Program Magister
Pengembangan Sumber Daya Manusia
Sekolah Pascasarjana
Universitas Airlangga
2023
Bab 2
1
Seseorang yang mencari nafkah untuk menghidupi keluarga.
C. Flexible
Paradigma post-Fordist memiliki esensi dimana teknologi yang bisa digunakan untuk
segala macam fungsi dan membutuhkan buruh terampil. Sistem ini mendukung perusahaan
kecil untuk bisa berkompetisi. Sistem ini juga membawa keuntungan untuk para buruh,
karena pekerjaan mereka menjadi lebih diperluas, sehingga buruh menjadi sebuah aset yang
harus dipertahankan dan dikembangkan. Kritik dari paradigma ini mengatakan bahwa
paradigma ini melebih-lebihkan kerugian sistem Fordist, terutama dibagian fleksibilitas.
Sama seperti contoh call center diatas, teknologi informasi menyebabkan manajemen masih
bisa (atau bahkan semakin mudah) mengontrol performa pekerja dari jauh.
2
Pekerja lepas, pekerja kontrak
mungkin tidak bisa diprediksi dan ditentukan oleh ketidakpastian serta level stress yang
tinggi.
E. Other Competitive Production
Regini (1995) memberikan pendapatnya mengenai lima strategi ideal untuk
mewujudkan pola pemanfaatan sumber daya manusia, yaitu:
1. Diversifikasi kualitas produk
Bertujuan untuk bersaing dalam hal kualitas dan diversifikasi produk untuk
menghindari persaingan harga yang biasa berbentuk kustomisasi produk tingkat tinggi
yang membutuhkan tenaga kerja campuran yang adaptif, fast learning, dan mampu
berkontribusi inovatif pada pengembangan produk.
2. Produksi massal yang fleksibel
Strateginya yaitu memproduksi secara massal sejumlah barang yang berbeda.
Produksi dioptimasi dengan ekstensif dengan tenaga kerja yang tidak berketerampilan
tinggi, staf manajemen menengah, pemasaran, penjualan, dan teknisi yang
berketerampilan tinggi.
3. Spesialisasi yang fleksibel
Ditekankan pada kemampuan organisasi dalam beradaptasi dengan perubahan
permintaan yang mana lebih umum ada di perusahaan kecil. Tenaga kerja diharapkan
fleksibel fungsional dan memiliki keterampilan sosial yang luas.
4. Neo Fordism
Masih banyak perusahaan Eropa di awal abad ke-20 yang masih beroperasi dengan
gaya fordis tradisional dengan teknik pengorganisasian taylorist. Sistem ini
mensyaratkan bagi tenaga kerja yang memiliki keterampilan rendah dan juga tidak
diharuskan fleksibel fungsional.
5. Perusahaan kecil tradisional
Organisasi yang bersaing melalui harga namun bukan secara produksi massal. Mereka
bersaing dengan menekan biaya produksi, termasuk biaya tenaga kerja. Sistem ini
tidak banyak menuntut keterampilan tertentu jadi tenaga kerja dibayar murah.
F. Job Redesign and The Search for Commitment, Flexibility and Quality
Perubahan praktik kerja dan bagaimana pekerjaan diatur dan pekerjaan dirancang
telah diperkenalkan dan dimotivasi oleh keinginan untuk bersaing secara lebih efektif.
Beberapa organisasi telah mengejar perubahan dalam desain pekerjaan dan praktik kerja yang
berorientasi pada peningkatan kepuasan intrinsik yang diperoleh karyawan dari pengalaman
mereka di tempat kerja. Merancang pekerjaan yang memungkinkan karyawan memperoleh
kepuasan intrinsik ini kemudian menghasilkan tingkat komitmen yang lebih tinggi. Penting
juga untuk disadari bahwa merancang pekerjaan dan proses kerja untuk memfasilitasi
karyawan mencapai kepuasan intrinsik dapat menghasilkan karyawan yang lebih puas dan
bahkan lebih produktif, tetapi hanya jika kebutuhan mereka yang lain juga terpenuhi.
Eksperimen paling umum dalam desain pekerjaan yang termasuk dalam kategori ini adalah:
1. Job rotation. Rotasi sederhana karyawan di antara pekerjaan dengan tingkat
keterampilan yang sama untuk mengurangi kebosanan; bahaya yang jelas adalah
supervisor menukar satu pekerjaan yang membosankan dengan pekerjaan lain yang
sama membosankannya.
2. Job enlargement. Tugas-tugas dengan tingkat keterampilan dan sifat yang mirip
dengan pekerjaan yang ada ditambahkan sehingga pekerjaan itu diperbesar dalam arti
horizontal. Tingkat tanggung jawab tetap sama tetapi jumlah tugas yang dilakukan
meningkat.
3. Job enrichment. Perluasan pekerjaan bersifat vertikal daripada horizontal sehingga
tanggung jawab ditambahkan pada pekerjaan; terjadi ketika organisasi berusaha untuk
menghilangkan atau mengurangi jumlah keterampilan dan tingkat tanggung jawab
yang berbeda dalam organisasi.
Foxconn
Sudah 10 tahun lamanya sejak tragedi ‘bunuh diri pekerja Foxconn’ terjadi pada
2010. Ketika itu, 18 pekerja muda melakukan bunuh diri secara beruntun. Tindakan ini
kemudian menguak kondisi kerja buruh di pabrik Foxconn dan mendapat perhatian media
dan publik secara luas.
Namun, baik Foxconn (pabrik penerima order) dan Apple (perusahaan pemegang
merk dan pemberi order produksi), termasuk miliarder Terry Gou pemilik Foxconn, dan para
konsumen mulai melupakan tragedi bunuh diri tersebut. Sementara itu, praktek eksploitasi di
pabrik Foxconn tidak betul-betul membaik. Nasib pekerja malah makin terpuruk.
Para pekerja pabrik berasal dari berbagai daerah pedesaan di daratan China. Meski
mereka masuk dalam generasi ‘Milenial’ (lahir antara tahun 1990-1998an), namun para
pekerja itu jauh dari pengertian ‘generasi baru’ yang seringkali dibangga-banggakan. Para
pekerja itu pergi merantau dari kampung halamannya pada usia remaja untuk mencari nafkah.
Sekarang ini, mereka telah memasuki usia paruh baya (30 tahunan).
Zhi Ying (bukan nama sebenarnya), berusia 34 tahun, memulai perjalanannya sebagai
pekerja pada Desember 2005. Titik keberangkatannya adalah ketika Ia dikirim oleh
sekolahnya ke pabrik Foxconn. Ketika itu, Foxconn merupakan pabrik yang diidam-idamkan
para pencari kerja.
Foxconn sebetulnya telah dikenal sebagai tempat kerja yang busuk, terutama setelah
tragedi bunuh diri pekerja antara 2009 dan 2010. Selain itu, sejumlah laporan telah
mengungkapkan praktek pendisiplinan oleh manajemen pabrik yang kasar dan amat militan.
Namun, Foxconn masih dianggap oleh banyak kalangan pencari kerja sebagai tempat yang
lebih baik daripada pabrik-pabrik kecil yang membayar upah lebih rendah. Posisi Foxconn
sebagai tempat yang dianggap ‘lebih baik’ ini menguntungkan Foxconn itu sendiri, terutama
untuk melakukan praktek pendisiplinan buruh.
“Beberapa tahun bekerja di Foxconn merupakan pengalaman menakutkan,” Zhi
menambahkan. “Kamu selalu merasa ketakutan dipecat. Untuk diterima kerja, kamu harus
mengeluarkan biaya besar. Saya direkrut melalui sekolah dan harus mengeluarkan biaya
beberapa ratus ribu hingga jutaan Rupiah agar bisa diterima kerja. Biaya itu belum termasuk
ongkos transportasi dan biaya lainnya.”
“Dalam beberapa kasus, biaya masuk kerja tidak seberapa. Namun saya juga
mendengar beberapa cerita di mana pekerja harus membayar jutaan hingga belasan juta
Rupiah agar diterima kerja (upah minimum untuk operator pabrik ketika itu adalah 690 Yuan/
bulan (Rp. 1,5 juta). Tidak mudah untuk bisa bekerja di Foxconn ketika itu. Mereka hanya
menerima pekerja dengan usia di bawah 24 tahun. Di atas itu, mereka tidak akan menerima.”
Zhi Ying mulai bekerja di Foxconn bersama dengan 19 teman sekelasnya waktu
sekolah. Meski kelulusan resmi mereka masih 6 bulan lagi, namun pihak sekolah ingin segera
mengirim murid-muridnya ke pabrik dan mendapatkan ‘uang komisi’, baik dari pabrik
maupun murid.
“Ketika pertama kali bekerja di Foxconn, setiap hari saya menangis,” kata Zhi.
“Ketika di rumah, saya tidak pernah mengalami penderitaan seperti ini sebelumnya.” Ketika
pertama kali masuk ke pabrik, Zhi ditempatkan di bagian produksi. Pergantian shift setiap 12
jam sekali, dari jam 8 pagi hingga 8 malam.
Selain jam istirahat makan siang selama setengah jam pada siang dan sore hari, Zhi
harus berdiri sepanjang waktu. “Ketika pertama kali kerja, saya tidak punya bayangan
apapun. Saya hanya membawa sepasang sepatu hak dari rumah. Setelah beberapa hari bekerja
sambil berdiri, kaki saya mulai merasa sakit.”
Di saat Foxconn tengah berkembang dengan pesat pada 2005-2006, tingkat
keluar-masuk pekerja semakin banyak akibat semakin cepatnya lini produksi
bekerja—seturut dengan kerja-kerja yang repetitif, monoton dalam ruangan yang makin
sesak. Pada momen itu, Zhi Ying (yang ketika itu berusia 19 tahun), mendapat kenaikan
pangkat. Berkat kerjanya yang cepat dan efisien, Zhi dipromosikan sebagai Manajer Lini
Produksi.
-
Shu, M.,. (2022, January 02). 15 Tahun kisah Perempuan Menjadi Pelajar, Seorang Ibu, dan Pekerja pabrik Foxconn " Sedane.
Retrieved February 12, 2023, from
https://majalahsedane.org/15-tahun-kisah-perempuan-menjadi-pelajar-seorang-ibu-dan-pekerja-pabrik-foxconn/
Analisis
Foxconn merupakan perusahaan multinasional manufaktur teknologi yang memiliki
kantor pusat di New Taipei, Taiwan. Foxconn terkenal sebagai manufaktur brand ternama
seperti Apple, Nintendo, Xiaomi, Xbox dan lain sebagainya. Jika dilihat dari jenis perusahaan
sejenis multinasional, Foxconn memang memiliki tingkat turnover yang relatif lebih tinggi
daripada jenis perusahaan lain. Foxconn memiliki lebih dari 1 juta karyawan (2021) dan
jumlahnya akan terus bertambah seiring dengan kemajuan Foxconn. Permasalah yang
dihadapi diatas adalah bagaimana Foxconn tidak mampu memberikan keamanan serta
eksploitasi kepada karyawannya.
Langkah paling sederhana dan paling kecil yang bisa kami sarankan adalah
mengedukasi warga sekitar Foxconn. Seperti penuturan narasumber, kebanyakan mereka
yang mendaftar ke Foxconn merupakan lulusan SMA yang direkomendasikan oleh sekolah
mereka. Secara tidak langsung, sekolah tempat mereka belajar juga turut andil bagian dalam
perencanaan dan kemungkinan terlibat sebagai pasar buruh external. Selain itu, usia siswa
yang belum cukup matang membuat mereka mudah dipengaruhi keputusannya, dan mereka
juga belum mendapatkan edukasi mengenai pekerjaan, kontrak, dan lain sebagainya. Langkah
bijak yang bisa diambil adalah memberikan sosialisasi di lingkungan sekitar Foxconn,
terutama ke siswa-siswa sekolah menengah yang sedang atau akan mendaftar kerja di
Foxconn. Sehingga mereka memahami apa yang harus mereka dapatkan selama mereka
bekerja di Foxconn (hak).
Saran kedua yang bisa kami berikan lebih mengarah ke pihak Foxconn sebagai pihak
yang memiliki bargaining power lebih tinggi daripada pegawai, adalah dengan melakukan
redesain pekerjaan terutama melalui eksperimen pekerjaan. Eksperimen dapat berupa job
enlargement, yang mana merupakan tugas-tugas dengan tingkat keterampilan dan sifat yang
mirip dengan pekerjaan yang ada ditambahkan sehingga pekerjaan itu diperbesar dalam arti
horizontal. Atau juga bisa melakukan eksperimen job enrichment, dimana perluasan
pekerjaan bersifat vertikal daripada horizontal sehingga tanggung jawab ditambahkan pada
pekerjaan; terjadi ketika organisasi berusaha untuk menghilangkan atau mengurangi jumlah
keterampilan dan tingkat tanggung jawab yang berbeda dalam organisasi. Foxconn bisa
memilih salah satu dari kedua desain tersebut.
Saran terakhir untuk Foxconn adalah mendukung desain ergonomis untuk kebaikan
karyawannya. Ergonomis adalah proses desain atau mengatur tempat kerja, produk, dan
sistem dengan sedemikian rupa sehingga bisa memudahkan karyawan yang
menggunakannya. Tujuan dari ergonomi yaitu untuk menyesuaikan mesin dan lingkungan
dengan karyawan daripada mengharuskan karyawan tersebut untuk melakukan penyesuaian.
Ergonomi mencakup semua upaya untuk menyusun kondisi kerja yang layak sehingga
memaksimalkan konservasi energi, memperbaiki postur tubuh, dan memungkinkan karyawan
bekerja tanpa rasa sakit. Kegagalan dalam mengatasi masalah ergonomi akan berdampak
pada penurunan kinerja dan kelelahan. Zhi Ying (dan karyawan lain) yang mengeluh bekerja
selama 12 jam, bisa terbantu dengan diberikan sarana pendukung untuk meningkatkan
kenyamanan saat bekerja.