Anda di halaman 1dari 12

Journal of Nonformal Education and Community Empowerment

Volume 1 (1): 43-54, Juni 2017


Available at http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jnfc
p-ISSN 2549-1539
e-ISSN 2579-4256

Pelatihan Tata Rias Pengantin bagi Wanita Tuna Susila dalam


Meningkatkan Kemandirian Usaha
Yuda Setia Laksana, S. Sholih, Mochamad Naim

Jurusan Pendidikan Luar Sekolah, FKIP Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Info Artikel Abstrak


Tujuan penelitian ini mengetahui proses pelaksanaan, hasil, dan faktor
Sejarah Artikel: penghambat pelaksanaan kegiatan pelatihan. Metode penelitian
Diterima Februari 2017 menggunakan pendekatan deskriptif. Peneliti menggunakan pedoman
Disetujui Mei 2017 wawancara, dan pedoman observasi sebagai teknik pengumpulan data.
Dipublikasikan Juni 2017 Keabsahan data menggunakan triangulasi sumber, metode dan teori.
Analisis data menggunakan tiga tahapan reduksi data, penyajian data,
Keywords: dan simpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelatihan terbagi
training; prostitutes; self menjadi tiga jurusan yaitu keterampilan tata rias, tata boga, dan
reliance enterprises. menjahit. Pelaksanaan pelatihan tata rias pengantin dalam prosesnya
menggunakan tiga tahapan, pra pelatihan, peserta pelatihan, dan
pelaksanaan pelatihan. Hasil pelatihan, peserta mampu mandiri dan
dapat berwirausaha di bidang pelatihan. Akan tetapi setelah lulus masih
banyak peserta pelatihan yang tidak berwirausaha sendiri. Adapun
faktor penghambat yang paling berpengaruh dalam proses pelatihan
adalah kurangnya sarana dan prasarana.
Abstract
The purpose of this study was to determine implementation process, inhibiting
factors and results of the implementation of training activities. The research
method used descriptive approach. Researchers used interview guides, and
observation guidelines as data collection techniques. Validity of data using
triangulation of sources, methods and theories. Data analysis using three stages,
data presentation, and conclusion. The results indicate that the training was
divided into three departments: makeup, culinary, and sewing skills.
Implementation of bridal makeup training in the process using three stages, pre-
training, training participants, and training implementation. The results of the
training, participants can be independent and can entrepreneurship in the field of
training. However, after graduating there are many trainees who are not self-
employed. The most important inhibiting factor in the training process is the lack
of facilities and infrastructure.

© 2017 PLS FIP UNNES



Alamat korespondensi:
E-mail: setialaksanayuda@ymail.com
Yuda Setia Laksana, S. Sholih, Mochamad Naim | Journal of Nonformal Education and Community Empowerment, 1(1) (2017) 43-54

PENDAHULUAN tumbuh berkembangnya kelembagaan sosial,


Bagi dunia pendidikan, era globalisasi ini organisasi sosial, pranata sosial, pilar-pilar
telah mendorong persaingan yang cukup ketat. partisipasi sosial (volunteerism), dan nilai-nilai
Persaingan yang semakin ketat telah mendorong kesetiakawanan sosial yang menjadi
pendidikan membuat sebuah terobosan dalam karakteristik dan jati diri Bangsa Indonesia.
mengembangkan produk atau jasa dengan Balai Pemulihan dan Pengembangan
menjadikan kualitas sebagai kunci keterampilan Sosial Provinsi Banten dibangun pada Tahun
dalam meningkatkan daya saing. Salah satu 1983 sesuai dengan Surat Keputusan Menteri
pelayanan pemerintah yang dibutuhkan oleh Sosial Republik Indonesia Nomor:
masyarakat adalah pendidikan. Karena 95/DIR/2/KAK/IV/83, Tanggal 01 Juni 1983.
pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang Balai ini sebelumnya bernama SPA (Sasana
sangat penting bagi masyarakat. Seperti telah Penyantunan Anak), kemudian diubah menjadi
termaktub dalam pembukaan UUD Negara PSBR (Panti Sosial Bina Remaja), kemudian
Indonesia, bahwa tugas negara adalah untuk diubah lagi menjadi BPPS (Balai Pemulihan dan
mencerdaskan kehidupan bangsa, oleh sebab itu Pengembangan Sosial) Provinsi Banten.
maka pendidikan menjadi sebuah hal pokok Balai Pemulihan dan Pengembangan
yang penting dalam tugas pemerintah. Sosial Provinsi Banten adalah Unit Pelaksana
Pelayanan pendidikan adalah hal yang menjadi Teknis Dinas (UPTD) pada Dinas Sosial dan
salah satu kebutuhan pokok ketika dibentuk Tenaga Kerja Provinsi Banten seperti yang
negara, maka negara haruslah membuat sebuah tercantum dalam Keputusan Gubernur Banten
sistem pendidikan atau kebijakan-kebijakan Nomor 41 Tahun 2002. Balai Pemulihan dan
yang disesuaikan dengan tugas dan pemerintah Pengembangan Sosial merupakan Unit
dan kebutuhan masyarakat. Pelaksana Teknis pada Dinas Sosial Provinsi
Menurut Undang-undang Sisdiknas Banten yang dilaksanakan pembinaan dan
Tahun 2003 Pasal 26 ayat 3, adalah pendidikan rehabilitasi sosial kepada remaja putus sekolah,
kecakapan hidup (life skill) pendidikan yang gelandangan pengemis, wanita tuna susila, para
memberikan: (1) kecakapan personal, penyandang cacat dan korban napza yang
(2) kecakapan sosial, (3) kecakapan konstektual, dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Nomor
dan (4) kecakapan vokasional untuk bekerja atau 3 tahun 2008 tentang pembentukan Organisasi
usah mandiri. Kecakapan-kecakapan tersebut dan Tata Kerja Dinas Daerah Provinsi Banten
dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu dan berdasarkan Peraturan Daerah No 3 Tahun
kecakapan umum (general life skill) dan 2012 tentang Pembentukan Organisasi
kecakapan khusus (specifices skill). Perangkat Daerah Balai Pemulihan dan
Pembangunan kesejahteraan sosial di Pengembangan Sosial tetap sebagai Balai
Indonesia telah menunjukkan banyak kemajuan Pemulihan dan pengembangan Sosial dibawah
terutama bagi warga masyarakat yang kurang Dinas Sosial Provinsi Banten atau sebagai UPT
beruntung dan rentan. Dalam konsep pada Dinas Sosial Provinsi Banten. Maka Balai
penyelenggaraan kesejahteraan social, warga Pemulihan dan Pengembangan Sosial
masyarakat tersebut dikenal dengan sebutan mempunyai peran terhadap kegiatan rehabilitasi
Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial social. Dalam hal itu bisa dilihat dari Tugas
(PMKS) dan masyarakat miskin yang menjadi Pokok dan Misi Balai Pemulihan dan
kelompok sasaran pelayanan sosial. Kemajuan Pengembangan Sosial.
kondisi sosial masyarakat terutama PMKS Balai Pemulihan dan Pengembangan
seperti tercermin pada indikator sosial, antara Sosial mempunyai tugas pokok melaksanakan
lain jangkauan pelayanan sosial di satu sisi dan kegiatan teknis operasional dinas di bidang
penurunan jumlah PMKS serta masyarakat pemulihan dan pengembangan sosial. Misi Balai
miskin, kemandirian dan keberfungsian sosial Pemulihan dan Pengembangan Sosial yaitu
PMKS masyarakat miskin, serta tercermin pada (a) meningkatkan kualitas pekerja sosial sebagai

44
Pelatihan Tata Rias Pengantin bagi Wanita Tuna Susila dalam Meningkatkan Kemandirian Usaha

pelaksana/pemberi pelayanan dan rehabilitasi kebutuhan yang mutlak terutama untuk masa
sosial, (b) memperluas jangkauan dan depan organisasi. Dalam kondisi lingkungan
meningkatkan mutu pelayanan kesejahteraan tersebut, manajemen dituntut untuk
sosial melalui kerja sama atau kemitraan dengan mengembangkan cara baru dalam
perusahaan dan lembaga-lembaga sosial melalui mempertahankan pegawai pada produktifitas
baik milik pemerintah maupun swasta. tinggi serta mengembangkan potensinya agar
Balai Pemulihan dan Pengembangan memberikan kontribusi maksimal pada
Sosial mempunyai tugas pokok melaksanakan organisasi. Masalah kualitas pegawai yang
kegiatan teknis operasional dinas dibidang kelihatannya hanya merupakan masalah internal
pemulihan dan pengembangan sosial. Balai dari suatu organisasi sesungguhnya mempunyai
Pemulihan dan Pengembangan Sosial hubungan yang erat dengan masyarakat luas
mempunyai fungsi: (1) penyusunan rencana sebagai pelayanan publik yang diukur dari
teknis operasional di bidang pemulihan dan kinerja.
pengembangan sosial; (2) pelaksanaan kebijakan Namun demikian di samping banyaknya
teknis operasional di bidang pemulihan dan kemajuan yang telah dicapai dalam
pengembangan sosial; (3) pengelolaan di bidang pembangunan kesejahteraan sosial, sangat besar
pemulihan sosial; (4) pengelolaan di bidang tantangan yang dihadapi Semakin kompleksnya
pengembangan sosial; (5) pengelolaan di bidang permasalahan kesejahteraan sosial dan masih
sarana dan prasarana balai; dan (6) pelaksanaan banyaknya yang belum sepenuhnya
urusan ketatausahaan. Berbagai penyediaan terselesaikan sejalan dengan dinamika sosial
pelayanan kesejahteraan sosial oleh berbagai ekonomi masyarakat. Untuk itu, maka
pemangku kepentingan di Indonesia, telah penanganan masalah kesejahteraan sosial
meningkat cukup berarti dari waktu ke waktu. melalui pembangunan kesejahteraan sosial terus
Namun demikian upaya pelayanan tersebut, dilanjutkan.
masih jauh dari yang diharapkan apabila Sasaran pembangunan bidang
dibandingkan dengan populasi PMKS yang jauh kesejahteran sosial yang dilaksanakan Dinas
lebih besar jumlahnya. Sosial Provinsi Banten sebagai contoh melalui
Sumber Daya Manusia (SDM) Balai Pemilihan dan Pengembangan Sosial,
merupakan faktor yang paling menentukan yakni melaksanakan pembinaan dan rehabilitasi
dalam setiap organisasi, karena di samping sosial bagi para gelandangan dan pengemis
sumber daya manusia salah satu unsur kekuatan (Gepeng), Wanita Tuna Susila (WTS), korban
daya saing bangsa, sumber daya manusia narkotika psikotropika dan zat adiktif (Napza)
bahkan sebagai penentu utama. Oleh sebab itu, dan remaja putus sekolah terlantar.
sumber daya manusia harus memiliki kopetensi Ada sejumlah permasalahan mendasar
dan kinerja tinggi demi kemajuan yang dihadapi antara lain: (a) cakupan atau
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi jangkauan pelayanan program kesejahteraan
yang terus berkembang pesat. Secara langsung sosial yang dibagi ke dalam empat pilar
disadari maupun tidak disadari pasti memiliki intervensi masih sangat terbatas, (b) kegiatan
dampak yang luar biasa terhadap perkembangan bantuan dan jaminan sosial bagi PMKS masih
organisasi. Perubahan tersebut selain memiliki tumpang tindih satu sama lain, (c) pemerintah
dampak positif di sisi lain dapat berdampak daerah belum optimal dalam memberikan
negatif terhadap organisasi. Dengan demikian pelayanan kesejahteraan sosial bagi PMKS yang
dibutuhkan kualitas pegawai yang mampu tercermin dalam aspek pelayanan kelembagaan
menyikapi perubahan yang tidak pernah yang disediakan dan penyediaan anggaran,
berhenti. Kualitas pegawai merupakan unsur (d) peran pemerintah yang masih dominan
yang strategis dalam menentukan sehat tidaknya dalam pelayanan program pemberdayaan
suatu organisasi. Pengembangan SDM yang PMKS dan PSKS sehingga mengurangi esensi
terencana dan berkelanjutan merupakan dari upaya pemberdayaan sosial itu sendiri, (e)

45
Yuda Setia Laksana, S. Sholih, Mochamad Naim | Journal of Nonformal Education and Community Empowerment, 1(1) (2017) 43-54

Peran masyarakat melalui organisasi nirlaba dan konsep mengenai kemandirian, yaitu mencakup
dunia usaha dalam pelayanan kesejahteraan kebebasan untuk bertindak, tidak bergantung
sosial belum terarah dan terdayagunakan secara kepada orang lain, tidak terpengaruh lingkungan
optimal, (f) kapasitas sumber daya manusia dan bebas mengatur kebutuhan sendiri. Konsep
pelaksana pelayanan kesejahteraan sosial dalam yang diberikan oleh Lerner ini hampir senada
hal substansi teknis dan praktis masih terbatas, dengan yang diajukan Watson & Lindgren
dan (g) koordinasi dan komunikasi pada (Budiman, 2006) bahwa kemandirian ialah
berbagai sektor dan level masih belum optimal. kebebasan untuk mengambil inisiatif, mengatasi
Permasalahan kesejahteraan sosial tuna hambatan, gigih dalam usaha, dan melakukan
susila khususnya wanita tuna susila tidak hanya sendiri segala sesuatu tanpa bantuan orang lain.
bersifat ekonomi, tetapi juga menyangkut Dengan kata lain kemandirian tersebut
masalah lain yang bersifat mental, sosial dan merupakan kemampuan dalam mengelola diri
budaya. Dengan demikian, permasalahan sosial sehigga ia mampu mengoptimalkan semua
tuna susila cukup kompleks, sehingga potensi yang dimiliki dalam berusaha memenuhi
pemerintah dalam hal ini Departemen Sosial kebutuhan hidupnya.
melakukan penanganan secara terus menerus Sehubungan kondisi permasalahan
melalui berbagai pendekatan, sesuai dengan kesejahteraan sosial yang kerap ditemui, maka
jenis permasalahan yang melekat pada diri tuna dalam penelitian ini memfokuskan
susila itu sendiri. Pembinaan mantan WTS permasalahan pada wanita tuna susila di
bertujuan menganalisis dan menemukan Provinsi Banten yang akan direkrut untuk
masalah umum, program pembinaan, memperoleh pembinaan melalui kegiatan dan
keunggulan dan kelemahan serta menemukan pengembangan sosial yang dilaksanakan di Balai
pengembangan model pembinaan akhlak Pemulihan dan Pengembangan Sosial agar
mantan WTS, dan membina WTS untuk berjalan secara lebih terarah, terencana,
mempunyai keahlian-keahlian guna membuka terkoordinasi dan berkesinambungan. Kegiatan
usaha-usaha yang membantu ekonominya. Hal pembinaan dilakukan dengan adanya pelatihan
ini berorientasi pada kemandirian berusaha bagi keterampilan tata rias pengantin.
WTS. Jika tujuan ini tercapai tentunya akan Pendidikan keterampilan tata rias
memiliki manfaat mantan WTS dan pengantin menjadi sebuah angin segar bagi
masyarakat. dunia pendidikan serta msyarakat. Hal ini
Menurut Ryan & Lynch (Hendriyani, menitikberatkan kepada kemampuan yang
2005) berpendapat bahwa kemandirian adalah disesuaikan dengan kebutuhan pasar yang
kemampuan dalam mengatur tingkah laku, merupakan harapan dari sebagian besar
menyeleksi dan membimbing keputusan dan masyarakat. Bangsa indonesia dengan
perilakunya tersebut tanpa ada paksaan serta keanekaragaman suku bangsa serta kebudayaan
pengontrolan maupun pengawasaan dari orang telah mengekspersikan berbagai unsur budaya,
lain. Kemampuan tersebut berarti individu antara lain tata rias pengantin. Dengan desain
mampu mengelola potensi yang dimilikinya dan yang menarik, komposisi yang harmonis serta
siap menerima konsekuensi dari keputusan yang bentuk-bentuk ragam hiasnya mempunyai
diambil. Sebagaimana Siahaan (Ningsih, 2005) karakteristik yang mencolok. Tata rias pengantin
yang menjelaskan bahwa kemandirian adalah tidak hanya sekedar menarik perhatian orang
kemampuan untuk berdiri sendiri atau menggali dalam upacara perkawinan, tetapi juga dapat
potensi-potensi yang ada pada dirinya, agar menciptakan suasana resmi dan hidmat,
tidak tergantung pada orang lain, baik dalam sehingga perwujudannya tidak hanya mewah
merumuskan kebutuhan-kebutuhannya, maupun dan meriah saja namun mengandung lambang-
dalam mengatasi kesulitan dan tantangan yang lambang dan makna tertentu (Saleh & Jafar,
dihadapinya serta bertanggungjawab dan berdiri 1991). Menurut Harpi Melati Temanggung
sendiri. Lerner (Budiman, 2006) memberikan (1998:11), “Seorang pengantin diibaratkan

46
Pelatihan Tata Rias Pengantin bagi Wanita Tuna Susila dalam Meningkatkan Kemandirian Usaha

seperti raja atau ratu sehari, karena busana serta sekitar lembaga. Sumber tertulis diperoleh dari
riasan wajahnya meniru seorang raja ataupun dokumen kegiatan, arsip, brosur, dan sumber
ratu”. Demikian pula halnya dengan riasan lainnya yang mendukung penelitian. Selain itu
wajah pengantin gaya Solo pun sebagian besar juga adanya data tambahan yang diperoleh
menirukan dandanan seorang raja ataupun ratu sebagai keabsahan data dengan sumber yang
dari Kraton Solo, baik mengenai merias wajah, berbeda. Sumber data tambahan diperoleh dari
sanggul, busana ataupun tata cara upacara beberapa orang yang berada di sekitar subjek
adatnya. penelitian.
Adapun yang menjadi subjek penelitian
METODE ini adalah kepala lembaga, staf pengajar, staf
Berdasarkan pada pokok permasalahan karyawan, dan peserta pelatihan yaitu wanita
yang dikaji, yaitu mengenai pemberdayaan tuna susila yang berada di BPPS Rangkasbitung
Wanita Tuna Susila (WTS) melalui Pelatihan Lebak, Banten. Pengumpulan data
Tata Rias Pengantin di Balai Pemulihan dan menggunakan teknik wawancara, observasi dan
Pengembangan Sosial Provinsi Banten, maka dokumentasi. Sugiyono (2006), teknik
penelitian ini menggunakan metode pendekatan pengumpulan data merupakan langkah yang
penelitain kualitatif. Penelitian ini menggunakan paling utama dalam penelitian, karena tujuan
metode penelitian kualitatif yang bersifat utama dari penelitian adalah mendapatkan data.
deskriptif dengan tujuan dari metode ini adalah Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data
untuk memecahkan permasalahan yang nyata maka peneliti tidak akan mendapatkan data
yang terjadi. Begitu pula, penelitian deskriptif yang memenuhi standar data yang ditetapkan.
sudah cukup memadai dalam penelitian evaluasi Wawancara yang digunakan peneliti bersifat
untuk menemukan kekuatan dan kelemahan independen yang dilakukan secara open-ended,
dari beragam unsur yang terlibat dengan suatu sistematis dan fleksibel. Wawancara ini diajukan
analisis. Metode deskriptif ini digunakan secara kepada kepala lembaga BPPS, staf pengajar, staf
sistematis fakta atau karakteristik populasi karyawan, dan peserta pelatihan yang berada di
tertentu atau bidang tertentu dalam hal ini lingkungan kantor BPPS Rangkasbitung. Teknik
bidang secara aktual dan cermat. Penelitian ini observasi dalam penelitian ini dilakukan untuk
juga untuk menganalisis suatu fakta, gejala dan mengamati dan membuat catatan secara
peristiwa yang terjadi di lapangan sebagaimana deskriptif dari mulai survei awal tempat
adanya konteks ruang dan waktu serta situasi penelitian, permintaan ijin kepada pihak
lingkungan pendidikan secara alami. Selain itu lembaga BPPS untuk dijadikan tempat
penelitian kualitatif dapat digunakan untuk penelitian, latar belakang BPPS, pengamatan
menyusun hipotesis berkenaan dengan konsep pelaksanaan pembinan dan pelatihan-pelatihan
dan prinsip pendidikan berdasarkan data dan yang dilaksanakan, ketersediaan sarana
informasi yang diperoleh di lapangan sehingga prasarana, data-data peserta pelatihan WTS,
dapat dilakukan penelitan lebih lanjut. hingga observasi pada tempat masing-masing
Tempat penelitian berada di Balai mantan peserta didik yang telah mengikuti
Pemulihan dan Pengembangan Sosial (BPPS) di pelatihan tata rias/salon di BPPS
Pasir Ona Jaura Rangkasbitung Lebak, Banten. Rangkasbitung. Teknik observasi yang
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif dilakukan dalam penelitian ini adalah
ini adalah kata-kata, ucapan, mimik, perbuatan, pengamatan non-partisipatif, yakni penulis tidak
tingkah laku, dan lain-lain, selebihnya adalah ikut melibatkan diri dalam objek penelitian,
data tambahan seperti dokumen, arsip dan lain- akan tetapi hanya mengamati langsung di lokasi
lain. Data utama diperoleh melalui sumber lisan penelitian. Dokumentasi dilakukan untuk
dan sumber tertulis. Sumber lisan diperoleh dari memperoleh data sekunder guna melengkapi
wawancara dengan kepala lembaga pendidikan, data primer yang belum diperoleh melalui teknik
staf pengajar, staf karyawan, dan tokoh-tokoh observasi dan wawancara. Peneliti juga

47
Yuda Setia Laksana, S. Sholih, Mochamad Naim | Journal of Nonformal Education and Community Empowerment, 1(1) (2017) 43-54

menggunakan teknik dokomentasi berupa daftar melakukan wawancara ulang bila informasi
nama para peserta didik yang telah mengikuti yang didapatkan dipandang belum lengkap atau
pelatihan tata rias/salon, struktur organisasi diragukan kebenarannya. Adapun keabsahan
BPPS, laporan hasil wawancara, foto-foto data menggunakan triangulasi sumber, metode
kegiatan penelitian yang berhubungan dengan dan teori. Analisis data menggunakan tiga
dampak program pelatihan tata rias/salon tahapan reduksi data, penyajian data, dan
terhadap kehidupan sosial-ekonomi. simpulan/verifikasi.
Instrumen pengumpulan data sebelumnya
telah disusun dalam bentuk kisi-kisi yang terbagi HASIL DAN PEMBAHASAN
atas tiga hal berdasarkan pada fokus penelitian. Proses Pelaksanaan Pelatihan
Kisi-kisi yang pertama adalah pelaksanaan Berdasarkan hasil wawancara dan
pelatihan, untuk mengetahui pelaksanaan observasi yang dilakukan peneliti didapatkan
pelatihan yaitu menggunakan indikator; data mengenai bagaimana proses pelaksanaan
pembukaan, jadwal pelatihan, alokasi waktu, kegiatan pelatihan tata rias pengantin yang
tempat pelatihan, media, metode, sarana dan dilakukan di Balai Pemulihan dan
prasarana, proses, sumber, dan hasil. Kisi-kisi Pengembangan Sosial.
yang kedua yaitu menggunakan apakah faktor Pra Pelatihan Keterampilan
penghambat dalam pelatihan ini dan disini Dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan
menggunkan indikatornya yaitu faktor eksternal dibutuhkan persiapan yang sangat matang agar
dan internal. Kisi-kisi yang ketiga yaitu dampak pelaksanaan pelatihan berjalan dengan baik dan
hasil pelatihan menggunakan indikator yaitu lancar. Oleh karena itu para jajaran Balai
kognitif skill, afektif skill, dan psikomotorik skill. Pemulihan dan Pengembagan Sosial (BPPS) dan
Langkah-langkah pengumpulan data para panitia pelaksanaan pelatihan mengadakan
dalam penelitian ini dilakukan dengan tiga rapat untuk mempersiapkan kedatangan para
tahap, yaitu tahap orientasi, eksplorasi dan peserta dan persiapan kegiatan pelatihan
member check. tersebut, tidak hanya itu instruktur juga ikut
Pada tahap orientasi, dilakukan kegiatan mempersiapkan materi apa yang akan diberikan
pra survey pada lokasi penelitian guna kepada para peserta didik pelatihan sesuai
mendapatkan gambaran yang lengkap dan jelas dengan kebutuhan dan waktu peserta pelatihan
mengenai permasalahn yang di teliti. Kegiatan peserta didik. Oleh karena itu instruktur perlu
pada tahap eksplorasi yaitu melakukan mempunyai materi khusus, akan tetapi para
wawancara dengan kepala lembaga BPPS, staf panitia melakukan persiapan yang kurang lama
pengajar, staf karyawan, dan peserta pelatihan dan matang untuk melakukan pelatihan tersebut
yang berada di lingkungan kantor BPPS dan dengan persiapan tersebut pelaksanaan
Rangkasbitung. Melakukan observasi terhadap pelatihan bisa berjalan dengan kurang baik dan
para peserta didik pelatihan tata rias/salon. tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Mengumpulkan dan menggunakan dokumen Peserta Pelatihan
yang berkaitan dengan masalah penelitian. Pada Diketahui bahwa dalam pelaksanaan
tahap member check kegiatan yang dilakukan kegiatan pelatihan terdapat 40 orang yang
peneliti adalah mengadakan pengecekan data menjadi peserta didik untuk wanita tuna susila
pada subjek penelitian atau informan atau dalam keterampilan tata rias dan peserta didik
dokumen untuk membuktikan validitas data ini hanya lulusan dari tingkat SD, SMP,
yang diperoleh serta melakukan penghalusan maupun SMA. Pelaksanaan pelatihan yang
data yang diberikan oleh subjek maupun dilakukan di Balai Pemulihan dan
informan, dan diadakan perbaikan, baik dari Pengembangan Sosial terdapat tiga jenis
segi bahasa maupun sistematikanya. Secara rinci keterampilan yang dilaksanakan untuk wanita
tahap member check yang dilakukan antara lain: tuna susila yaitu tata rias, tata boga, dan
mengecek ulang data yang dikumpulkan, dan menjahit. Dari jumlah peserta keterampilan

48
Pelatihan Tata Rias Pengantin bagi Wanita Tuna Susila dalam Meningkatkan Kemandirian Usaha

terdapat 40 orang peserta pelatihan untuk pemberdayaan, karena dengan pelatihan para
ketrampilan tata rias ini yang berasal dari peserta didik diharapkan bisa mendapatkan
berbagai daerah wilayah Provinsi Banten yaitu keterampilan dan dapat mengelola hidup dalam
Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, merencanakan masa depan.
Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, Kota Dalam pelatihan ini kurikulum yang
Serang, Kota Cilegon, Kota Tangerang, dan digunakan adalah kurikulum berbasis
Tangerang Selatan. kompetensi, karena setiap manusia memiliki
Pelaksanaan Pelatihan kompetensi-kompetensi tertentu sesuai dengan
Pelatihan ini sudah ada sejak dulu perkembangan usia, status sosial, dan
sewaktu masih menjadi Provinsi Jawa Barat dan pekerjaannya. Berdasarkan kompetensi-
sampai sekarang program pelatihan ini masih kompetensi yang ada inilah dirancang sebuah
berjalan walaupun Balai Pemulihan dan materi/pelajaran yang perlu dimiliki dan
Pengembangan Sosial telah menjadi UPT dikuasai oleh para peserta didik. Dengan
Dinsos Provinsi Banten. Adanya program kurikulum yang baik diharapkan agar
pelatihan untuk wanita tuna susila sangat terbentuknya kemampuan yang cerdas dan
membantu, karena dengan adanya pelatihan mampu bersaing dengan orang lain sehingga
tersebut para wanita tuna susila bisa memiliki dapat meningkatkan kesejahteraan para peserta
keterampilan dengan keterampilan tersebut para didik pelatihan yaitu wanita tuna susila.
wanita tuna susila bisa membuka usaha sendiri. Model yang dilakukan dalam pelatihan
Pelaksanaan pelatihan sangatlah ini yaitu menggunakan model pembelajaran
dibutuhkan oleh para wanita tuna susila karena mandiri usaha dimana individu/peserta
mereka membutuhkan keterampilan untuk bisa pelatihan mengambil inisiatif dengan atau tanpa
ikut bersaing dengan yang lain dalam dunia bantuan orang lain. Para instruktur hanya
usaha. Pelaksanaan pelatihan ini menggunakan menjadi sebagai fasilitator bagi para peserta
konsep pendidikan berbasis luas. Pendidikan didiknya, dengan menggunkan metode ini
berbasis luas merupakan suatu pendekatan yang diharapkan para peserta pelatihan dapat mandiri
mempunyai karakteristik bahwa proses dan mempunyai inisiatif yang tinggi dalam
pendidikan bersumber pada nilai-nilai hidup mengikuti kegiatan pelaksanaan pelatihan tata
yang berkembang secara luas di masyarakat. rias pengantin. Misalnya para peserta pelatihan
Dengan kata lain pendidikan yang dilakukan mampu berinisiatif dan merasa bebas dalam
harus berorientasi lebih luas, kuat dan mendasar belajar di saat mengikuti pelatihan. Inisiatif
agar warga belajar memiliki kemampuan merupkan dorongan yang muncul dalam diri
menyesuaikan diri terhadap kemungkinan yang peserta pelatihan tanpa adanya pengaruh dari
terjadi pada dirinya dalam bidang orang lain, semakin orang merasa bebas dalam
usaha/pekerjaan. Pelaksanaan pelatihan ini juga belajar. Biasanya inisiatif orang tersebut akan
menggunakan strategi yang sangat baik untuk tinggi, karena orang yang merasa memiliki
peserta pelatihan yaitu strategi perenungan, kebebasan dalam belajarnya akan lebih
pelatihan dan penelaahan. bereksperimen terhadap pelatihan tersebut. Agar
Perenungan sangatlah diperlukan peserta pelatihan bisa salin berkomunikasi
peserta pelatihan pada saat materi bimbingan dengan yang lain pada pelaksanaan pun dibagi
mental, karena pada dasarnya perenungan kelompok-kelompok kecil agar bisa membantu
dilakukan agar para peserta merenungi tentang siswa berinteraksi yang satu dengan yang
nilai-nilai kehidupan. Selain itu melalui lainnya.
perenungan para peserta diharapkan dapat Pelatihan keterampilan di bidang tata rias
membuat hubungan positif antara berdoa dan pengantin merupakan sebuah pembelajaran
kehidupan sehari-hari. Pelatihan dan yang dapat meningkatkan kemampuan dan
penelaahan kegiatan ini menjadi komponen potensi peserta didik dalam masalah tata rias
paling penting dalam pelaksanaan pengantin untuk mengatasi masalah

49
Yuda Setia Laksana, S. Sholih, Mochamad Naim | Journal of Nonformal Education and Community Empowerment, 1(1) (2017) 43-54

perekonomian. Pada dasarnya, kebanyakan pemateri/instruktur yang profesional,


pembelajaran yang dilakukan sekarang ini pengemasan materi, media dan metode yang
cenderung lebih menekankan pada aspek digunakan disesuaikan dengan kebutuhan para
“pengetahuan” dan target “meteri” yang wanita tuna susila dan didukung oleh sarana
cenderung verbalitas dan kurang memiliki daya dan prasarana yang sangat memadai.
serap. Seharusnya untuk bisa bersaing di dunia Pelaksanaan pelatihan tata rias pengantin
kerja harusnya pembelajarannya lebih ini menggunakan strategi pendekatan
ditekankan pada aspek “kompetensi” dan terget pendidikan berbasis luas yaitu suatu pendekatan
“keterampilan”. Ini berarti kompetensi tersebut yang memiliki karakteristik bahwa proses
lebih dibutuhkan masyarakat untuk bisa pendidikan bersumber pada nilai-nilai hidup
bersaing dengan orang lain di dunia kerja. yang berkembang dimasyarakat. Wardiman
Dengan adanya kompetensi yang mendalam (1998) menyebutkan pendidikan berbasis luas
sebagai bagian dari kepribadian seseorang merupakan sistem baru yang berwawasana
sehingga dapat digunakan untuk memprediksi sumber daya manusia, berwawasan keunggulan,
tingkah laku seseorang ketika dihadapkan dan menganut prinsip tidak mungkin
dengan suatu permasalahan dan situasi membentuk sumber daya manusia yang
kompetensi juga dapat menyebabkan atau berkualitas dan memiliki keunggulan kalau tidak
memprediksi perubahan tingkah laku, dan diawali dengan pembentukan dasar (pondasi)
kompetensi dapat menentukan dan memprediksi yang kuat. Untuk mendapatkan hal demikian,
apakah seseorang dapat bekerja dengan baik panitia menambahkan kegiatan bimbingan
atau dalam ukuran tertentu yang menjadi mental dan fisik, dengan strategi renungan
standar. Oleh karena itu untuk memenuhi mengenai materi agama, dan kegiatan sehari-
kebutuhan masyarakat dalam memberikan hari yang telah dilakukan. Dengan demikian
keterampilan sekarang ini banyak lembaga- diharapkan para peserta mempunyai pondasi
lembaga tertentu mengadakan pemberian yang kuat dalam menjalani kehidupannya nanti.
pemahaman akan sebuah keterampilan untuk Pada pelaksanannya juga dibentuk kelompok-
masyarakat. Salah satunya yaitu di Balai kelompok kecil agar para peserta pelatihan
Pemulihan dan Pengembangan Sosial (BPPS) dalam mengikuti pelaksanannya mudah
Provinsi Banten. mengenal, memahami, berinteraksi dan
Dalam pelaksanaan pelatihan ini terdapat bekerjasama dalam mengikuti pelatihan, dalam
beberapa tahapan-tahapan agar pelaksanaan melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh
berjalan sesuai dengan yang diharapkan, yaitu instruktur dapat diselesaikan dengan baik karena
proses penerimaaan, proses pelaksanaan, dan adanya kerja sama dalam kelompok tersebut
tindak lanjut pelatihan. Sebagaimana yang sehingga secara tidak langsung kemampuan
dikemukaaan oleh Sudjana (2000) mengenai peserta pelatihan keterampilan tata rias
langkah-langkah pengelolaan pelatihan pengantin ini dapat meningkat.
diantaranya rekrutmen peserta, identifikasi
kebutuhan belajar, sumber belajar, dan Faktor Penghambat
kemungkinan hambatan, menentukan dan Faktor Internal
merumuskan tujuan pelatihan, menentukan alat Faktor Internal dari Peserta Didik
evaluasi awal dan akhir, menyusun kegiatan Berdasarkan hasil wawancara dan
pelatihan, pelatihan untuk pelatih, menentukan observasi yang dilakukan peneliti mengenai
evaluasi bagi peserta pelatihan, pelatihan tata rias pengantin di Balai Pemulihan
mengimplementasikan pelatihan, evaluasi akhir, dan Pengembangan Sosial yang menjadi faktor
dan evaluasi program. Dengan adanya faktor- penghambat dalam pelatihan keterampilan tata
faktor yang mendukung di dalam pelatihan rias adalah pengetahuan awal peserta didik
diantaranya perencanaan yang disusun oleh pelatihan mengenai bidang dunia tata rias baru
pengelola/pelaksanaan sudah matang, hanya sebatas mengenal dan tidak mengetahui

50
Pelatihan Tata Rias Pengantin bagi Wanita Tuna Susila dalam Meningkatkan Kemandirian Usaha

kegunaan-kegunaan bagian rias pengantin. Para tim assesment sedikit mengalami kesulitan.
peserta pelatihan yaitu wanita tuna susila hanya Desain pelatihan ini dirancang agar dalam
mengetahui tentang tata rias dari majalah, dan pelaksanaan pelatihan dan hasil dari pelatihan
cerita dari teman-temannya saja, mereka belum sesuai dengan apa yang diharapkan, yang
pernah melakukan praktik menjadi penghambat dalam mendesain
langsung/mengetahuinya dari yang ahli di pelatihan adalah waktu yang sangat relatif
bidang rias salon pengantin tersebut. Kurangnya singkat.
minat baca pada peserta didik ini mengenai Penyusunan acara pelatihan disusun oleh
modul tentang tata rias pengantin yang panitia pelatihan yang dibantu oleh tim assesment
diberikan pada saat pelatihan dapat agar dalam pelaksanaan kegiatan pelatihan
mempengaruhi terhadap pelaksanaan kegiatan, teratur dan mengurangi kendala-kendala yang
dan kemampuan peserta dalam beradaptasi mungkin terjadi dalam pelaksanaan kegiatan
sangat rendah sehingga menjadi faktor pelatihan. Dalam menyusun acara, kendala
penghambat dalam pelaksanaan pelatihan tata yang dihadapi adalah menentukan waktu acara,
rias pegantin yang dilaksanakan di Balai kesibukan Balai Pemulihan dan Pengembangan
Pemulihan dan Pengembangan Sosial. Sosial sehinga dalam acara pembukaan
Kesadaran peserta pelatihan untuk mengalami hambatan. Narasumber/instruktur
mengikuti kegiatan pelatihan masih sangat yang hadir terlambat yang dapat mempengaruhi
rendah, karena terdapat peserta pelatihan yang susunan acara yang telah ada. Sarana dan
tidak serius dalam mengikuti pelaksanaan prasarana yang kurang lengkap dalam
pelatihann tersebut. Manfaat mengikuti pelaksanaan pelatihan, dalam proses kegiatan
pelatihan ini sangatlah banyak diantaranya narasumber/instruktur, panitia dan peserta
menambah pengetahuan dan kemampuan pelatihan membutuhkan saran dan prasarana
tentang tata rias pengantin. Akan tetapi pada yang lengkap untuk digunakan dengan
kenyataannya masih ada wanita tuna susila maksimal, sehingga dengan kurangnya sarana
yang tidak memanfaatkan kegiatan pelatihan ini dan prasarana dapat mempengaruhi hasil dari
dengan baik sehingga kemampuan yang kegiatan pelatihan.
diperoleh oleh peserta didik tidak maksimal. Materi pelatihan disusun oleh panitia, tim
Faktor Internal dari Lembaga Balai Pemulihan assesment dan narasumber, materi yang
dan Pengembagan Sosial disampaikan harus dikemas agar materi tersebut
Faktor internal yang menghambat terlihat menarik dan tidak membosankan untuk
pelaksanaan pelatihan ini dalam para peserta didik pelatihan tata rias pengantin.
mengidentifikasi masalah dan kebutuhan, dalam Faktor penghambat dalam materi ini yaitu
mendesain pelatihan/kurikulum pelatihan, terlalu singkatnya materi pelatihan karena waktu
dalam menyusun acara pelatihan, dalam yang kurang lama, sehingga peserta pelatihan
menyusun acara opening dan closing ceremony, belum memahami dan menerima informasi
sarana dan prasarana, media yang digunakan pelatihan dengan maksimal ditambah dengan
dalam proses pembelajaran pelatihan, metode modul yang menjadi gambaran untuk peserta
pelatihan yang digunakan dalam pelaksanaan pelatihan sangat terbatas. Dalam menggunakan
pembelajaran, pengemasan materi pelatihan metode masih menggunakan metode yang biasa
agar terlihat menarik dan evaluasi terhadap hasil dan monoton, sehingga peserta pelatihan merasa
yang diperoleh setelah mengikuti pelatihan. bosan dengan apa yang disampaikan. Faktor
Identifikasi masalah dilakukan oleh penghambat dalam evaluasi yaitu
panitia pelaksanaan kegiatan dan dibantu oleh ketidakseriusan para peserta didik dan
tim assesment. Faktor yang menghambat dalam kurangnya sarana dan prasarana untuk
mengidentifikasi masalah adalah kurangnya melakukan evaluasi, dan keterbatasan waktu
fasilitas pendukung dalam melakukan sehingga tidak bisa mengetahui semua
identifikasi, sehingga panitia yang dibantu oleh kemampuan peserta didiknya.

51
Yuda Setia Laksana, S. Sholih, Mochamad Naim | Journal of Nonformal Education and Community Empowerment, 1(1) (2017) 43-54

Faktor internal dari peserta pelatihan Faktor Eksternal


yaitu kurangnya pengetahuan dasar para peserta Faktor Eksternal Lembaga Balai Pemulihan
sangatlah kurang. Kurangnya minat baca dan Pengembagan Sosial
mengenai modul yang diberikan pada saat Terdapat faktor eksternal dalam
pelatihan mempengaruhi terhadap pelaksanaan pelaksanaan pelatihan yang dilakukan oleh
kegiatan. Kemampuan peserta dalam pihak Balai Pemulihan dan Pengembahan Sosial
beradaptasi dengan lingkungan dan peserta lain yaitu tidak adanya kerja sama dengan pihak
sangat rendah. Kurangnya kesadaran peserta manajemen (lingkungan kerja). Agar para
pelatihan untuk mengikuti kegiatan pelatihan, peserta pelatihan dapat mempraktikkan
karena masih terdapat peserta pelatihan yang langsung apa yang telah mereka dapatkan
tidak serius dalam mengikuti pelaksanaan selama dari pelatihan ini, dukungan dari pihak
pelatihan tersebut. Manfaat mengikuti pelatihan manajemen sangatlah penting karena dengan
sangatlah banyak diantaranya menambah adanya demikian mungkin adanya
pengetahuan dan kemampuan tentang tata ria transfer/penempatan peserta pelatihan untuk
pengantin itu sendiri. Akan tetapi pada bekerja di tempat stake holder.
kenyataannya masih ada saja wanita tuna susila
yang tidak memanfaatkan kegiatan pelatihan ini Dampak Hasil Program Pelatihan
dengan baik sehingga kemampuan yang Berdasarkan hasil wawancara dan
diperoleh oleh peserta didik tidak maksimal. observasi yang dilakukan oleh peneliti mengenai
Sedangkan faktor internal dari lembaga hasil kegiatan pelatihan, ditemui bahwa para
pelaksanaannya di antaranya kurangnya sarana peserta pelatihan (wanita tuna susila) yang
dan prasarana yang ada di Balai Pemulihan dan mengikuti kegiatan ini hampir 85% peserta
Pengembangan Sosial sehingga sulit untuk pelatihan lulus dengan baik dan mendapat
melakukan evaluasi kepada peserta dengan keterampilan yang mendalam di bidangnya,
serius. mendapatkan ilmu pengetahuan yang layak bagi
Melihat pernyataan mengenai pengertian dirinya, dan terbentuk kembali sikap serta
tentang pelatihan di atas bahwa proses prilaku wanita tuna susila sesuai dengan nilai
pendidikan jangka pendek yang menggunakan dan norma yang berlaku di lingkungannya
prosedur yang sistematis dan terorganisir, masing-masing. Setelah pelatihan ini selesai,
sehingga banyak peserta yang mengeluh para peserta wanita tuna susila harus dibina dan
terhadap waktu. Para wanita tuna susila dibimbing untuk mendapatkan motivasi yang
menyambut dengan baik sekali program lebih dalam belajarnya. Dengan mengikuti
pelatihan yang diadakan, akan tetapi mereka pelatihan tata rias pengantin ini, para peserta
mengeluhkan terhadap waktu yang relatif sangat bisa mandiri dan berwirausaha dengan
singkat. Dengan waktu pelatihan yang sangat keterampilannya di bidang tata rias. Dengan
singkat, peserta pelatihan mengharapkan dengan demikian, para peserta dapat mencukupi
adanya kegiatan pelatihan yang berkelanjutan, kebutuhannya sendiri dan bahkan dapat
sehingga dengan demikian para peserta membantu perekonomian keluarganya. Tidak
pelatihan benar-benar dapat meningkatkan hanya pemahaman tentang tata rias pengntin
kompetensi mereka di bidang tata rias para peserta juga diberikan materi tambahan
pengantin. Kendala lainnya adalah kurangnya untuk kebutuhan rohaninya, yaitu dengan
modul belajar merupakan salah satu faktor diadakannya bimbingan mental dan pengajian
pendukung dalam proses pelatihan, sehingga para peserta dapat lebih rajin beribadah dan
dengan tidak adanya modul dalam proses dekat lagi dengan Allah SWT.
pelaksanaan peserta pelatihan mereka kesulitan Hasil pelatihan dapat tercapai karena
dalam mengikuti materi yang disampaikan oleh adanya manajemen, metode pelatihan dan
instruktur. prinsip-prinsip pembelajaran yang digunakan
sesuai dengan jenis pelatihan yang diberikan.

52
Pelatihan Tata Rias Pengantin bagi Wanita Tuna Susila dalam Meningkatkan Kemandirian Usaha

Meskipun tidak ada metode yang paling mendapat bantuan stimulan dari pihak Balai
sempurna, namun dapat dicari beberapa metode Pemulihan dan Pengembangan Sosial.
alternatif yang sesuai dengan pelatihan tersebut.
Menurut Moekijat (1993) menyampaikan tujuan SIMPULAN
umum pelatihan sebagai berikut adalah untuk Kegiatan pemberdayaan wanita tuna
mengembangkan keahlian, sehingga pekerjaan susila dengan pelatihan tata rias pengantin
dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih dalam meningkatkan kemandirian usaha di
efektif. Untuk mengembangkan pengetahuan, Balai Pemulihan dan Pengembangan Sosial
pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional, Rangkasbitung mencakup tiga aspek, proses
dan untuk mengembangkan sikap, sehingga pelaksanaan, faktor penghambat pelaksanaan,
menimbulkan kemauan kerja sama dengan dan dampak hasil pelaksanaan pelatihan.
teman-teman, pegawai, dan dengan manajemen Pelaksanaan pelatihan tata rias pengantin
(pimpinan). Melihat pernyataan mengenai dilaksanakan di Balai Pemulihan dan
tujuan pelatihan bahwa dengan mengikuti Pengembangan Sosial berlangsung selama 33
pelatihan peserta dapat mengembangkan hari sesuai dengan apa yang diharapkan. Jumlah
keahlian, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan peserta yang mengikuti pelatihan sebanyak 40
dengan lebih cepat dan lebih efektif dan untuk peserta pelatihan dan waktu yang diberikan oleh
mengembangkan keahlian, untuk lembaga satu minggu lima kali pertemuan serta
mengembangkan pengetahuan sehingga jadwal yang diberikan pada pukul 07.30 WIB
pekerjaan dapat diselesaikan dengan rasional. sampai dengan 14.30 WIB.
Jadi dengan adanya pelatihan keterampilan tata Faktor penghambat internal pada peserta
rias pengantin sangat membantu peserta dalam pelatihan adalah kurangnya alat-alat tata rias
meningkatkan keahlian dan kompetensi peserta untuk melaksanakan pelatihan yang disediakan
pelatihan. Akan tetapi, bagi para peserta yang oleh Balai Pemulihan dan Pengembangan
lulus pelatihan ini tidak semuanya Sosial, kurangnya tenaga pengajar, serta waktu
menggunakan keahlian yang didapatkannya yang diberikan terlalu singkat. Faktor eksternal
dalam pelatihan untuk bekerja, masih banyak penghambat pelaksanaan pelatihan adalah
peserta pelatihan yang lulus kembali ke kurangnya sarana dan prasarana yang
pekerjaan sebelumnya yang mereka geluti. mendukung untuk melaksanakan pelatihan tata
Materi komputer juga diberikan untuk rias. Adapun dampak hasil pelaksanaan
menunjang para peserta bisa mahir dan pelatihan adanya peserta pelatihan lulus dengan
memahami tentang teknologi informasi supaya baik, akan tetapi para peserta tidak semuanya
tidak ketinggalan jaman. Akan tetapi, dalam mandiri dan berwirausaha dengan
penerapannya hanya sedikit peserta yang keterampilannya dari peserta didik ini yang
berwirausaha dan mandiri dalam mencukupi mengikuti pelatihan yang berjumlah 40 orang
kebutuhan mereka. Ketika diadakan bimbingan sebagian diantaranya 20 orang membuka usaha
lanjut kepada peserta pelatihan yang telah lulus sendiri, 10 orang bekerja disalon, 5 orang lagi
mereka kebanyakan ada yang membuka tidak jelas, dan 5 orang lagi kembali ke profesi
wirausaha sebagai penata rias pengantin dan ada semula yaitu sebagai wanita penghibur.
juga membuka usaha salon wanita, dan tidak Diharapkan bagi pengelola dalam proses
sedikit pula yang kembali ke profesi/pekerjaan pelaksanaan pelatihan tata rias pengantin
yang awal sebagai wanita penghibur dan tidak kurangnya teori-teori mengenai hal tata rias,
menggunakan keahlian yang telah mereka lebih ditingkatkan guna menunjang pelatihan
dapatkan dari pelatihan tersebut dan banyak dari tata rias yang lebih memenuhi standar
mereka yang menjual barang-barang bantuan pelaksanaan pelatihan. Bagi lembaga Balai
yang diberikan kepada mereka. Bagi peserta Pemulihan dan Pengembangan Sosial
yang bertahan dan bisa mandiri juga akan memberikan sarana dan prasarana yang
memenuhi standar pelaksanaan tata rias, dan

53
Yuda Setia Laksana, S. Sholih, Mochamad Naim | Journal of Nonformal Education and Community Empowerment, 1(1) (2017) 43-54

bisa menambah tenaga pendidik guna menunjak rangka peningkatan produktivitas. Bandung:
pelaksanaan pelatihan yang baik. Bagi peserta Mandar Maju.
didik wanita tuna susila tidak kembali lagi Ningsih. (2005). Kemandirian Usaha Perilaku.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
kepada dunianya sebelumnya, lebih berusaha Saleh, R., & Jafar, A. (1991). Teknik dasar
untuk menerapkan hasil kegiatan yang diperoleh pembuatan busana. Jakarta: Departeman
dalam pelatihan. Pendidikan Dan Kebudayaan.
Sudjana, D. (2000). Manajemen program
DAFTAR PUSTAKA pendidikan untuk pendidikan luar sekolah dan
pengembangan sumber daya manusia.
Budiman. (2006). Konsep-konsep dalam
Jakarta: Falah Production.
kemandirian usaha. Jakarta: Erlangga.
Sugiyono. (2006). Metode penelitian pedidikan.
Harpi Melati Temanggung. (1998). Pelatihan Tata
Bandung: Alfabeta.
Rias. Jakarta: Rineka Cipta. Wardiman, D. (1998). Pengembangan sumberdaya
Hendriyani. (2005). Kemandirian usaha. Bandung:
manusia melalui sekolah menengah kejuruan
Alfabeta. (SMK). Jakarta: Depdikbud.
Moekijat, D. (1993). Evaluasi pelatihan dalam

54

Anda mungkin juga menyukai