Anda di halaman 1dari 2

Fr.

Wicak: Saya merasa sangat antusias mengikuti kelas ini, saya dapat melayani teman difabel
dengan belajar bahasa isyarat ini. Saran saya, jadwal ujian bisindo bisa menyesuiakan lagi, sebab
saya tidak fokus karena bebarengan ujian kuliah.

Fr. Charles: Saya merasa dipaksa oleh seminari. Tetapi, saya sadar bahwa ini merupakan
kebutuhan bahwa setiap manusia selalu berkomunikasi dengan sesamanya, saya dari kelas ini
mampu belajar dengan teman difabel. Hal ini saya manfaatkan dengan benar dan tidak saya sia-
siakan, dan kelas pastoral ini saya pahami untuk memanusiakan manusia. Manusia mampu
menunjukkan identitasnya melalui sesama. Selain itu, saya bersyukur dengan hidup yang
diberikan oleh Tuhan. Awal-awal tidak merasa kesulitan, lambat lain karena materi sangat
banyak, saya merasa kesulitan. Langksah yang saya lakukan adalah berdiskusi dengan teman.

Fr. Ando: Saya mengucapkan Terima kasih kepada kepada semuanya yang telah setia menemani
dan membimbing dalam pelajaran Bahasa isyarat yang mana ini dapat saya gunakan untuk
berkomunikasi dengan teman Tuli. Bagi saya belajar Bahasa isyarat sebenranya tidak susah
tetapi karena tidak saya prkatekan setiap harinya yang membuat saya lupa akan materi itu. Saya
tidak mempunyai target, setelah kelas ya sudah tidak saya parketkan, sehingga mudah lupa.
Materi yang berkesan menurut saya ialah ketika memprkatekan bersama teman difabel,
memprkatekan cara-cara membangun relasi dengan difabel, sebab tidak serta merta dapat
melakakukannya karena ada etika berelasi dnegan difabel.

Kak Sisca: saya memikik keinginan untuk belajar hal baru. Saya bisa bertemu langsung dnegan
teman difabel dan saya meras ternyuh bahwa saya tergerak untuk belajar berdinamika dengan
difabel. Semoga kedepannya saya mampu mengaplikasikannya dalam kehidupan pelayanan saya.

Fr. Alfons: Saya disadarkan teman Tuli memiliki banyak ciri khas. Saya memiliki saudara Tuli
tetapi berkespresi dengan bersuara. Perasaan saya belajar bisindo ialah menambah kosakata baru
dan selain itu berkomunikasi dengan Tuli tidka mudah, sebab kita harus tahu karakter Tuli dan
ini menyadarkan saya bahwa teman Tuli adalah sama dengan kita dan memiliki kelebihan
dibandingkan non-Tuli. Awalnya saya tertawa karena lihat ekspresi mereka, tetapi akhirnya saya
sadar akan hal itu.

Kak Sinta: Saya merasa tertarik akan hal ini sebab saya melayani anak-anak ABK, rasanya seru
berelasi dan berkomunikasi dengan teman Tuli. Pada saat kelas, ternyata susah ya materinya,
banyak materi tetapi saya mau dan saya merasa apakah saya bisa bertugas ssebagai JBI seperti
Kak Melani, tetapi saya akan terus meriview semua materi itu.

Kintan: saya mengucapkan terima kasih untuk semua pengalaman dan perasaanya, aku sangat
mengapresiasi akan hal ini. Saya berharap, kelas ini mampu memberikan semnagat untuk mau
berkomunikasi dengan teman Tuli. Kedepannya ada rekoleksi dengan teman Tuli di STPD untuk
bergabung bersam, belajar bersama. Saya dan team meminta maaf, apabila kami ada salah dalam
perbuatan dan perkataan.

Kak Melani: saya meminta maaf, karena situasi seperti ini karena situasi pandemic, acara pentas
seni bersama teman Tuli tidak bisa diselenggarakan di STPD. Tanggal 24 April ada misa umat
difabel di Paroki Algonz, saya harap para frater bisa ikut misa tersebut. Lalu, ada tugas terkahir,
ini sama dengan tahun lalu, yakni membuat refleksi dari awal kelas pengantar pastoral difabel
hingga kelas bisindo dan saya meminta 2 orang refleksinya dimuat di Jubileum. Refleksi untuk
Jubileum Fr. Wicak sedangkan kronik untuk Jubileum Fr. Christ.

Fr. Leo: Teman-teman, saya mengucapkan terima kasih atas waktunya. Semoga ini sungguh
bukan hanya soal materi, tetapi ini soal pelayanan kita saat kita dibutuhkan nanti. Saya
mengucapkan terima kasih ke team pasdif, youcat, Kintan dan Kak Donny, serta Kak Melani
katekes Pastoral Difabel.

Anda mungkin juga menyukai