Anda di halaman 1dari 20

TUGAS INDIVIDU

RANGE OF MOTION & PEMERIKSAAN FISIK

SISTEM NEUROLOGI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III

Neurologi

Oleh :

Anggryani Caroline

FAKULTAS KEPERAWATAN – UNIVERSITAS KLABAT

AIRMADIDI

2022
1. Range of Moton (ROM)
A. Pengertian ROM
ROM merupakan Latihan Gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya
kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing
persendiaanya sesuai Gerakan normal baik secara aktif maupun pasif. Range of
motion (ROM) exercise adalah Latihan yang dilakukan untuk memepertahankan
ataupun untuk memperbaiki tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan
persendian secara normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus
otot. (Kusyati, 2012)
Range of movement (ROM) adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan aktifitas. ROM dapat dilakukan secara aktif atau pasif. Aktif
jika pasien dapat melakukan secara mandiri. (Kasiati & Rosmalawati, 2016)
a. Active Range of Motion (AROM)
Gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien) dengan menggunakan
energi atau kemampuannya sendiri. Dalam hal ini perawat memberkan
motivasi dan bimbingan pada klien dalam melakukan pergerakan secara
mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal. Bertujuan melatih
kelenturan dan kekuatan oto serta sendi dengan cara menggunakan otot-
ototnya secara aktif. Pergerakan sendi dari seluruh tubuh mulai dari kepala
sampai ujung-ujung jari kaki dilakukan oleh klien sendiri secara aktif.
(Kusyati, 2012)
b. Passive Range of Motion (PROM)
Latihan dijalankan oleh seseorang atau energi yang dikeluarkan untuk
Latihan berasal dari orang lain (perawat) atau dapat juga menggunakan alat
mekanik. Berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian
dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif, misalnya perawat
mengangkat dan menggerakan kaki pasien. Sendi yang digerakan dalam
Latihan ini adalah seluruh persendian tubuh atau hanya ekstrimitas yang
terganggu dan klien tidak mampu melakukan secara mandiri. (Kusyati,
2012)
2. Standar operasional Prosedur (SOP) ROM
1) Indikasi
Pasien yang bedrest lama dan beresiko untuk terjadi kontraktur persendian.

2) Tujuan
Memperbaiki tingkat mobilitas fungsional ekstremitas klien, mencegah kontraktur
dan pengecilan otot dan tendon, serta meningkatkan sirkulasi darah pada
ekstremitas, menurunkan komplikasi vaskular immobilisasi dan meningkatkan
kenyamanan klien.
Tujuan umum:
1. Meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot
2. Menjaga fungs fisiologs normal
3. Mencegah komplikasi akibat kontraktur imobilitas
4. Pasien mampu meningkatkan partsipasi dalam aktivitas sehari-hari
5. Meningkatkan aktivitas fisik
6. Meningkatkan fleksibilitas sendi
7. Pasien mampu melakukan prosedur ROM (Lukman, 2013)

Tujuan Khusus:

1. ROM aktif: dapat mempertahankan atau menngkatkan kekuatan dan kelenturan


otot, mempertahankan fungs kardiorespiratori, mencegah kontraktur dan
kekakuan pada persendian.
2. ROM pasif: Menjaga fleksibilitas dari masing-masing persendian.

3) Persiapan tempat dan alat


1. Tempat tidur
2. Bantal
3. Balok drop food
4. Hanskoon
4) Persiapan pasien
1. Menjelaskan tujuan pelaksanaan
2. Mengatur posisi lateral lurus (terlentang biasa)

5) Persiapan lingkungan
1. Menutup pintu dan jendela
2. Memasang tabir dan tirai

6) Pelaksanaan
1. Leher
a. Letakkan tangan kiri perawat di bawah kepala pasien dan tangan kanan pada
pipi/wajah pasien.
b. Lakukan pergerakan:
1) Rotasi: tundukkan kepala, putar ke kiri dan ke kanan.
2) Fleksi dan ekstensi: gerakkan kepala menyentuh dada kemudian kepala
sedikit ditengadahkkan
3) Fleksi lateral: gerakkan kepala ke samping kanan dan kiri hingga telinga
dan bahu hampir bersentuhan
c. Observasi perubahan yang terjadi.

2. Bahu
 Fleksi/Ekstensi
a. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya
b. Angkat lengan pasien pada posisi awal
c. Lakukan gerakan mendekati tubuh
d. Lakukan observasi perubahan yang terjadi. Misalnya: rentang gerak
bahu dan kekakuan
 Abduksi dan Adduksi
a. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan
pasien dengan tangan lainnya
b. Gerakkan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arah perawat (ke
arah samping)
c. Kembalikan ke posisi semula
d. Catat perubahan yang terjadi. Misal: rentang gerak bahu, adanya
kekakuan, dan adanya nyeri.
 Rotasi Bahu
a. Atur posisi lengan pasien menjauhi dari tubuh (ke samping) dengan siku
menekuk
b. Letakkan satu tangan perawat di lengan atas dekat siku pasien dan
pegang tangan pasien dengan tangan lainnya
c. Lakukan rotasi bahu dengan lengan ke bawah sampai menyentuh tempat
tidur.
d. Kembalikan lengan ke posisi awal
e. Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur,
telapak tangan menghadap ke atas
f. Kembalikan ke posisi awal
g. Catat perubahan yang terjadi. Misal, rentang gerak bahu, adanya
kekakuan, dan adanya nyeri

3. Siku
 Fleksi dan Ekstensi
a. Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan telapak
mengarah ke tubuh pasien
b. Letakkan tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien
dengan tangan lainnya
c. Tekuk siku pasien sehingga tangan pasien mendekat ke bahu
d. Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya
e. Lakukan observasi terhadap perubahan yang terjadi. Misalnya, rentang
gerak pada siku, kekakuan sendi, dan adanya nyeri.

4. Lengan bawah
 Pronasi dan Supinasi
a. Atur posisi lengan pasien dengan siku menekuk/lurus\
b. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan tangan pasien dan
pegang tangan pasien dengan tangan lainnya
c. Putar lengan bawah pasien ke arah kanan atau kiri
d. Kembalikan ke posisi awal sebelum dilakukan pronasi dan supinasi
e. Lakukan observasi terhadap perubahan yng terjadi. Misal, rentang gerak
lengan bawah dan kekakuan

5. Pergelangan tangan
 Fleksi dan Ekstensi
a. Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dan siku menekuk
b. Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lain
memegang pergelangan tangan pasien
c. Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin
d. Lakukan observasi terhadap perubahan yang terjadi. Misalnya, rentang
gerak pergelangan dan kekakuan sendi.

6. Jari-jari
 Fleksi dan Ekstensi
a. Pegang jari-jari tangan pasien dengan satu tangan sementara tangan lain
memegang pergelangan.
b. Bengkokkan (tekuk/fleksikan) jari-jari ke bawah.
c. Luruskan jari-jari (ekstensikan) kemudian dorong ke belakang
(hiperekstensikan).
d. Gerakkan kesamping kiri kanan (Abduksi-adduksikan).
e. Kembalikan ke posisi awal.
f. Catat perubahan yang terjadi. Misal, rentang gerak, dan adanya
kekakuan sendi.

7. Paha
 Rotasi
a. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki pasien dan satu
tangan yang lain di atas lutut pasien.
b. Putar kaki kearah pasien.
c. Putar kaki ke arah pelaksana.
d. Kembalikan ke posisi semula.
e. Observasi perubahan yang terjadi.
 Abduksi dan Adduksi
a. Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu tangan pada
tumit.
b. Angkat kaki pasien kurang lebih 8cm dari tempat tidur dan pertahankan
posisi tetap lurus. Gerakan kaki menjauhi badan pasien atau kesamping
ke arah perawat.
c. Gerakkan kaki mendekati dan menjauhi badan pasien.
d. Kembalikan ke posisi semula.
e. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
f. Observasi perubahan yang terjadi. Misal, rentang gerak dan adanya
kekakuan sendi

8. Lutut
 Fleksi dan Ekstensi
a. Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien
dengan tangan yang lain.
b. Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
c. Lanjutkan menekuk lutut kea rah dada pasien sejauh mungkin dan
semampu pasien.
d. Turunkan dan luruskan lutut dengan tetap mengangkat kaki ke atas.
e. Kembalikan ke posisi semula.
f. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
g. Observasi perubahan yang terjadi. Missal, rentang gerak dan adanya
kekakuan sendi.

9. Pergelangan kaki
 Fleksi dan Ekstensi
a. Letakkan satu tangan pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang lain
di atas pergelangan kaki, jaga kaki lurus dan rileks.
b. Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada atau ke
bagian atas tubuh pasien.
c. Kembalikan ke posisi awal.
d. Tekuk pergelangan kaki menjauhi dada pasien. Jari dan telapak kaki
diarahkan ke bawah.
e. Observasi perubahan yang terjadi. Misal, rentang gerak dan kekakuan.

 Infersi dan Efersi


a. Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan tangan kita (pelaksana)
dan pegang pergelangan kaki pasien dengan tangan satunya.
b. Putar kaki dengan arah ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki
lainnya.
c. Kembalikan ke posisi semula.
d. Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjauhi kaki yang lain.
e. Kembalikan ke posisi awal. Observasi perubahan yang terjadi. Misal,
rentang gerak, dan adanya kekakuan sendi.
10. Jari-jari
 Fleksi dan Ekstensi Jari-jari
a. Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan sementara tangan lain
memegang kaki.
b. Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah.
c. Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang.
d. Gerakan kesamping kiri kanan (Abduksi-adduksikan).
e. Kembalikan ke posisi awal.
f. Observasi perubahan yang terjadi. Misal, rentang gerak, dan adanya
kekakuan sendi
11. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
12. Catat perubahan yang terjadi. Misal: rentang gerak, dan adanya kekakuan sendi

3. Pengkajian fisik pada Sistem Neurologi

A) Penilaian Neurologis Lengkap

pengkajian neurologis lengkap meliputi riwayat dan evaluasi dari: status mental,
saraf kranial, mobilitas dan fungsi sistem motorik, refleks tendon dalam, persepsi
sensori, dan fungsi serebelum.

Penilaian neurologis lengkap dilakukan oleh penyedia layanan kesehatan primer


(PHCP) untuk mempertimbangkan apakah lesi tunggal atau lebih dari satu situs di
sistem saraf dapat berkontribusi pada temuan penilaian fisik yang abnormal. Jika lesi
atau cedera ada di SSP, penilaian selanjutnya dapat membantu penyedia layanan
kesehatan menentukan apakah ada kelainan di korteks, di bawah korteks. atau
multifokal. Temuan ini, bersama dengan riwayat pasien, membantu menentukan urgensi
pengobatan Umumnya, perawat menyelesaikan penilaian terfokus atau cepat untuk
mendeteksi perubahan besar pada tanda dan gejala.
1. Penilaian Status Mental
Secara umum dibagi menjadi dua yaitu penilian kesadaran (consciousness) dan
kognisi (cognition).
Kesadaran  Kemampuan untuk menyadari lingkungan, objek, dan diri sendiri
(didokumentasikan sebagai tingkat kesadaran seseorang)
Level of consciousness (LOC)  mengacu pada tingkat kewaspadaan atau jumlah
stimulasi yang diperlukan untuk menarik perhatian pasien dan dapat berkisar dari
waspada (alert) hingga koma.

Gambaran dari beberapa kondisi pasien:


a. Alert  dalam kondisi terjaga, responsive. Seorang pasien mungkin sadar
tetapi tidak berorientasi pada orang, tempat, atau waktu. Pasien yang kurang
waspada diberi label lesu (lethargenic), pingsan (stuporous), atau koma
(comatose).
b. Lethargenic  pasien lesu mengantuk tetapi mudah dibangunkan.
c. Stuporous  seseorang yang hanya akan terangsang saat diberikan rangsangan
yang kuat atau menyakitkan.
d. Comatose  pasien yang tidak sadarkan diri walaupun telah diberikan
rangsangangan yang kuat atau berbahaya.

Setelah menentukan kesadaran, Langkah selanjutnya adalah mengevaluasi


orientasi. Saat pasien sudah mulai memperhatikan, maka dapat dimulai dengan
mengajukan beberapa pertanyaan untuk menentukan orientasi. anggapan yang
menunjukkan orientasi meliputi kemampuan menjawab pertanyaan tentang orang,
tempat, dan waktu seperti:

 Nama perawat (PHCP)


 Tahun dan bulan
 Alamat rumah
 Nama instansi pelayanan Kesehatan
Pastikan untuk menghubungkan setiap perubahan orientasi dengan status
pernapasan, perubahan rejimen obat atau penggunaan obat intermiten, waktu
hari/kurang tidur atau nilai glukosa serum saat ini.

2. Penilaian kognisi (Cogniton)

Kognisi biasanya dievaluasi secara cepat atau terfokus menggunakan tes


memori dan perhatian yang membutuhkan kemampuan verbal atau tertulis.
Kehilangan memori, terutama memori baru-baru ini. cenderung menjadi tanda awal
masalah neurologis.Tiga jenis memori dapat diuji: memori jangka panjang, memori
baru-baru ini, dan memori langsung.
Penilaian dilakukan dalam interaksi perawatan berikut:
a) Saat masuk dan keluar dari pengaturan perawatan institusional
b) Pada transfer dari satu pengaturan perawatan ke yang lain
c) Setiap 8 hingga 12 jam selama rawat inap
d) Mengikuti perubahan besar dalam farmakoterapi
e) Dengan perilaku yang tidak biasa bagi orang tersebut dan/atau tidak pantas
untuk

Kaji dan dokumentasikan (perhatikan "kadang-kadang", "sering", atau "selalu"


seperti yang diamati):
a) Apakah pasien merespon suara; membutuhkan diguncang bangun untuk
berkomunikasi; tertidur selama percakapan atau ketika tidak ada kegiatan yang
terjadi; atau tidak menanggapi suara atau sentuhan?
b) Apakah ucapan jelas dan dapat dimengerti; disorientasi terhadap orang, tempat,
atau waktu; tidak pantas; atau tidak bisa dimengerti/kacau?
c) Dapatkah pasien menyebutkan tempat, alasan masuk atau kunjungan, bulan, dan
usia?
d) Dapatkah pasien mengikuti perintah satu langkah: membuka/menutup mata;
mengepalkan/melepaskan?
e) Dapatkah pasien beralih ke topik atau aktivitas yang berbeda versus kehilangan
alur pembicaraan atau mudah teralihkan (kurang perhatian)?
f) Dapatkah pasien mengenali objek yang familiar dan tujuannya atau hubungan
nama dan orang yang familiar?
g) Dapatkah pasien merespon secara relevan dan cepat?
h) Apakah pasien memiliki pemikiran yang tidak realistis atau tindakan yang tidak
mempercayai orang lain?
i) Apakah pasien kooperatif, euforia, bermusuhan, cemas, menarik diri, atau
dijaga?

Saat melakukan wawancara perawat dapat memperhatikan keterampilan


berbicara dan Bahasa. Keterampilan bahasa meliputi memahami kata yang
diucapkan atau ditulis dan mampu berbicara atau menulis. Pasien menunjukkan
pemahaman dengan mengikuti petunjuk saat masuk (misalnya, menanggalkan
pakaian). Jika dia ragu-ragu, mungkin dia tidak mengerti kosa kata atau kata. Ketika
terjadi keragu-raguan bicara atau keragu-raguan kinerja, arahkan ke objek dan minta
pasien menyebutkan namanya, seperti pintu atau tempat tidur.
Bicara dinilai normal, lambat, kacau, sulit menemukan kata-kata, atau
gangguan lainnya. Jika perubahan dalam berbicara baru dan menunjukkan
penurunan dari kemampuan sebelumnya untuk berkomunikasi, perubahan ini harus
segera dilaporkan ke penyedia layanan kesehatan primer karena dapat menunjukkan
stroke, timbulnya kebingungan baru, atau kondisi neurologis serius lainnya. Ahli
patologi wicara-bahasa (SLP) menyelesaikan tes bahasa tambahan seperti
pemahaman bacaan.
Perlu diingat beberapa pasien tidak dapat membaca atau menulis atau mungkin
berbicara dalam bahasa yang berbeda dari bahasa dokter. Dalam hal ini, modifikasi
pemeriksaan yang sesuai seperti meminta pasien menyalin sesuatu yang telah
digambar (misalnya, salib, lingkaran, berlian, atau persegi). Dalam beberapa kasus,
seorang juru bahasa mungkin diperlukan.
3. Penilaian saraf kranial
Saraf kranial biasanya diuji untuk menetapkan garis dasar untuk
membandingkan kemajuan atau kemunduran. Menambahkan saraf kranial spesifik
yang akan diuji ke catatan dokumentasi pasien dengan masalah yang
memengaruhinya membantu memastikan perbandingan dan penilaian lanjutan.

Pengujian pupil adalah tes saraf kranial yang umum dilakukan oleh perawat.
Konstriksi pupil adalah fungsi saraf kranial III (saraf okulomotor). Pupil harus sama
dalam ukuran, bulat dan teratur dalam bentuk, dan bereaksi terhadap cahaya dan
akomodasi (PERRLA). Perkirakan ukuran kedua pupil menggunakan penggaris
milimeter/pupilometer.
Untuk menguji penyempitan pupil, minta pasien untuk menutup matanya dan
meredupkan lampu ruangan. Bawa senter dari sisi kepala pasien dan sorotkan
cahaya pada mata yang diuji segera setelah pasien membuka matanya. Respon noral
yaitu pupil mengerut (respon langsung), pupil lain sedikit mengerut (respons
konsensual).
Untuk menguji akomodasi, nyalakan kembali ruangan dan minta pasien untuk
fokus pada objek yang jauh dan kemudian segera melihat objek 4 sampai 5 inci dari
hidung. Mata harus menyatu, dan pupil harus mengerut. Pupil yang tidak reaktif
dengan tepat atau sangat melebar biasanya merupakan tanda akhir dari kerusakan
neurologis.

4. Penilaian Fungsi Motorik


Saat melakukan pengkajian fisik dilakukan, perhatikan jika pasien mengalami
tremor ataupun Gerakan yang tidak disengaja. ambarkan gerakan-gerakan ini
seakurat mungkin, seperti "menggulingkan pil dengan ibu jari dan jari saat istirahat"
atau "getaran niat kedua tangan" (tremor yang terjadi ketika pasien mencoba
melakukan sesuatu) Kelainan ini dapat mengindikasikan penyakit tertentu, seperti
sebagai multiple sclerosis, atau efek dari obat psikotropika yang dipilih. Selain itu,
kaji gerakan motorik pasien yang menunjukkan iritabilitas, hiperaktif, atau gerakan
lambat.
Ukur kekuatan tangan pasien dengan memintanya untuk menggenggam dan
meremas dua jari dari masing-masing tangan Anda. Kemudian bandingkan
genggaman untuk kesetaraan kekuatan. Sebagai cara lain untuk mengevaluasi
kekuatan, cobalah untuk menarik jari dari genggaman pasien dan bandingkan
kemudahan atau kesulitannya. Dia harus melepaskan genggamannya. Berkolaborasi
dengan ahli terapi fisik untuk menguji kekuatan pasien. Untuk menguji kekuatan
melawan tahanan, minta pasien untuk menolak pembengkokan atau pelurusan
pemeriksa pada lengan, tangan, tungkai, atau kaki yang diuji. Skala penilaian lima
poin biasanya digunakan.
Selalu evaluasi dan bandingkan kekuatan di setiap sisi. Bandingkan hasil
sebelumnya dengan temuan saat ini dan laporkan semua penurunan ke penyedia
layanan kesehatan primer. Integritas motorik atau batang otak juga dapat dinilai.
Minta pasien untuk menutup matanya dan menahan lengan tegak lurus ke tubuh
dengan telapak tangan ke atas selama 15 sampai 30 detik. Jika ada penyebab
kelemahan otot serebral atau batang otak, lengan di sisi yang lemah akan mulai
jatuh, atau "melayang", dengan telapak tangan menonjol (memutar ke dalam). Ini
disebut penyimpangan pronator. Hal yang sama dapat dilakukan untuk ekstremitas
bawah, dengan pasien berbaring tengkurap dengan kaki ditekuk ke atas di lutut.
Namun, lebih mudah bagi sebagian besar pasien untuk duduk di sisi tempat tidur
dan menjulurkan kaki ke luar.
 Dekortikasi  gerakan motorik abnormal yang terlihat pada pasien dengan
lesi yang mengganggu jalur kortikospinalis
 Deserebrasi  gerakan abnormal dengan kekakuan yang ditandai dengan
ekstensi lengan dan tungkai, pronasi lengan, plantar fleksi, dan opisthotonos
(kejang tubuh di mana tubuh membungkuk ke depan)

5. Penilaian Aktivitas Refleks


Penyedia layanan kesehatan primer, termasuk APRN, dapat menilai refleks
tendon dalam (DTRS) dan refleks superfisial (kutan). Refleks tendon dalam pada
otot bisep, trisep, brakioradiali, paha depan dan tendon archilles dapat diuji dalam
bagian dari penilaian neurologis lengkap.

 Memukul tendon dengan palu refleks harus menyebabkan kontraksi otot.


Kontraksi otot yang sesuai menunjukkan lengkung refleks yang utuh.
 Refleks plantar diuji dengan benda runcing (tetapi tidak tajam), seperti ujung
gagang palu refleks atau ujung gunting perban yang membulat. Respon
normal adalah fleksi plantar dari semua jari kaki.
 Babinski Sign sebuah dorsofleksi jempol kaki dan mengipasi jari-jari kaki
lainnya, tidak normal pada siapa saja yang berusia lebih dari 2 tahun dan
menunjukkan adanya penyakit sistem saraf pusat (SSP). Babinski positif
merupakan respon abnormal dan babinski negatif merupakan respon normal.
Abnormal: jari-jari kaki mengangkat keatas
Babinski sign dapat mengacu pada keracunan obat, alkohol, setelah kejang,
atau pada pasien dengan multiple sclerosis atau penyakit hati yang parah.

 Refleks hiperaktif menunjukkan kemungkinan penyakit neuron motorik atas


(kerusakan pada otak atau sumsum tulang belakang bagian atas).
 Refleks hipoaktif dapat terjadi akibat penyakit neuron motorik bawah
(kerusakan pada sumsum tulang belakang bagian bawah) atau penyakit
neuromuskular.
 Refleks asimetri merupakan temuan penting karena mungkin menunjukkan
proses penyakit atau cedera. Hasil pengujian refleks dicatat dengan
menggunakan stick figure dan skala 0 sampai 4.
6. Penilaian fungsi sensorik
Rasa sakit dan sensasi suhu ditransmisikan oleh ujung saraf yang sama.
Oleh karena itu, jika satu sensasi diuji dan ditemukan utuh, dapat diasumsikan
dengan aman bahwa yang lain utuh. Pengujian sensasi suhu biasanya dapat
dilakukan dengan menggunakan gagang palu refleks yang dingin dan sentuhan
hangat tangan untuk pasien dengan masalah tulang belakang yang diketahui atau
dicurigai. Untuk presepsi nyeri dinilai dengan benda benda tajam atau tumpul,
seperti ujung aplikator berujung kapas.

Beberapa pasien dengan penyakit kronis mungkin melaporkan bahwa mereka


telah kehilangan sensorik untuk waktu yang lama. Sebelum menguji rasa sakit,
perawat harus memeriksa untuk menentukan apakah pasien sedang menjalani
terapi antikoagulan. Jika pasien sedang menjalani terapi antikoagulan, hindari
pengujian dengan benda tajam karena dapat menyebabkan perdarahan
Untuk pengujian diskriminasi sentuhan dapat dilakukan dengan cara :
 Minta pasien menutup matanya
 Sentuh pasien dengan jari dan meminta pasien menunjuk area yang disentuh
 Ulangi prosedur pada setiap ekstremitas secara acak.
 Selanjutnya sentuh pasien di setiap sisi tubuh di tempat yang sesuai pada saat
yang bersamaan. Pasien harus dapat menunjuk kedua tempat tersebut.
 Kemudian sentuh pasien di dua tempat pada ekstremitas yang sama dengan
dua benda seperti aplikator berujung kapas.
Temuan sensorik abnormal mungkin memiliki penyebab SSP atau sistem
saraf perifer (PNS). Neuropati diabetes, malnutrisi, dan masalah vaskular
memiliki penyebab PNS. Kerusakan saraf tulang belakang tertentu mungkin tidak
mengakibatkan kehilangan sensorik yang signifikan karena saraf tulang belakang
tumpang tindih. Cedera pada beberapa saraf tulang belakang terdekat
dimanifestasikan sebagai penurunan atau tidak ada persepsi sensori di dermatom
saraf tersebut. Masalah SSP di batang otak, talamus, dan korteks umumnya
mengakibatkan hilangnya sensasi pada kontralateral (berlawanan) sisi tubuh.

7. Penilaian fungsi cerebral


Untuk penilaian pada fungsi serebral, pelayan Kesehatan dapat meminta
pasien untuk melakukan duduk disisi samping tempat tidur maupun di meja
pemeriksaan. Jika dicuriga adanya masalah pada fungsi serebral maka pasen dapat
diminta untuk melakukan beberapa hal seperti:
 Jalankan tumit satu kaki ke bawah tulang kering kaki lainnya dan ulangi
dengan kaki lainnya (pasien harus dapat melakukan ini dengan lancar dan
menjaga tumit tetap di tulang kering).
 Letakkan telapak tangan ke atas dan kemudian telapak tangan ke bawah pada
setiap paha, ulangi secepat mungkin.
 Dengan tangan terentang di samping, sentuh kan jari ke hidung dua atau tiga
kali, dengan mata terbuka dan kemudian dengan mata tertutup.
Untuk menguji keseimbangan dapat dilakukan sebagai berikut :
 Minta pasien untuk berdiri dengan tangan di samping, kaki dan lutut
berdekatan, dan mata terbuka.
 Periksa goyangan dan minta pasien untuk menutup matanya dan
mempertahankan posisinya. Pemeriksa harus cukup dekat untuk mencegah
jatuh jika pasien tidak dapat tetap tegak
 Jika pasien bergoyang dengan mata tertutup tetapi tidak ketika mata terbuka
(romberg sign), masalahnya mungkin proprospetif (kesadaran posisi tubuh).
 Jika pasien bergoyang dengan mata terbuka dan tertutup, gangguan neurologis
mungkin terjadi pada otak kecil
 Jika pasien tidak dapat melakukan aktivitas ini dengan lancar, masalahnya
bermanifestasi pada sisi yang sama dengan lesi sereberal. Jika kedua lobus
serebelum terlibat, inkoordinasi mempengaruhi kedua sisi tubuh (bilateral).

8. Penilaian Neurologis cepat/terfokus


Penilaian dilaksanakan pada saat pasien dirawat di fasilitas perawatan
Kesehatan darurat. Contoh alat yang digunakan dalam penilaian neurologis cepat
yaitu GCS (Glasgow Coma Scale), alat penilaian ini sering digunakan dalam
berbagai pengaturan perawatan akut dalam menetapkan beberapa data dasar. Pasien
akan diberikan skor numerik pada masing-masing area penilaian (mata, motoric, dan
verbal), semakin rendah nilai GCS maka semakin rendah pula fungsi neurologis dari
pasien. Untuk pasien yang tidak dapat berbicara, skor yang akan ticatat yaitu
menggunakan “t” setelah angka untuk respon verbal.

Saat penilaian GCS dilakukan dan pasien tidak merespon terhadap stimulus yang
diberikan ataupun tidak mengkuti perintah maka perawat dapat memberikan
rangsangan nyeri kepada pasien seperti:
 Tekanan supraorbital (di atas mata)  meletakkan ibu jari di bawah tepi orbita
di tengah alis dan mendorong ke atas (Jangan gunakan teknik ini jika pasien
mengalami fraktur orbita atau wajah.).
 Otot trapezius  mencubit atau meremas otot trapezius yang terletak di sudut
bahu dan otot leher.
 Gosok sternum (tulang dada)  mengepalkan tangan dan menggosok/memutar
buku-buku jari ke sternum.

Pasien dapat merespon rangsangan nyeri dalam beberapa cara, dapat berupa
fleksi ataupun ekstensi yang abnormal. Jika pasien tidak merespon setelah 20
sampai 30 detik, berhenti menerapkan stimulus yang menyakitkan (Ignatavicius,
Workman, & Rebar, 2017).

c.
Daftar Pustaka

Ignatavicius, D., Workman, M., & Rebar, C. (2017). Medical-Surgical Nursing


CONCEPTS FOR INTERPROFESSIONAL COLLABORATIVE CARE.
ELSEVIER.
Kasiati, & Rosmalawati, N. W. (2016). MODUL BAHAN AJAR CETAK
KEPERAWATAN : PRAKTIKUM KEBUTUHAN DASAR MANUSIA I. Pusdik
SDM Kesehatan.
Kusyati, E. (2012). Keterampilan dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: EGC.
Lukman, N. N. (2013). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan
SistemMuskuloskeletal. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai