Anda di halaman 1dari 2

Asal Usul Air Terjun 

Toroan
7 AGUSTUS 2015 / KETAPANGTIMUR17

Pada zaman dahulu kala hiduplah sepasang suami istri yang bernama Sitti
Fatimah dan Syayyid Abdurrahman yang lbih dikenal dengan Birenggono disebuah
dusun kecil bernama dusun Langgher Dejeh diperbatasan desa Ketapang Daya dan
desa Ketapang Timur kecamatan Ketapang Kabupaten Sampang. Sepasang suami
istri tersebut berasal adri pulau Kalimantan datang ke Madura bersama adik
Birenggono yaitu Syayyid Abdurrokhim yang kemudian lebih dikenal dengan
Birenggana untuk menyebarkan agama Islam. Mereka dikenal masyarakat
setempat memiliki keluhuran budi dan ilmu kesaktian, sehingga masyarakat
manaruh hormat kepada mereka. Birenggono dan Birenggana sering melanglang
buana dalam waktu yang lama untuk menyebarkan agama Islam. Pada suatu hari
ketika Birenggono sedang duduk ditepi jalan dekat rumahnya Nampak dari
kejauhan terlihat ada seorang sedang memikul karung, setelah mendekat kemudian
Birenggono menyapa pak tua tersebut : “Mau kemana Pak? “. “Mau pulang ke
Pancor pak!” jawab pak tua tadi sambil memalingkan muka. Rupanya pak tua tadi
ketakutan jangan – jangan orang yang menyapanya ini adalah seorang perampok.
Kemudian Bertanya lagi kepada pak tua : “Apa yang Bapak pikul? “ . “Oh ini
garam Pak”, jawab pak tua karena takut jika mengatakan beras maka Birenggono
akan merampok berasnya tadi. “Silahkan kalau begitu, hati – hati banyak
perampok di jalan ! ” ucap Birenggino mengingatkan pak tua. “Terima kasih”
jawab pak tua. Setelah sampai dirumah alangkah terkejutnya pak tua melihat isi
karungnya berubah menjadi garam. Kemudian pak tua kembali menemui
Birenggono untuk menanyakan barangkali berasnya tertukar. “Ada apa Pak” Tanya
Birenggono ketika pak tua kembali menemuinya. “Maaf saya mau menanyakan
apakah karung yang saya bawa tadi tertukar dengan karung Bapak? ”, “Tidak,
memangnya apa isi karung tadi?” Jawab Birenggono. “Maaf saya tadi tidak jujur ,
sebenarnya isi di dalam karung saya itu beras bukan garam”, Jawab pak tua.
Makanya Anda harus jujur jangan suka berbohong Pak, sebaiknya Bapak pulang
saja !” ucap Birenggono berusaha mengingatkan. Dengan wajah lesu akhirnya pak
tua kembali pulang, tetapi sesampainya dirumah alngkah terkejut dan bahagianya
pak tua ketika membuka karung tersebut sekarang isinya kembali berubah menjadi
beras.
Pada awalnya sepasang suami istri tersebut hidup rukun dan bahagia, tetapi
pada suatu hari mereka mengalami percekcokan. Sang suami mencurigai isterinya
selingkuh dengan laki – laki lain demikian pula dengan sang isteri yang mencurigai
suaminya juga selingkuh pada wanita lain. Puncak dari percekcokan tersebut
sepasang suami isteri tersebut kemudian sepakat saling bersumpah dihadapan
banyak orang. Sitti Fatimah bersumpah: “Jika memang dia bersalah maka ketika ia
meninggal nanti jika dikuburkan ditengah sungai maka akan hanyut dibawa air
sungai dan banjir, tetapi jika ia tak bersalah makamnya tidak akan hanyut oleh air
sungai”. Begitupula sang suami Birenggono bersumpah jika ia nanti meninggal,
makamkanlah ia di atas puncak bukit kapur. Jika ia tak bersalah maka akan mudah
digali hanya dengan menggunakan ranting pohon jarak, sebaliknya jika memang
bersalah maka kuburan tersebut tidak akan bisa digali.
Setelah beberapa tahun kemudian, sepasang suami isteri tersebut meninggal
dunia bersamaan. Kemudian penduudk setempat memakamkan Sitti Fatimah
ditengah sungai dan memakamkan Birenggono di atas bukit kapur sesuai dengan
wasiat dan sumpah mereka ketika masih hidup. Dan sungguh tidak masuk akal,
ketika penduduk memakamkan Sitti Fatimah ditengah hilir sungai, ternyata aliran
sungai seolah – olah menghindari makam membelah menjadi dua aliran menuju
laut membentuk air terjun. Kemudian air terjun tersebut oleh masyarakat
dinamakan “Air Terjun Toroan” berasal dari kata toron (toron dalam bahasa
Madura berarti turun). Makam Sitti Fatimah kemudian oleh masyarakat dinamakan
“Asta Buju’ Penyppen”. Begitupula dengan jenazah Birenggono kemudian
penduduk memakamkannya di atas bukit kapurtidak jauh dari makam Birengganah
dengan cara menggali bukit kapur tersebut menggunakan ranting pohon jarak.
Sungguh suatu keajaiban ternyata dengan mudah penduduk dapat menggali bukit
kapur hanya menggunkan ranting pohon jarak. Makam Birenggono ini kemudian
oleh masyarakat Ketapang Timur dikenal dengan “Asta Kam Tenggi” yaitu makam
ditempat yang tinggi. Sampai saat ini kedua makam sepasang suami isteri tersebut
dan air terjun Toroan masih dikeramatkan dan dijaga kelestariannya oleh
masyarakat setempat.“Asta Buju’ Penyeppen” (makam Sitti Fatimah) terletak di
dusun Langgher Daya Ketapang Daya Kecamatan Ketapang, sedangkan “Asta /
Makam Tenggi” terletak di desa Ketapang Timur Kecamatan Ketapang Kabupaten
Sampang.

Anda mungkin juga menyukai