Anda di halaman 1dari 11

HIGEIA 6 (2) (2022)

HIGEIA JOURNAL OF PUBLIC HEALTH


RESEARCH AND DEVELOPMENT
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia

Literasi Kesehatan Mental dan Status Kesehatan Mental


Dewasa Awal Pengguna Media Sosial

Fatahya 1, Fitri Ariyanti Abidin 2

1
Magister Profesi Psikologi Klinis Dewasa, Fakultas Psikologi, Universitas Padjajaran, Indonesia
2
Departemen Psikologi Umum dan Eksperimen Fakultas Psikologi Universitas Padjajaran, Indonesia

Info Artikel Abstrak


________________ ___________________________________________________________________
Sejarah Artikel: Secara statistik, 61,8% masyarakat Indonesia merupakan pengguna aktif media sosial, dengan
Diterima 13 September pengguna terbanyak ada pada kelompok usia 25-34 tahun. Penggunaan media sosial dapat
2021 berdampak negatif, namun juga potensial untuk memberikan manfaat terhadap kesehatan mental.
Disetujui Januari 2022 Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh literasi kesehatan mental terhadap status kesehatan
Dipublikasikan April mental dewasa awal pengguna media sosial. Literasi kesehatan mental diukur menggunakan alat
2022 ukur Mental Health Literacy (MHL), status kesehatan mental diukur menggunakan Self-Reporting
________________ Questionnaire (SRQ-20). Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif cross-sectional, dilakukan pada
Keywords: bulan Agustus 2021 secara daring. Responden terdiri dari 58 laki-laki dan 118 perempuan (Musia =
Literacy, Mental Health, 26,1; SDusia = 1,89). Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun kelompok yang mengetahui
platform kesehatan mental di media sosial memiliki literasi kesehatan yang lebih tinggi baik dalam
Social Media
____________________ pengetahuan, keyakinan maupun sumber daya, namun literasi kesehatan mental tidak memprediksi
DOI: status kesehatan mental. Hasil ini menunjukkan bahwa kesehatan mental individu merupakan
https://doi.org/10.15294 kondisi yang faktor determinannya cukup kompleks, sehingga literasi kesehatan mental perlu
diiringi oleh variabel-variabel lainnya
/higeia.v6i2.49871
____________________
Abstract
___________________________________________________________________
Statistically, 61.8% of Indonesian citizen were active users of social media, and the most users were in the 25-34
year age group. The social media use has negative impacts, but also has a potential to provide benefits for mental
health. This study aimed to examine the effect of mental health literacy on mental health status of young adults
of social media users. Mental health literacy was measured using the MHL scale. Meanwhile, mental health
status was measured using the SRQ-20. This study was a cross-sectional quantitative study, and it was conducted
online in August 2021. Respondents in this study consisted of 58 males and 118 females (Musia = 26,1; SDusia
= 1,89). The results showed that although the group who knew about mental health platforms on social media
had higher mental health literacy in terms of knowledge, beliefs and resources; but mental health literacy did not
predict mental health status. In conclusion, determinant factors of individual mental health were quite complex,
therefore mental health literacy needed to be accompanied by other variables.

© 2022 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi:
p ISSN 1475-362846
Universitas Padjajaran Jl. Raya Bandung Sumedang KM 21,
Jatinangor, 45363 Indonesia e ISSN 1475-222656
E-mail: fatahialimaisnaini@gmail.com

165
Fatahya., Fitri, A, A. / Literasi Kesehatan Mental/ HIGEIA 6 (2) (2022)

PENDAHULUAN tidak berguna; self-esteem dan self-evaluation yang


lebih rendah; serta melemahkan keinginan untuk
Penggunaan internet dan media sosial terlibat dalam kegiatan sosial secara langsung.
sudah menjadi hal yang lumrah di era digital ini. Hal ini sejalan dengan temuan Naslund (2020)
Data statistik pada laporan Digital 2021 (We Are yang menyimpulkan bahwa penggunaan media
Social, 2021) menunjukkan bahwa terdapat 4,66 sosial dapat membawa beberapa resiko terhadap
juta (59,5%) pengguna internet dari 7,83 juta kesehatan mental, seperti memperburuk
total populasi di dunia. Sementara di Indonesia, perkembangan gejala kesehatan mental yang
jumlah pengguna internet mencapai 73,7% dari sebelumnya dialami, berdampak pada privasi
total populasi (APJII, 2020; We Are Social, dan masalah interpersonal di kehidupan sehari-
2021). Laporan Digital 2021 juga menunjukkan hari, serta potensial memberikan paparan
bahwa terdapat 170 juta orang dari 274,9 juta interaksi yang membahayakan. Vannucci (2017)
jumlah populasi di Indonesia (61,8%) menjelaskan bahwa konten-konten pada media
merupakan pengguna aktif media sosial. Jumlah sosial dapat menjadi sumber stres yang
ini meningkat sebesar 6,3% dibandingkan tahun berkontribusi dalam peningkatan gejala
sebelumnya. Jumlah pengguna media sosial kecemasan. Al Aziz (2020) juga menjelaskan
tertinggi di Indonesia berada pada kelompok usia perbandingan diri negatif akibat paparan konten-
25-34 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa konten di media sosial dapat memperkuat
kelompok dewasa awal merupakan pengguna distorsi kognitif seseorang.
media sosial yang paling aktif di Indonesia. Beberapa penelitian menemukan dampak
Youtube, Whatsapp, Instagram, dan Facebook positif media sosial terhadap kesehatan mental.
merupakan jenis media sosial yang paling sering Media sosial dapat menyediakan hal-hal yang
digunakan oleh masyarakat di Indonesia (We bermanfaat bagi orang dengan gangguan mental
Are Social, 2021). yaitu memfasilitasi interaksi sosial, menyediakan
Media sosial menjadi hal yang penting akses akan kebutuhan dukungan sosial, serta
bagi individu dewasa awal; baik untuk menjalin menyediakan informasi mengenai kesehatan
relasi, mencari informasi, maupun sekedar mental dan akses layanan kesehatan mental.
mencari hiburan. Namun, jika tidak dikelola Media sosial memberi kesempatan untuk berbagi
dengan baik, perkembangan teknologi potensial pengalaman dan belajar dari pengalaman orang
membawa dampak negatif pada kesehatan lain; hal ini dapat meningkatkan rasa terhubung
mental. Bashir (2017) memaparkan bahwa secara sosial, menambah wawasan terkait
penggunaan media sosial berhubungan dengan strategi mengatasi tantangan hidup sehari-hari;
beberapa masalah seperti pelecehan secara online, dan menyediakan informasi perawatan
sexting, cyberbullying, stres, kelelahan, kesepian, kesehatan yang dibutuhkan (Naslund, 2016).
depresi, penurunan kemampuan intelektual, Penelitian Naslund (2017) juga menemukan
menekan emosi, dan kurangnya konsentrasi. bahwa sebagian besar responden yang memiliki
Sadagheyani (2021) menambahkan bahwa masalah kesehatan mental menunjukkan
penggunaan media sosial juga berhubungan ketertarikan pada program dan layanan yang
dengan masalah kecemasan, kualitas tidur yang disampaikan di media sosial.
buruk, pikiran untuk melukai diri sendiri dan Seiring dengan meningkatnya penggunaan
bunuh diri, peningkatan tekanan psikologis, media sosial, platform ini mulai digunakan untuk
ketidakpuasan citra tubuh, FoMo (Fear of Missing promosi dan prevensi kesehatan mental (Lasari,
out atau ketakutan seseorang ketika kehilangan 2021). Sepanjang tahun 2020 hingga 2021,
kesempatan untuk terus terhubung dengan peneliti mengamati adanya peningkatan konten
pengalaman sosial), serta penurunan kepuasan terkait kesehatan mental di media sosial.
hidup.Tinjauan sistematis yang dilakukan oleh Beberapa akun media sosial yang menyediakan
Sharma (2020) menemukan bahwa penggunaan konten kesehatan mental antara lain adalah
media sosial berpengaruh terhadap perasaan ibunda.id, Riliv, Pijar Psikologi, apdcindonesia,

166
Fatahya., Fitri, A, A. / Literasi Kesehatan Mental/ HIGEIA 6 (2) (2022)

alpas.id, tanyapsikologi, satupersenofficial, bantuan profesional (Smith, 2011; Cheng, 2018;


klee.id, payungqalbu.id, dan bincangpsikologi. Waldmann, 2020). Peningkatan perilaku
Selain akun media sosial, para tenaga profesi mencari bantuan profesional dapat
kesehatan mental seperti Analisa Widyaningrum meningkatkan probabilitas seorang individu
dan dr. Jiemi Ardian juga aktif menyediakan dengan masalah kesehatan mental mendapatkan
konten serupa di akun pribadi mereka. Konten penanganan lebih cepat. Hal ini menunjukkan
yang disediakan umumnya berisi edukasi bahwa literasi kesehatan mental dapat menjadi
kesehatan mental dan juga promosi layanan faktor pendukung dalam usaha peningkatan
kesehatan mental. Selain itu, pihak yang kesejahteraan psikologis masyarakat.
melakukan promosi kesehatan mental tidak Berdasarkan kajian literatur, media sosial
hanya terbatas pada penggiat kesehatan mental dapat memegang peranan dalam peningkatan
saja. Figur-figur publik, seperti selebriti dan literasi kesehatan mental dan menjaga kondisi
influencer media sosial juga turut terlibat dalam sehat mental pada dewasa awal di Indonesia.
trend ini. Keterlibatan figur publik diasumsikan Penelitian-penelitian terkait tingkat literasi
dapat memperluas penyebaran informasi kesehatan mental sudah cukup banyak dilakukan
kesehatan mental ke berbagai kalangan. Dengan di Indonesia (Novianty, 2017; Rachmayani,
demikian, media sosial dapat menjadi sumber 2016; Idham, 2019; Handayani, 2020). Namun,
literasi kesehatan mental yang efektif untuk penelitian terkait dampak literasi kesehatan
dewasa awal usia 25-34 tahun. mental terhadap status kesehatan mental masih
Literasi kesehatan mental didefinisikan terbatas. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan
sebagai pengetahuan dan keyakinan mengenai untuk melihat dampak literasi kesehatan mental
gangguan mental, yang dapat membantu dalam terhadap status kesehatan mental pada kelompok
mengenali, mengelola, dan mencegah gangguan dewasa awal yang menggunakan media sosial.
mental (Jorm, 1997). Jorm (2012) mengatakan
bahwa literasi kesehatan mental perlu meliputi METODE
pengetahuan untuk mencegah gangguan mental
dan mengenali kapan suatu gangguan Penelitian ini merupakan penelitian
berkembang, pilihan perawatan atau bantuan kuantitatif cross-sectional yang bertujuan untuk
yang tersedia, strategi self-help yang efektif untuk memprediksi dampak literasi kesehatan mental
mengatasi masalah ringan hingga sedang; serta terhadap status kesehatan mental pada dewasa
keterampilan pertolongan pertama untuk awal. Penelitian ini dilakukan pada bulan
membantu orang lain yang memiliki gangguan Agustus 2021 secara daring, menggunakan
mental atau sedang dalam krisis kesehatan platform google forms. Populasi pada penelitian ini
mental. Jorm (2019) berpendapat bahwa konsep adalah individu berusia 25-34 tahun dan aktif
literasi kesehatan mental tidak hanya sebatas menggunakan media sosial. Sampel didapat
pengetahuan tentang gangguan mental atau melalui teknik convenience sampling, yaitu sampel
kesehatan mental, melainkan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan kesediaan menjadi
dapat digunakan seseorang untuk melakukan responden penelitian.
tindakan praktis dan bermanfaat bagi kesehatan Pengumpulan data dilakukan dengan
mental diri sendiri dan juga orang lain. menyebarkan kuesioner melalui berbagai media
Penelitian sebelumnya menunjukkan sosial pada rentang waktu 17-21 Agustus 2021.
bahwa literasi kesehatan memiliki hubungan Sumber data dalam penelitian ini adalah data
yang signifikan dengan perilaku kesehatan; yang primer yang didapatkan dari jawaban responden
pada gilirannya dapat berdampak pada kondisi terhadap kuesioner. Kuesioner terdiri dari tiga
kesehatan seseorang (Suka, 2015). Penelitian lain bagian yaitu data demografi, skala Mental Health
menunjukkan bahwa literasi kesehatan mental Literacy [MHL] dan Self-Reporting Questionnaire
yang baik memiliki hubungan dengan [SRQ]. Pada bagian awal kuesioner, terdapat
peningkatan intensi dan perilaku mencari informed consent dan isian yang menyatakan

167
Fatahya., Fitri, A, A. / Literasi Kesehatan Mental/ HIGEIA 6 (2) (2022)

kesediaan responden untuk berpartisipasi tanpa pemahaman terkait literasi kesehatan mental
paksaan. Responden mengisi kuesioner secara tersebut. Skor tinggi menunjukkan tingkat literasi
mandiri dalam waktu 5 menit. kesehatan mental yang baik. Skala MHL versi
Data demografi yang dijaring dalam Bahasa Indonesia diterjemahkan oleh peneliti
penelitian ini meliputi jenis kelamin, usia, melalui tahapan penerjemahan, expert review dan
pendidikan terakhir, durasi penggunaan media uji keterbacaan. Reliabilitas skala MHL versi
sosial dalam sehari, dan pengetahuan mengenai Bahasa Indonesia yang digunakan dalam
platform media sosial yang memiliki konten penelitian ini adalah α= 77.
terkait informasi kesehatan mental. Terdapat dua SRQ digunakan untuk mengukur status
pilihan jawaban untuk data jenis kelamin yaitu kesehatan mental (Beusenberg, 1994). Skala
“laki-laki” dan “perempuan”. Untuk data usia terdiri dari 20 aitem dengan 2 pilihan jawaban.
dan pendidikan terakhir, jawaban bersifat Jawaban “ya” diberi skor 1 dan jawaban “tidak”
terbuka. diberi skor 0. Skor 1 mengindikasikan bahwa
Data dikelompokkan oleh peneliti gejala tersebut muncul dalam satu bulan terakhir.
sebelum dianalisis. Pilihan jawaban pada data Semakin tinggi skor yang diberikan, semakin
durasi penggunaan media sosial mengacu pada banyak gejala yang dimiliki. Skor ini juga dapat
penelitian Coyne (2020), dengan 9 pilihan mengindikasikan tingkat distress yang lebih tinggi
jawaban. Pada data mengenai pengetahuan atau status kesehatan mental yang kurang baik.
platform media sosial yang memiliki konten SRQ yang digunakan dalam penelitian ini
informasi kesehatan mental, terdapat dua pilihan merupakan SRQ-20 yang sudah diterjemahkan
jawaban yaitu “ya” dan “tidak”. Pengukuran oleh Kementrian Kesehatan Indonesia (Irahza,
variabel dilakukan dengan menggunakan skala n.d.). Reliabilitas skala SRQ versi Bahasa
Mental Health Literacy [MHL] (Jung, 2016) dan Indonesia yang digunakan dalam penelitian ini
Self-Reporting Questionnaire [SRQ] (Beusenberg, adalah α= ,89.
1994). Kedua skala tersebut sudah diterjemahkan Setelah data terkumpul, data disaring
ke dalam bahasa indonesia. terlebih dahulu untuk memastikan semua
Skala MHL digunakan untuk mengukur responden sesuai dengan karakteristik populasi
tingkat literasi kesehatan mental (Jung, 2016), penelitian. Dari total 214 responden yang
terdiri dari 26 aitem. Terdapat tiga dimensi yang mengisi kuesioner google form, 38 responden
diukur melalui skala ini; yaitu pengetahuan gugur karena tidak sesuai secara karakteristik
(knowledge), keyakinan (belief), dan sumber daya usia. Jumlah akhir sampel penelitian adalah 176,
(resource). Pilihan jawaban menggunakan yang kemudian dianalisis secara statistik.
menggunakan dua model. Aitem 1 hingga 22 Analisis data menggunakan software SPSS versi
menggunakan skala Likert dengan 6 pilihan 23.
jawaban (yaitu “sangat tidak setuju”; “tidak Teknik analisis deskriptif digunakan untuk
setuju”; “netral”; “setuju”;”sangat setuju”; dan menggambarkan data demografi dan masing-
“tidak tahu”). Pilihan jawaban kemudian akan masing variabel. Perbandingan masing-masing
dibagi ke dalam dua kategori. Pada aitem 1 variabel penelitian berdasarkan jenis kelamin dan
hingga 12, pilihan “setuju” dan “sangat setuju” pengetahuan mengenai platform media sosial
diberi skor 1. Sedangkan pilihan jawaban lainnya dengan konten literasi kesehatan mental
akan diberi skor 0. Pada aitem 13 hingga 22, dilakukan menggunakan independent sample t-test.
pilihan jawaban “tidak setuju” dan “sangat tidak Analisis lanjutan untuk melihat perbandingan
setuju” diberi skor satu. Sedangkan pilihan masing-masing dimensi literasi kesehatan mental
jawaban lainnya akan diberi skor 0. Pada aitem dilakukan menggunakan one-way anova.
23 hingga 26, pilihan jawaban hanya dua. Pengujian hipotesis dilakukan menggunakan
Jawaban “ya” akan diberi skor 1, dan jawaban analisis regresi linear sederhana, dengan variabel
“tidak” akan diberi skor 0. Skor 1 bebas literasi kesehatan mental dan variabel
mengindikasikan bahwa responden memiliki terikat status kesehatan mental.

168
Fatahya., Fitri, A, A. / Literasi Kesehatan Mental/ HIGEIA 6 (2) (2022)

HASIL DAN PEMBAHASAN Jika dibandingkan dengan data dari We


Berdasarkan data demografi, sebagian Are Social (2021) yang menemukan bahwa rata-
besar responden dalam penelitian ini adalah rata waktu penggunaan media sosial masyarakat
perempuan yaitu sebanyak 118 responden (67%), Indonesia adalah 3 jam, penelitian ini
sementara responden laki-laki sebanyak 58 menunjukkan bahwa sebagian besar responden
responden (33%). Usia responden berada pada menggunakan media sosial diatas rata-rata
rentang 25 hingga 29 tahun (M=26,1; SD=1,89). masyarakat umum.
Berdasarkan tingkat pendidikan, sebagian besar Perbandingan skor masing-masing
responden merupakan Sarjana (76,1%), sisanya variabel penelitian berdasarkan jenis kelamin
merupakan Pascasarjana (9,7%), SMA Sederajat disajikan pada tabel 1.
(9,7%), dan Diploma (4,5%). Responden yang Dari tabel 1, berdasarkan uji beda
mengetahui dan yang tidak mengetahui platform menggunakan t-test, terlihat bahwa terdapat
media sosial dengan konten literasi kesehatan perbedaan skor literasi kesehatan mental yang
mental cukup berimbang, sebanyak 53,4% signifikan antara laki-laki dan perempuan (t = -
mengetahuinya. 3,36; p = ,001; p < ,05). Perempuan memiliki
Berdasarkan durasi penggunaan media tingkat literasi yang lebih tinggi dibanding laki-
sosial, jumlah terbesar adalah kelompok yang laki. Jika dicermati pada dimensi-dimensi literasi
menghabiskan waktu 4-5 jam, yaitu sebanyak kesehatan mental, perempuan juga lebih tinggi
19,3%. Selanjutnya adalah kelompok yang dalam skor pengetahuan (t = -2,39; p = ,019;
menghabiskan waktu lebih dari 8 jam dan antara p < ,05), dan keyakinan (t = -3,87; p =
2-3 jam, yaitu masing-masing sebesar 16,5%. ,000; p < ,05). Artinya, perempuan lebih
Data selengkapnya dapat dilihat pada grafik 1. memiliki pengetahuan terkait pengenalan gejala

Grafik 1. Durasi Penggunaan

Tabel 1. Statistika deskriptif dan perbandingan berdasarkan jenis kelamin


Jenis Kelamin
Variabel M (SD) M (SD) t p-value
Laki-Laki Perempuan
Literasi Kesehatan Mental ,61 (,17) ,55 (,15) ,64 (,17) -3,36 ,001
Dimensi Pengetahuan ,74 (,18) ,69 (,21) ,76 (,16) -2,39 ,019
Dimensi Keyakinan ,45 (,23) ,37 (,19) ,49 (,24) -3,87 ,000
Dimensi Sumber Daya ,61 (,35) ,61 (,35) ,62 (,35) -0,08 ,937
Status Kesehatan Mental ,30 (,26) ,18 (,21) ,36 (,26) -4,49 ,000

169
Fatahya., Fitri, A, A. / Literasi Kesehatan Mental/ HIGEIA 6 (2) (2022)

dan penanganan masalah kesehatan mental, internalisasi stigma sosial yang membuat
sementara laki-laki lebih memandang kesehatan seseorang merasa malu dengan gangguan mental
berdasarkan stigma umum di masyarakat, seperti dan gejalanya (Chatmon, 2020). Stigma diri juga
orang yang sangat religius tidak akan ditemukan sebagai penghalang keputusan awal
mengembangkan penyakit mental dan depresi seseorang untuk mencari informasi kesehatan
adalah tanda kelemahan diri. Hasil ini sejalan mental dan bantuan profesional (Lannin, 2016).
dengan temuan Gorczynski (2017) yang Hal ini dapat menjadi salah satu faktor yang
menunjukkan bahwa perempuan pada menjelaskan lebih rendahnya literasi kesehatan
umumnya memiliki literasi kesehatan mental mental pada laki-laki.
yang lebih baik daripada laki-laki. Lebih lanjut, Analisis terhadap dimensi-dimensi dari
penelitian Furnham (2018) menjelaskan bahwa literasi kesehatan mental menggunakan uji one
perempuan cenderung lebih mampu way anova menunjukkan adanya perbedaan
memberikan penjelasan psikologis terkait signifikan pada rata-rata skor pada dimensi
penyebab gangguan mental. Perempuan juga pengetahuan, keyakinan, dan sumberdaya (p =
lebih mampu mengenali gangguan mental dan ,000; p < ,05). Pengetahuan responden mengenai
mempercayai pengaruh faktor psikososial dalam gejala dan penanganan masalah kesehatan
perkembangan gangguan mental (Tay, 2018). mental lebih menonjol dibandingkan
Tidak berbedanya skor sumber daya pengetahuan mengenai akses layanan
antara laki-laki dan perempuan (t = -0,08; p = profesional kesehatan mental. Sedangkan
,937; p > ,05), menunjukkan bahwa laki-laki dan pengetahuan mengenai keyakinan kesehatan
perempuan sama-sama memiliki informasi mental menjadi dimensi paling rendah, sehingga
terkait akses bantuan profesional kesehatan dapat diartikan bahwa sebagian besar responden
mental. Beberapa penelitian menemukan bahwa masih memandang kesehatan mental
laki-laki seringkali dihubungkan dengan sikap berdasarkan stigma umum di masyarakat; seperti
kurang mencari bantuan profesional (Wendt, pola asuh yang buruk merupakan penyebab
2014; Yousaf, 2015; Fitri, 2019). Hasil penelitian skizofrenia, penyakit mental merupakan
ini menunjukkan hasil yang berbeda, bahwa laki- gangguan yang bersifat sementara, dan pulih dari
laki dan perempuan sama-sama memiliki kesehatan mental sama dengan sembuh.
informasi terkait akses bantuan profesional Keyakinan ini berbeda dengan pandangan
kesehatan mental. Beberapa penelitian dapat berbasis bukti yang dipegang oleh profesional
menjelaskan temuan ini. Penelitian Tay (2018b) kesehatan mental. Kondisi demikian konsisten
menemukan adanya perbedaan bentuk akses pada kelompok laki-laki maupun kelompok
bantuan profesional kesehatan mental antara perempuan.
perempuan dan laki-laki. Perempuan lebih Status kesehatan mental perempuan
memilih bantuan profesional, sementara laki-laki secara signifikan lebih tinggi (t = -4,49; p = ,000;
lebih menyukai bantuan informal atau p < ,05). Artinya, perempuan memiliki gejala -
melakukan self-help. Mencari bantuan profesional gejala distress yang lebih banyak dibanding laki-
pada laki-laki dianggap sebagai pengakuan akan laki. Dengan kata lain, perempuan lebih tidak
kelemahan diri dan bertentangan dengan nilai- sehat mental dibandingkan laki-laki. Hasil ini
nilai maskulinitas yang sudah ditanamkan. sejalan dengan penelitian sebelumnya
Maskulinitas mempengaruhi laki-laki dalam Gorczynski (2017) yang menemukan bahwa
aspek peran gender, perkembangan emosi dan perempuan memiliki tingkat distress yang lebih
sikap terhadap emosi, kemampuan menjalin tinggi daripada laki-laki. Tingkat distress yang
hubungan yang intim dan pandangan terkait tinggi pada perempuan dapat dipengaruhi oleh
kemandirian, serta pemilihan strategi coping banyak faktor; seperti jenis situasi stress yang
(Brown, 2019). Hal ini menunjukkan bahwa dihadapi, cara memandang dan merespon situasi
maskulinitas dapat mempengaruhi stigma diri stress, serta faktor sumberdaya dan kerentanan
pada laki-laki. Stigma diri (self-stigma) adalah pribadi (Rosenfield, 2012). Rosenfield

170
Fatahya., Fitri, A, A. / Literasi Kesehatan Mental/ HIGEIA 6 (2) (2022)

Tabel 2. Statistika deskriptif dan perbandingan berdasarkan pengetahuan mengenai platform media
sosial dengan konten literasi kesehatan mental
Mengetahui
Variabel M (SD) M (SD) t p-value
Ya Tidak
Literasi Kesehatan Mental ,61 (,17) ,68 (,14) ,53 (,15) 7,06 ,000
Dimensi Pengetahuan ,74 (,18) ,79 (,14) ,68 (,20) 3,99 ,000
Dimensi Keyakinan ,45 (,23) ,54 (,22) ,36 (,21) 5,52 ,000
Dimensi Sumber Daya ,61 (,35) ,74 (,31) ,47 (,34) 5,26 ,000
Status Kesehatan Mental ,30 (,26) ,35 (,27) ,25 (,23) 2,66 ,008

memaparkan bahwa perempuan cenderung lebih responden yang mengetahui platform media
rentan mengalami gangguan internalisasi yang sosial dengan konten kesehatan mental lebih
berkembang ke arah depresi dan kecemasan. memiliki pengetahuan terkait gejala dan
Selain itu, perempuan lebih rentan mengalami penanganan kesehatan mental, lebih sedikit
rasa kehilangan, keputusasaan, dan perasaan memiliki stigma dalam memandang kesehatan
tidak berdaya yang besar dalam mengatasi mental, dan lebih memiliki pengetahuan
masalahnya. Perempuan juga lebih sering mengenai akses layanan profesional kesehatan
menyalahkan diri dan mencela diri sendiri, serta mental. Sharma (2020) menemukan bahwa
hidup dengan lebih banyak ketakutan. Beberapa media sosial memiliki peranan penting dalam
faktor ini membuat perempuan cenderung lebih penyampaian informasi dan edukasi terkait
rentan mengalami distress subjektif. kesehatan mental; namun media masih kurang
Tabel 2 menunjukkan skor literasi menyoroti informasi yang berguna untuk
kesehatan mental dan status kesehatan mental pencegahan, penanganan, dan akses bantuan
berdasarkan pengetahuan responden mengenai profesional. Temuan dalam penelitian ini dapat
platform konten literasi kesehatan mental di memperluas temuan Sharma dengan
media sosial. menunjukkan bahwa media sosial juga sudah
Tabel 2, berdasarkan uji t-test, mulai berperan dalam penyampaikan informasi
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor terkait edukasi dan akses bantuan profesional
literasi kesehatan mental yang signifikan antara kesehatan mental.
responden yang mengetahui platform media Uji beda menggunakan one-way anova,
sosial dengan konten kesehatan mental dan tidak antara skor dari tiga dimensi literasi kesehatan
(t=7,06; p=,000; p < ,05). Responden yang mental menunjukkan adanya perbedaan rata-rata
mengetahui platform media sosial dengan konten skor dimensi pengetahuan, keyakinan, dan
kesehatan mental memiliki tingkat literasi yang sumber daya pada kelompok responden yang
lebih tinggi. Hasil ini sejalan dengan temuan Tay mengetahui platform media sosial dengan konten
(2018a), bahwa intervensi berbasis teknologi kesehatan mental dan tidak (p=,000; p<,05).
yang bersifat informasional berguna dalam Dimensi pengetahuan mengenai gejala dan
meningkatkan literasi kesehatan mental, penanganan masalah kesehatan mental lebih
khususnya untuk gangguan yang kurang menonjol dibandingkan pengetahuan mengenai
dikenali. akses layanan profesional kesehatan mental.
Berdasarkan dimensi-dimensi literasi Sedangkan dimensi keyakinan kesehatan mental
kesehatan mental, responden yang mengetahui menjadi dimensi paling rendah, yang berarti
platform media sosial dengan konten kesehatan sebagian besar responden masih memandang
mental juga memiliki skor lebih tinggi dalam kesehatan mental berdasarkan stigma umum di
semua dimensi; masing-masing skor masyarakat. Kondisi ini konsisten pada
pengetahuan (t = 3,99; p =,000; p < ,05), kelompok responden yang mengetahui platform
keyakinan (t = 5,52; p=,000; p < ,05), dan kesehatan mental maupun yang tidak
sumber daya (t =5,26; p=,000; p < ,05). Artinya, mengetahui.

171
Fatahya., Fitri, A, A. / Literasi Kesehatan Mental/ HIGEIA 6 (2) (2022)

Untuk status kesehatan mental, responden literasi yang dimiliki tinggi pada responden
yang mengetahui platform media sosial dengan penelitian ini, dapat menunjukkan bahwa literasi
konten kesehatan mental juga memiliki skor kesehatan mental yang dimiliki belum diterapkan
yang secara signifikan lebih tinggi (t=2,66; p= secara efektif untuk mengatasi permasalahan
,008; p < ,05). Artinya, responden yang kesehatan mental yang dimiliki.
mengetahui platform media sosial dengan konten Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa
kesehatan mental memiliki status kesehatan literasi kesehatan mental tidak memiliki
mental yang lebih rendah atau memiliki tingkat pengaruh yang signifikan terhadap status
distress yang lebih tinggi. Beberapa individu yang kesehatan mental (R² =,001; F =,149; p=,70; p >
memiliki masalah dengan kesehatan mentalnya, ,05). Hasil ini sejalan dengan temuan Gorczynski
baik dalam rentang normal bermasalah ataupun (2017) yang menunjukkan bahwa literasi
sudah mencapai gangguan mental, akan kesehatan mental tidak memprediksi distress
berusaha mencari informasi untuk memahami maupun well-being. Tidak adanya pengaruh yang
ataupun mengatasi masalahnya. Platform media signifikan dalam penelitian ini dapat dipahami
sosial dengan konten kesehatan mental, mengacu pada penelitian Suka (2015), yang
umumnya menyediakan kebutuhan individu menemukan bahwa pengaruh secara langsung
akan informasi yang dibutuhkan ini. Naslund dari literasi kesehatan terhadap status kesehatan
(2020) memaparkan bahwa individu gangguan tidak signifikan secara statistik. Pengaruh literasi
mental menggunakan media sosial untuk kesehatan terhadap status kesehatan perlu
mendapatkan informasi mengenai kesehatan dimediasi oleh variabel lainnya seperti akses
mental dan akses layanan kesehatan mental. terhadap informasi kesehatan dan perilaku
Naslund (2017) juga menemukan bahwa kesehatan.
sebagian besar pengguna media sosial dengan Pengaruh literasi kesehatan mental perlu
gangguan mental tertarik untuk mengakses dimediasi oleh sikap individu ketika mengakses
program kesehatan mental melalui media sosial. informasi kesehatan mental. Menggunakan
Temuan menarik dalam penelitian ini berbagai sumber untuk mencari informasi
adalah, bahwa perempuan dan responden yang kesehatan mental dan mencapai informasi yang
mengetahui konten literasi kesehatan mental paling relevan; serta kemampuan mengkritisi,
memiliki pengetahuan dan keyakinan yang lebih membandingkan, dan membedakan informas-
tinggi dalam literasi kesehatan mental, namun di informasi yang didapatkan dari berbagai sumber;
sisi lain lebih tinggi pula pada tingkat distress atau dapat membantu individu mencapai pemahaman
masalah kesehatan mental. Berdasarkan konsep yang lebih komprehensif mengenai kesehatan
literasi kesehatan mental yang dikemukakan oleh mental. Seperti yang telah dipaparkan oleh
Jorm (2019), idealnya individu yang memiliki Sharma (2020), kebebasan dalam menyebarkan
literasi kesehatan mental tinggi akan mampu informasi di media sosial dapat mengakibatkan
memodifikasi gaya hidupnya untuk mengurangi tersebarnya informasi-informasi kesehatan yang
resiko munculnya masalah kesehatan mental, tidak valid. Informasi-informasi yang tidak valid
mengetahui strategi self-help untuk mengatasi ini bercampur dengan informasi kesehatan
masalah ringan hingga sedang, serta mengenali lainnya di media sosial. Banyaknya informasi
gejala masalah kesehatan mental dan yang diterima dapat menimbulkan kebingungan
mengetahui pilihan penanganan yang efektif dalam memaknai atau menafsirkan informasi
untuk mengatasi masalahnya. Ketika individu tersebut (Sadagheyani, 2021). Kebingungan
memiliki tingkat literasi yang tinggi dalam menafsirkan banyaknya informasi akan
menggunakan pengetahuannya untuk menghambat munculnya perilaku yang
melakukan tindakan pencegahan atau diharapkan, meskipun individu memiliki
penanganan terhadap masalahnya, individu pengetahuan. Oleh karena itu, sikap ketika
akan memiliki status kesehatan mental yang mengakses informasi kesehatan mental penting
lebih baik. Tingginya tingkat distress meskipun untuk dilibatkan dalam menjelaskan pengaruh

172
Fatahya., Fitri, A, A. / Literasi Kesehatan Mental/ HIGEIA 6 (2) (2022)

literasi kesehatan mental terhadap status yang lebih efektif. Pengetahuan mengenai
kesehatan mental. strategi self-help juga masih bercampur antara
Selain itu, pengaruh literasi kesehatan yang terbukti efektif seperti meningkatkan
mental dapat pula ditinjau melalui mediasi aktivitas fisik dan meningkatkan dukungan
variabel perilaku. Jorm (2019) menekankan sosial, yang cenderung tidak efektif seperti
bahwa literasi kesehatan mental adalah minum vitamin atau diet khusus, atau bahkan
pengetahuan yang dapat digunakan oleh yang beresiko seperti konsumsi alkohol untuk
individu untuk melakukan tindakan bermanfaat bersantai. Hal ini menunjukkan bahwa informasi
bagi kesehatan mental. Individu yang memiliki yang tidak sesuai dapat mengarahkan individu
literasi kesehatan mental perlu menggunakan pada strategi penanganan yang tidak efektif atau
pengetahuannya untuk menerapkan kebiasaan- bahkan berbahaya terhadap masalah kesehatan
kebiasaan yang dapat mengurangi resiko mental. Selain itu, pengetahuan yang bercampur
masalah kesehatan mental atau memilih strategi ini juga akan berdampak pada kebingungan
yang lebih tepat dalam mengatasi kesehatan individu dalam mengidentifikasi masalah
mental. Salah satu variabel perilaku yang kesehatan mentalnya. Tay (2018a) menemukan
seringkali dikaitkan dengan literasi kesehatan bahwa dewasa awal sudah memiliki
mental adalah perilaku pencarian bantuan pengetahuan dasar yang cukup tinggi mengenai
profesional. Urgensi literasi kesehatan mental depresi, namun kurang pada gangguan lainnya.
memang ditekankan untuk mengatasi Kurangnya kemampuan seseorang mengenali
penundaan pencarian bantuan profesional yang masalah sebagai gangguan mental dapat
diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan berdampak pada penundaan pencarian bantuan
masyarakat mengenai gangguan mental (Tay, hingga gangguan sudah mencapai ambang batas
2018b). Beberapa penelitian juga menunjukkan (Jorm, 2019), yang pada gilirannya akan menjadi
bahwa literasi kesehatan mental memiliki hambatan dalam proses pemulihan
hubungan dengan sikap pencarian bantuan
profesional (Gorczynski, 2017; Jung, 2017; PENUTUP
Maya, 2021). Kesadaran yang ditimbulkan dari
literasi kesehatan mental, mengarahkan individu Penelitian ini bertujuan untuk melihat
kepada pencarian bantuan profesional. Perilaku pengaruh literasi kesehatan mental terhadap
ini akan meningkatkan kemungkinan seseorang status kesehatan mental pada dewasa awal yang
dengan masalah kesehatan mental tertangani menggunakan media sosial. Hasil penelitian ini
dengan lebih cepat, yang pada gilirannya akan menemukan bahwa media sosial memainkan
berdampak pada status kesehatan mental yang peran penting dalam meningkatkan literasi
lebih baik. kesehatan mental dewasa awal. Namun,
Pada penelitian ini, literasi kesehatan pengaruh literasi kesehatan mental terhadap
mental yang dimiliki responden masih status kesehatan mental tidak signifikan secara
bercampur antara pengetahuan yang sesuai statistik. Pengaruh literasi kesehatan mental
dengan pengetahuan yang berkaitan dengan terhadap status kesehatan mental berinteraksi
stigma. Hal ini sesuai dengan temuan Jorm dengan variabel lainnya, seperti sikap ketika
(2019), bahwa terdapat perbedaan besar antara mengakses informasi kesehatan mental atau
pemahaman yang dimiliki dewasa muda dengan variabel perilaku. Rendahnya status kesehatan
keyakinan yang dipahami profesional kesehatan mental, meski literasi kesehatan mental yang
mental. Ketika sebagian besar dewasa muda dimiliki tinggi pada kelompok perempuan dan
mendukung strategi penghindaran terhadap kelompok yang mengetahui platform kesehatan
situasi stress; pandangan berbasis bukti yang mental menunjukkan bahwa literasi yang
diyakini oleh para profesional menunjukkan dimiliki belum dapat dipergunakan untuk
bahwa situasi stress memberikan kesempatan mengatasi masalah kesehatan mentalnya.
pada individu untuk mempelajari strategi coping Pengetahuan kesehatan mental terkait stigma

173
Fatahya., Fitri, A, A. / Literasi Kesehatan Mental/ HIGEIA 6 (2) (2022)

yang masih tinggi perlu dipertimbangkan untuk Gorczynski, P., Sims-schouten, W., Hill, D., &
memahami hasil penelitian ini. Wilson, J. C. 2017. Examining mental health
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah literacy, help seeking behaviours, and mental
health outcomes in UK university students.
karakteristik sampel yang terlalu luas.
Journal of Mental Health Training, Education and
Disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk
Practice, 12(2): 111–120.
menentukan karakteristik sampel yang lebih Handayani, T., Ayubi, D., & Anshari, D. 2020.
spesifik dan melibatkan variabel-variabel lain Literasi Kesehatan Mental Orang Dewasa dan
yang potensial memprediksi status kesehatan Penggunaan Pelayanan Kesehatan Mental.
mental. Perilaku Dan Promosi Kesehatan: Indonesian
Journal of Health Promotion and Behavior, 2(1): 9–
DAFTAR PUSTAKA 17.
Idham, A. F., Rahayu, P., & As-Sahih, A. A. 2019.
Trend Literasi Kesehatan Mental Trend of
Al Aziz, A. A. 2020. Hubungan Antara Intensitas
Mental Health Literacy. Analitika. Jurnal
Penggunaan Media Sosial dan Tingkat Depresi
Magister Psikologi UMA, 11(1): 12–20.
pada Mahasiswa. Acta Psychologia, 2(2): 92–
Irahza. (n.d.). Self-Rating Questionnaire (SRQ-20).
107.
Scribd.
APJII. 2020. Laporan Survei Internet APJII 2019 – 2020.
https://www.scribd.com/doc/293602277/Sel
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet
f-Rating-Questionnaire-SRQ-20
Indonesia.
Jorm, A. F. 2012. Mental health literacy: Empowering
Bashir, H., & Bhat, S. A. 2017. Effect of Social Media
the community to take action for better mental
on Mental Health: A Review. The International
health. American Psychologist, 67(3): 231–243.
Journal of Indian Psychology, 4(3): 125–131.
Jorm, A. F. 2019. International handbook of health
Beusenberg, M., & Orley, J. H. 1994. A user’s guide to
literacy: Research, practice and policy across the
the Self Reporting Questionnaire (SRQ). Division
lifespan. Dalam Okan, O., Bauer, U., Levin-
of Mental Health: World Health Organization.
Zamir, D., Pinheiro, P., & Sørensen, K. (eds.),
Brown, J. S. L., Sagar-ouriaghli, I., & Sullivan, L.
International handbook of health literacy:
2019. Help-Seeking Among Men for Mental
Research, practice and policy across the
Health Problem. Dalam Barry, J. A.,
lifespan (hal. 53–66). Policy Press.
Kingerlee, R., Seager, M., & Sullivan, L. (eds.)
Jorm, A. F., Korten, A. E., Jacomb, P. A.,
The Palgrave Handbook of Male Psychology and
Christensen, H., Rodgers, B., & Pollitt, P.
Mental Health (hal. 397–415). Springer
1997. “Mental health literacy”: A survey of the
International Publishing.
public’s ability to recognise mental disorders
Chatmon, B. N. 2020. Males and Mental Health
and their beliefs about the effectiveness of
Stigma. American Journal of Men’s Health, 14(4):
treatment. Medical Journal of Australia, 166(4):
1–3.
182–186.
Cheng, H. L., Wang, C., McDermott, R. C., Kridel,
Jung, H., von Sternberg, K., & Davis, K. 2016.
M., & Rislin, J. L. 2018. Self-Stigma, Mental
Expanding a measure of mental health literacy:
Health Literacy, and Attitudes Toward
Development and validation of a
Seeking Psychological Help. Journal of
multicomponent mental health literacy
Counseling and Development, 96(1): 64–74.
measure. Psychiatry Research, 243: 278–286.
Coyne, S. M., Rogers, A. A., Zurcher, J. D.,
Jung, H., von Sternberg, K., & Davis, K. 2017. The
Stockdale, L., & Booth, M. 2020. Does time
impact of mental health literacy, stigma, and
spent using social media impact mental
social support on attitudes toward mental
health?: An eight year longitudinal study.
health help-seeking. International Journal of
Computers in Human Behavior, 104: 1–34.
Mental Health Promotion, 19(5): 252–267.
Fitri, R. R. 2019. Mental Health Literacy of University
Lannin, D. G., Vogel, D. L., Brenner, R. E., Abraham,
Students. Psychological Research and Intervention,
W. T., & Heath, P. J. 2016. Does self-stigma
2(2): 13–22.
reduce the probability of seeking mental health
Furnham, A., & Swami, V. 2018. Mental health
information? Journal of Counseling Psychology,
literacy: A review of what it is and why it
63(3): 351–358.
matters. International Perspectives in Psychology:
Research, Practice, Consultation, 7(4): 240–257.

174
Fatahya., Fitri, A, A. / Literasi Kesehatan Mental/ HIGEIA 6 (2) (2022)

Lasari, H., Amalia, M., & Sarmila. 2021. Upaya Tapatrikar, A., & Murthy, K. D. 2020. Mental
Promosi dan Pencegahan Kanker Payudara health issues mediate social media use in
Menggunakan Whatsapp Messenger. HIGEIA rumors: Implication for media based mental
(Journal of Public Health Research and health literacy. Asian Journal of Psychiatry, 53:
Development), 5(2): 193–203. 1–3.
Maya, N. 2021. Kontribusi Literasi Kesehatan Mental Sharma, M. K., John, N., & Sahu, M. 2020. Influence
dan Persepsi Stigma Publik terhadap Sikap of social media on mental health: a systematic
Mencari Bantuan Profesional Psikologi. review. Current Opinion in Psychiatry, 33(5):
Gadjah Mada Journal of Psychology (GamaJoP), 467–475.
7(1): 22. Smith, C. L., & Shochet, I. M. 2011. The Impact of
Naslund, J. A., Aschbrenner, K. A., Marsch, L. A., & Mental Health Literacy on Help-Seeking
Bartels, S. J. 2016. The future of mental health Intentions: Results of a Pilot Study with First
care: Peer-To-peer support and social media. Year Psychology Students. International Journal
Epidemiology and Psychiatric Sciences, 25(2): 113– of Mental Health Promotion, 13(2): 14–20.
122. Suka, M., Odajima, T., Okamoto, M., Sumitani, M.,
Naslund, J. A., Aschbrenner, K. A., McHugo, G. J., Igarashi, A., Ishikawa, H., Kusama, M.,
Unützer, J., Marsch, L. A., & Bartels, S. J. Yamamoto, M., Nakayama, T., & Sugimori,
2017. Exploring opportunities to support H. 2015. Relationship between health literacy,
mental health care using social media: A health information access, health behavior,
survey of social media users with mental and health status in Japanese people. Patient
illness. Early Intervention in Psychiatry: 1–9. Education and Counseling, 98(5): 660–668.
Naslund, J. A., Bondre, A., Torous, J., & Tay, J. L., Tay, Y. F., & Klainin-Yobas, P. 2018a.
Aschbrenner, K. A. 2020. Social Media and Effectiveness of information and
Mental Health: Benefits, Risks, and communication technologies interventions to
Opportunities for Research and Practice. increase mental health literacy: A systematic
Journal of Technology in Behavioral Science, 5(3): review. Early Intervention in Psychiatry, 12(6):
245–257. 1024–1037.
Novianty, A. 2017. Literasi Kesehatan Mental : Tay, J. L., Tay, Y. F., & Klainin-Yobas, P. 2018b.
Pengetahuan dan Persepsi Publik mengenai Mental health literacy levels. Archives of
Gangguan Mental Literacy of Mental Health : Psychiatric Nursing, 32(5): 757–763.
Knowledge and Public Perception of Mental Vannucci, A., Flannery, K. M., & Ohannessian, C. M.
Disorders. Analitika, 9(2): 68–75. C. 2017. Social media use and anxiety in
Pehlivan, Ş., Tokur Kesgi̇n, M., & Uymaz, P. 2021. emerging adults. Journal of Affective Disorders,
Psychological distress and mental health 207: 163–166.
literacy in university students. Perspectives in Waldmann, T., Staiger, T., Oexle, N., & Rüsch, N.
Psychiatric Care, 57(3): 1433–1441. 2020. Mental health literacy and help-seeking
Rachmayani, D., & Kurniawati, Y. 2016. Gambaran among unemployed people with mental health
Literasi Kesehatan Mental Pada Remaja problems. Journal of Mental Health, 29(3): 270–
Pengguna Teknologi. Prosiding SEMNAS 276.
Penguatan Individu Di Era Revolusi Informasi: 91– We Are Social. 2021. Digital 2021: Indonesia.
99. https://datareportal.com/reports/digital-
Rosenfield, S., & Mouzon, D. (2012). Gender and 2021-indonesia
mental health. In C. S. Aneshensel, J. C. Phelan, Wendt, D., & Shafer, K. 2014. Gender and Attitudes
& A. Bierman (Eds.), Handbook of Sociology about Mental Health Help Seeking: Results
of Mental Health (Second Edi, pp. 192–208). from National Data. Health and Social Work,
Springer. 41(1): 20–28.
Sadagheyani, H. E., & Tatari, F. 2021. Investigating Yousaf, O., Popat, A., & Hunter, M. S. 2015. An
the role of social media on mental health. investigation of masculinity attitudes, gender,
Mental Health and Social Inclusion, 25(1): 41–51. and attitudes toward psychological help-
Sharma, M. K., Anand, N., Vishwakarma, A., Sahu, seeking. Psychology of Men & Masculinity, 16(2):
M., Thakur, P. C., Mondal, I., Singh, P., SJ, 234–237.
A., N, S., Biswas, A., R, A., John, N.,

175

Anda mungkin juga menyukai