(Global) production structure atau disebut juga production network atau jejaring
produk mengacu kepada jejaring kompleks yang melibatkan pekerja, tempat kerja, dan
aktivitas pekerjaan untuk menghasilkan barang dan jasa bagi konsumen. (Global) Production
structure berbicara tentang bagaimana sebuah barang atau jasa itu dihasilkan mulai dari dia
bahan-bahan mentah, bahan setengah jadi, sampai kemudian menjadi bahan jadi yang bisa
langsung di konsumsi oleh konsumen. Salah satu fase atau masa penting dan revolusi
industri, dimana adanya revolusi industi mengajarkan tentang bagaimana sebuah barang itu di
produksi. Di masa sekarang, di masa modern, (Global) production structure melibatkan
jajaring yang tidak hanya berlokasi di satu negara. Dia sekarang berlokasi di banyak negara
di multiple countries, misalnya di produksinya di Asia, finishing dilakukan di Eropa. Inilah
yang dikenal dengan nama (Global) production structure.
Taylorism 1880s-1910s
Fordism 1920s-1970s
Toyotism 1940s-1980s
Munculnya era Post-Fordism adalah kritik dari mass production yang dianut oleh
Fordisme. Namun, era ini juga menghadapi kritik terutama terkait dengan ketidakefisienan,
dehumanisasi pekerjaan, dan kurangnya fleksibilitas dalam menghadapi variasi permintaan
konsumen. Era ini mengacu pada kerangka kerja produksi yang lebih berfokus pada
fleksibilitas, adaptasi terhadap permintaan yang berubah, dan lebih besarnya keterlibatan
pekerja dalam proses produksi. Pendekatan ini mencakup prinsip-prinsip seperti fleksibilitas
spesialisasi, produksi yang dipandu oleh permintaan, dan hubungan sosial yang
direkonstruksi. Era Post-Fordism ini menciptakan konsep-konsep assembly line, work-life
integration, hourly wage yang sangat degembar-gemborkan saat ini.
GVC (Global Value Chain) adalah serangkaian tahapan dalam produksi suatu produk
atau layanan yang akan dijual kepada konsumen. Setiap tahap seharusnya menambah nilai,
dan setidaknya dua tahap berada di dua negara yang berbeda. Dalam GVC, proses produksi
menjadi global, dengan berbagai negara berkontribusi dalam menciptakan produk akhir.
GVCs menciptakan ketergantungan ekonomi antara negara-negara, dengan masing-masing
negara memiliki peran dalam rantai nilai global. Ini memungkinkan negara-negara untuk
memanfaatkan keahlian khusus mereka dalam produksi tertentu dan memaksimalkan efisiensi
sumber daya global. Ini juga memperkuat hubungan perdagangan internasional dan
kolaborasi antarnegara.
GVCs Process
Pros
Sebuah studi yang dilakukan oleh Oxfam pada tahun 2019 juga mengungkapkan
bahwa para pekerja di Bangladesh sering kali terpaksa bekerja lebih dari 60 jam seminggu
hanya untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti makanan dan tempat tinggal
(Oxfam, 2019). Situasi ini tidak hanya mencerminkan tingkat eksploitasi tenaga kerja yang
sangat mendalam, tetapi juga menggambarkan bagaimana GVCs dapat memperkuat
ketidaksetaraan ekonomi global, dengan pemilik merek besar seringkali mendapatkan
keuntungan sementara pekerja di negara-negara seperti Bangladesh menghadapi
ketidakadilan sosial dan ekonomi yang serius dalam proses produksi global ini. Hal ini
menunjukkan bahwa eksploitasi tenaga kerja menjadi salah satu masalah sentral dalam
diskusi tentang ketidaksetaraan dan ketidakadilan dalam ekonomi global.
Melalui statistik ini, terlihat dengan jelas bagaimana GVCs telah menjadi salah satu
pendorong utama dalam memperdalam ketidaksetaraan ekonomi global. Penguasaan besar
keuntungan oleh sekelompok kecil individu dan perusahaan multinasional menimbulkan
konsekuensi sosial yang serius, seperti peningkatan kesenjangan antara kelompok terkaya dan
sebagian besar populasi dunia. Sementara perusahaan multinasional mungkin memanfaatkan
keuntungan global dari rantai pasokan yang sangat terintegrasi, pekerja dan komunitas di
negara-negara produsen seringkali ditinggalkan dengan upah rendah dan kondisi hidup yang
memprihatinkan. Dalam konteks ketidaksetaraan ekonomi yang semakin meningkat,
pemahaman perspektif Marxism menjadi sangat relevan dalam mempertanyakan dan
mengkritis masalah ketidaksetaraan ekonomi yang mendalam dalam tatanan ekonomi global.
Ketergantungan ini menjadi masalah serius ketika permintaan turun atau perusahaan
multinasional memutuskan untuk memindahkan produksi mereka ke tempat lain yang
menawarkan biaya tenaga kerja yang lebih rendah. Ini mengakibatkan negara-negara
pemasok mengalami dampak ekonomi yang signifikan, terutama dalam bentuk krisis
ekonomi. Sebagai contoh, krisis ekonomi yang terjadi di beberapa negara produsen pakaian
saat beberapa merek besar memutuskan untuk memindahkan produksi mereka ke negara lain
yang menawarkan biaya tenaga kerja yang lebih rendah merupakan sebuah ilustrasi yang
sangat relevan. Dalam situasi ini, pekerja di negara-negara pemasok sering kali kehilangan
pekerjaan, dan ekonomi lokal mereka mengalami penurunan yang nyata.
Hal ini menciptakan lingkaran setan, di mana negara-negara pemasok berada dalam
posisi yang sangat rentan terhadap fluktuasi dalam permintaan global dan keputusan bisnis
perusahaan multinasional. Dalam konteks ini, perspektif Marxism menjadi sangat penting
dalam mengungkapkan bagaimana GVCs tidak hanya mengakibatkan ketidaksetaraan
ekonomi antara negara-negara, tetapi juga menciptakan ketidakstabilan ekonomi dan
kerentanan ekonomi yang mendalam bagi negara-negara pemasok.Dominasi Perusahaan
Multinasional. Pandangan Marxism tentang Global Value Chains (GVCs) membuka mata
terhadap peran dominasi perusahaan multinasional dalam dinamika ekonomi global.
Perusahaan-perusahaan ini memiliki kekuatan yang luar biasa dalam menentukan aturan
permainan dalam rantai pasokan global. Mereka dapat mengendalikan harga, kondisi kerja,
dan bahkan memengaruhi kebijakan ekonomi dan perdagangan di negara-negara tempat
mereka beroperasi.
Salah satu dampak utama dari dominasi ini adalah pengekangan negara-negara dalam
upaya mereka untuk mengatur bisnis dan melindungi hak pekerja. Perusahaan multinasional
sering memiliki kemampuan untuk memaksa atau mempengaruhi negara-negara tuan rumah
untuk memberikan insentif fiskal, mengendurkan regulasi lingkungan, atau bahkan
melemahkan hak pekerja demi menjaga investasi dan produksi mereka. Hal ini
mengakibatkan negara-negara sering kali menemui dilema di mana mereka perlu
mempertahankan daya tarik bagi investasi asing sambil juga menjaga kepentingan sosial dan
pekerjaan dalam negeri. Dalam konteks ini, pandangan Marxism sangat menekankan bahwa
GVCs sering kali menghasilkan ketidaksetaraan kekuasaan yang mendalam di antara aktor-
aktor ekonomi global. Perusahaan multinasional memegang kendali atas sebagian besar
proses produksi global, sementara negara-negara yang lebih lemah sering kali menjadi
subyek yang harus menyesuaikan diri dengan aturan yang dibuat oleh korporasi internasional.
Dalam perspektif ini, ketidaksetaraan kekuasaan yang terdapat dalam GVCs menjadi
perhatian utama, dan menggambarkan bagaimana kekuatan ekonomi dan politik terpusat pada
perusahaan multinasional dalam ekonomi global saat ini.
Beberapa negara selain Bangladesh juga menghadapi isu-isu serupa dalam konteks
Global Value Chains (GVCs). Sebagai contoh, Tiongkok, dengan sektor manufaktur yang
besar, telah mengalami pertumbuhan ekonomi yang pesat. Meskipun demikian, ada
keprihatanan terkait kondisi kerja, hak buruh, dan upah pekerja, terutama di sektor-sektor
yang lebih rendah. Meksiko adalah negara lain yang terlibat aktif dalam rantai pasokan
dengan Amerika Serikat, namun pekerja di sektor-sektor tertentu mungkin menghadapi upah
yang rendah dan kondisi kerja yang sulit. Vietnam, yang juga merupakan pemain penting
dalam sektor garmen dan tekstil, menghadapi masalah serupa, dengan upah pekerja di sektor
ini seringkali dianggap sangat rendah. Indonesia dan India juga terlibat dalam banyak GVCs,
tetapi terdapat keprihatanan terkait upah minimum dan ketidaksetaraan ekonomi, terutama di
sektor-sektor tertentu. Seluruh contoh-contoh ini mencerminkan keragaman pengalaman
negara-negara yang terlibat dalam GVCs, dengan masalah eksploitasi tenaga kerja dan
ketidaksetaraan ekonomi yang bervariasi tergantung pada sektor, perusahaan, dan kebijakan
yang ada di masing-masing negara.
DAFTAR PUSTAKA
Oxfam. (2021). "The Inequality Virus: Bringing Together a World Torn Apart by Coronavirus
through a Fair, Just and Sustainable Economy."
https://www.oxfam.org/en/research/inequality-virus
Clean Clothes Campaign. (2020). "A Tale of Exploitation in the Fashion Industry: Clean
Clothes Campaign Global Reports." https://cleanclothes.org/resources/publications/a-
tale-of-exploitation-in-the-fashion-industry