BAB 10 Hal hal yang harus diperhatikan dalam memasang perangkat audio
BAB 1.
Istilah istilah dan satuan satuan pada Audio
Satuan Istilah Keterangan
Contoh: bila tegangan sebesar 10 dB diumpankan ke amplifier dengan penguatan 60dB maka akan didapat
output (keluaran) 10 + 60 = 70 dB
Kita dapat menghafal beberapa nilai dB seperti : 0 dB = 1x, 10 dB = 3x, 20 dB = 10x, 30 dB = 30x, 40 dB =
100x dst, .bila berhubungan dengan tegangan dan arus.
Tetapi untuk power (daya) 0 dB = 1 x, 10 dB = 10 x, 20 dB = 100 x dst. (Lihat tabel dihalaman 2)
Contoh 1: Suatu amplifier diberi input 1mW, setelah diperkuat didapat output 1Watt (=1000mW)
Maka penguatan amplifier tsb 10 log 1000 / 1 = 10 log 1000 = 10 . 3 = 30 dB.
(menurut daftar logaritma log 1000 = 3)
100 20 100 40
10 20
10 10
2 6
2 3
1,4 3
1,26 1
1,12 1
1 0
1 0
½ -3
½ -6
1/10 -10
1/10 -20
1/100 -20
1/ 100 -40
Cara praktis untuk mengubah nilai dB ke perbandingan daya / tegangan dan sebaliknya.
Contoh contoh:
Bila nilai suatu perbandingan tegangan = 20x 2 x 10
Pada tabel B, 2 = 6 dB dan 10 = 20 dB. Jadi nilai perbandingan tsb 6 + 20 = 26 dB.
2. Integrated Amplifier
Bila pre amplifier dan power amplifier digabungkan dalam 1 unit maka disebut Integrated Amplifier.
+ =
3. Receiver
Integrated Amplifier yang dikombinasikan dengan Tuner (penerima radio) disebut Receiver.
+ =
2. Common amplifier
Rangkaiannya menggunakan coupling capasitor. Amplifier jenis ini biasanya lebih murah dan lebih aman
dalam hal wiring (penyambungan kabel) utamanya ke perangkat speaker artinya jika terjadi hubung
singkat (Kortsluit) maka hanya kemungkinan kecil akan merusak komponen pada rangkaian amplifiernya.
Input sensitivity Input sensitivity dinyatakan dalam mV (miliVolt)
Makin kecil angkanya maka sensitifitasnya makin tinggi / makin baik.
Distorsi (cacat)
Bila pada signal output tidak terdapat distorsi maka bentuk gelombang
input dan output sama.
Bila pada signal output terdapat distorsi maka bentuk gelombang input
dan output tidak sama
Contoh: bila signal sinus 1000Hz diumpankan ke input Amp, maka signal
yang keluar adalah 1000Hz ditambah dengan signal signal 2000Hz, 4000Hz
dst. Signal signal tambahan itu disebut Distorsi Harmonic padahal signal
signal tsb tidak ada pada inputnya.
Signal terdistorsi Penyebab distorsi Harmonic adalah tidak sempurnanya proporsi antara input
dan output.
Even Harmonic (genap) Harmonic genap tidak banyak mengganggu suara aslinya tetapi
Input Output
harmonic ganjil sangat mengganggu suara aslinya bila tidak
selaras dengan inputnya.
S/N ratio adalah proporsi noise (suara gangguan) yang termuat dalam signal musik, atau merupakan
perbandingan antara signal output dan noise output. Dinyatakan dalam dB.
S/N ratio = Signal / Noise (dB)
Makin besar angkanya maka noise makin kecil pada musik tsb sehingga unjuk kerjanya akan semakin baik.
Residual noise dinyatakan dalam voltage pada terminal output amplifier. Yang baik bila angkanya dibawah
1 mV.
Residual noise dapat ditimbulkan dari disain rangkaian, mutu komponen (part) dan penguat phono.
Bila volume diputar naik dan noise terdengar makin nyata dan noise tsb merupakan dengung (hum) maka
artinya harmonic dari ‘’power source’’ atau catu daya tembus kedalam rangkaian amplifier ybs.
Pada amplifier yang baik (Kualitas Hi-End atau Hi-Fi = High Fidelity) maka Hum noise dan residual noise ini
ditekan / dicegah sehingga tidak terdengar.
Untuk menguji secara sederhana suatu amplifier, cukup menaikkan volume sampai maximum tanpa diberi
input, jika terdengar hum (dengung) & noise hiss (desis) maka amplifier ybs bukan kelas Hi-Fi.
Hal tersebut tidak terjadi pada amplifier kelas Hi-End atau Hi-Fi.
Frequency response
Menunjukkan perubahan pada output bila frekuensi berubah pada level input tertentu yang spesifik.
2. Dinyatakan pada ‘’range’’ (cakupan) frekuensi didalam suatu deviasi output yang dispesifikasikan
misalnya -1dB
Tone Control
Tone control berfungsi untuk menaikkan atau menurunkan response (tanggapan) Bass dan Treble
sehingga sesuai dengan selera pendengar
Makin besar angkanya, makin besar perubahannya.
Dalam praktek, Tone Control mempunyai penguatan maximum 10dB (3x).
Tone control juga diperlukan bila balance (keseimbangan) suara yang
Bass bertambah
Treble bertambah
datang dari Speaker menjadi buruk karena pantulan dari lantai dan dinding
atau juga karena diredam oleh gorden (tirai) dan karpet.
Tone control juga mengatasi masalah bila Bass/Treble kurang atau lebih.
Beberapa orang khususnya penggemar musik klasik justru tidak memakai
Bass berkurang
Tone control tsb artinya tone control diatur pada posisi ‘’0’’ (defeat) dimana
Treble berkurang
tombol Bass dan Treble pada posisi tengah.
Pada posisi ini maka Bass dan Treble tidak mengalami penguatan atau
pelemahan sehingga dapat mendengar musik pada response yang datar
(‘’Flat’’)
Loudness Control
Kontrol loudness menaikkan Bass.
Telinga manusia sulit untuk mendengar atau merasakan Bass pada tingkat volume yang rendah.
Damping factor.
Merupakan ratio (perbandingan) dari nilai impedansi beban speaker terhadap impedansi dalam amplifier
yang bersangkutan
Makin besar angkanya makin jelas suara yang datang dari speaker
(tanpa adanya suara yang terlambat / lingering).
Damping factor perlu diperhitungkan karena sekali signal dari amplifier menggerakkan corong (cone)
speaker maka corong tsb akan terus bergetar bahkan setelah signal berhenti.
Jadi disini terjadi gerakan corong yang percuma / tidak berguna dan inilah yang disebut suara Lingering /
terlambat / tertinggal.
Hal ini dapat dikontrol oleh impedansi internal dari amplifier yang berhubungan dengan speaker ybs.
Ada benarnya bahwa amplifier dan speaker harus dibuat supaya cocok satu sama lain.
Amplifier dengan impedansi yang tepat harus dikombinasikan dengan sistim speaker sehingga akan didapat
output yang mantap tanpa suara lingering.
Makin besar nilai Damping Factor, makin baik hasilnya tetapi bila damping factor >100 perbedaannya akan
tidak terasa sehingga hal ini tidak perlu.
Suara terlemah dibatasi oleh noise amplifier ybs dan noise dari lingkungan
sekitar ruang dengar itu sendiri
Suara terkeras dibatasi oleh tenaga (power) dari amplifier dan sistim
speakernya.
Bila persyaratan diatas digabung dengan tepat maka amplifier tsb mempunyai unjuk kerja sangat baik.
Bidang dinamika yang lebar dapat mereproduksi semua suara dari yang terlemah hingga yang terkuat.
Dalam hal ini noise minimum dan suara terlemah (pianissimo) hingga terkeras (fortissimo) pada suara
aslinya dapat direproduksi dengan tepat dan benar.
Bila bidang dinamikanya buruk maka suara yang keras akan sangat distorsi dan suara yang lemah tidak
terdengar karena tertutup noise.
Sound pressure (tekanan suara) dari beberapa sumber suara
Pesawat jet sedang Take Off 130 dB Ruang kerja kantor 70 ~ 80 dB
Meriam 120 ~130 dB Orang bicara 50 ~ 60 dB
Rock / orchestra 110 dB angin berhembus 20 dB
Truck tanpa knalpot 100 dB Keadaan tenang 10 dB
Jalan raya / besar 90 dB
Suara yang dapat kita dengar antara 10 dB ~ 110 dB. (bidang dinamika = 110 dB)
Power Bandwidth
Merupakan suatu range (cakupan) dari frekuensi rendah hingga frekuensi tinggi dimana sebuah amplifier
dapat menghasilkan output ½ dari nilai maksimum powernya tanpa melampaui nilai maksimum distorsinya
(bebas distorsi).
Jika amplifier dengan output power 40 Watt maka
Power bandwidth menyatakan seberapa lebar suatu cakupan
frekuensi dari rendah hingga tinggi dapat direproduksi dibawah nilai
maksimum distorsinya pada power output 20 Watt (1/2 x 40W)
Kita tidak dapat menilai unjuk kerja amplifier hanya dari ukuran
outputnya saja karena power output menyatakan kemampuan
amplifier langsung dalam arah maju. Tetapi distorsi, frekuensi dan
impedansi beban juga mempunyai hubungan yang penting dengan
power output sehingga diperlukan untuk penilaian secara
menyeluruh.
Hubungannya dengan distorsi.
Bila output dinaikkan, distorsi yang sudah ditekan akan naik juga sampai pada titik dimana distorsi menjadi
besar dengan tiba tiba. Poin pentingnya adalah seberapa besar outputnya didalam rating (tingkatan) distorsi
yang telah di spesifikasikan.
Angka Standar pada catalog untuk power output sebuah amplifier yang baik paling tidak sekitar 40W tetapi
juga tergantung dari ukuran ruang, jenis musik dsb.
Bidang dinamika suara secara natural (yang alami) sangat besar jadi bila ingin mendekatinya diperlukan
power output yang besar.
Jadi secara teoritis dapat diketahui bahwa PMPO power = 8 X RMS power.
Jika dalam spesifikasi atau catalogue ditulis 320 Watt PMPO maka sebenarnya RMS power atau power
murninya hanya 40 Watt.
Pemakaian daya
Ada 3 standar pengukuran yang utama yaitu Standar Jepang, standar USA dan standar Eropa.
1. Kelas B.
Bekerja dengan effisien tetapi mempunyai cacat
yang disebut “switching distortion” atau “cross over
distortion” yang terdengar jelas pada reproduksi
frekuensi tinggi
2. Kelas A.
Tidak mempunyai switching distortion tetapi tidak
effisien (1 / 5 dari kelas B)
Jadi sebenarnya bila kita tidak memaksa amplifier untuk mereproduksi frekuensi tinggi (upper harmonic dari
gelombang persegi) pada titik clipping frekuensi frekuensi tsb maka TIM tidak akan timbul.
Contoh spesifikasi pada amplifier Hi-Fi
Jika ingin mendengarkan suara langsung dari tape deck dapat menggunakan ‘’headphone’’ karena sudah
dilengkapi dengan jack output untuk keperluan tersebut. Jadi dengan menggunakan headphone selain
dapat mendengarkan rekaman pita cassette juga dapat me monitor jika merekam dari Tuner FM dsb.
Susunan mekanik dan
elektronik tape deck
Single Deck
Paling banyak digunakan dan tersedia dalam berbagai fitur
dan tingkat harga.
Double Deck
Dirancang utamanya untuk orang yang melakukan banyak
rekaman. Deck jenis ini mempunyai 2 cassette drive /
transport. Biasanya 1 transport dipakai untuk fungsi REC dan
PB sementara 1 transport yang lain hanya dipakai untuk PB
saja. 2 buah cassette juga dapat dipasang sekaligus
PB dan Rec saja sehingga berdampak pada naiknya response frekuensi dan S/N ratio
Head Erase (hapus) bekerja sendiri secara terpisah.
Material logam yang dipakai pada inti head menentukan kualitas suara dan umur head itu sendiri (keausan).
Material logam yang dipakai antara lain permalloy, ferrite, sendust dan amorphous. Dalam kondisi ideal head
permalloy tahan hingga 1000 jam, sendust 70.000 jam dan ferrite sekitar 200.000 jam .
Disamping itu umur head juga tergantung dari jenis pita yang dipakai, temperatur dan kelembaban.
Jika head mulai aus maka response frekuensi
tinggi akan turun (treble tidak muncul), jika
sudah mencakup frekuensi yang lebih luas
dimana midrange dan bass juga melemah
maka sudah waktunya head tsb diganti. Hal
tsb biasanya juga ditandai dengan adanya
cekungan pada bagian yang dilewati pita. Hal
ini juga dapat merusak tepian pita dan
membuat kontak antara pita dan head
menjadi buruk.
Untuk itu kita dapat memilih jenis head sebelum membeli suatu Deck agar awet.
Head kotor pada celah (gap) nya juga akan menurunkan unjuk kerjanya.
Sistim 3 head memang yang terbaik tetapi harganya juga mahal karena selain head head nya terpisah juga
memerlukan rangkaian tambahan seperti amplifier yang terpisah untuk Rec dan PB. Disamping itu 2
rangkaian Dolby NR juga diperlukan. Penyetelan head antara Rec dan PB juga kritis dibanding sistim 2
head.
Track System
Standard format recording pada pita untuk
cassette deck adalah 4 track, 2 channel stereo.
Dalam hal ini PB dan Rec head mempunyai inti
(core) head yang terpisah untuk setiap
channelnya. (L dan R signal stereo)
Wow dan Flutter
Variasi variasi kecil atau ketidak teraturan suara dapat terjadi pada tape deck bila pita tidak berjalan pada
kecepatan yang konstan ketika melewati head pada waktu Rec maupun PB. Ada 2 jenis variasi kecepatan
pita yaitu disebut Wow dan Flutter.
Flutter merupakan variasi varasi yang lebih cepat (jangka pendek), Wow merupakan variasi jangka panjang
(ketidak teraturan yang lebih lambat). Saat ini tape deck mempunyai Wow dan flutter kurang dari 0,1 %.
Makin kecil % W/F nya makin baik dan ini menunjukkan bahwa mekanik tape transport deck ybs berkualitas.
W/F kurang dari 0,1% tidak dapat didengar telinga manusia.
Pita yang lengket atau keriting juga dapat menimbulkan wow dan flutter.
Tape speed fluctuation, menyatakan jumlah maksimum perubahan kecepatan pita selama playback.
Misal 0,05% (4,8 cm/detik), makin kecil angkanya makin baik
Jenis jenis pita cassette dan karakteristiknya.
Pita cassette dapat dibagi menjadi beberapa kategori sehubungan dengan material magnetik yang digunakan
dimana masing masing mempunyai keunggulan dan kekurangannya.
Pita normal (Fe2O3).
Merupakan pita standard yang tersedia dalam banyak jenis dan banyak dipakai karena harganya murah.
Kepekaannyanya sangat baik untuk frekuensi menengah dan rendah.
Pita Metal
Lapisan material magnetiknya terdiri dari iron murni (Fe) sehingga output level maksimum pita ini sangat
tinggi diseluruh cakupan frekuensi. Response frekuensi dan bidang dinamika pada frekuensi tinggi sangat
baik. Pita ini harus digunakan pada tape deck yang mempunyai selektor untuk pita metal, jika tidak maka
karakteristik yang unggul dari pita ini tidak mungkin didapatkan.
Pita metal lebih unggul daripada jenis pita yang lain karena memakai non oxidified pure metallic iron alloy
sebagai partikel magnetik pada pitanya. Maximum ouput level nya (MOL) 2 ~ 3 dB lebih tinggi pada
frekuensi menengah / rendah dan 5 ~ 8 dB lebih tinggi pada frekuensi tinggi jika dibandingkan dengan pita
normal. Pita metal lebih cocok untuk rekaman dimana puncak (peak) yang tinggi sering muncul pada signal
suara seperti pada ‘’Live music ‘’
Tape selector / Auto tape selector
Telah dijelaskan diatas bahwa ada 4 jenis pita cassette yaitu Normal, Fe-Cr, CrO2 dan Metal. Agar setiap
jenis pita tsb dapat memberikan unjuk kerja terbaiknya maka tape deck harus dilengkapi dengan Rec.bias
dan equalization (Rec & PB) yang cocok dengan karakteristik elektromagnetik dari masing masing pita tsb.
Bias dan equalisasi yang tidak sesuai dapat merusak frekuensi response, level output dan menimbulkan
distorsi. Dewasa ini cassette deck telah dilengkapi dengan tape selektor mekanis sehingga pengguna dapat
memilih bias dan Equalisasi yang sesuai untuk jenis pita yang dipakai.
Untuk menghindari kesalahan dan memudahkan
proses pemilihan tsb maka beberapa jenis cassette
deck dilengkapi dengan ‘’Auto tape selector’’.
Jadi hanya dengan memasukkan pita cassette ke
compartment (tempat dudukan) nya maka Deck
secara otomatis akan memilihnya. Hal tsb dapat
terlaksana karena bagian belakang rumah cassette
diberi lubang lubang ‘’tape identification’’ (yang di
standardkan) untuk pita CrO2 dan Metal yang terletak
diantara tab ‘’erasure protection’’. (C dan C = tab untuk
C
mencegah terhapusnya rekaman secara tidak sengaja
C
yang berfungsi bila dipatahkan).
Seperti pada gambar, ada 2 posisi lubang A dan B. Kombinasi dari keduanya akan menentukan apakah
Deck akan di ‘’switch’’ ke posisi Metal atau CrO2. Apabila tidak terdapat lubang A dan B tsb maka deck
beroperasi untuk pita Normal. Jadi dengan melihat posisi lubang lubang tsb maka dapat diketahui jenis
pitanya apakah Normal, CrO2 atau Metal (Fe-Cr jarang dipakai).
Lubang
A B Pada bagian compartment tape deck ada tuas tuas yang
Jenis pita
akan mendeteksi ada tidaknya lubang lubang tsb.
Metal O O Tuas tuas tsb bersentuhan dengan bagian belakang rumah
CrO2 O X cassette ybs dan akan menggerakkan ‘’switch’’yang
mengatur Bias dan equalizer Rec / playback.
Normal X X
Jika memakai pita dengan posisi tape selektor yang salah, misalnya merekam dengan pita normal pada
posisi selektor CrO2 maka berakibat pada kurangnya response frekuensi tinggi.
Sebaliknya merekam pada pita CrO2 pada posisi selektor normal akan menaikkan frekuensi tinggi secara
berlebih. Bila pita Metal direkam pada posisi CrO2, hasil penghapusan pada rekaman sebelumnya tidak
sempurna dan bisa jadi ikut muncul bersama rekaman yang baru. Frekuensi tinggi juga akan dinaikkan.
Namun demikian tidak ada problem jika PB pita metal dengan posisi selektor pada CrO2.
Frequency response
Merupakan satu hal yang paling banyak dipakai sebagai tolok ukur kualitas unjuk kerja suatu cassette deck.
Frekuensi response menunjukkan suatu cakupan frekuensi dari rendah hingga tinggi yang dapat di
reproduksi oleh cassette deck tanpa adanya penurunan level (tingkatan / nilai) yang berarti. Frekuensi
response tentu juga tergantung pada jenis pitanya.
Contoh : untuk sebuah cassette deck
Pita normal : 30 ~ 14.000Hz ( 3 dB)
Pita CrO2 / Fe-Cr : 30 ~ 16.000 Hz ( 3 dB)
Pita Metal : 30 ~ 17.000 Hz ( 3 dB). Pita Metal memberikan unjuk kerja yang unggul.
3 dB adalah toleransi untuk frekuensi response khususnya untuk cassette deck kelas menengah keatas.
Frekuensi response juga berubah tergantung pada level recording dimana pita direkam, Frekuensi response
yang tinggi terbatasi bila merekam pada level yang tinggi maka dari itu spesifikasi cassette deck dinyatakan
untuk Recording level -20dB.
Signal to Noise ratio (S/N ratio)
Cassette deck dan jenis pita magnetik merupakan faktor faktor dalam menentukan S/N ratio.
S menyatakan level signal output dari deck ybs, N menyatakan level noise tambahan pada signal aslinya.
Jadi S/N ratio merupakan suatu pengukuran dari proporsi signal yang dikehendaki terhadap noise yang
tidak dikehendaki pada output suatu deck.
Kebanyakan noise disebabkan oleh desis pita yang merupakan hasil pembacaan pita oleh head. Desis
pita merupakan ‘’dosa asal’’ di semua pita yang digunakan.
Noise juga dibangkitkan oleh deck itu sendiri tetapi pada tape deck dengan kualitas tinggi, jumlah noise
yang dibangkitkan jauh lebih rendah dari desis pita. Jadi sebenarnya S/N ratio lebih banyak ditentukan
oleh pita ybs. Tape Deck kelas Hi-Fi selalu dilengkapi dengan sistim penekan desis dan yang umum
dipakai adalah Dolby NR. Contoh : Dolby NR In = 66 dB (>5kHz) makin tinggi angkanya makin baik.
Dolby NR out = 56 dB
Pada catalog, spesifikasi dinyatakan dengan posisi Dolby In dan Out.
S/N ratio akan berbeda tergantung pada jenis pita yang dipakai, pada umumnya pabrik menyatakan S/N
ratio memakai pita CrO2.
Sensitivity, merupakan besarnya signal input yang dibutuhkan oleh tape deck untuk mendapatkan
output 0 dB.
Tape deck mempunyai 2 input yaitu 1 untuk Microphone dan 1 untuk Line.
Contoh, Mic : sensitivity 0,25 mV, input impedance 10k . Mic impedance 400 ~ 10 K .
Line : sensitivity 60 mV, input impedance 40~98 k .
Mic input sensitivity dan impedance bermacam macam tergantung pada pabrik pembuat dan komponen
komponennya. Umumnya sensitivity adalah 0,25 mV (-72dB) dan cakupan impedansi antara 400 ~ 20 K .
Perbedaan perbedaan ini tidak berpengaruh terhadap Mic dengan impedansi rendah.
Line In input adalah terminal input dimana output dari komponen yang lain (CD player, tape deck ke 2,
receiver, amplifier dsb) dihubungkan.
Dalam praktek input impedance harus diatas 40 K dan input sensitivity harus diantara 50 ~100 mV.
Sensitivity dan impedansi ditentukan berdasarkan standard JIS (Japan Industrial Standard) atau EIAJ
(Electronic Industry Association of Japan)
Contoh cassette deck,
Line output level : 700mV, imp 2,5 K atau kurang, load impedance 22 K atau lebih.
Headphone output : 125mV, load impedance (impedansi beban) 8 ~ 125
Connector DIN dan Pin-Plug Terminal penghubung antara cassette deck dengan amplifier ada 2 jenis
yang berbeda yaitu DIN dan Pin-Plug.
Pin-plug connector dipakai untuk hubungan antara LINE OUT pada deck
dan jack PB pada amplifier dan juga antara LINE IN pada deck dan REC
OUT pada amplifier dengan memakai kabel kabel stereo. 1 kabel stereo
untuk setiap channel dan harus dipastikan bahwa kabel L dan R
dihubungkan pada terminal yang sesuai / benar.
DIN connector sangat praktis dan sederhana tetapi signal input dan output keduanya memakai kabel
yang sama jadi kita tidak dapat memonitor selama proses rekam. DIN connector juga tidak dapat dipakai
untuk menghubungkan satu deck dengan deck lainnya karena input akan dihubungkan ke input dan
output ke output.
Bias untuk recording
Pada saat melakukan recording maka pada signal suara yang direkam pada pita ditambahkan suatu arus
panjar (bias) karena jika tidak maka hasil rekamannya akan cacat (distorsi).
Untuk hasil terbaik dipakai AC bias agar mutu suaranya super dengan S/N ratio yang tinggi.
Recording Mute
Merupakan suatu rangkaian yang dirancang untuk mematikan (cut out) signal suara pada waktu recording.
Rec Mute berbeda dari ‘’Pause’’ yang jika ditekan akan menghentikan mekanik transport = menghentikan
jalannya pita. Pada ‘’Rec Mute’’ jika di aktifkan maka pita tetap berjalan, jadi hanya memblokir signal
suara sehingga tidak terekam pada pita.
Rec Mute dipakai jika kita akan memblokir siaran
iklan atau bagian bagian yang tidak diinginkan dari
suatu pemancar radio selama recording. Rec Mute
juga berguna untuk menciptakan daerah kosong yang
diperlukan antara lagu satu dengan lagu lainnya.
Hal ini berguna untuk tape deck yang dilengkapi
dengan fungsi ‘’automatic music selector’’ (memilih
lagu secara otomatis) karena kerja sensornya
berdasarkan ruang kosong (blank) antar lagu tsb.
Equalization
Selama recording maupun Playback, suatu kompensasi
harus dibuat untuk jenis jenis pita yang berbeda dan juga
karena macam macam kerugian akibat kontak pita dan
head yang buruk dan juga kerugian pada headnya sendiri.
Hal tsb dilakukan oleh suatu rangkaian Equalizer yang
dipasang pada Rec dan PB amplifier pada tape deck.
Time constant (konstanta waktu) yang dipakai juga
berbeda beda tegantung jenis pita yang dipakai, tujuan
akhirnya adalah untuk mendapatkan response frekuensi
yang datar (Flat)
Dolby C mempunyai prinsip kerja yang hampir sama dengan Dolby B tetapi lebih unggul karena juga
menekan noise didaerah frekuensi rendah. Selain itu juga mempunyai rangkaian ‘’anti saturation’’ sehingga
tidak dipengaruhi oleh level signal. Dolby C menekan noise hingga 20 dB (10x)
Dolby HX (headroom extension)
Bekerja bersama dengan Dolby B untuk meningkatkan linearitas frekuensi tinggi pada waktu recording
dimana ‘’bias dan pre emphasis (rec equalizer)’’ dikurangi ketika banyak frekuensi tinggi yang hadir
sehingga ‘’headroom (ruang)’’ untuk frekuensi tinggi bertambah 10 dB (diatas 10 kHz). Dolby HX juga
menjaga unjuk kerja yang optimal dengan memperhatikan pada distorsi frekuensi menengah dan rendah,
drop out dan modulasi noise.
Pada cassette deck disediakan switch selector Noise reduction (NR) sehingga dapat dipilih sesuai
kebutuhan apakah Dolby B, Dolby C atau dbx. Jika cassette deck hanya dilengkapi dengan Dolby B NR
saja maka rekaman dengan Dolby C NR tetap dapat dipakai / tidak ada perbedaan yang besar pada
reproduksi musik.
Hal hal yang perlu diperhatikan bila memainkan pita cassette dengan rekaman Dolby NR.
a. Selama Playback pastikan Switch Dolby NR pada posisi ‘’IN’’. Karena Dolby NR menaikkan frekuensi
tinggi pada saat Rec. Maka pada saat PB frekuensi tinggi tsb harus dikembalikan ke level (tingkatan)
semula yang normal agar noise pita ikut ditekan.
b. Bila pita dengan rekaman Dolby di playback dengan posisi switch Dolby NR ‘’OUT’’ maka frekuensi
tinggi (treble) seakan-akan dinaikkan (lebih nyata) akan tetapi noise nya pun akan terdengar nyata.
c. Bila pita tidak direkam dengan Dolby (OUT) lalu di playback pada posisi switch Dolby NR ‘’IN’’ maka
reproduksi suaranya akan teredam khususnya pada frekuensi tinggi sehingga terdengar tidak alami.
Dalam hal ini maka Switch Dolby NR juga harus pada posisi ‘’OUT’’
dbx System NR ini dikembangkan oleh perusahaan dbx di Amerika.
Prinsip kerjanya, pada waktu recording semua level signal input
ditekan (encode / compression) ½ nya sehingga level signal
yang tinggi tidak menyebabkan ‘’tape saturation’’
Pada saat playback signal yang telah direkam dalam kondisi di
‘’encode’’ tsb dikembalikan ke level semula (decode /
expansion) 2 x nya.
Memory Play.
a. Dari posisi rewind ke play pada 000.
b. Dari posisi Fast forward (FF) ke play pada 000.
Memory Stop
a. Stop pada 000 selama Play.
b. Stop pada 000 selama FF.
c. Stop pada 000 selama Rewind
3. Peak Meter
Baik VU maupun Level meter menunjukkan level rata rata dari suatu signal musik, maka Peak meter
menunjukkan nilai Peak (puncak) nya. Jadi Peak meter dapat menunjukkan nilai Peak dari level suara tinggi
yang terjadi sesaat dan tiba tiba. Hal ini sangat penting untuk cassette deck. Response time juga cepat yaitu
10 mili detik.
Sistim meter yang digunakan pada tape deck model lama menggunakan jenis jarum penunjuk mekanik tetapi
sekarang menggunakan meter digital electronik.
Meter digital menggunakan elemen display (tampilan) yang berupa FL (Fluorescent Lamp), LED (Light
Emiting Diode) atau LCD (Liquid Crystal Display)
FL meter ada juga yang dilengkapi dengan fungsi ‘’Peak Hold’’.
Meter meter elektronik mempunyai waktu response yang sangat cepat sehingga cocok sebagai ‘’Peak
meter’’, disamping itu juga lebih tahan lama dan mudah dibaca.
Pengaturan level penting untuk merekam musik tetapi
kenyataannya selama recording bagian bagian musik
yang keras menyebabkan meter bergerak dengan
sangat cepat dan tidak teratur. Hal ini menyebabkan
kita seringkali gagal untuk melihat nilai Peak nya.
Dengan fungsi ‘’Peak hold’’ maka nilai peak nya dapat
dipegang (di memory sesaat selama 3 detik) sehingga
dapat dibaca dengan mudah.
Soft Touch dan Feather touch pada tombol kontrol tape deck.
Juga jangan mengubah-ubah level recording setelah didapat satu posisi yang sesuai karena akan
mengakibatkan hasil rekaman yang tidak stabil. Aktifkan fungsi Noise reduction seperti Dolby B atau C.
Recording level yang optimal juga tergantung dari jenis pita yang dipakai, pita Metal dapat merekam hingga
level +6dB pada Peak meter.
Meskipun selectivity merupakan hal yang mutlak namun jika melewati batas Selectivity yang buruk; Stasiun A dan C mengganggu
stasiun B
multipath
menghilangkan gangguan gangguan tsb dan menjaga agar signal
aslinya tetap bersih.
Dinyatakan dalam dB dan makin besar angkanya maka makin kecil
pengaruh gangguannya.
Jika > 40 dB maka hal ini baik sekali / tidak ada masalah.
Melalui filter limiter gelombang Tuner FM menerima gel.
menjadi bersih kembali AM dengan gangguan beat
Bila sebuah tuner menerima suatu gelombang tertentu dari pemancar bisa
jadi juga menerima gangguan gangguan dari gelombang gelombang lain
selain gelombang aslinya.
Interference rejection merupakan kemampuan tuner yang hanya meloloskan
gelombang yang dikehendaki saja dan menolak gangguan gangguan tsb.
Standar Interference rejection yang baik, makin besar angkanya makin baik unjuk kerjanya.
Image rejection > 80 dB, sangat baik
Image rejection > 40 dB, biasa saja
IF rejection > 70 dB, baik
Spurious response rejection > 70 dB, baik
Antena dan kabelnya
Ada 2 jenis kabel antenna
1. Kabel feeder, harganya murah dan mudah digunakan tetapi tidak
mempunyai perlindungan terhadap interferensi dan noise.
2. Kabel coaxial, lebih baik karena mempunyai konduktor dibagian dalam yang
dikelilingi (dibungkus) dengan pelindung kawat tembaga anyaman dibagian
luarnya sehingga lebih tahan terhadap gangguan dari luar.
75 coaxial 300 feeder
Kebanyakan antenna dirancang untuk hubungan langsung ke kabel feeder 300 , sedangkan kabel coaxial
mempunyai impedansi 75 , jadi diperlukan suatu “matching transformer” untuk menyesuaikan hubungan
antenna tsb. Dewasa ini sebagian besar antenna telah dirancang untuk langsung dihubungkan dengan
kabel coaxial 75 .
Kabel antenna tsb pada Tuner juga harus disambungkan pada terminal 75 .
Ada berbagai jenis antenna FM, yang jelas antenna antenna tsb
dirancang untuk disesuaikan dengan kebutuhan.
Pada dasarnya makin jauh lokasi tuner dari pemancarnya maka
jumlah elemen antena juga harus bertambah banyak.
Jika kekuatan signalnya rendah maka distorsi dan noise bertambah.
Memakai antena dengan jumlah elemen yang lebih banyak akan menambah penguatan dan “directivity”
untuk mengurangi distorsi dan noise sehingga didapatkan penerimaan stereo yang stabil dan jernih.
Jika tinggal di kota dengan banyak gedung tinggi maka akan terjadi gangguan “multipath”.
Dalam hal ini diperlukan antenna yang dirancang khusus dan mempunyai “directivity” yang baik tetapi
mempunyai penguatan lebih rendah dari antenna dengan banyak elemen.
Tuner dengan Quartz synthesizer
Dewasa ini tuner kelas “High End” menggunakan sistim penalaan “Quartz synthesizer Tuning”
Sistim ini memakai Quartz crystal oscillator sebagai basis untuk ketepatan sintesis dan frekuensi yang
diperlukan untuk menerima pemancar yang diinginkan.
Hal ini akan mencegah terjadinya problem bergesernya atau salah
penalaan.
1. Quartz synthesizer Tuner tidak mempunyai tombol tuning mekanik
(tombol putar), skala gelombang, jarum penunjuk frekuensi gelombang
dan meter kekuatan signal ybs..
Penalaan semuanya dilakukan secara elektronik yang di control dengan
mudah melalui tombol sentuh.
Frekuensi pemancar yang diterima ditampilkan pada display digital dan indicator LED yang menyala
bila telah diterima dengan tepat. Pemancar yang disukai dapat di “memory” pada micro computer
(preset) sehingga setiap kali dibutuhkan dapat dipilih kembali hanya dengan menekan tombol sekali
sentuh.
2. Quartz synthesizer tuner memiliki penerimaan yang akurat. Pada tuner konventional, penalaan
dilakukan dengan memutar tuning capasitor, karena penalaan dengan cara ini sangat variabel dan di
kontrol secara manual (dengan tangan) maka selalu ada penalaan yang meleset (mis tuning) yang
menyebabkan distorsi dan hilangnya pemisahan stereo. Hal ini juga dapat terjadi bila ada perubahan
temperatur. Dengan tuner jenis ini maka ketepatan penalaan dapat diperoleh (seperti jam yang
menggunakan Quartz).
Penerimaan akan di kunci pada frekuensi Quartz sehingga tidak ada lagi kesalahan penalaan selama
frekuensi pemancar tidak berubah.
b. Sensitivity
S/N 30 dB 2.0BV (300 ) 2.0BV (300 ) 1BV (75 )
1.3BV (75 ) 1 BV (75 )
S/N 26 dB 1.8BV (300 ) 1.8BV (300 ) 0.9BV (75 )
1.2BV (75 ) 0.9 BV (75 )
S/N 20 dB 1.6 BV (300 ) 1.6 BV (300 ) 0.8BV (75 )
0.9BV (75 ) 0.8 BV (75 )
IHF usable sensitivity 1.9BV (IHF 58) 24.5BV (75 ) 2BV (75 )
IHF S /N 46 dB stereo 20BV (75 )
quieting sensitivity
c. Total harmonic distortion
MONO 0.08 % 0.1 % 0.15 %
STEREO 0.15 % 0.15 % 0.3 %
d. S/N MONO 68 dB (77 dB, IHF) 70 dB (78 dB, IHF) 70 dB (78 dB, IHF)
STEREO 65 dB (72 dB, IHF) 65 dB (72 dB, IHF) 65 dB (72 dB, IHF)
e. Frequency response 20 Hz ~ 15 KHz, 20 Hz ~ 15 KHz, 20 Hz ~ 15 KHz,
+0.5dB, -1.5dB +0.5dB, -1.5dB +0.5dB, -1.5dB
f. Alternate channel
75 dB 60 dB 65 dB
selectivity
g. Capture ratio 1.0 dB 1.0 dB 1.0 dB
h. Image rejection at 98 MHz 65 dB 55 dB 40 dB
i. IF Rejection at 98 MHz 85 dB 80 dB 70 dB
j. Spirious response rejection
90 dB 80 dB 70 dB
at 98 MHZ
k. AM Suppression 52 dB 55 dB 50 dB
l. Stereo separation 1 KHz 45 dB 50 dB 40 dB
10 KHz 35 dB 40 dB 30 dB
m. Carrier leak 19 KHz -30dB (-40dB, IHF) -30dB (-40dB, IHF) -30dB (-40dB, IHF)
38 KHz -50dB (-40dB, IHF) -45dB (-50dB, IHF) -45dB (-50dB, IHF)
n. Channel balance
250Hz ~ 6300Hz +/- 1.0dB +/- 1.0dB +/- 1.5dB
o. Limiting point 1.2 BV 1.9 BV 1.2 BV
p. Bandwidth 180 kHz 180 kHz 180 kHz
IF amplifier 1000 kHz 1000 kHz 1000 kHz
FM demodulator
300 (balanced) 300 (balanced) 75 (unbalanced)
q. Antenna terminals
75 (unbalanced) 75 (unbalanced)
AM Tuner section
MW 522 ~ 1611 kHz
522 ~ 1611 kHz ( 9 kHz step)
r. Frequency range 522 ~ 1611 kHz SW1 2.3 ~ 7MHz (130 ~42.9m)
530 ~ 1620 kHz (10 kHz step)
SW2 7 ~ 22MHz (42.9 ~13.6m)
MW 20BV, 300 BV/m
s. Sensitivity S/N 20dB 30BV, 250 BV/m 30BV, 250 BV/m SW1 10BV, 350 BV/m
SW2 10BV
MW 30 dB
t. Selectivity (+/- 9kHz) 30 dB 55 dB SW1 27 dB
SW2 27 dB
u. Image rejection at 50 dB 45 dB MW 40 dB
1000kHz 40 dB 40 dB SW1 20 dB (at 4 MHz)
IF rejection at 1000kHz SW2 10 dB (at 15 MHZ)
--
v. General
Output voltage 0.3V (0.6V, IHF) 0.3V (0.6V, IHF) 0.3V (0.6V, IHF)
Power consumption 12W 8W 6W
AC 110/120/220/240V, AC 110/120/220/240V, 50/60Hz AC 110/120/220/240V, 50/60Hz
Power supply
50/60Hz
Dimensions (WxHxD)mm 297 x 49 x 244 297 x 49 x 232 430 x 53 x 246
Weight 2.8 kg 2.8 kg 2.4 kg
BAB 5.
Graphic Equalizer Suatu Graphic equalizer membagi “spectrum audio” dalam
Band–band yang sempit dimana masing masing band tsb
dapat diperkuat atau diperlemah amplitudonya (volume nya).
Biasanya graphic equalizer dihubungkan secara “Loop”
(lingkaran tertutup) ke amplifier. Signal suara dari amplifier
yang sudah di “equalisasi” dikirim kembali ke amplifier ybs.
Disebut Graphic equalizer karena posisi slider (tombol penggeser) memberikan gambaran dari kurva
penyamaan yang dihasilkan oleh Equalizer ybs.
Misal : slider frekuensi tinggi diatas maka nada nada tinggi (treble) akan ditingkatkan.
Dahulu graphic equalizer digunakan oleh para professional di studio audio tetapi kini dapat dipakai di
rumah tangga biasa.
Graphic equalizer sesuai namanya sebetulnya digunakan untuk membuat response di semua frekuensi
pada level yang sama (equal). Jadi level frekuensi yang lemah dikuatkan, level frekuensi yang kuat
dilemahkan sehingga didapat response yang datar (equal)
Aplikasi Graphic Equalizer
Catatan: Bila menaikkan frekuensi tinggi terlalu banyak maka ada kemungkinan akan membebani tweeter
secara berlebihan sehingga dapat merusaknya (membakar). Juga dalam penggunaannya jangan
menaikkan beberapa slider yang berdampingan terlalu banyak. Jadi lebih efektif bila menaikkan 1 slider
dan menurunkan slider slider dikedua sisinya terutama bila ingin memperbesar suatu bunyi khusus seperti
Bass / Drum
Tombol (switch) reverse
Kualitas suara yang Tinny (seperti kaleng), nasal (sengau) atau boomy
(suara letupan) dapat dihilangkan dengan melemahkan Band band
frekuensi yang berkaitan. Jadi dalam hal ini equalizer dapat
memberikan estetika dan pengaturan yang kreatif sehingga dapat
meningkatkan performance suaranya.
Dengan mengetahui sifat sifat yang khas dari masing masing kelompok frekuensi pada gambar diatas
maka kita dapat mengatur Equalizer sesuai kebutuhan atau selera kita masing masing.
Frekuensi dibawah 20 Hz (subsonic) dan diatas 20 kHz (ultrasonic) tidak dapat didengar oleh telinga
manusia, jadi suatu perangkat atau peralatan audio yang dapat mengolah suara dari 20 Hz hingga 20
kHz sudah memenuhi syarat karena sesuai dengan kemampuan dengar manusia.
Contoh spesifikasi teknik Graphic Equalizer
Output amplifier dihubungkan dengan Voice coil (kumparan suara) yang berhubungan
dengan membran (diaphragm) pada speaker tsb.
Bila arus listrik (signal suara) melalui voice coil maka timbullah suatu medan magnet yang
mendorong voice coil tsb untuk bergerak didalam medan magnet yang berasal dari magnet
tetap pada speaker tsb, maka akan terjadi 2 medan magnet yang akan saling tarik / tolak
sehingga membran speaker bergerak maju mundur (bergetar).
Gerakan membran speaker (getaran udara) ini merupakan suara yang dapat kita dengar.
Jika getaran udara tsb mempunyai tekanan > 0,0002 Bbar maka akan dapat didengar
oleh telinga manusia.
Normalnya saluran kiri dari signal stereo direproduksi lewat sistim speaker disebelah
kiri demikian juga saluran kanan direproduksi lewat sistim speaker disebelah kanan.
Bila sumber suaranya “mono” maka kedua speaker tsb mereproduksi suara yang
persis sama.
Struktur Sistim Speaker
Bila sistim speaker menggunakan speaker tunggal untuk
menangani seluruh spektrum (bidang / lingkup) suara maka
disebut sistim “1 way”.
Sistim “2 way” membagi spektrum audio menjadi frekuensi
rendah dan tinggi dan masing masing memakai speaker
terpisah (sendiri sendiri).
Sistim “3 way” memakai speaker terpisah untuk frekuensi
frekuensi rendah (Bass), menengah (midrange) dan tinggi
(treble).
Didalam praktek juga dijumpai sistim 4 Way, 5 Way dsb.
Istilah “way” pada 2 way atau 3 way menyatakan bagaimana range (lingkup) frekuensi audio dipilah pilah
jadi bukan banyaknya speaker yang dipakai.
Untuk speaker itu sendiri juga mempunyai istilah seperti “woofer” untuk Bass, “midrange” atau “squawker”
untuk frekuensi menengah dan “tweeter” untuk Treble.
Sistim speaker merupakan gabungan dari cabinet, dividing network (biasa disebut cross over) dan
speaker. Sistim stereo memakai sepasang (dua) sistim speaker.
Jenis Flat
Sesuai untuk audio digital, mempunyai diaphragm yang datar untuk mengatasi “cavity
effect” yang selalu timbul pada speaker jenis “Cone”
Jenis Cone
Merupakan speaker konvensional dimana diaphragma nya berbentuk “cone” (kerucut).
Cone dan Dome speaker hampir sama tetapi cone speaker memakai kertas cone untuk
diaphragma nya sedangkan dome speaker memakai bahan metal atau synthetic resin
film
Jenis Dome
Banyak digunakan untuk tweeter karena karakteristik dispersi suaranya sesuai.
Diaphragma nya langsung memancarkan suara. Kurang effisien bila dibanding Horn
speaker tetapi suaranya lembut dengan dispersi yang sangat baik.
Jenis Horn
Memakai horn (biasanya dari bahan logam) yang dipasang pada speaker yang kecil.
Berbentuk pipa dengan ujung akhir yang terbuka seperti megaphone. Susunan ini
membuat effisiensi tinggi dalam hal mereproduksi suara yang jelas dan bertenaga.
Banyak dipakai untuk Tweeter dan Midrange.
Jenis Ribbon
Diaphragma nya memakai pita metal yang sangat tipis. Dipakai untuk Tweeter dan
Super tweeter.
Flat diaphragm speaker
Speaker jenis “Cone” telah digunakan puluhan tahun lamanya namun untuk digital audio yang berkembang
pesat dewasa ini kurang memenuhi syarat karena adanya beberapa kelemahan.
Jadi kesimpulannya “Flat diaphragm” speaker dengan susunan honeycomb memenuhi 3 syarat sebagai
speaker “Hifi” yaitu, * Flat diaphragm >>> respon frekuensi yang halus dan datar.
* Nodal drive >>> bidang respon frekuensi lebih lebar.
* Honey comb >>> distorsi rendah.
Jenis jenis cabinet speaker
1. Jenis Closed
Cabinetnya tertutup rapat / kedap udara, disebut juga “acoustic suspension” atau
“air suspension”
Pada kotak acoustic suspension, speaker dipasang dibagian depan dan kotaknya sendiri sangat rapat
karena tidak ada lubang bagi udara untuk masuk dan keluar. Jadi pada disain ini udara dalam kotak
digerakkan oleh bagian belakang diaphragm speaker.
Pada disain “Bass Reflex’ mempunyai lubang pada kotak yang disebut Bass reflex port / duct berfungsi
untuk menyalurkan gelombang suara dari belakang speaker ke depan sedemikian rupa sehingga phasanya
sesuai dan tidak saling meniadakan. Bass reflex terasa pengaruhnya hanya pada “woofer” sehingga
response Bass akan naik.
Jadi pada dasarnya “acoustic suspension” cenderung bersuara “tight” dan “controlled” sedangkan “Bass
reflex” bersuara lebih kaya dan terbuka khususnya pada frekuensi rendah (bass) sehingga effisiensinya
lebih baik. Namun demikian semua pilihan tergantung dari selera masing masing pendengar.
Impedansi speaker
Secara umum impedansi merupakan jumlah dari tahanan (resistansi
dan reaktansi) terhadap aliran arus bolak balik. Signal suara
termasuk musik merupakan arus bolak balik (AC).
Nilai impedansi dari sistim speaker menunjukkan kesesuaian secara
elektrik dari 2 macam perangkat stereo (speaker dan amplifier).
Satuannya dinyatakan dalam Ohm ( ) dan umumnya sekitar 8 .
Reaktansi adalah tahanan yang ada pada capasitor atau kumparan (coil).
Pada capasitor, makin tinggi frekuensinya maka arus listrik makin mudah mengalir. Bila aliran listrik mudah
mengalir dikatakan sebagai “Low impedance”
Pada kumparan, makin tinggi frekuensinya maka arus listrik makin sulit mengalir. Bila aliran listrik sulit
mengalir dikatakan sebagai “High impedance”.
Impedansi beban speaker terhadap amplifier mempunyai batas terendah, artinya tidak bisa asal sambung
speaker. Pada umumnya batas terendah dari impedansi beban adalah 4 artinya hanya speaker dengan
impedansi 4 yang dapat dihubungkan ke amplifier untuk setiap channelnya.
Catatan : bila 2 buah speaker dengan impedansi 4 dihubungkan secara parallel maka total impedansinya
menjadi 2 , hal ini berbahaya bagi amplifier karena menjadi “Overload” (seperti dihubung singkat) dan akan
merusak amplifier ybs.
Berikut contoh penyambungan speaker yang salah dan benar
= Speaker impedance
Crossover frequency
Bila signal musik dari frekuensi tinggi hingga rendah dikirim oleh amplifier ke
multi speaker (2 way, 3 way dst) maka signal tsb dibagi menjadi band band
frekuensi untuk menggerakkan speaker yang bersangkutan.
Titik dimana frekuensi tsb dibagi menjadi band band disebut “Cross over” dan
frekuensinya disebut “cross over frequency”
Band frekuensi rendah diteruskan ke Woofer, band frekuensi menengah
diteruskan ke midrange dan band frekuensi tinggi diteruskan ke tweeter.
Speaker yang dibuat secara khusus (woofer, midrange, tweeter) dibutuhkan untuk mengurangi distorsi karena
masing masing speaker menangani bidang frekuensi tertentu, disamping itu respon frekuensinya akan
menjadi datar (flat) dan lebar (wide)
Pada sistim 2 way, suara direproduksi dengan speaker khusus untuk frekuensi tinggi (tweeter) dan frekuensi
rendah (woofer). Untuk 3 way ditambah dengan speaker khusus frekuensi menengah (midrange). Jadi sistim
2 way mempunyai 1 crossover frequency dan 3 way mempunyai 2 crossover frequency.
Rangkaian / alat untuk memisahkan frekuensi tsb disebut “dividing network” tetapi agak salah kaprah karena
orang biasa menyebutnya “crossover”
Music Input Power
Menyatakan output amplifier maksimum sesaat (momentary) yang dapat diumpankan ke speaker tanpa
merusaknya dan juga suara harus terdengar normal (tidak rusak).
Dinyatakan dalam W (watt), makin besar angkanya maka makin besar tenaga listrik yang dapat
diumpankan secara aman ke speaker ybs.
Contoh:
Catatan: bila output SPL 3 dB lebih rendah maka menggandakan 2x output amplifier akan diperlukan.
Angka standar untuk output SPL yang baik = angka terendah yang dapat digunakan adalah > 85dB.
Efisiensi speaker
Efisiensi rendah
Menggambarkan seberapa efisien suatu speaker dalam mengubah Efisiensi rendah
Pada umumnya Tweeter tweeter harus setinggi telinga orang yang mendengarkan jika ybs duduk pada
posisi (tempat) mendengarkan.
Jika tidak menggunakan jenis speaker “floor standing” maka speaker speaker box harus ditempatkan
diatas dudukan speaker (speaker stand) atau batu beton yang berat. Jangan meletakkan speaker box
pada dudukan yang rapuh atau berongga (cekung) karena dapat merambatkan vibrasi atau resonansi.
Kotak atau cabinet kosong tidak cocok untuk dudukan speaker box
Speaker box disarankan untuk tidak ditempatkan pada sudut sudut ruang kecuali memang dirancang untuk
keperluan tsb. Hal ini akan menimbulkan suara Bass yang bergema (booming). Hal yang sama juga terjadi
bila memakai semacam rak yang ditempel pada dinding.
Untuk itu harus selalu ada jarak antara speaker box dengan dinding terdekatnya.
Aturan normalnya speaker box diletakkan secara tegak lurus tetapi bila tidak cukup ruang maka speaker
box dapat diletakkan pada posisi tidur (horizontal) tetapi tempatkan sedemikian rupa sehingga posisi
tweeter untuk speaker box kiri dan kanan ada disisi terluar / terjauh dan woofer nya ada di posisi dalam jika
dilihat dari posisi orang mendengarkan.
Tweeter tweeter sengaja diposisikan terluar karena dengan melebarkan jaraknya akan memberi dampak
yang besar pada bayangan stereo yang dihasilkan sehingga suara keseluruhan akan jauh lebih lebar.
Kondisi ruang dengar.
Reproduksi suara stereo yang baik ditentukan pertama oleh komponen
sistim stereonya lalu kondisi ruangnya karena sangat mempengaruhi kualitas
suara yang dihasilkan.
Ruang dengar yang besar akan meningkatkan response Bass. Plafon yang
tinggi akan menunjang hal tsb akan tetapi ruang dengar dengan ketinggian
yang umum dirumah bukan merupakan halangan untuk mendapatkan hasil
yang memuaskan.
Ruang dengan dinding dan lantai beton namun tidak ada perabot didalamnya akan memberikan terlalu
banyak gema atau pantulan suara, ruang semacam ini disebut “Live room”.
Sebaliknya ruang dengan dinding kayu dan ada perabot didalamnya (kursi, lemari dll) serta karpet tebal
akan meredam dan menyerap terlalu banyak suara, ruang semacam ini disebut “dead room”
Jadi yang dibutuhkan adalah “live room” dengan jumlah gema / pantulan yang tepat sehingga didapat
suara yang alami dari frekuensi rendah hingga tinggi.
Kontrol Tone pada amplifier menghasilkan penguatan / pelemahan yang halus pada kurva disekitar frekuensi
tengahnya sedangkan Kontrol level pada speaker menghasilkan penguatan / pelemahan pada seluruh bidang
frekuensi yang di supply ke tweeter / midrange. Jadi pengaruh kedua macam kontrol tsb berbeda.
Kabel Speaker
Kabel speaker sebaiknya sependek mungkin antara power amplifier dan sistim speakernya, jadi panjang
kabel sesuai kebutuhan saja. Kabel yang besar juga lebih baik karena ketebalan dan panjangnya akan
mempengaruhi “impedansi” dan “damping factor” dari amplifier ybs.
Kabel untuk speaker kanan dan kiri sebaiknya sama panjang tetapi sedikit perbedaan tidak terasa
pengaruhnya.
Pada saat menghubungkan kabel speaker ke terminal speaker pada amplifier, kawat
serabut harus dipelintir menjadi satu untuk mencegah hubungan singkat (kortsluit)
antara kabel + dan -.
Jika kabel disolder dahulu sebelum dihubungkan ke terminal akan lebih baik lagi.
Hubungan kabel harus benar untuk mencegah terjadinya kerusakan pada amplifier dan
speaker speakernya.
Tanda + dan – pada speaker tidak sama dengan DC (direct current = arus
searah seperti pada battery) karena signal suara polaritasnya berubah ubah
(AC = arus bolak balik) .
Jadi tanda + dan – tsb menentukan fasa dari gerakan speakernya (arah maju
atau mundur), speaker kanan atau kiri harus mempunyai fasa yang sama (in
phase)
Jika hubungan + dan – pada salah satu speaker terbalik dari speaker yang lain maka speaker kiri dan
kanan akan bekerja dengan fasa yang berlawanan satu sama lain sehingga reproduksi suara stereo
normal tidak terjadi. Suara terdengar sangat tidak alami karena menjadi lemah dan bayangan stereonya
tidak jelas (out of phase). Jika hal ini terjadi maka cobalah untuk membalik hubungan kabel dari amplifier
ke speakernya pada salah satu dari sistim speakernya (kiri saja atau kanan saja).
Catatan: Terminal pada speaker biasanya sudah diberi tanda + dan --, tetapi bila tanda tsb tidak jelas
maka cara untuk menentukan kutub + dan -- pada speaker tsb menggunakan battery 1,5 V dimana kutub
+ dan -- battery dihubungkan ke terminal speaker ybs. Jika cone speaker bergerak maju maka terminal +
pada speaker = Kutub + pada battery. Jika cone bergerak mundur maka hubungan battery harus dibalik
sehingga cone dapat bergerak maju.
Directional dispersion (arah penyebaran suara) pada speaker
Sebuah speaker harus mendistribusikan tenaga suara secara luas dan merata ke seluruh area dengar.
Jadi tidak hanya didepan sumbu speaker saja tetapi juga kesamping samping nya.
Directional dispersion buruk bila response frekuensi buruk pada sudut tertentu yang jauh dari bagian
depan speaker bila dibandingkan dengan response pada sumbu speaker.
Directional dispersion baik bila response frekuensi tidak berubah meskipun didiengarkan jauh dari bagian
depan speaker.
Directional dispersion berbeda beda untuk frekuensi frekuensi utamanya untuk frekuensi tinggi akan
memburuk karena mempunyai kecenderungan seperti jalannya sinar (lurus) dan melemah dengan cepat
jika menjauhi bagian depan speaker.
Sistim Analog
Sisitim Digital
Sistim analog menghasilkan reproduksi suara yang terganggu noise dari medium.
Yang dimaksud dengan medium disini bisa dari pita magnetic, gesekan pita dengan head (gesekan
mekanik) atau dari rangkaian electroniknya sendiri.
Sistim digital walaupun mediumnya dapat mengganggu signal digital akan tetapi karena sifat digital tidak
membaca noise dan yang dibaca adalah tinggi rendahnya signal digital maka noise medium tidak akan
mempengaruhi nya. Reproduksi suara yang dihasilkan bebas dari noise medium.
Keunggulan lainnya.
Pada saat Playback maupun recording tidak ada kontak fisik antara Disc dengan “Laser Pick Up”
sehingga disc (piringan) tidak rusak.
Lapisan plastic bening melindungi data pada CD dari goresan, kotoran atau tapak jari
Ukuran diameternya hanya 12 Cm dengan ketebalan 1,2mm cukup kecil / pipih sehingga dapat
menghemat tempat.
Didalamnya CD sudah dilengkapi dengan informasi untuk “display” digital dimana info lagu, jumlah track,
waktu main tiap lagu dan total waktu tiap disc dapat ditampilkan. Juga dilengkapi dengan signal control
yang berfungsi untuk memilih lagu secara berurut atau acak dengan cepat (random access).
Perbandingan antara Compact disc, piringan hitam (LP / longplay) dan pita Cassette
Pita Cassette
CD Piringan hitam( LP)
(dengan Dolby C)
Format recording digital analog analog
Dynamic range >96 dB 70 dB 80 dB
Noise reduction Tidak ada Tidak ada Ada (sistim Dolby)
Total harmonic distortion 0,004 % 1~2% 0,8 %
20 Hz ~ 17 KHz
Frequency response 4 Hz ~ 20 KHz 30 Hz ~ 20 Khz
(dengan pita normal)
Wow & Flutter 0,00001 % 0,03 % 0,04 %
Playing time 74 menit 25 menit 2 jam (bolak balik)
Signal to noise ratio 96 dB 60 dB 78 dB
Diameter disc 12 cm 30 cm
Dari table perbandingan diatas jelas terlihat bahwa CD jauh lebih unggul dalam hal kualitas suara.
Audio input Proses merekam dan playback pada CD
Pada waktu proses merekam menggunakan sistim PCM (pulse code
modulation) yang merupakan suatu sistim dimana signal audio di
Sampling “sampling” pada nilai yang tinggi (44,1 KHz) lalu di “quantisasi” dan
akhirnya direkam sebagai “code binary” digital dalam bentuk pulsa pulsa.
Media untuk menyimpan data data tsb ada yang berupa pita magnetic,
Quantization
&
tetapi yang dibahas pada penjelasan ini menggunakan media CD.
A/D conversion
Signal analog tsb lalu dilewatkan pada “low pass filter” agar signal signal yang tidak dikehendaki selama
proses digital dapat dihilangkan.
Signal audio aslinya yang didapat lalu dapat dikirimkan ke amplifier agar dapat direproduksi melalui speaker.
Sistim control merupakan bagian yang berhubungan dengan “key input” (tombol tombol control) dari “front
panel” atau remote control dan meneruskan perintah dari key input atau remote control tsb ke bagian bagian
terkait pada CD player. Sistim control juga mengatur tampilan data CD pada layar tampilan (display) seperti
TOC dsb.
Keluarga CD
Selain CD audio, dewasa ini kita juga menjumpai jenis CD yang lain yaitu :
1. VCD atau Video CD yang berisi rekaman gambar dan suara. VCD berbeda dengan CD karena
menggunakan sistim pengkompresan data.
( Dalam hal ini disebut MPEG1 = Motion Picture Expert Group).
2. CD RAM (random access memory) dapat diisi data dan dihapus kembali
3. CD ROM (read only memory) berisi data yang hanya dapat dibaca saja.
4. CDR atau CD recordable yang dapat diisi data sekali saja dan tidak dapat dihapus lagi.
5. CD RW atau CD rewrite dimana data yang sudah diisikan dapat ditambah atau dihapus kembali
CD RAM, CD ROM, CDR dan CDRW umumnya digunakan pada computer untuk keperluan menyimpan
atau membaca data. CD CD tersebut diatas tidak bisa dibaca oleh CD player untuk audio kecuali berisi
data seperti CD audio.
Walaupun berbeda fungsinya, jenis jenis CD tersebut menggunakan prinsip rekam dan playback yang
sama dengan CD audio. Perbedaan hanya pada isi datanya saja yang disesuaikan dengan keperluannya.
CD MP3
Akhir akhir ini sering dijumpai CD yang berisi rekaman lagu dalam jumlah banyak jauh diatas CD audio normal
dan biasa disebut MP3.
MP3 merupakan bentuk pengembangan dari MPEG1 atau MPEG2 Audio layer3 (khusus audio saja). MP3 di
pantenkan sebagai format “digital audio encoding” yang menggunakan suatu bentuk “data compression”
tertentu.
MP3 dirancang untuk mengurangi data (dari suatu musik / sumber suara) dalam jumlah yang sangat besar
akan tetapi reproduksi audionya masih memenuhi syarat untuk didengar dengan normal.
Jika dibanding dengan CD audio biasa maka MP3 mempunyai file 11 kali lebih kecil dari pada CD (berisi data
11 x CD biasa).
MP3 juga memakai parameter yang ada pada CD misalnya sampling frekuensi 44,1 kHz.
DVD audio dual layer (2 lapis) dapat menyimpan data setara dengan 13 CD biasa.
Jika CD audio memakai frekuensi sampling 44,1kHz maka DVD audio memakai frekuensi sampling hingga
96 kHz sehingga kualitas suaranya lebih baik dari pada CD audio.
Namun kenyataannya DVD audio kurang populer ketimbang DVD video karena DVD video menampilkan
gambar movie dan suara sekaligus.
DVD mempunyai kapasitas yang besar dengan mengemas lebih banyak data kedalam tempat yang sama
luasnya dengan sebuah CD. Hal ini dapat dicapai dengan cara sebagai berikut.
1. Track dibuat lebih rapat dan Pit juga dibuat lebih kecil dari pada CD
2. Menggunakan sistim compress data yang efisien yang disebut MPEG2 (motion picture experts group).
MPEG2 meminimalkan kebutuhan untuk menyimpan data data yang berulang dan tidak perlu.
3. 2 lapisan (layer) yang terpisah pada track dapat dikombinasikan pada 1 disc saja.
CD DVD
Hal diatas sejalan dengan permintaan kalangan perfilman di Hollywood agar seluruh panjang sebuah film
dapat direkam pada 1 keping Disc seukuran 12cm saja. Sistim compress data MPEG2 memungkinkan
waktu playback hingga 2 jam 15 menit untuk DVD single layer, 4 jam untuk DVD double layer dan 4 jam 30
menit untuk DVD double sided (bolak balik)
Tanpa teknologi compress dibutuhkan 30 CD untuk merekam film movie sepanjang 2 jam.
Hollywood juga menginginkan kualitas suara yang ditingkatkan secara total maka DVD dapat menyajikan
reproduksi suara yang realistis dengan menggunakan Dolby digital AC-3, 5.1 channel surround.
Mutu gambar dengan kualitas tinggi dan suara DVD jauh diatas VCD, maka dari itu VCD mulai ditinggalkan.
Cara menguji jumlah garis (resolusi) gambar dengan menggunakan pola gambar yang dibuat
khusus untuk keperluan tsb.
VCD
DVD dapat mencapai lebih dari 500 garis pada resolusi
horizontal. Makin detail (rinci) pemisahan garisnya makin tinggi
resolusinya. Ini mengartikan bahwa gambar yang dihasilkan
juga makin detail dan halus.
S-VHS VCD hanya mempunyai resolusi 240 garis saja sehingga garis
garis pada angka 500 nampak menyatu / tidak terlihat
DVD pemisahannya.
Super VHS yang menggunakan pita magnetic mempunyai
resolusi 430 garis, masih dibawah DVD.
Perbedaan DVD, VCD dan CD
Trend teknologi berkembang terus dan menjadi sistim terpadu antara audio dan video. Hal ini sering disebut
dengan istilah AV atau audio visual system dimana suara tidak direproduksi dari sepasang speaker saja
tetapi dikembangkan lagi menjadi 4 hingga 6 sistim speaker untuk mendapatkan suara sedekat mungkin
dengan aslinya. Kualitas gambarnya juga ditingkatkan terus hingga mempunyai resolusi diatas 1000 garis
(Full High Difinition) dengan ukuran layar yang makin besar dan lebar (Wide screen) seperti TV Plasma dan
LCD.
Karena itu maka sistim AV sekarang telah menjadi sistim “Home theatre”.
BAB 9.
AV (Audio Visual) System
Dimasa yang lalu sistim Video dan sistim Audio umumnya terpisah khususnya untuk keperluan rumah tangga.
Hal ini tentu memberikan suara untuk video yang buruk padahal suara aslinya jauh lebih baik (berkualitas Hi-Fi).
Disisi yang lain masih ada masalah mengenai “remote control” untuk unit
amplifier dan videonya dimana masing masing mempunyai remote control
nya sendiri sendiri.
Dalam sisitim AV, audio dan video dibuat terintegrasi sehingga dengan 1
buah remote control multi fungsi semua peralatan audio visual tsb dapat
di control seperti channel TV, cassette deck, CD player / DVD player,
tuner, amplifier dll. (catatan: harus dari 1 brand / merk yang sama)
Sistim AV surround
Sistim AV diatas hanya menggunakan 2 unit speaker kiri dan kanan saja. Dengan sistim AV surround
ditambah dengan sepasang speaker lagi untuk kiri dan kanan belakang dari pendengar.
Amplifier untuk AV surround juga dirancang khusus dan mempunyai output tambahan yaitu untuk speaker
belakang kiri dan kanan.
Sistim ini memberikan sebuah “ambient” atau suara “surround”. Ada nuansa ruang atau alam terbuka
dimana suara mempunyai pantulan dan gema sehingga terkesan hidup seperti ditempat aslinya.
Hal ini sejalan juga dengan bertambah besarnya ukuran layar TV / monitor dengan gambar yang berkualitas
tinggi (resolusi tinggi) dan menjadi sistim “Home theatre”
Mendengarkan suara yang berkualitas tinggi mencakup 2 hal:
1. Mendengar reproduksi suara dengan kualitas tinggi
2. Menikmati dalam ruang dengar dengan kesan suara yang penuh (fullness), bernuansa ruang dan
merasakan adanya atmosfir ruang konser atau panggung “live".
Jadi AV surround dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan era AV. Dalam sistim ini suara musik dsb
secara electric dipisahkan dan di reproduksi kembali sehingga ada suara yang langsung dan tidak
langsung (pantulan / gema).
Mendengarkan dirumah
Kondisi di ruang konser Mendengarkan di rumah dengan sistim AV surround
tanpa sistim AV surround sehingga seperti di ruang
konser
Cara kerja AV surround
Surround didapat dengan memakai perbedaan level dan phase component antara channel L dan R.
Komponen surround audio dipisahkan dan diolah secara electric lalu signal signal tsb ditambahkan ke signal
L dan R aslinya agar suara menjadi lebih kaya / penuh. Sepasang speaker sourround L dan R yang
terhubung secara seri ditambahkan agar timbul nuansa / sensasi ruang (spaciousness)
1. Signal L dan R dilewatkan pada differential amplifier dan outputnya menjadi signal perbedaan (L-R).
2. Signal (L-R) tsb lalu melewati Phase shifter (penggeser fasa) untuk mendapatkan signal dengan fasa
yang sudah bergeser (L-R). Phase shifter bisa menggeser fasa hingga 180 maksimum.
3. Signal (L-R) digabungkan kembali dengan signal aslinya pada saluran L sehingga signal component
yang keluar dari speaker L adalah L- (L-R).
4. Signal (L- R) juga dilewatkan pada reverse amplifier agar didapat signal - (L-R) yang kemudian
digabungkan dengan signal aslinya pada saluran R sehingga signal component yang keluar dari speaker
R adalah R + (L-R).
5. Speaker surround disambung secara seri pada output L dan R dan signal perbedaan diantara kedua
saluran tsb merupakan outputnya = L- (L-R) – { R+ (L-R) } = L – R - 2 (L-R)
(perbedaan komponen dari signal aslinya) + (effect reverberation / gema, pantulan)
Fitur fitur AV surround
1. Dapat dipakai untuk semua sumber seperti CD, Cassette, VCD / DVD dsb
2. Juga efektif hanya untuk penggunaan speaker depan saja (L dan R)
3. Dapat menciptakan suara “virtual stereo” (seperti stereo) untuk sumber suara mono.
Catatan: Dolby B/C NR, Dolby HX, Dolby Pro logic dan Dolby AC-3 dikembangkan oleh Dolby Laboratories
Licensing Corporation. Penciptanya adalah seorang pakar audio Amerika yaitu Ray Dolby.
Dolby digital (AC-3) untuk 5.1 Channel Surround Sound.
Untuk rumah tangga juga diciptakan Dolby Digital Stereo atau yang dikenal sebagai Dolby Digital (AC-3)
5.1 channel surround sound atau disingkat Dolby AC-3 saja.
Reproduksi suara yang lengkap memerlukan sebuah amplifier multi channel dan 5 ~ 6 speaker. Semua
suara dialog datang dari speaker center sehingga suara orang berbicara terdengar dengan jelas dan
membuat kesan seolah olah sang actor hadir bersama dengan kita dalam ruang.
Atmosfir, efek suara dan musik ditangani oleh saluran kiri dan kanan depan serta saluran sourround kiri
dan kanan belakang. Efek Bass yang rendah di buat oleh subwoofer atau melalui semua full range
speaker didalam system..
Decoder AC-3 juga dirancang untuk berfungsi sebagai Dolby pro Logic (4 channel) atau stereo normal (2
channel).
Meskipun Dolby AC-3 memakai sistim compression, cara kerjanya memakai prinsip yang berbeda dari
MPEG2. Dolby AC-3 bekerja berdasarkan pada cara telinga manusia merasakan suara.
Telinga manusia lebih peka pada beberapa frekuensi daripada frekuensi lainnya, juga tidak merasakan
noise atau suara suara yang lebih lemah yang di selubungi (ditutupi) oleh suara suara yang lebih kuat pada
frekuensi frekuensi yang bersebelahan.
Jadi dengan mengambil keuntungan dari karakteristik pendengaran manusia tsb maka Dolby AC-3 memakai
data digital untuk menampilkan hanya bagian bagian signal audio yang penting saja untuk mendapatkan
suara yang berkualitas tinggi.
Dolby AC-3 khusus menggarap hanya pada elemen elemen signal audio yang penting untuk mencapai
kualitas suara yang tinggi. Komponen signal audio yang tidak terdengar karena dibawah ambang batas
pendengaran atau suara suara yang terselubung oleh signal signal yang lebih kuat tidak akan disimpan.
Dolby Pro logic terdiri dari 3 channel depan dan 1 channel belakang (mono surround walaupun
speakernya kadang ada 2 unit) atau disebut konfigurasi 3 / 1.
Sedangkan Dolby AC-3 merupakan sistim 3 / 2 karena terdiri dari 3 channel depan (kiri, kanan dan center)
dan 2 channel surround (disebut surround terpisah atau stereo surround) ditambah lagi dengan 1 channel
Bass (Sub Woofer) yang terpisah.
Dolby AC-3 menyajikan suara yang lebih baik karena masing masing channelnya terpisah total sehingga
tidak terjadi tumpang tindih atau saling mengganggu diantara informasi suara pada channel channel yang
berlainan tsb. Keunggulan lainnya pada efek suara yang dapat bergerak dengan bebas diantara 5 sistim
speakernya sehingga menciptakan atmosfir suara yang lebih nyata dari pada Dolby Pro Logic.
Dolby Pro Logic Dolby Digital (AC-3)
Signal format Analog Digital
Jumlah channel 3 + 1 (proses matrix) 3 + 2 + 1 (proses terpisah)
Suara depan L / R Hingga 20 kHz (stereo) Hingga 20 kHz (stereo)
Suara center Hingga 20 kHz (mono) Hingga 20 kHz (mono)
Suara surround Hingga 7 kHz (mono) Hingga 20 kHz (stereo)
Efek frekuensi rendah --- 3 Hz ~ 120 Hz (mono)
Perangkat audio sebetulnya bukan saja untuk mereproduksi suara tetapi sekaligus juga merupakan dekorasi
pada sebuah ruang. Hasil reproduksi suara yang optimal belum tentu didapat dari susunan dekorasi yang
nampak baik tetapi juga harus mempertimbangkan hal hal lain seperti kondisi ruang, akustik ruang,
penempatan speaker dsb nya seperti yang sudah dijelaskan diatas.
Karena perangkat audio juga merupakan peralatan elektronik maka perlu diperhatikan hal hal sebagai berikut,
Pastikan komponen komponen audio ditempatkan jauh dari sumber panas (>35 C) dan kelembaban
(>90%). Jangan terkena sinar matahari langsung.
Taruh ditempat yang bebas dari debu dengan menjaga kondisi ruang agar tetap bersih.
Taruh pada tempat atau rak yang tidak mudah bergerak, bergoncang atau bergetar.
Jangan menaruh vas / pot bunga, botol minuman / gelas berisi air dsb diatas atau didekat peralatan audio
karena bila air tumpah dapat menimbulkan kerusakan serius.
Jauhkan peralatan audio dari sumber magnet.
Buat jarak yang cukup 20cm untuk ventilasi disekitar peralatan audio agar panas dari peralatan audio tsb
dapat bebas keluar. Peralatan audio yang mengeluarkan panas terbanyak adalah amplifier maka dari itu
amplifier harus ditempatkan dibagian yang teratas.
20cm
Perlakukan peralatan audio dengan baik seperti peralatan elektronik pada umumnya.
Selalu putar tombol tombol control dengan perlahan dan hati hati.
Pastikan untuk memutar turun tombol volume secara penuh sebelum menghidupkan atau mematikan
power, memindah hubungan input dan sistim speaker.
Perlakuan tsb untuk mencegah timbulnya “noise switching” yang dapat merusak speaker dan juga
mengganggu pendengaran.
Kabel penghubung antar peralatan audio ada berbagai ukuran namun usahakan untuk memakai kabel
dengan panjang secukupnya. Bila kabel terlalu panjang dan kusut maka dapat menimbulkan noise
dengung (hum) terutama bila bersentuhan dengan kabel listrik.
Tempatkan peralatan audio dekat dengan stop kontak, jika kabel listrik terlalu panjang dapat
mengakibatkan tegangan listrik turun atau akan mudah tersangkut, terinjak dsb.
Jika melepas hubungan dari stop kontak selalu tarik pada Plug nya jangan pada kabelnya.
Jika peralatan audio tidak terpakai, pastikan untuk mematikannya. Jika tidak digunakan dalam waktu lama,
cabut kabel power dari sumber listriknya (stop kontak).