
bila dihubungkan ke amplifier dengan output 80 ~ 100 Watt

Output sound Pressure level (SPL)


Signal listrik yang datang dari amplifier dirobah menjadi suara oleh
speaker dan efisiensi dalam hal merubah signal listrik tsb menjadi
suara disebut dengan “Output Sound Pressure Level”

Dinyatakan dalam dB/W pada jarak 1 meter dari depan speaker


ybs.
Makin besar angkanya makin efisien speakernya, jadi dengan input
speaker yang sama suara yang dihasilkan lebih besar.
Dengan jumlah BBM yang sama dapat
menempuh jarak yang lebih jauh
( = SPL / watt lebih tinggi)
Bila power dinaikkan 2x maka SPL bertambah 3 dB
Bila jarak dikalikan 2 maka SPL berkurang 6 dB (Watt konstan)

Contoh:

1W 94dB 88dB 82dB 76dB 70dB


1m 2m 4m 8m 16 m

2W 97dB 91dB 85dB 79dB 73dB


1m 2m 4m 8m 16 m
Angka output sound Pressure level yang besar akan lebih baik karena bila kita mendengar musik
amplifier output dan efisiensi speaker (output SPL) berhubungan satu sama lain.
Bila level output SPL tinggi maka suara yang cukup kuat dapat diperoleh meskipun output amplifier
relatif kecil.
Selama tambahan input tidak menyebabkan distorsi pada speaker maka praktis tidak ada hubungan
dengan” input Power rating”.

Catatan: bila output SPL 3 dB lebih rendah maka menggandakan 2x output amplifier akan diperlukan.

Angka standar untuk output SPL yang baik = angka terendah yang dapat digunakan adalah > 85dB.

Efisiensi speaker
Efisiensi rendah
Menggambarkan seberapa efisien suatu speaker dalam mengubah Efisiensi rendah

daya / power dari amplifier menjadi suara yang dapat didengar.


Efisiensi tinggi Efisiensi tinggi
Efisiensi yang lebih tinggi artinya kita mendapat volume yang lebih
besar dari tingkat (level) output amplifier yang sama . Hal ini juga
menyebabkan bidang dinamika yang lebih lebar.
Efisiensi speaker dinyatakan dalam dB/Wm (decibel untuk SPL
pada power 1 Watt dengan jarak 1 meter dari speaker) seperti
telah dijelaskan diatas. Makin tinggi angkanya makin baik.
Jadi dalam hal ini belum tentu efisiensi cabinet speaker yang lebih
besar akan lebih baik dari cabinet speaker yang lebih kecil.
Penampilan tidak menjamin efisiensinya.
Penempatan sistim speaker.
Penempatan yang ideal adalah speaker kiri, speaker kanan dan posisi
mendengarkan membentuk segitiga sama sisi.
Dilihat dari posisi mendengarkan, kedua speaker tsb membentuk sudut 600
(sudut ideal) namun sudut 450 ~ 700 masih dapat diterima.
Penting bagi posisi (tempat) mendengarkan mempunyai jarak yang sama
terhadap kedua speaker karena dengan cara itu stereo balance adalah yang
terbaik. Tetapi control balance pada unit amplifier juga dapat
mengkompensasikan kondisi tsb utamanya bila posisi mendengarkan tidak
ditengah tengah.
Control balance pada amplifier juga digunakan bila kedua speaker tsb tidak pada jarak yang sama dari
dinding dinding disampingnya atau dinding belakang atau jika satu dinding lebih banyak memberikan
pantulan suara dibanding yang lain.
Response dari sebuah speaker khususnya Bass yang rendah akan
sangat berbeda beda tergantung dimana speaker tsb diletakkan.
Response Bass akan terdengar tidak alami bila speaker diletakkan
pada sudut ruang (gbr 4).
Untuk speaker kecil jenis “book shelf” (rak buku), penempatan seperti
gbr 2 dan 3 cukup baik untuk mengkompensasikan response Bass.

Lantai yang keras memantulkan suara yang dipancarkan dari speaker,


untuk mencegahnya perlu dipasang karpet pada lantai atau
meninggikan tempat speaker tsb. Dinding yang berhadapan dengan
speaker juga harus dilengkapi dengan material yang menyerap suara
(kedap suara), jika tidak maka akan terbangkit “standing wave”
Standing wave merupakan suatu kondisi yang terjadi pada ruang
dengan dinding dinding paralel dimana gelombang gelombang suara
bergerak pada arah yang berlawanan sehingga saling mengganggu
dan hal ini menimbulkan sensasi bertambah atau berkurangnya volume
oleh frekuensi.
Pada ruangan dengan Akustik yang mati (dead end), speaker harus ditempatkan didepan dinding yang
keras dan memantulkan suara.
Pada ruangan dengan akustik yang hidup (live end), lantai harus ditutup karpet dan dinding dinding harus
dilapisi material yang cukup dapat menyerap suara seperti kain tirai (gordijn) dan perabot / furniture
sehingga dapat mencegah terjadinya “standing wave” dan frekuensi response yang datar dapat diperoleh.

Pada umumnya Tweeter tweeter harus setinggi telinga orang yang mendengarkan jika ybs duduk pada
posisi (tempat) mendengarkan.
Jika tidak menggunakan jenis speaker “floor standing” maka speaker speaker box harus ditempatkan
diatas dudukan speaker (speaker stand) atau batu beton yang berat. Jangan meletakkan speaker box
pada dudukan yang rapuh atau berongga (cekung) karena dapat merambatkan vibrasi atau resonansi.
Kotak atau cabinet kosong tidak cocok untuk dudukan speaker box

Speaker box disarankan untuk tidak ditempatkan pada sudut sudut ruang kecuali memang dirancang untuk
keperluan tsb. Hal ini akan menimbulkan suara Bass yang bergema (booming). Hal yang sama juga terjadi
bila memakai semacam rak yang ditempel pada dinding.
Untuk itu harus selalu ada jarak antara speaker box dengan dinding terdekatnya.

Aturan normalnya speaker box diletakkan secara tegak lurus tetapi bila tidak cukup ruang maka speaker
box dapat diletakkan pada posisi tidur (horizontal) tetapi tempatkan sedemikian rupa sehingga posisi
tweeter untuk speaker box kiri dan kanan ada disisi terluar / terjauh dan woofer nya ada di posisi dalam jika
dilihat dari posisi orang mendengarkan.
Tweeter tweeter sengaja diposisikan terluar karena dengan melebarkan jaraknya akan memberi dampak
yang besar pada bayangan stereo yang dihasilkan sehingga suara keseluruhan akan jauh lebih lebar.
Kondisi ruang dengar.
Reproduksi suara stereo yang baik ditentukan pertama oleh komponen
sistim stereonya lalu kondisi ruangnya karena sangat mempengaruhi kualitas
suara yang dihasilkan.
Ruang dengar yang besar akan meningkatkan response Bass. Plafon yang
tinggi akan menunjang hal tsb akan tetapi ruang dengar dengan ketinggian
yang umum dirumah bukan merupakan halangan untuk mendapatkan hasil
yang memuaskan.

Ruang dengan dinding dan lantai beton namun tidak ada perabot didalamnya akan memberikan terlalu
banyak gema atau pantulan suara, ruang semacam ini disebut “Live room”.
Sebaliknya ruang dengan dinding kayu dan ada perabot didalamnya (kursi, lemari dll) serta karpet tebal
akan meredam dan menyerap terlalu banyak suara, ruang semacam ini disebut “dead room”
Jadi yang dibutuhkan adalah “live room” dengan jumlah gema / pantulan yang tepat sehingga didapat
suara yang alami dari frekuensi rendah hingga tinggi.

Level control pada speaker


Gunanya untuk melemahkan power yang disupply ke Tweeter dan midrange
sehingga response frekuensinya dapat diatur.
Pabrik melakukan pengujian dan penyetelan speaker untuk response yang
flat (datar) dalam ruang kedap suara (unechoic chamber) tetapi pemakaian
pada ruang dengar yang normal frekuensi response yang datar tsb akan
banyak berubah. Jadi untuk mendapatkan response yang datar pada ruang
dengar normal perlu untuk menguatkan atau melemahkan response
frekuensi menengah (midrange) dan frekuensi tinggi (tweeter). Kontrol tsb
juga dapat dipakai untuk menyesuaikan selera pendengarnya.

Kontrol Tone pada amplifier menghasilkan penguatan / pelemahan yang halus pada kurva disekitar frekuensi
tengahnya sedangkan Kontrol level pada speaker menghasilkan penguatan / pelemahan pada seluruh bidang
frekuensi yang di supply ke tweeter / midrange. Jadi pengaruh kedua macam kontrol tsb berbeda.
Kabel Speaker
Kabel speaker sebaiknya sependek mungkin antara power amplifier dan sistim speakernya, jadi panjang
kabel sesuai kebutuhan saja. Kabel yang besar juga lebih baik karena ketebalan dan panjangnya akan
mempengaruhi “impedansi” dan “damping factor” dari amplifier ybs.
Kabel untuk speaker kanan dan kiri sebaiknya sama panjang tetapi sedikit perbedaan tidak terasa
pengaruhnya.
Pada saat menghubungkan kabel speaker ke terminal speaker pada amplifier, kawat
serabut harus dipelintir menjadi satu untuk mencegah hubungan singkat (kortsluit)
antara kabel + dan -.
Jika kabel disolder dahulu sebelum dihubungkan ke terminal akan lebih baik lagi.
Hubungan kabel harus benar untuk mencegah terjadinya kerusakan pada amplifier dan
speaker speakernya.
Tanda + dan – pada speaker tidak sama dengan DC (direct current = arus
searah seperti pada battery) karena signal suara polaritasnya berubah ubah
(AC = arus bolak balik) .
Jadi tanda + dan – tsb menentukan fasa dari gerakan speakernya (arah maju
atau mundur), speaker kanan atau kiri harus mempunyai fasa yang sama (in
phase)
Jika hubungan + dan – pada salah satu speaker terbalik dari speaker yang lain maka speaker kiri dan
kanan akan bekerja dengan fasa yang berlawanan satu sama lain sehingga reproduksi suara stereo
normal tidak terjadi. Suara terdengar sangat tidak alami karena menjadi lemah dan bayangan stereonya
tidak jelas (out of phase). Jika hal ini terjadi maka cobalah untuk membalik hubungan kabel dari amplifier
ke speakernya pada salah satu dari sistim speakernya (kiri saja atau kanan saja).

Catatan: Terminal pada speaker biasanya sudah diberi tanda + dan --, tetapi bila tanda tsb tidak jelas
maka cara untuk menentukan kutub + dan -- pada speaker tsb menggunakan battery 1,5 V dimana kutub
+ dan -- battery dihubungkan ke terminal speaker ybs. Jika cone speaker bergerak maju maka terminal +
pada speaker = Kutub + pada battery. Jika cone bergerak mundur maka hubungan battery harus dibalik
sehingga cone dapat bergerak maju.
Directional dispersion (arah penyebaran suara) pada speaker
Sebuah speaker harus mendistribusikan tenaga suara secara luas dan merata ke seluruh area dengar.
Jadi tidak hanya didepan sumbu speaker saja tetapi juga kesamping samping nya.
Directional dispersion buruk bila response frekuensi buruk pada sudut tertentu yang jauh dari bagian
depan speaker bila dibandingkan dengan response pada sumbu speaker.
Directional dispersion baik bila response frekuensi tidak berubah meskipun didiengarkan jauh dari bagian
depan speaker.
Directional dispersion berbeda beda untuk frekuensi frekuensi utamanya untuk frekuensi tinggi akan
memburuk karena mempunyai kecenderungan seperti jalannya sinar (lurus) dan melemah dengan cepat
jika menjauhi bagian depan speaker.

Gambar disamping merupakan contoh response frekuensi dari suatu sistim


speaker yang diukur dengan sebuah microphone yang diletakkan pada sudut
30 dan 60 dari sumbu speaker ybs.
Bila terdapat perbedaan yang besar antara response frekuensi pada 30 dan
60 dan 0 maka speaker mempunyai karakteristik dispersi yang buruk.
Sudut koordinat pada gambar disamping menunjukkan response disekeliling
speaker ybs.
Susunan speaker pada cabinet dan pengaruhnya

Flat baffle system


Permukaan speaker tweeter, midrange dan woofer dibuat segaris.

Sumber suara disebuah speaker terletak persis didepan “voice coil”.


Sudah menjadi sifat alam bahwa suara bass dari woofer lebih lambat
dari suara dari midrange dan suara midrange lebih lambat dari suara
nada tinggi dari tweeter. Akibatnya suara yang sampai ditelinga
pendengar tidak bersamaan waktunya sehingga fasa antara woofer,
midrange dan tweeter berbeda. Hal ini membuat suara terdengar
tidak sempurna (cacat)

Inline voice coil (center conus) system


Voice coil dari masing masing speaker dibuat segaris.
Susunan seperti ini masih mempunyai cacat tetapi lebih baik dari
pada sistim Flat baffle

Linear phase system


Masing masing speaker posisinya disusun dengan perhitungan yang
cermat sehingga membentuk jajaran yang linear sedemikian rupa
sehingga suara dari tweeter, midrange dan woofer sampai di telinga
pendengar secara bersamaan jadi tidak ada perbedaan fasa.
Jadi terlihat bahwa tweeter posisinya dibelakang midrange dan
midrange dibelakang woofer.
Contoh spesifikasi Speaker

Model A Model B Model C


a. Configuration / 3 way, 3 speaker, bass 3 way, 3 speaker, bass 4 way, 5 speaker, bass
type reflex reflex reflex
b. Speaker units
Woofer: 30cm (12”) 29cm cone type 41cm (16 1/8”)
honeycomb disc cone type
Midrange: 3 1/8 “ 10cm cone type 18cm (7 3/32”)
honeycomb disc cone type
Tweeter 1 1/8” 1,4cm horn type 6,5cm (2 ½”)
honeycomb disc cone type
Super tweeter 1,4cm (5/8”)
Dome type (x 2)
c. Impedance 8 Ω (ohms) 8 Ω (ohms) 8 Ω (ohms)
d. Input power 180W (music), 90W (DIN) 120W (music), 60W (DIN) 300W (music)
e. Output level 90dB / W (1m) 93 dB / W (1m) 99 dB / W (1m)
30Hz ~ 33 kHz (at 16dB 33Hz ~ 23kHz (-16dB) 35Hz ~ 25 kHz (at
below average level) 20dB below average
f. Frequency range
39Hz ~ 30kHz (at 10dB 43Hz ~ 20kHz (-10dB) level)
below average level)
g. Crossover
1kHz, 4kHz 3kHz, 6kHz 250Hz, 2,5kHz, 10 kHz
frequencies
h. Dimensions
38 x 67 x 32,7 cm 36.5 x 80.3 x 32.7 cm 46.4 x 72 x 31 cm
(W x H x D)
i. Weight 16,5 kg 15 kg 17,5 kg
BAB 7.
CD (compact disc) player

Perbandingan hasil signal suara dengan proses analog dan digital.


Dari semula para ahli audio berharap sambil berupaya terus untuk mendapatkan reproduksi suara
seperti aslinya, tetapi teknik audio analog belum dapat memberikan hasil yang memuaskan.
Dengan berkembangnya teknik digital maka harapan tersebut mulai dapat dicapai.

Sistim Analog

Sisitim Digital

Sistim analog menghasilkan reproduksi suara yang terganggu noise dari medium.
Yang dimaksud dengan medium disini bisa dari pita magnetic, gesekan pita dengan head (gesekan
mekanik) atau dari rangkaian electroniknya sendiri.
Sistim digital walaupun mediumnya dapat mengganggu signal digital akan tetapi karena sifat digital tidak
membaca noise dan yang dibaca adalah tinggi rendahnya signal digital maka noise medium tidak akan
mempengaruhi nya. Reproduksi suara yang dihasilkan bebas dari noise medium.

Hal diatas diwujudkan dalam bentuk Compact Disc (CD) audio.


Walaupun CD audio hanya berdiameter 12cm tetapi dapat memainkan music hingga 74 menit (satu sisi)
Music disimpan dalam bentuk signal digital, maka dari itu CD mempunyai kualitas suara yang super juga
mempunyai fitur fitur yang memudahkan pengoperasiannya. Juga mempunyai rangkaian “error correction”
untuk meningkatkan kualitas suara yang dihasilkan.
Spesifikasi dasar Compact Disc.
Frekuensi response yang datar dari 4 Hz ~ 20 KHz
Distorsi yang tidak terdengar hanya 0,003% sehingga suara yang dihasilkan bersih tanpa cacat /
gangguan.
Bidang dinamika yang lebar hingga >96dB antara suara terlemah sampai terkuat.
Signal to Noise ratio (S/N ratio) 96 dB
Wow & Flutter tidak terukur karena signalnya di kunci secara “Quartz”.
(Wow = suara yang mengalun pada frekuensi rendah. Flutter = suara yang mengalun pada frekuensi
tinggi). Makin kecil angka persen nya makin baik.
Waktu main (Playing time) = 74 menit.
Jumlah channel: stereo 2 channel. Pemisahan stereo yang sempurna karena tidak ada “Cross talk” (saling
mengganggu) antara saluran kiri dan kanan.
Kecepatan putaran disc = 200 ~ 500 rpm, CLV (constant linear velocity)
Perusahaan yang mengembangkan : Philips, Holland

Keunggulan lainnya.
Pada saat Playback maupun recording tidak ada kontak fisik antara Disc dengan “Laser Pick Up”
sehingga disc (piringan) tidak rusak.
Lapisan plastic bening melindungi data pada CD dari goresan, kotoran atau tapak jari
Ukuran diameternya hanya 12 Cm dengan ketebalan 1,2mm cukup kecil / pipih sehingga dapat
menghemat tempat.
Didalamnya CD sudah dilengkapi dengan informasi untuk “display” digital dimana info lagu, jumlah track,
waktu main tiap lagu dan total waktu tiap disc dapat ditampilkan. Juga dilengkapi dengan signal control
yang berfungsi untuk memilih lagu secara berurut atau acak dengan cepat (random access).

Cara mengeluarkan CD dari wadahnya.


Struktur CD
Signal suara yang di “encode” secara digital direkam dalam suatu seri tonjolan tonjolan (pits) yang sangat
kecil selebar 0,5Bm pada permukaan piringan CD. Pits pits tsb disusun dalam bentuk jalur mengikuti bentuk
spiral dari bagian dalam ke bagian luar lingkaran CD.
Penjelasan dibawah ini posisi CD dilihat dengan sisi label disebelah atas.
Dibawah pits pits tsb ada lapisan tipis dari bahan aluminium yang memantulkan sinar, dibawahnya lagi
dilapisi permukaan plastic yang kuat serta tembus pandang.
Pada saat playback, sinar laser di focuskan melewati lapisan permukaan CD tsb ke area pits pits lalu sinar
yang terpantul dikembalikan ke “pick up” yang akan mendeteksi jumlah sinarnya lalu menentukan apakah
yang dibaca tsb dari area pits atau area flat / kosong. Variasi jumlah pantulan sinar tsb diterjemahkan
sebagai signal digital. Informasi digital tsb akhirnya diproses dan dirubah kembali menjadi signal audio
analog.
TOC = Table of content merupakan informasi mengenai daftar isi dari CD ybs dan akan ditampilkan pada
display pada saat pertama kali CD dimainkan.
Program area / signal recording area = berisi rekaman lagu.
Sinar laser yang mengenai area flat akan dipantulkan 100% sedangkan yang mengenai area pit
dipantulkan sekitar 30%.

Perbandingan antara Compact disc, piringan hitam (LP / longplay) dan pita Cassette

Pita Cassette
CD Piringan hitam( LP)
(dengan Dolby C)
Format recording digital analog analog
Dynamic range >96 dB 70 dB 80 dB
Noise reduction Tidak ada Tidak ada Ada (sistim Dolby)
Total harmonic distortion 0,004 % 1~2% 0,8 %
20 Hz ~ 17 KHz
Frequency response 4 Hz ~ 20 KHz 30 Hz ~ 20 Khz
(dengan pita normal)
Wow & Flutter 0,00001 % 0,03 % 0,04 %
Playing time 74 menit 25 menit 2 jam (bolak balik)
Signal to noise ratio 96 dB 60 dB 78 dB
Diameter disc 12 cm 30 cm

Dari table perbandingan diatas jelas terlihat bahwa CD jauh lebih unggul dalam hal kualitas suara.
Audio input Proses merekam dan playback pada CD
Pada waktu proses merekam menggunakan sistim PCM (pulse code
modulation) yang merupakan suatu sistim dimana signal audio di
Sampling “sampling” pada nilai yang tinggi (44,1 KHz) lalu di “quantisasi” dan
akhirnya direkam sebagai “code binary” digital dalam bentuk pulsa pulsa.
Media untuk menyimpan data data tsb ada yang berupa pita magnetic,
Quantization
&
tetapi yang dibahas pada penjelasan ini menggunakan media CD.
A/D conversion

Dalam proses mengubah signal analog menjadi digital diambil suatu


Encoder
ukuran interval yang beraturan disepanjang signal analog tsb. Ukuran
tsb disebut “sampling” dan intervalnya disebut frequency. Frekuensi
tertinggi suara yang dapat didengar = 20 kHz maka untuk mendapatkan
frekuensi sampling yang tepat agar reproduksi suaranya sempurna
ditetapkan 2x frekuensi audio tertinggi yaitu pada 44,1 Khz.

Setelah signal analog di sampling, setiap amplitudonya dirubah menjadi


bilangan “binary” 16 bit (65.356 variasi) dan proses ini disebut
“Quantization” dan “A/D conversion” (konversi dari analog ke digital).

Bilangan binary tsb lalu di “encode” menjadi deretan pulsa bersama


sama dengan signal syncro, signal control dan error correction. Pulsa
pulsa tsb lalu direkam melalui media sinar laser ke piringan CD dalam
bentuk “pit”. Untuk studio rekaman, pulsa pulsa tsb dibuat menjadi
bentuk cetakan dahulu setelah itu di “copy” ke CD biasa dalam jumlah
banyak.

Dalam proses membaca CD (Playback) diperlukan suatu rangkaian


yang disebut “optical deck” dimana didalamnya terdapat pembangkit
sinar laser, optical pick up, spindle motor dan traverse mechanism.
Selian itu juga ada rangkaian servo yang mengendalikan optical deck
sehingga dapat bekerja dengan tepat dan akurat.
Pit – pit dibaca oleh OPU (optical pick up unit) dan signal digital yang diperoleh masuk ke “error correction”
yang mendeteksi dan mengkoreksi informasi yang hilang karena CD kotor, tergores dsb.
D/A conversion (konversi dari digital ke analog) mengembalikan data digital ke bentuk signal analog.

Signal analog tsb lalu dilewatkan pada “low pass filter” agar signal signal yang tidak dikehendaki selama
proses digital dapat dihilangkan.
Signal audio aslinya yang didapat lalu dapat dikirimkan ke amplifier agar dapat direproduksi melalui speaker.

Sistim control merupakan bagian yang berhubungan dengan “key input” (tombol tombol control) dari “front
panel” atau remote control dan meneruskan perintah dari key input atau remote control tsb ke bagian bagian
terkait pada CD player. Sistim control juga mengatur tampilan data CD pada layar tampilan (display) seperti
TOC dsb.

Susunan Optical Pickup System


Unjuk kerja CD player
1. Kemampuan membaca data CD dengan akurat.
Ketepatan diode sinar laser, lensa dan komponen komponen pickup lainnya akan mempengaruhi akurasi
kerjanya
Tracking servo
Demikian pula sistim servo yang mengatur operasi
Focus servo
Menjaga agar OPU selalu ada
Menjaga agar OPU selalu Pickup dan bagian bagian lain dari optical deck seperti
pada track / jalur pit yang benar.
focus pada area pit - pit
motor spindle yang memutar CD secara CLV (constant
linear velocity) dan motor traverse yang mengatur
gerakan OPU ketengah atau ke bagian pinggir CD.

Ada 4 macam sistim servo yaitu Tracking servo, Focus


Traverse servo dan CLV servo servo, Traverse servo dan Spindle (CLV) servo.
Traverse servo menggerakkan OPU ke
tengah dan ke pinggir CD. CLV mengontrol
agar kecepatan relative OPU terhadap disc
terjaga konstan.
Sistim Insulation
Sistim Insulation (peredam) melindungi OPU terhdap
goncangan dari luar sehingga proses pembacaan oleh
OPU pada CD tidak terganggu.

2. Kemampuan memperbaiki kesalahan baca (error correction)


Alasan kenapa CD mempunyai kualitas suara yang super karena data yang hilang
dapat dideteksi dan dikoreksi. Hal ini dimungkinkan karena data direkam pada pola
spesifik yang disebut CIRC (Cross Interleave Reed Solomon Code).
Error correction yang buruk menyebabkan noise (suara gangguan), skipping
(suara lompat lompat atau hilang hilang) dll
3. DAC (digital to analog conversion)
Signal CD yang dibaca oleh OPU murni data digital yang tidak dapat direproduksi secara langsung oleh
amplifier / sistim speaker. Data digital tsb harus di konversi menjadi signal audio analog dan ini merupakan
tugas dari DAC. DAC menentukan kualitas suara yang dihasilkan, DAC yang buruk menyebabkan suara yang
terdistorsi.
Cara penyambungan CD ke amplifier sama dengan Tuner.
Amplifier mempunyai beberapa terminal input seperti
Tuner, Tape playback, Phono, AUX (auxiliary) dan CD.
Jika tidak ada terminal dengan tanda CD maka dapat
disambung ke AUX.
Atur tombol selector pada amplifier sesuai input yang
dikehendaki.

Keluarga CD
Selain CD audio, dewasa ini kita juga menjumpai jenis CD yang lain yaitu :
1. VCD atau Video CD yang berisi rekaman gambar dan suara. VCD berbeda dengan CD karena
menggunakan sistim pengkompresan data.
( Dalam hal ini disebut MPEG1 = Motion Picture Expert Group).
2. CD RAM (random access memory) dapat diisi data dan dihapus kembali
3. CD ROM (read only memory) berisi data yang hanya dapat dibaca saja.
4. CDR atau CD recordable yang dapat diisi data sekali saja dan tidak dapat dihapus lagi.
5. CD RW atau CD rewrite dimana data yang sudah diisikan dapat ditambah atau dihapus kembali

CD RAM, CD ROM, CDR dan CDRW umumnya digunakan pada computer untuk keperluan menyimpan
atau membaca data. CD CD tersebut diatas tidak bisa dibaca oleh CD player untuk audio kecuali berisi
data seperti CD audio.

Walaupun berbeda fungsinya, jenis jenis CD tersebut menggunakan prinsip rekam dan playback yang
sama dengan CD audio. Perbedaan hanya pada isi datanya saja yang disesuaikan dengan keperluannya.
CD MP3
Akhir akhir ini sering dijumpai CD yang berisi rekaman lagu dalam jumlah banyak jauh diatas CD audio normal
dan biasa disebut MP3.
MP3 merupakan bentuk pengembangan dari MPEG1 atau MPEG2 Audio layer3 (khusus audio saja). MP3 di
pantenkan sebagai format “digital audio encoding” yang menggunakan suatu bentuk “data compression”
tertentu.

MP3 dirancang untuk mengurangi data (dari suatu musik / sumber suara) dalam jumlah yang sangat besar
akan tetapi reproduksi audionya masih memenuhi syarat untuk didengar dengan normal.
Jika dibanding dengan CD audio biasa maka MP3 mempunyai file 11 kali lebih kecil dari pada CD (berisi data
11 x CD biasa).
MP3 juga memakai parameter yang ada pada CD misalnya sampling frekuensi 44,1 kHz.

Kualitas audio MP3.


File pada MP3 dibuat memakai setting pada 128 Kbit/s (Kilo bit per detik) dan ini disebut dengan “bit rate”.
Bila “bit rate” terlalu rendah maka bisa timbul noise noise yang mengganggu reproduksi suara aslinya. Makin
tinggi “bit rate” nya maka hasil reproduksi suara makin mendekati aslinya.
Bit rate sebesar 128 kbit/s dianggap cukup layak dengan mempertimbangkan antara lahan CD yang dipakai
dan kualitas suara yang akan dihasilkan.
CD audio biasa mempunyai bit rate 1.411 kbit/s karena tidak memakai sistim “data compression”, jadi dari
segi kualitas suara tentu lebih unggul tetapi CD MP3 mempunyai kapasitas isi yang besar sehingga lebih
ekonomis dan praktis. Jadi dalam hal ini penggunaannya disesuaikan dengan kebutuhan masing masing.
DVD audio
CD sebagai optical media yang pupuler telah dikembangkan lebih lanjut menjadi DVD (Digital Versatile
Disc).
Keluarga DVD antara lain DVD audio, DVD Video, DVD RAM, DVD ROM, DVD R dan DVD RW
1. DVD audio: satu jenis dari disc standar DVD dimana audio dengan kualitas tinggi dapat direkam.
2. DVD-R (recordable): Satu jenis dari disc standar DVD dimana 1 x rekaman dapat dilakukan pada disc
ini.
3. DVD-RAM: satu jenis dari disc standar DVD dimana rekaman berulang hingga 100.000 x dimungkinkan
pada Disc ini.
4. DVD-ROM: satu jenis dari disc standar DVD dimana data untuk computer dapat direkam pada disc ini.
5. DVD-RW (rewrite): satu jenis dari disc standar DVD dimana rekaman berulang hingga 1000 x
dimungkinkan pada disc ini.
6. DVD video: satu jenis dari disc standar DVD dimana video dan audio dengan kualitas tinggi dapat
direkam

DVD audio dual layer (2 lapis) dapat menyimpan data setara dengan 13 CD biasa.
Jika CD audio memakai frekuensi sampling 44,1kHz maka DVD audio memakai frekuensi sampling hingga
96 kHz sehingga kualitas suaranya lebih baik dari pada CD audio.
Namun kenyataannya DVD audio kurang populer ketimbang DVD video karena DVD video menampilkan
gambar movie dan suara sekaligus.

DVD mempunyai kapasitas yang besar dengan mengemas lebih banyak data kedalam tempat yang sama
luasnya dengan sebuah CD. Hal ini dapat dicapai dengan cara sebagai berikut.
1. Track dibuat lebih rapat dan Pit juga dibuat lebih kecil dari pada CD
2. Menggunakan sistim compress data yang efisien yang disebut MPEG2 (motion picture experts group).
MPEG2 meminimalkan kebutuhan untuk menyimpan data data yang berulang dan tidak perlu.
3. 2 lapisan (layer) yang terpisah pada track dapat dikombinasikan pada 1 disc saja.
CD DVD

Perbandingan ukuran Pit dan kepadatan track pada


CD dan DVD dilihat dengan microscope

Hal diatas sejalan dengan permintaan kalangan perfilman di Hollywood agar seluruh panjang sebuah film
dapat direkam pada 1 keping Disc seukuran 12cm saja. Sistim compress data MPEG2 memungkinkan
waktu playback hingga 2 jam 15 menit untuk DVD single layer, 4 jam untuk DVD double layer dan 4 jam 30
menit untuk DVD double sided (bolak balik)
Tanpa teknologi compress dibutuhkan 30 CD untuk merekam film movie sepanjang 2 jam.

Hollywood juga menginginkan kualitas suara yang ditingkatkan secara total maka DVD dapat menyajikan
reproduksi suara yang realistis dengan menggunakan Dolby digital AC-3, 5.1 channel surround.
Mutu gambar dengan kualitas tinggi dan suara DVD jauh diatas VCD, maka dari itu VCD mulai ditinggalkan.

Cara menguji jumlah garis (resolusi) gambar dengan menggunakan pola gambar yang dibuat
khusus untuk keperluan tsb.
VCD
DVD dapat mencapai lebih dari 500 garis pada resolusi
horizontal. Makin detail (rinci) pemisahan garisnya makin tinggi
resolusinya. Ini mengartikan bahwa gambar yang dihasilkan
juga makin detail dan halus.
S-VHS VCD hanya mempunyai resolusi 240 garis saja sehingga garis
garis pada angka 500 nampak menyatu / tidak terlihat
DVD pemisahannya.
Super VHS yang menggunakan pita magnetic mempunyai
resolusi 430 garis, masih dibawah DVD.
Perbedaan DVD, VCD dan CD

Gambar DVD video VCD CD audio


Metoda encoding Digital (MPEG2) Digital (MPEG1) -
Kualitas gambar >500 garis 240 garis -
(resolusi)
480 menit (double side / double 74 menit 74 menit
Waktu playback layer).
135 menit single layer
Suara Digital Digital Digital
-Dolby AC3, 5.1 channel -2 channel -2 channel
Metoda encoding Compressed Compressed 44,1kHz/16 bit
-Linear PCM MPEG1 -Linear PCM
48kHz, 96 kHz / 16, 20,24 bit
Diameter 12cm 12cm 12cm
Ketebalan 1,2mm 1,2mm 1,2mm
Ukuran pit 0,4Bm 0,83Bm 0,83Bm
-Single layer 4,7 GB Single layer Single layer
Kapasitas isi -Dual layer 8,5 GB 700MB 700MB
-Double side 9,4 GB
Contoh spesifikasi CD player
Model A Model B
Audio
a. Number of channels 2 (stereo) 2 (stereo)
b. Frequency response 4 ~ 20.000 Hz, ± 0,2 dB 4 ~ 20.000 Hz, ± 0,2 dB
c. Dynamic range More than 96 dB More than 90 dB
d. S/N ratio More than 102 dB More than 90 dB
e. Total harmonic distortion Less than 0,0025% (1 kHz, 0dB) Less than 0,004% (1 kHz, 0dB)
f. Channel separation More than 110 dB (1 kHz) More than 90 dB (1 kHz)
g. Wow & Flutter Unmeasurable Unmeasurable
h. Low Pass Filter High resolution digital filter --
Signal format
i. Sampling frequency 44,1 kHz 44,1 kHz
j. Decoding 16 bit linear 16 bit linear
Pickup
k. Type Fine focus single beam Astigmatic 3 beam
l. Beam source Semi conductor laser Semi conductor laser
m. Wavelength 780 nm 630 nm
n. Traverse system High speed linear motor access system --
o. Spindle system Brushless DD motor --
General
p. Power supply AC 110~127 / 220~240V, 50/60 Hz AC 110~127 / 220~240V, 50/60 Hz
q. Power consumption 17 W 20 W
r. Output voltage 2V (0dB) 150mV (-20dB)
s. Output impedance Approx. 600 ohms --
t. Load impedance More than 10 kohms --
u. Headphone output level Max. 80mW (32 ohms) --
v. Dimensions (W x H x D) mm 430 x 87 x 272 430 x 133 x 315
w. Weight 4,6 kg 10 kg
BAB 8.
Compo dan Mini compo
Diatas telah dibahas mengenai unit amplifier, cassette deck, tuner, graphic equalizer, CD player dan
speaker. Masing masing unit tsb merupakan “component” dari suatu perangkat audio dan jika disusun dan
dirangkai maka didapat suatu “component system”. Jadi istilah compo merupakan kependekan dari
component.

Jenis jenis perangkat audio menurut susunan fisiknya

Compo midi (Midi system): sama dengan


compo standard tetapi mempunyai ukuran
yang sedikit lebih kecil .
Jika tiap unit pada compo standard
mempunyai lebar 430mm maka tiap unit pada
compo midi mempunyai lebar antara 310 ~
360mm (kecuali speaker)

Compo standard (standard system): unit amplifier,


tuner, equalizer, CD player, cassette player dan speaker
disusun dan dirangkai menjadi satu perangkat audio.
Dapat menggunakan rak audio khusus agar rapi dan
memudahkan penyusunannya.
Mini compo (Mini system): Tiap unitnya Jenis ini juga sering disebut Mini compo tetapi
mempunyai lebar 270 ~ 280 mm (kecuali sebenarnya bukan compo murni karena unit cassette,
speaker) CD, tuner, equalizer dan amplifiernya ada dalam satu
cabinet. Hanya speakernya saja yang terpisah. Jadi
lebih sesuai disebut semi compo atau Integrated
stereo system

Micro system: Ukurannya lebih kecil dari mini compo.


Sesuai untuk ruang yang kecil dan bersifat pribadi.

Trend teknologi berkembang terus dan menjadi sistim terpadu antara audio dan video. Hal ini sering disebut
dengan istilah AV atau audio visual system dimana suara tidak direproduksi dari sepasang speaker saja
tetapi dikembangkan lagi menjadi 4 hingga 6 sistim speaker untuk mendapatkan suara sedekat mungkin
dengan aslinya. Kualitas gambarnya juga ditingkatkan terus hingga mempunyai resolusi diatas 1000 garis
(Full High Difinition) dengan ukuran layar yang makin besar dan lebar (Wide screen) seperti TV Plasma dan
LCD.
Karena itu maka sistim AV sekarang telah menjadi sistim “Home theatre”.
BAB 9.
AV (Audio Visual) System
Dimasa yang lalu sistim Video dan sistim Audio umumnya terpisah khususnya untuk keperluan rumah tangga.
Hal ini tentu memberikan suara untuk video yang buruk padahal suara aslinya jauh lebih baik (berkualitas Hi-Fi).

Dengan menyalurkan audionya ke sebuah


audio amplifier maka sistim AV yang
sederhana dapat dibuat.

Disisi yang lain masih ada masalah mengenai “remote control” untuk unit
amplifier dan videonya dimana masing masing mempunyai remote control
nya sendiri sendiri.
Dalam sisitim AV, audio dan video dibuat terintegrasi sehingga dengan 1
buah remote control multi fungsi semua peralatan audio visual tsb dapat
di control seperti channel TV, cassette deck, CD player / DVD player,
tuner, amplifier dll. (catatan: harus dari 1 brand / merk yang sama)

Sistim AV surround
Sistim AV diatas hanya menggunakan 2 unit speaker kiri dan kanan saja. Dengan sistim AV surround
ditambah dengan sepasang speaker lagi untuk kiri dan kanan belakang dari pendengar.
Amplifier untuk AV surround juga dirancang khusus dan mempunyai output tambahan yaitu untuk speaker
belakang kiri dan kanan.
Sistim ini memberikan sebuah “ambient” atau suara “surround”. Ada nuansa ruang atau alam terbuka
dimana suara mempunyai pantulan dan gema sehingga terkesan hidup seperti ditempat aslinya.

Hal ini sejalan juga dengan bertambah besarnya ukuran layar TV / monitor dengan gambar yang berkualitas
tinggi (resolusi tinggi) dan menjadi sistim “Home theatre”
Mendengarkan suara yang berkualitas tinggi mencakup 2 hal:
1. Mendengar reproduksi suara dengan kualitas tinggi
2. Menikmati dalam ruang dengar dengan kesan suara yang penuh (fullness), bernuansa ruang dan
merasakan adanya atmosfir ruang konser atau panggung “live".

Jadi AV surround dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan era AV. Dalam sistim ini suara musik dsb
secara electric dipisahkan dan di reproduksi kembali sehingga ada suara yang langsung dan tidak
langsung (pantulan / gema).

Mendengarkan dirumah
Kondisi di ruang konser Mendengarkan di rumah dengan sistim AV surround
tanpa sistim AV surround sehingga seperti di ruang
konser
Cara kerja AV surround

Surround didapat dengan memakai perbedaan level dan phase component antara channel L dan R.
Komponen surround audio dipisahkan dan diolah secara electric lalu signal signal tsb ditambahkan ke signal
L dan R aslinya agar suara menjadi lebih kaya / penuh. Sepasang speaker sourround L dan R yang
terhubung secara seri ditambahkan agar timbul nuansa / sensasi ruang (spaciousness)

1. Signal L dan R dilewatkan pada differential amplifier dan outputnya menjadi signal perbedaan (L-R).
2. Signal (L-R) tsb lalu melewati Phase shifter (penggeser fasa) untuk mendapatkan signal dengan fasa
yang sudah bergeser (L-R). Phase shifter bisa menggeser fasa hingga 180 maksimum.
3. Signal (L-R) digabungkan kembali dengan signal aslinya pada saluran L sehingga signal component
yang keluar dari speaker L adalah L- (L-R).
4. Signal (L- R) juga dilewatkan pada reverse amplifier agar didapat signal - (L-R) yang kemudian
digabungkan dengan signal aslinya pada saluran R sehingga signal component yang keluar dari speaker
R adalah R + (L-R).
5. Speaker surround disambung secara seri pada output L dan R dan signal perbedaan diantara kedua
saluran tsb merupakan outputnya = L- (L-R) – { R+ (L-R) } = L – R - 2 (L-R)
(perbedaan komponen dari signal aslinya) + (effect reverberation / gema, pantulan)
Fitur fitur AV surround
1. Dapat dipakai untuk semua sumber seperti CD, Cassette, VCD / DVD dsb
2. Juga efektif hanya untuk penggunaan speaker depan saja (L dan R)
3. Dapat menciptakan suara “virtual stereo” (seperti stereo) untuk sumber suara mono.

Efek efek AV surround


1. Membuat suara lebih kaya / penuh.
2. Menimbulkan nuansa ruang dan atmosfir dari ruang konser atau panggung “live”.

Dolby pro logic surround decoder (home theatre)


Untuk meningkatkan orientasi suara yang menyertai “action” dari actor / aktris pemeran yang terlihat pada
layar maka sebuah speaker center ditambahkan sehingga total ada 5 speaker.
Jadi dengan mengatur secara dinamis suara dari speaker kiri, tengah dan kanan maka pendengar dapat
menikmati suara untuk posisi tertentu pada layar.
Maka suara actor akan selalu tepat didepan penonton sementara suara suara seperti mobil yang lewat
pada layar akan diposisikan secara tepat sehingga seolah olah bergerak dari kiri ke kanan atau
sebaliknya. Jadi Dolby pro logic bertujuan untuk mendapatkan arah suara yang tepat dan
penempatan yang jelas.
Cara kerja Dolby pro logic.
1. Blok input menentukan pengaturan balance kiri dan kanan, pengaturan level dan buffering.
2. Adaptive matrix mengambil perbedaan antara signal input kiri dan kanan, informasi surround
dipisahkan
dan informasi channel center diadakan.
Adaptive matrix merupakan jantung dari Dolby pro logic. 4 output (L, R, center dan surround) diperoleh
dengan menambah atau mengurangi signal signal input.
Contoh: bila dialog ditampilkan dari channel center maka signal dikendalikan / diarahkan ke channel
center.
3. Rangkaian Audio delay, didalamnya terdapat BBD (bucket brigade divice) yang digunakan untuk
menyusun rangkaian tunda (delay). Waktu delay nya bisa variable dari 15ms ~ 30ms atau dibuat tetap
pada 20ms (mili detik).
4. Filter anti alias, karena tipe rangkaian delay, sampling frekuensi dan spectrum signal input maka
“aliasing” dapat membangkitkan komponen komponen yang tidak dikehendaki yang “harsh”
(memekakkan) terhadap telinga atau sebaliknya mempengaruhi proses subsequent signal. Filter ini
dipakai untuk mencegah problem diatas.
5. LPF 7kHz, kebocoran signal frekuensi tinggi yang tidak diinginkan dihilangkan dari signal surround
sebelum masuk ke channel depan. Lebih lanjut semua signal yang tidak di inginkan seperti noise
sampling dan clock yang dibangkitkan oleh rangkaian delay dapat di eliminasi. Karakteristik filter
melemahkan secara bertahap dari 7 kHz dan secara cepat drop mulai 8,5 kHz.
6. Modified Dolby B decoder, untuk menekan noise surround channel dan kebocoran signal sebesar 5 dB.
7. Rangkaian output, ada 3 tahap master level control yang secara bersamaan mengatur output kiri, kanan
dan surround sambil menjaga agar tetap dalam balance.
8. Center mode control, karena speaker center mempunyai fungsi penting maka outputnya di control untuk
mendapatkan posisi dengan sensasi yang optimal.

Catatan: Dolby B/C NR, Dolby HX, Dolby Pro logic dan Dolby AC-3 dikembangkan oleh Dolby Laboratories
Licensing Corporation. Penciptanya adalah seorang pakar audio Amerika yaitu Ray Dolby.
Dolby digital (AC-3) untuk 5.1 Channel Surround Sound.
Untuk rumah tangga juga diciptakan Dolby Digital Stereo atau yang dikenal sebagai Dolby Digital (AC-3)
5.1 channel surround sound atau disingkat Dolby AC-3 saja.
Reproduksi suara yang lengkap memerlukan sebuah amplifier multi channel dan 5 ~ 6 speaker. Semua
suara dialog datang dari speaker center sehingga suara orang berbicara terdengar dengan jelas dan
membuat kesan seolah olah sang actor hadir bersama dengan kita dalam ruang.
Atmosfir, efek suara dan musik ditangani oleh saluran kiri dan kanan depan serta saluran sourround kiri
dan kanan belakang. Efek Bass yang rendah di buat oleh subwoofer atau melalui semua full range
speaker didalam system..
Decoder AC-3 juga dirancang untuk berfungsi sebagai Dolby pro Logic (4 channel) atau stereo normal (2
channel).

Prinsip kerja Dolby AC-3


Disebut sistim 5.1 channel karena mempunyai 5 channel full frequency (20Hz ~ 20 kHz) dan sebuah
channel Bass (dibawah 120 Hz). Semua informasi tsb disimpan dalam jumlah data yang sama seperti yang
diperlukan untuk sebuah CD. Pertanyaannya adalah bagaimana mungkin hal tsb dapat dilakukan?

Meskipun Dolby AC-3 memakai sistim compression, cara kerjanya memakai prinsip yang berbeda dari
MPEG2. Dolby AC-3 bekerja berdasarkan pada cara telinga manusia merasakan suara.
Telinga manusia lebih peka pada beberapa frekuensi daripada frekuensi lainnya, juga tidak merasakan
noise atau suara suara yang lebih lemah yang di selubungi (ditutupi) oleh suara suara yang lebih kuat pada
frekuensi frekuensi yang bersebelahan.
Jadi dengan mengambil keuntungan dari karakteristik pendengaran manusia tsb maka Dolby AC-3 memakai
data digital untuk menampilkan hanya bagian bagian signal audio yang penting saja untuk mendapatkan
suara yang berkualitas tinggi.
Dolby AC-3 khusus menggarap hanya pada elemen elemen signal audio yang penting untuk mencapai
kualitas suara yang tinggi. Komponen signal audio yang tidak terdengar karena dibawah ambang batas
pendengaran atau suara suara yang terselubung oleh signal signal yang lebih kuat tidak akan disimpan.

Perbedaan Dolby Pro Logic dan Dolby AC-3

Perbandingan penempatan sumber suara


dan efek suara yang dihasilkan untuk
Dolby Pro Logic (gbr kiri) dan Dolby AC-3
(gbr kanan)

Dolby Pro logic terdiri dari 3 channel depan dan 1 channel belakang (mono surround walaupun
speakernya kadang ada 2 unit) atau disebut konfigurasi 3 / 1.
Sedangkan Dolby AC-3 merupakan sistim 3 / 2 karena terdiri dari 3 channel depan (kiri, kanan dan center)
dan 2 channel surround (disebut surround terpisah atau stereo surround) ditambah lagi dengan 1 channel
Bass (Sub Woofer) yang terpisah.

Dolby AC-3 menyajikan suara yang lebih baik karena masing masing channelnya terpisah total sehingga
tidak terjadi tumpang tindih atau saling mengganggu diantara informasi suara pada channel channel yang
berlainan tsb. Keunggulan lainnya pada efek suara yang dapat bergerak dengan bebas diantara 5 sistim
speakernya sehingga menciptakan atmosfir suara yang lebih nyata dari pada Dolby Pro Logic.
Dolby Pro Logic Dolby Digital (AC-3)
Signal format Analog Digital
Jumlah channel 3 + 1 (proses matrix) 3 + 2 + 1 (proses terpisah)
Suara depan L / R Hingga 20 kHz (stereo) Hingga 20 kHz (stereo)
Suara center Hingga 20 kHz (mono) Hingga 20 kHz (mono)
Suara surround Hingga 7 kHz (mono) Hingga 20 kHz (stereo)
Efek frekuensi rendah --- 3 Hz ~ 120 Hz (mono)

Home THX sound system


Merupakan sistim reproduksi suara bioskop yang dikembangkan untuk rumah tangga oleh Lucas Film.
THX merupakan kependekan dari Tomlinson Holman’s eXperiment, Tomlison Holman adalah orang yang
mengembangkan sistim THX. THX juga bisa diartikan sebagai THeater eXcellent.
Keistimewaan THX sound system.
1. Menyajikan kualitas audio yang sama seperti pada “dubbing stage” dalam hal karakteristik
frekuensinya,
tone, balance dsb artinya dapat mereproduksi suara bioskop persis seperti ketika dibuat.
2. Dapat me reproduksi audio dengan volume yang sama seperti pada “dubbing stage”.
3. Sinkronisasi yang sempurna dari audio dan penempatan gambar ybs
4. Front surround speaker yang dirancang khusus untuk mengurangi pengaruh ruangan.

Konfigurasi Home THX Surround system


Total ada 6 speaker THX yang dipakai pada sistim dasar yaitu kiri depan, kanan depan, center ditambah
dengan 2 speaker surround kiri dan kanan serta sebuah sub woofer.
Untuk mengendalikan 6 speaker tsb diperlukan 3 amplifier dan 1 processor THX, sedangkan untuk video
(gambar) bisa bersumber dari video disc, DVD dll yang telah direkam dengan sistim Dolby surround.
Contoh ruang home theater yang
menggunakan “Home THX surround system”
Dibagian depan terdapat speaker L, R, Center
dan Sub woofer.
Dibagian belakang ada speaker surround L
dan R.
Di plafon ada sebuah video / LCD projector
yang diarahkan pada layar (screen) dibagian
depan.

Home THX surround system dirancang untuk


ukuran ruang antara 13 ~ 33 m²

Prinsip kerja Home THX


Rangkaian utama dari Home THX adalah Dolby Pro Logic sehingga ada bagian bagian yang sama
1. Ada 4 output yaitu L, C, R dan S yang berasal dari rangkaian Dolby Pro logic. Output pada saluran
depan yaitu L, C dan R melewati re-equalizer dalam blok THX dan keluar melalui Balance dan master
variable resistor.
2. Output dari Dolby Pro Logic adalah sama hingga rangkaian delay seperti telah dijelaskan diatas. Setelah
memasuki blok THX maka signal suara di konversi menjadi 2 saluran surround yang unik untuk THX,
lalu outputnya juga diteruskan ke balance dan master variable resistor.
3. Hanya signal Bass saja dari saluran L dan R yang diambil melalui Low Pass Filter (LPF) 80 Hz sebelum
signal tsb memasuki adaptive matrix dan diteruskan juga ke balance dan master variable resistor.
4. Generator untuk “test noise” membangkitkan “Pink noise”. Noise ini dipakai untuk penyesuaian Surround.
Hal tsb diperlukan untuk mengatur “sound pressure” pada posisi / tempat yang ditentukan hingga 83 dB.
Hasilnya adalah suatu “sound pressure” yang setara dengan “dubbing stage”. (setara dengan yang
terjadi pada studio pengolahan suara / dubbing)
5. Output dari rangkaian Home THX diteruskan ke 3 amplifier yaitu 1 amplifier untuk L dan R, 1 amplifier
untuk C dan SW (sub woofer) dan 1 amplifier untuk L surround , R surround.

AV selector berfungsi untuk


memilih input suara ybs apakah
berasal dari TV, VTR, DVD
player atau Broadcast. AV
selector juga memilih input
gambar dan diteruskan ke Wide
screen Plasma / LCD TV atau
Video / LCD projector
Contoh spesifikasi Receiver (amplifier + penerima radio) dengan Dolby Pro Logic

a. Continous power output (both ch. Driven) DIN 8 ohms 115W x 2


b. Surround amp power output (1 kHz, 8 ohms)
Rear 30 W x 2
Center 60 W (100 Hz ~ 15 kHz)
c. T.H.D (half power at 1 kHz, 8 ohms) 0,002%
d. Frequency response, CD, VCR1, Tape, VCR2 7 Hz ~ 70 kHz
e. S/N ratio, CD, VCR1, Tape, VCR2 70 dB
f. FM sensitivity 2BV
g. FM selectivity 65 dB
h. AM sensitivity 20BV
i. AM selectivity 55 dB
j. Dimensions (W x H x D) mm 430 x 158 x 429
k. Weight 15,2 kg
Contoh spesifikasi DVD Player dengan Dolby AC-3 decoder

a. Television system NTSC / PAL


Format
b. Playable Disc Type DVD, VCD, CD Audio
c. Horizontal resolution More than 500 lines
Video
d. Video S/N 65 dB
e. Frequency response
DVD: fs 96 kHz (16bit/20bit) 4 Hz ~ 44 kHz
fs 48 kHz (16bit/20bit) 4 Hz ~ 22 kHz
Video CD : fs 44.1 kHz 4 Hz ~ 20 kHz
Audio Audio CD : fs 44.1 kHz 4 Hz ~ 20 kHz
f. Audio S/N 106 dB
g. Dynamic range 96 dB
h. Total Harmonic Distortion 0,003%
i. Wow & Flutter Below measurable limit
j. Video out (x2) 1 V p-p (75 ohms)
k. S-video out Y. 1 V p-p (75 ohms)
C. 0.286 V p-p (burst level 75 ohms)
l. Dolby AC-3 decoded Out (x 6 ch) 200 mV rms (1 kHz, -20dB)
Input / Output m. Mixed audio out (x 2 ch) 200 mV rms (1 kHz, -20dB)
n. Digital audio out (x 1) Linear PCM / AC-3 (optional)
o. Headphone out 30 mW (32 ohms)
p. Microphone in (x 1) -70 dB (600 ohms)
q. Power source AC 110 ~ 240 V, 50 / 60 Hz
r. Power consumption 22 W (max)
General
s. Dimensions (W x H x D) mm 430 x 87,5 x 295
t. Weight 3,5 kg
Contoh terminal output pada DVD
player dengan Dolby AC-3

Untuk disambungkan pada TV


dengan input S-Video
Digital audio out.
Mengeluarkan output Video out.
Dolby AC-3 dalam Untuk disambungkan ke Video In pada TV.
bentuk bitstream
Mixed audio out
atau signal PCM
Untuk disambungkan ke
digital jika disediakan
audio input TV dengan built-
in speaker

5.1 surround sound out.


Signal AC-3 yang sudah diproses oleh
decoder menjadi signal analog didapat
dari 6 terminal ini untuk disambungkan
pada AV receiver atau amplifier
dengan 6 channel input.
Untuk sistim stereo konvensional atau
sistim Dolby Pro Logic dapat diambil
dari terminal L dan R depan.
BAB 10.
Hal hal yang harus diperhatikan dalam memasang perangkat audio agar mendapatkan hasil yang
optimal.

Perangkat audio sebetulnya bukan saja untuk mereproduksi suara tetapi sekaligus juga merupakan dekorasi
pada sebuah ruang. Hasil reproduksi suara yang optimal belum tentu didapat dari susunan dekorasi yang
nampak baik tetapi juga harus mempertimbangkan hal hal lain seperti kondisi ruang, akustik ruang,
penempatan speaker dsb nya seperti yang sudah dijelaskan diatas.
Karena perangkat audio juga merupakan peralatan elektronik maka perlu diperhatikan hal hal sebagai berikut,

Pastikan komponen komponen audio ditempatkan jauh dari sumber panas (>35 C) dan kelembaban
(>90%). Jangan terkena sinar matahari langsung.
Taruh ditempat yang bebas dari debu dengan menjaga kondisi ruang agar tetap bersih.
Taruh pada tempat atau rak yang tidak mudah bergerak, bergoncang atau bergetar.
Jangan menaruh vas / pot bunga, botol minuman / gelas berisi air dsb diatas atau didekat peralatan audio
karena bila air tumpah dapat menimbulkan kerusakan serius.
Jauhkan peralatan audio dari sumber magnet.
Buat jarak yang cukup 20cm untuk ventilasi disekitar peralatan audio agar panas dari peralatan audio tsb
dapat bebas keluar. Peralatan audio yang mengeluarkan panas terbanyak adalah amplifier maka dari itu
amplifier harus ditempatkan dibagian yang teratas.

Tampak samping Tampak Depan

20cm
Perlakukan peralatan audio dengan baik seperti peralatan elektronik pada umumnya.

Selalu putar tombol tombol control dengan perlahan dan hati hati.
Pastikan untuk memutar turun tombol volume secara penuh sebelum menghidupkan atau mematikan
power, memindah hubungan input dan sistim speaker.
Perlakuan tsb untuk mencegah timbulnya “noise switching” yang dapat merusak speaker dan juga
mengganggu pendengaran.
Kabel penghubung antar peralatan audio ada berbagai ukuran namun usahakan untuk memakai kabel
dengan panjang secukupnya. Bila kabel terlalu panjang dan kusut maka dapat menimbulkan noise
dengung (hum) terutama bila bersentuhan dengan kabel listrik.
Tempatkan peralatan audio dekat dengan stop kontak, jika kabel listrik terlalu panjang dapat
mengakibatkan tegangan listrik turun atau akan mudah tersangkut, terinjak dsb.
Jika melepas hubungan dari stop kontak selalu tarik pada Plug nya jangan pada kabelnya.
Jika peralatan audio tidak terpakai, pastikan untuk mematikannya. Jika tidak digunakan dalam waktu lama,
cabut kabel power dari sumber listriknya (stop kontak).

Anda mungkin juga menyukai