Anda di halaman 1dari 9

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA


13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

747
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

746
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

745
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

744
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

743
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Acknowledgements
Terima kasih diucapkan kepada Allah SWT yang selalu memberikan kesehatan jasmani dan
rohani dalam menyelesaikan penelitian ini mulai dari observasi lapangan sampai selesainya
proses penulisan ini. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Idarwati,S.T.,M.T.
selaku dosen pembimbing, dan rekan-rekan mahasiswa Teknik Geologi Universitas Sriwijaya
yang selalu memberikan dukungan, motivasi, kritik, dan saran yang sangat membantu dalam
proses penyelesaian tulisan. Besar harapan kami agar tulisan ini dapat memberikan informasi
yang dibutuhkan oleh pembaca.

Daftar Pustaka
Amijaya, H., 2005. Paleoenvironmental, Paleoecological, and Thermal Metamorphism Implications on
the Organic Petrography and Organic Geochemistry of Tertiary Tanjung Enim Coal, South
Sumatra Basin, Indonesia: PhD Thesis, Rheinisch-Westfalischen Technischen Hochschule,
Aachen University
Boyd, J.D., and Peacock, S.G., 1986, Sedimentological Analysis of a Miocene Deltaic Systems: Air
Benakat and Muara Enim Formations, Central Merangin Block, South Sumatra: Proceedings
of Indonesian Petroleum Association, 15th Annual Convention, p. 245-258.
De Coster, G.L., 1974, The Geology of the Central and South Sumatra Basin: Proceedings of
Indonesian Petroleum Association, 3 rd Annual Convention, p. 77-110.

742
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Batulempung berwarna abu-abu cerah dengan kandungan karbonat yang sedikit


hingga tidak ada dengan sisipan batubara berwarna hitam kusam dan mudah hancur
dengan tebal lapisan 30-60 cm (Gambar 7). Kehadiran struktur sedimen lenticuar
bedding pada batulempung (Gambar 8) merupakan karakteristik pengendapan material
sedimen di lingkungan tidal mud flats. Keterdapatan lapisan batubara tipis menunjukkan
bahwa proses pengendapan terjadi di lingkungan transisi dengan arah sedimentasi menuju
fluvial.
4.2 Formasi Muara Enim
Pada daerah penelitian, Formasi Muara Enim terendapkan pada beberapa fasies
lingkungan pengendapan dengan arah sedimentasi menuju fluvial, yaitu interdistributary
bay, distributary channel, dan delta plain.
4.2.1 Interdistributary bay
Pada daerah penelitian ditemukan adanya batupasir halus, carbonaceous shale, dan
batulempung dengan sisipan batubara. Asosisasi antara material sedimen tersebut
merupakan karakteristik pengendapan yang terjadi pada fasies lingkungan
interdistributary bay. Proses pengendapan yang terjadi dipengaruhi oleh aktivitas air
tawar dibuktikan dengan terbentuknya batubara tipis.
4.2.2 Distributary channel
Pada daerah penelitian terendapkan batupasir berwarna abu-abu kekuningan yang
bersifat menghalus ke atas ( medium to fine sand), batupasir kasar sebagai batas erosi,
serta ketredapatan struktur cross-bedding (Gambar 9). Pengendapan material sedimen
tersebut diindikasikan berada pada fasies distributary channel yang dibuktikan dengan
terbentuknya struktur cross-bedding pada batupasir yang menghalus ke atas akibat
adanya river bed load, serta terbentuknya bidang erosi yang menunjukkan adanya
perubahan energi air yang semakin meningkat sehingga batupasir kasar menggerus
batupasir halus yang terendapkan di bawahnya.
4.2.3 Delta Plain
Proses sedimentasi material sedimen pada lingkungan delta plain dipengaruhi oleh
pengendapan fluvial dibuktikan dari terbentuknya lapisan batubara hitam mengkilap
dengan ketebalan lapisan sekitar 2-5 m yang disusun atas kelompok maseral vitrinit yang
mencirikan lingkungan pengendapan delta plain.

5 Kesimpulan
Desa Loeboek Betung yang terletak di Kecamatan Merapi Selatan, Kabupaten Lahat,
Sumatera Selatan merupakan tempat terakumulasinya material sedimen di lingkungan delta
selama Miosen Tengah sampai Pliosen. Pengendapan material sedimen Formasi Air Benakat
dan Formasi Muara Enim daerah penelitian terjadi di lingkungan pro delta – delta plain.
Formasi Air Benakat terendapkan di lingkungan prodelta - tidal mud flats yang dipengaruhi
oleh aktivitas pasang surut air laut. Proses sedimentasi Formasi Muara Enim berada di
lingkungan interdistributary bay, distributary channel, dan delta plain yang dipengaruhi oleh
fluvial deposit.

741
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

melakukan analisis penampang stratigrafi terukur yang dikorelasikan dengan hasil analisis
laboratorium yang dilakukan.

2. Metode Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer hasil dari observasi
lapangan. Adapun metode yang digunakan dalam penyelesaian penelitian ini adalah dengan
melakukan analisis penampang stratigrafi terukur dan analisis laboratorium. Analisis
penampang stratigrafi terukur dapat menjelaskan fasies perubahan lingkungan pengendapan
Formasi Air Benakat menuju Formasi Muara Enim. Analisis laboratorium yang dilakukan
merupakan analisis paleontologi dan petrografi yang akan dikorelasikan terhadap fasies
lingkungan pengendapan daerah penelitian.
3. Data
Diketahui bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari observasi
lapangan di Desa Loeboek Betung, Merapi Selatan. Formasi Air Benakat daerah penelitian
terdiri dari batulempung karbonatan dengan sisipan tipis calcareous quartz arenite (Pettijohn,
1972) dan batubara dengan tebal ± 60 cm yang tidak berkembang dengan baik. Pada beberapa
sampel analisis petrografis dan paleontologi ditemukan adanya mineral glaukonit pada
calcareous quartz arenite cetakan cangkang kerang dan fosil Streblus beccari pada
batulempung. Pada batulempung lainnya juga ditemui adanya struktur sedimen lenticular
bedding .
Formasi Muara Enim daerah penelitian terdiri dari batulempung, serpih dan batupasir.
Pada batupasir terdapat struktur sedimen cross bedding dan graded bedding. Pada beberapa
lokasi penelitian ditemukan adanya batulempung dengan sisipan batubara. Ketebalan lapisan
batubara daerah penelitian cukup beragam mulai dari 30 cm hingga 5 m yang disusun oleh
kelompok maseral vitrinit (tabel 1).
4. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan penampang stratigrafi terukur (Gambar 2) daerah penelitian terdiri dari
Formasi Air Benakat dan Formasi Muara Enim yang terendapkan di lingkungan delta yang
dibedakan menjadi beberapa fasies, yaitu pro delta, tidal mud flats, interdistributary bay,
distributary channel, dan delta plain (Gambar 3).
4.1 Formasi Air Benakat
Formasi Air Benakat pada daerah penelitian berada pada lingkungan transisi yang
dikelompokkan dalam 2 fasies lingkungan pengendapan, yaitu pro delta dan tidal mud
flats yang dibedakan berdasarkan karakteristik batuan dan struktur sedimen yang
terbentuk.
4.1.1 Pro delta
Karakteristik batulempung berwarna abu-abu gelap dan bersifat karbonatan, semakin
ke atas kandungan karbonatan pada batulempung semakin berkurang seiring dengan
perubahan warna yang semakin cerah. Pada batulempung ditemukan fosil Streblus beccari
(8F) yang melimpah (Gambar 5) dan cetakan cangkang kerang (Gambar 6) yang
mencirikan lingkungan transisi. Proses pengendapan Formasi Air Benakat pada
lingkungan ini sedikit dipengaruhi oleh naiknya muka air laut secara singkat yang
dibuktikan dengan hadirnya mineral glaukonit pada calcareous quartz arenite dengan
tebal lapisan mencapai 60 cm yang mencirikan lingkungan shallow marine.
4.1.2 Tidal mud flats
740
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

PERUBAHAN LINGKUNGAN PENGENDAPAN FORMASI AIR BENAKAT DAN


FORMASI MUARA ENIM, KECAMATAN MERAPI SELATAN, SUMATERA
SELATAN

Anggun Apriliani1
Emil Akbari 1
M. Bayu Edwinsyah1
Idarwati S.T M.T. 2
1
Mahasiswa, Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya
2
Pengajar, Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya
Jl. Srijaya Negara Bukit Besar, Palembang (30139)Telpon/Fax (0711) 370 178 / 352 870
*corresponding author: anggunapriliani11@gmail.com

ABSTRAK
Merapi Selatan, Kabupaten Lahat merupakan target penelitian yang berada di Cekungan Sumatera
Selatan terdiri dari Formasi Air Benakat dan Formasi Muara Enim. Penelitian ini bertujuan untuk
menentukan perubahan fasies lingkungan pengendapan antara Formasi Air Benakat dan Formasi
Muara Enim di Daerah Merapi Selatan. Berdasarkan penampang stratigrafi terukur Formasi Air
Benakat dan Formasi Muara Enim terendapkan selama Cekungan Sumatera Selatan mengalami fase
regresi. Formasi Air Benakat pada daerah penelitian terendapkan di lingkungan pro delta sampai tidal
mud flats yang terdiri dari batulempung karbonatan dengan sisipan tipis batupasir halus karbonatan
dan batubara. Proses pengendapan di lingkungan tidal mud flats dibuktikan dengan adanya struktur
lenticular bedding dan pada lingkungan pro delta terdapat cetakan cangkang kerang dan fosil Streblus
beccari (8F) yang melimpah pada lingkungan Transisi serta kehadiran mineral glaukonit yang
mencirikan adanya pengaruh aktivitas air laut. Sedimentasi Formasi Muara Enim pada daerah
penelitian terjadi pada beberapa fasies lingkungan pengendapan. Pada fasies interdistributary bay
terjadi pengendapan batupasir, carbonaceous shale, batulempung, dan batubara tipis sebagai hasil dari
pengaruh aktivitas air tawar. Pengendapan selanjutnya terjadi pada fasies distributary channel yang
dibuktikan dari keterbentukan struktur cross bedding yang terus mengarah ke delta plain berdasarkan
keterdapatan batubara dengan kandungan kelompok maseral vitrinit.
Kata kunci : Lingkungan Pengendapan, Formasi Air Benakat, Formasi Muara Enim, Cekungan
Sumatera Selatan

1. Pendahuluan
Lokasi penelitian merupakan daerah perbukitan yang dipengaruhi oleh proses pengikisan
intensif yang terletak di Desa Loeboek Betung, Kecamatan Merapi Selatan, Kabupaten Lahat,
Sumatera Selatan (Gambar 1).
Secara stratigrafi, daerah penelitian terdiri dari Formasi Air Benakat dan Formasi Muara
Enim yang terendapakn pada Cekungan Sumatera Selatan yang terendapkan selama fase
regresi terjadi. De Coster (1974) menjelaskan bahwa Lower Palembang Formation (Formasi
Air Benakat) terdiri dari serpih dengan batupasir yang mengandung glaukonit dan pada
beberapa tempat bersifat gampingan yang terendapkan selama Miosen Tengah – Miosen
Akhir, sedangkan Middle Palembang Formation (Fomrasi Muara Enim) terendapkan selama
Miosen Akhir – Pliosen yang terdiri dari batupasir, batulempung, dan lapisan batubara.
Menurut Boyd dan Peacock (1986), Formasi Air Benakat dan Formasi Muara Enim
terendapkan di lingkungan delta.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menentukan perubahan fasies lingkungan pengendapan
dari Formasi Air Benakat menuju Formasi Muara Enim di daerah Merapi Selatan dengan

739

Anda mungkin juga menyukai