Anda di halaman 1dari 2

Filsafat Ketuhanan

Pertemuan III
Oleh: Rakha Muchamad Rajasa/1323018008
Pada jaman dahulu, memang hampir semua manusia sngat memercayai akan mitos.
Bagi manusia jaman dahulu, mitos adalah penjelasan paling mudah dan yang paling dapat
diterima, guna menjelaskan berbagai hal yang tidak dapat dijelaskan dengan akal budi. Kita
dapat mengambil contoh, pada pertemuan III ini, orang-orang Yunani kuno. Masyarakat
jaman Yunani kuno sangat memercayai para dewa. Para dewa bagai masyarakat Yunani kuno
adalah makhluk yang memiliki kekuatan yang besar sehingga mampu menguasai kekuatan-
kekuatan alam, contohnya adalah dewa Poseidon yang menguasai lautan. Para masyarakat
Yunani kuno memiliki anggapan yang demikian karena, mereka melihat bahwa pastinya
lautan, contohnya, memiliki kekuatan yang luar biasa, seperti ombak, dan mereka
menganggap bahwa ada sesosok makhluk yang menguasainya. Meskipun mereka berfikir
bahwa para dewa memiliki kekuatan yang luar biasa, mereka tetap menganggap bahwa para
dewa tersebut adalah makhluk hidup yang sama seperti manusia. Sama seperti manusia dalam
artian sifat, seperti dapat mencintai, marah, takut, dll. Oleh karena itu, ketika terjadi tsunami,
merek menganggap bahwa dewa poseidon sendang marah. Tentu saja hal demikian ini adalah
hal yang cukup aneh, pertama bagaimana mungkin dewa tersebut dapat berselisih paham,
marah, sedih, dll, terutama kepada manusia. Bukankah mereka adalah pemilik manusia dan
ciptaan yang lain. Kemudian, bagaimana mungkin penguasa alam semesta ini banyak, dari
manakah asal mereka pertama kali.

Para filsuf Yunani kuno tentunya tidak serta merta secara mudah memercayai akan
adanya para dewa di tengah-tengah kehidupan mereka. Pada masa pra-Sokrates misalnya,
mengemukakan ada tiga persoalan, yaitu problem tentang yang tunggal dan yang jamak,
problem tentang yang tetap dan yang berubah, dan problem tentang relativitas. Menurut
penulis, dari sinilah kemudian muncul perpindahan epistemologis, dari mitos kepada ilmu
pengetahuan. Akhirnya, para filsuf Yunani kuno pra-Sokrates tersebut, yang merasa tidak
puas akan hadirnya para dewa, mengemukakan pendapatnya tentang yang tunggal. Mereka
menganggap bahwa alam semesta ini hadir dari hal yang paling mendasar. Hal yang paling
mendasar dari segala sesuatu tersebut adalah arche. Thales adalah contohnya. Ia menganggap
bahwa dasar dari segala sesuatu adalah air. Hal itu karena, ia melihat bahwa segala sesuatu
membutuhkan air, seperti manusia, binatang dan tumbuh-tumbuhan. Filsuf Yunani yang lain
adalah Xenophanes. Ia mengkritik masyarakat Yunani kuno yang sangat memercayai para
dewa. Menurutnya, para dewa tidak mungkin sama seperti manusia. Ia mengatakan bahwa
pasti ada satu tuhan yang mengatur segalanya, hanya dengan pikirannya. Dari sini, kita dapat
mengetahui bahwa dengan pikirannya, manusia mampu berfikir tentang yang tunggal, yang
menguasai alam semesta. Dan semua itu didasari oleh sikap ingin tahu yang mendalam dan
mencari jawabannya.

Di jaman sekarang, teknologi begitu modern. Banyak sekali peristiwa alam yang
dapat dijelaskan dengan ilmiah (sains). Contohnya adalah gempa bumi yang dapat dijelaskan
dan bahkan dapat diprediksi oleh Badan Meteorologi Kilimatologi dan Geofisika (BMKG).
Dengan demikian, maka manusia mampu melihat bahwa tanda-tanda alam terjadi oleh karena
adanya suatu peristiwa sebelumnya, tanda-tanda yang mendahului suatu peristiwa alam.
Dengan ilmu pengetahuan yang cukup memadai, manusia mampu meninggalkan mitos yang
dahulu begitu dipercayai, seperti adanya para dewa yang marah. Mitos-mitos tersebut, pada
jaman sekarang seringkali dianggap sebagai cerita usang dan tidak berfaedah.

Meskipun banyak orang jaman sekarang yang menganggap bahwa mitos adalah cerita
usang dan tidak berfaedah, masih ada orang-orang yang percaya akan mitos. Kita dapat
melihatnya dengan jelas ketika terjadi peristiwa-peristiwa alam, seperti gempa bumi dan
tsunami. Masih banyak orang yang menganggap bahwa hal tersebut terjadi di suatu tempat,
karena Tuhan marah pada masyarakat yang ada di tempat tersebut. Orang-orang tersebut
menganggap hal itu sebagai bentuk amarah Tuhan. Memang, cukup disayangkan bahwa
masih banyak orang yang mengaggap hal tersebut, terjadinya malapetaka dalam bentuk
peristiwa alam, adalah kuasa Tuhan. Mereka tidak terbuka akan adanya perkembangan
teknologi berkat kemampuan akal budi manusia. Mereka memang menemukan sesuatu yang
tunggal tersebut, Tuhan. Akan tetapi, mereka terlalu memutlakkan segala peristiwa, termasuk
kejahatan dan malapetaka sebagai tindakan tangan Tuhan.

Anda mungkin juga menyukai