Anda di halaman 1dari 15

Konsep Korupsi Politik

Pengertian korupsi politik pada umumnya dirumuskan sebagai tindakan penyalahgunaan


kewenangan atau jabatan publik demi kepentingan atau keuntungan pribadi. Konsep ini dengan
tegas membedakan antara ranah privat (kepentingan individual) dan ranah publik (kepentingan
umum), sebagaimana dikemukakan oleh dua tokoh yang dianggap mewakili ahli di bidang
korupsi politik, Joseph Nye dan Carl Friedrich. Oleh sebab itu, perdebatan konsep korupsi politik
terutama berkisar kepada kekaburan antara kedua domain tersebut. Hal itu mengakibatkan tidak
mudah untuk menentukan apakah tindakan pantas disebut korupsi atau bukan.
Korupsi. Perdebatan menjadi lebih kompleks dan budaya politik sebagai komponen
penting dalam salah seorang. pengertian korupsi politik adalah sebagai berikut bene!fit of a
thirdp party, in ways which runs directly counter to the Where people brea, Deople break the
rules, and do so knowingly, while acceptedsa standards of practices within the political culture
the publik interest in the search for private gain and the bverting the publik Lebih lanjut ia
memerinci elemen-elemen yang harus dipenuhi sebagai tindakan korupsi politik sebagai berikut.
1. Pejabat publik (A),
2. Merusak kepercayaan yang diberikan oleh publik (B),
3. Dengan cara menggerogoti kepentingan umum,
4. Meskipun menyadari bahwa tindakan tersebut keliru mengingat perbuatan tersebut dengan
jelas
mengeksploitasi jabatan untuk kepentingan pribadi serta bertentangan dengan regulasi dan
standar etis perilaku pejabat publik dan budaya politik,
5. Tindakan tersebut menguntungkan pihak ketiga (C) dengan memfasilitasi pihak ketiga tersebut
(C), sehingga ia mempunyai akses terhadap kebijakan dan kemudahan pelayanan yang tidak
diperoleh orang lain.

Mark Philp mengakui kesulitan dalam menentukan tindakan korupsi politik adalah
terpenuhinya seluruh unsur-unsur di atas Kebanyakan kasus yang dianggap sebagai tindakankan
korupsi politilk tidak dapat selalu memenuhi kriteria tersebut dalam praktilk kehidupan sehari-
hari, batas antara perbuatan seseorang dalam kapasitas sebagai pejabat publik dan sebagai
pribadi, serta makna kepentingan publik seringkali kabur. Demikian pula kepercayaan (trust)
yang melekat kepada mereka yang jabatan publik tidak jelas batas-batasnya. Kadang-kadang
politik dapat didesain melalui penggalar opini publik sehingg dianggap sebagai kepentingan
umum. Konsep korupsi politik bertambah rumit jika kita memasukan faktor apakah korupsi
tersebut merupakan perbuatan individiual dan institusional. Dengan mengutip Dennis F.
Tomson, Mark Phil menjelaskan perbedaan antara kedua jenis korupsi politik tersebut Korupsi
institusional diartikan sebagai tindakan seseorang yang memegang jabatan publik atau karena
kapasitasnya sebagai politisi mendapatkan keuntungan bagi konstituen yang diwakiliya
Perbuatan tersebut tidak dapat begitu saja dianggap sebagai korupsi politik karena dilakukan
melalui proses politik yang ditujukan untuk memenuhi tuntutan pemilihnya. Namun demikian,
tindakan tersebut dapat mempunyai kecenderungan koruptif. Sementara itu korupsi politik
invidual adalah tindakan korup yang dilandasi oleh niat untuk memperoleh keuntungan pribadi.
Sehingga perbedan mendasar antara korupsi institusional dan individual pada niat (intensi) dari
perbuatan tersebut. Selain itu, tentu dalam korupsi politik individual yang memperoleh keuntung
adalah pribadi. Sementara itu, korupsi institusional keuntunngan diperoleh karena yang
bersangkutan mempunyai kapasitas sebagai politisi, dan tidak jarang tindakan tersebut justru di
menguntungkan kepentingan para konstituen.

Sehubungan konsepsi korupsi politik sangat beragam, karena kekaburan antara domain
publik dan domainkan hanya karena mempertajam pengertian korupsi pork Philp mencoba
dengan membuat distingsi yang jelas engan apa yang disebut privampetensi pemerintah negara.
Halitu terutama berkaitan terhadap politik yang secara umum dimaknai dengan pemahaman
terbuka untuk menyelesaikan dan mengatur konflik yang tidak mampu wujudkan makna politik
dalam persamaan sebagai ranah pentingan secara damai dan beradab dalam masyarakat. Negara
ini dianggap sebag kegagalan atau inkopetensi, Korupsi dapat merusak proses penyelesaian
karena mengutamakan atau mem emihak kelompok tertentu. Unsur konflik kepentingan sebuah
negara menggerogoti epentingan umum berdasarkar standar norma, korupsi dalam perbuatan
tersebut adalah tindakan merusak atau etik serta budaya politik komunitas politik tertentu.
Sementara itu, kopetensi politik terjadi karena negara atau komunitas politik tertentu
mengatasnamakan kepentingan umum berdasarkan tujuan yang secara ideologis dianggap
sebagai kepentingan bersama. Oleh karena itu, harus dibedakan antara korupsi politik dan
inkopetensi politik. Inkonpetensi dapat mengakibatkan deligitimasi politik serta merongrong
efektivitas politik sebagai instrumen penyelesaian konflik secara damai. Hal itu berbeda dengan
korupsi yang selain melibatkan niat jahat, juga merusak prinsip dan merupakan proses yang
mereduksi ranah publik untuk didominasi oleh kepentingankan fungsi utama politik sebagai
instrumen yang mempunyai kapadual dan kelompok sempit. Perbuatan tersebut memandu
menyelesaikan konflik secara damai. korupsi dan kompetensi, dapat menghasilkan akibat yang
sama, Secara samar-samar kedua perbuatan tersebut, korupsi menyebabkan terori Meskipun
merusak, hal ini bukanlah tuntutan korup.

Sebab meskipun mereka menolak-nolak eksistensi dari sistem politik yang sedang
berlangsung, secara berlangsung, secara implisit mereka mempunyai pandangan mengenal solusi
politik. tertentu dan tetap merasa dapat membedakan antara kepentingan umum dan kepentingan
publik. Hal yang sama dilakukan oleh lebih yang mengejar tujuan agar Jerman menjadi negara
yang daline negara yang paling asal didominasi ras Aria, melakukan perbuatan yang serlemian
jahat dan menakutkan sehingga mungkin cenderung dapat disebut korupsi. Mungkin banyak di
antara mereka yang melakuan tindakan korupsi, tetapi tidak mustahil pula justru mereka
meyakini serta mempunyai kesadaran penuh bahwa jabatan publik yang disandangnya, dan
melakukan tindakan yang merusak tersebut, merupakan penugasan terhadap pertangungjawaban
publik. Oleh sebab itu, Mark Philp wanti-wanti bahwa banyak hal dapat merusak sistem politik
tanpa otoritas politik melakukan korupsi. Oleh sebab itu, pemerintahan yang buruk tidak sama
atau sebangun dengan korupsi politik. Yang terakhir adalah tindakan penyalahgunaan wewenang
dengan niat memperoleh keuntungan pribadi. Tindakan tersebut melibatkan niat jahat dan
merongrong prinsip dan proses politik demi kepentingan individual. Sementara itu, inkompetensi
politik adalah kegagalan negara melaksanakan titik fungsi-fungsi politik karena lemahnya
lembaga-lembaga polt
negara yang bersangkutan. Ketidak kompetenan yang sang berlebihan mungkin dapat
menyebabkan runtuhnya otoritas politik yang pada gilirannya menyuburkan perilaku korup.
Pencermatan secara singkat mengenai peta perdebala mengenai korupsi politik menunjukkan
bahwa termino tersebut bangsa mempunyai etik dan kultur politik yang berbeda sehinga tidak
sangat beragam karena masing-masing komunitas ada kesepakatan yang eksplisit mengenai
konsep politik Karena itu, sebaiknya konsepsi korupsi politik harus disesuaikan dengan konteks,
permasalahan, serta kepentingan bangsa yang bersangkutan dalar menghadapi ancaman korupsi
politik. Dan penting kemauan politik bangsa yang bersangkutan dengan tidak untuk berantas
korupsi.

Makna Demokrasid
Secara sederhana demokrasi adalah tatanan kekuasaan yang Secard berprinsip bahwa
kedaulatan adalah ditangan rakyat. Artinya, siapa pun yang memerintah atau pemegang
kekuasaan harus mendapat mandat dari mereka yang diperintah atau dikuasai. Demokrasi
modern adalah demokrasi perwakilan, dan Oleh karena itu, pilar utama demokrasi adalah
parlementarisme. Prinsipnya, meskipun pada dasarnya kedaulatan ditangan rakyat, tetapi
mengingat tidak mungkin rakyat seluruh ambil bagian dalam menjalankan pemerintahan, maka
diperlukan lembaga perwakilan yang anggota-anggotanya dipilih oleh rakyat. Namun, pada titik
inilah seringkali terjadi diskrepansi antara rakyat sebagai pemilih dan anggota parlemen sebagai
wakil rakyat. Hal itu disebabkan oleh karena di sinilah salah satu sumber penyebab yang
mengakibatkan demokrasi menjadi rumit. Karena prosedur rekrutmen dan seleksi politik
seringkali tidak hanya mereduksi rakyat melainkan politisi sering mengatasnamakan Untuk
kepentingan segolongan elit. Sehingga demokrasi pemerintahan oleh rakyat, melainkan
pemerintahan atas nama rakyat.

Kehadiran demokrasi sebagai tatanan kekuasaan kuasaan yang bermartabat tidak dapat
dilepaskan dari sejarah panianeraktilk pengelolaan kekuasaan yang sentralistis dan sewenano.
kekuatan militer baik yang bersumber dari keturunan, dominasi kekuatan maupun oligarki politik
lainnya. Sistem kekuasaan manusiawi itulah yang mendorong umat manusia mencari item
pengelolaan kekuasaan yang beradab. Kekuasaan yang Otoritarian menjadi musuh umat manusia
karena penguasa tidak hanya memonopoli kekuasan tetapi juga memonopoli kebenaan-
kebenaran menjadi milik penguasa, akibatnya perbedaan pendapat bukan saja dianggap sebagai
tindakan kriminal atau subversi yang harus ditindak oleh negara. Upaya pencarian tata kelola
kekuasaan yang dapat membendung kelaliman pemegang kekuasaan, sejalan dengan mulai
tumbuhnya nilai-nilai kehidupan yang lebih menghargai hak-hak individu, kesetaraan, serta
pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia. Pada dasarnya perkembangan peradaban manusialah
yang telah memungkinkan umat manusia menjinakkan kekuasan yang mempunyai daya pesona
luar biasa, sekaligus juga watak yang cenderung merusak tatanan kehidupan manusia. Pesona
kekuasaan yang menakjubkan itulah yang membuat para pemburubkekuasaan sering kali
cenderung menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. Memang dalam tatanan
demokrasi daya rusak kekuasaan tidak dapat ditakhlukan secara absolut, karena hal itu juga
berkaitan erat dengan salah satu sifat manusia yang serakah dan lemah menghadapi godaan
kenikmatan, Namun kerena sifat luhurnya manusia pula kekuasaan digunakan untuk karena sifat
atan umat manus usia, terutama untuk mengelola kehian bersama menuju kesejahteraan lahir dan
batin. sementara itu, masyarakat disebut mempunyai tertib yang interaksi seluruh anggota dalam
masyarakat jika kepada semakin meningkatnya martabat dan selalu berorientasi harkat manusia.
Hal ini sejalan dengan naluri manusia yang selalu mendambakan persamaan, kebebasan, dan
kemerdekaan dari segala bentuk penindasan. Dengan demikian, hubungan antara anggota
masyarakat dilandasi oleh semangat kesetaraan dan kebersamaan tanpa perbedaan status sosial-
ekonomi, asal-usul, ikatan primordial, serta ciri-ciri eksklusif lainnya. Semua itu harus disertai
perangkat hukum yang dapat menjamin tegaknya hukum dan rasa keadilan publik. Dalam negara
dan masyarakat yang demokratis, negara (state) dengan masyarakat harus dapat mewujudkan
keseimbangan yang saling mengawasi. Dengan demikian, demokrasi bukan hanya bangunan
struktur Kekuasaan dengan masing-masing lembaga-lembaga politik saling mengontrol.
Demokrasi adalah pandangan hidup (tata nilai) yang menjadi pedoman sikap dan perilaku
warganya, karena itu harus menjadi referensi bagi perilaku politik warga masyarakat. Oleh sebab
itu, dalam masyarakat demokratis pendidikan poitik merupakan faktor yang sangat penting,
terdiri atas proses analisasi nilai-nilai demokrasi universal yang mengutamakan minoritas
penegakkan hukum, serta pembangunan sikap Setaraan, pluralisme, toleransi, hak asasi manusia,
periindungan Ksatria) untuk mengakui keunggulan orang lain, dan memandang setiap konflil
bukanlah permusuhan mengenai kekalahan dengan ikhlas. Melalui pendidikan semacam itu,
diharapkan masyarakat harus dipandang sebagai perbedaan pendapat dalam perspektif dan
kekalahan. Konflik dalam masyarakat demokratis harus dipandang sebagai perbedaan pendapat
dalam perpektif.

Tidak ada monopoli kebenaran dalam kehidupan politik yang dengan tatanan politik yang
tempat penguasa dak hanya memonopoli uasaan, storitarian demokratis. Hal itu berbeda juga
memonopoli kebenaran. Dalam masyarakat demokratis, konflik justru harus dikelola sehingga
menjadi suatu1sensus bersama ataupun suatu aturan yang dapat diterima pihak. Dengan
mengembangkan budaya politik seperti akan diperoleh suatu perdebatan publik yang dapat
mempertemul. pendapat-pendapat yang berbeda untuk mencari penvele lesaian mengenai isu-isu
yang penting dalam masyaraka Warga dapat boleh pendapat dengan pemerintah dengan
melakukan berbae protes seperti demonstrasi, mogok, memboikot, serta tindakan-tindakan lain
yang merupakan bentuk dari perbedaan sikap tersebut. Cara-cara ini dipergunakan sebagai
manifestasi untuk memengaruhi kebijakan pemerintah sekaligus ujian bagi setiap negara
demokrasi. Bahwa kadang-kadang terkontaminasi oleh emosi masyarakat, hal ini adalah
manusiawi. Namun, harus ingat bahwa dalam masyarakat yang demokratis, cara-cara yang sopan
dan tertib adalah sesuatu yang penting pula. Oleh sebah itu, tantangan yang dihadapi oleh setiap
masyarakat demokratis adalah bagiamana memelihara keseimbangan antara kebebasan dengan
mempertahankan sikap tertib masyarakat. Membungkam protes dengan alasan mengganggu
ketertiban dan kestajikan akan mengundang penindasan. Sebaliknya, membiarkan protes dengan
kekerasan akan menimbulkan anarki sosial. Kalau pilar utama demokrasi adalah
parlementarisme, tiang dua adalah civil liberty la adalah institusi kemasyarakatan dan nggak
penopang demokrasi agar prinsip kedaulatan rakyat tidak diredusir oleh formalisme dan
pragmatisme politik. Mengembangkan hak-hak sipil sangat penting dilakukan empirik pemilihan
umum yang menghasilkan lembaga perwakilan.

Sering kali pemilihan umum telah diselenggarakan secara demokratis, berarti demokrasi
diwujudkan dengan kehadiran dikatakan eksistensi civil liberty diharapkan dapat
parlemeniaminan kedaulatan rakyat dalam demokrasi. la akan memberikan keleluasaan
partisipasi dengan syarat peluang dan dijamin oleh civil liberty untuk menyalurkan dan
gekspresik aspirasi dan ancaman penguasa dibatas oleh kebebasan individu dan kelompok
keyakinannya serta jaminan dari lain yang mempunya aspirasi yang berbeda. Mengembangkan
civil memerlukan pers yang bebas serta kelompok-kelompok kepentingan yang sekaligus
bertungsi sebagai kekuatan penekan demi tewujudnya mekanisme saling kontrol yang
merupakan ciri dari kehidupan demokratis? Pemerintahan yang demokratis adalah pemerintahan
yang dilakukan oleh mayoritas parpol yang memenangkan pemilihan umum. Namun, harus
diingat bahwa mayoritas tersebut diperoleh melalui pemilihan umum yang adil, jujur, serta
reguler. Mayoritas dalam konteks tatanan politik yang demokratis bukan mayoritas berdasarkan
angka-angka statististik serta bukan pula ditentukan secara kategoris berdasarkan ciri-ciri
primordialistik seperti suku, agama, ras, keturunan, dan lain-lain. Pemenang adalah mereka yang
memperoleh dukungan masuk dalam suatu kompetisi yang jujur dan adil. Meskipun harus diakui
dalam persaingan politik yang keras kadang- g-kadang tidak dapat hindari benturan-benturan
yang disebabkan oleh isu-isu prigender. Pada dasarnya prinsip mayoritas dalam tertib politik
yang demokratis adalah persaingan dalam aspirasi dan gagasan Politik dari kelompok-kelompok
masyarakat yang berkompetisi, Meskipun dalam tertib demokrasi mayoritas adalah pemerintah
tidak berarti mereka dapat bertindak sewenang-wenang Justru keunggulan demokratis, dibanding
dengan sistem kekuasaan yang lain, mengharuskan pemenang menjamin sistensi dan hak-hak
mendasar meraka yang menjadi minoritas karena kalah dalam pemilihan umum. Oleh sebab itu,
kekuasan mayoritas justru harus memberikan jaminan atas hak-hak asasi manusia. Perlindungan
terhadap hak-hak minoritas adalah hak yang melekat dalam sistem demokrasi, dan oleh sebab itu
bukan merupakan belas kasihan dari mayoritas kepada minoritas. Oleh sebab itu pula setiap
sistem demokratis selalu diperlukan suatu instrumen yang dapat berfungsi sebagai jiwa yang
menghidupkan demokrasi. Selain itu, demokasi hanya dapat hidup kalau mempunyai roh
kehidupan yang disebut pluralisme dan toleransi. Secara singkat pluralisme dapat dimaknai
sebagai pengakuan dan penghargaan terhadap keanekaragaman masyarakat. Prinsipnya ini
menegaskan bahwa anggota masyarakat berhak menyatakan pendapatnya. Prinsip pluralisme
harus disertai pula dengan tersedianya ruang publik yang bebas untuk mengekspresikal pendapat
dan aspirasi yang berbeda-beda di antara warga. Prinsip ini sangat penting, karena ia
menghindarkan dan suatu kelompok mayoritas bertindak sewenang-wenang minoritas. Dengan
demikian kehadiran pluralisme sangat pada Sangat penting eksistensinya menjam keberadaan
tata nilai, ideologi, karena eksnirasi politik warga masyarakat.

Sebagaimana pentingan, dan Aepe dikatakan oleh Ga Gabriel A. Almond and Sidney
Verbat: "pluralism, even if note explicitly polimost important toundation of politica democracy".
Sementara itu, luralism, may indeed be one of the Fostering luralism is especially important
today. Religious, racial menegaskan lagi dengan menyatakan sebagai berikut. Komhauserethnic,
and nasional identities have reasserted hemselves in many vigor that is often trightening. And yet
modern places with societies are increasingly diverse." Sejalan dengan pengakuan terhadap
perbedaan dan kebebas toleransi adalah roh demokrasi menyampaikan pendapat, yang tidak
kalah pentingnya dengan komponen lain. Prinsip ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dengan pluralisme, karena pluralisme dalam demokrasi melekat nilai yang mengakui,
menghormati, serta menghargai perbedaan. Toleransi adalah institusi spiritual kehidupan
demokrasi yang menjadi perekataan agar perbedaan tidak menjadi ajang pertarungan
kepentingan yang habis-habisan di antara masyarakat sehingga mengakibatkan kekacauan dalam
masyarakat itu sendiri. Tanpatoleransi, kehidupan politik akan penuh dengan risiko. Berpolitik
seperti itu akan menciptakan dua jenis individu atau warga masyarakat yang hanya mengejar
kepentingan politik sempit. Mereka disebut sychopan dan petualang politik'. Sychopan adalah
seseorang yang mengejar Kedudukan politik secara oportunistik dan mencari selamat sendiri,
Serta tidak bersedia bertanggung jawab atas perbuatannya. Oleh dab itu selama kedudukan
politik dilakukan dengan kooptasi, Rakyat yang demokratis selalu menjunjung tinggi martabat
manusia kemampuan rakyat mengawasi serta membatasi perilaku serta koreksi sesuai dengan
endak rakyat sendiri. Namun, tidak lakukan kesalahan rakyat dapat melakukan penguasa. Jika
demokrasi merupakan tatanan yang sempurna Sejarah berat memberikan pelajaran pula telah
bahwa dalam beberapa abad, perkembangan negara-negara yang menganut sistem demokrasi lah
mengalami mbang balik dalam wujud perubahan sistem politik yang semula demokratis berubah
menjadi otoriter kembalit", Oleh sebab itu, perlu ditegaskan bahwa membangun demokrasi
bukan saja membangun lembaga-lembaga atau struktur politik, tetapi membangun budaya yang
menempatkan persamaan hak-hak individu tanpa membedakan status sosial serta perbedaan lain
karena alasan primordial atau ciri-ciri eksklusif lainnya. Persyaratan lain agar demokrasi dapat
berlangsung adalah kemampuan, pengetahuan, serta kecermatan dalam membuat aturan dasar
yang komprehensif dan koheren satu sama lain sebagai landasan hidup bersama. Untuk itu selalu
diperlukan gagasan dan pemikiran yang mendalam sebagai paradigma dalam penyusunan
regulasi yang diperlukan. Aturan tersebut harus dijabarkan sedemikian rinci sehingga dapat
dilaksanakan secara baik. Kerumitan dalam proses pembuatan aturan serta kompromi -
Kompromi politik yang harus dilakukan membuat demokrasi tidak efisien dan efektif.
Demokrasi bukan sistem yang sempurna dan mereka mencari kedudukan itu dengan penuh
risiko, Keluhan umum terhadap praktik politik yang demikian adalah adalat rasa kurang percaya
diri kepada para politisi dan keseganan menunjukkan parkarsanya.
Berpolitik risiko tinggi mendorong pula munculnya demagog politik dan petualang
politik. Mereka mengang medan doli politikkan dan kejahatan adalah pertempuran hidup dan
mati, antara kebaikan Pandangan semacam ini tidak memberikan ruang bagi terjadinya
kompromi. Dalam konteks semacam ini, Saat kesempatan terbatas dan perolehan yang tinggi atas
keberhasilan berpetualang, akan mendorong munculnya petualang politik. Dengan demikian
kehidupan demokrasi tidak mengenal fanatisme, bahkan fanatisme terhadap demokrasi itu
sendiri Karena itu, ungkapan yang sangat terkenal dari seorang filosof Inggris, Bertrand Russell,
"A fanatical belief in democracy makesdemocracy institutions impossible perlu selalu diingat.
Kehadiran pluralisme dan toleransi akan memelihara dan mengembangkan pemikiran dan
gagasan yang dianggap dapat meningkatkan kesejahteraan dan keadilan masyarakat. Semua
dapat dilakukan secara adil, beradab, dan demokratis. Kedua prinsip tersebut juga memberikan
tempat terhormat bagi kelompok-kelompok di tingkat lokal, suku, ras, agama, dan keturunan,
untuk ikut aktif ambil bagian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Semua individu,
kelompok, dan masyarakat secara keseluruhan diberikan kesempatan yang adil untuk
memberikan konstribus bagi berkembangnya kehidupan bangsa tanpa melihat belakang agama,
suku, ras, keturunan, jenis kelamin, status sosial berdasarkan prinsip kesetaraan, kebebasan, dan
persaudaraan Sejarah panjang demokrasi telah memberikan bukiti bahwa sebagai tertib
masyarakat dan sebagai sistem politik denokrasi ia mempunyai kekenyalan menyesuaikan diri
dengan dinamika perkembangan masyarakat. Hal itu terutama disebabkan masyarakat yang
demokratis selalu menjunjung tinggi martabat manusia serta kemampuan rakyat mengawasi serta
membatasi perilaku penguasa. Jika rakyat melakukan kesalahan rakyat dapat melakukan koreksi
sesuai dengan kehendak rakyat sendiri. Namun, tidak berarti demokrasi merupakan tatanan yang
sempurna. Sejarah telah memberikan pelajaran pula bahwa dalam beberapa abad, perkembangan
negara-negara yang menganut sistem demokrasi telah mengalami gelombang balik dalam wujud
perubahan sistem politik yang semula demokratis berubah menjadi otoriter kembali. Oleh sebab
itu, perlu ditegaskan bahwa membangun demokrasi bukan saja membangun lembaga-lembaga
atau struktur politik, tetapi membangun budaya yang menempatkan persamaan hak-hak individu
tanpa membedakan status sosial serta perbedaan lain karena alasan primordial atau ciri-ciri
eksklusif lainnya.

Persyaratan lain agar demokrasi dapat berlangsung adalah kemampuan, pengetahuan,


serta kecermatan dalam membuat aturan dasar yang komprehensif dan koheren satu sama lain
sebagai landasan hidup bersama. Untuk itu selalu diperlukan ga gasan dan pemikiran yang
mendalam sebagai paradigma dalam penyusunan regulasi yang diperlukan. Aturan tersebut harus
dijabarkan sedemikian rinci sehingga dapat dilaksanakan secara baik. Kerumitan dalam proses
pembuatan aturan serta kompromi kompromi politik yang harus dilakukan membuat demokrasi
tidak efisien dan efektif. Demokrasi bukan sistem yang sempurna dan mempunyai banyak
kelemahan antara lain karena keputusan yang diambil dalam sistem ini kompleks dan berbelit-
belit. Akibatnya kadang-kadang orang tidak sabar dalam berdemokrasi karena kelambanan
dalam proses pengambilan kebijakan dan kompleksitas aturan yang harus dilakukan tidak dapat
segera menghasilkan sesuatu yang dirasakan secara konkret oleh masyarakat. Inilah yang
menyebabkan tidak jarang masyarakat pesimis terhadap demokrasi, apalagi kalau disertai
tindakan penyalahgunaan kekuasaan akan menyebabkan kekecewaan yang berlarut-larut. Jika
dibiarkan hal itu menyebabkan rakyat tidak percaya kepada sistem ini. Kredibilitas demokrasi
yang rusak akan menyebabkan gelombang balik yang dapat mengembalikan bangsa
bersangkutan kepada sistem kekuasaan yang menindas atau bahkan menjadi anarki sosial yang
tidak kalah destruktifnya dengan sistem kekuasaan yang otoriter.

Dinamika dan Transformasi Politik di Indonesia


Perilaku elit yang berorientasi kepada kekuasaan subjektif mengakibatkan setelah lebih
satu dasawarsa transformasi politik masyarakat belum banyak mencapai kemajuan. Padahal
bangsa Indonesia memiliki semua persyaratan untuk berhasil. Selama lebih dari satu dekade
bangsa Indonesia telah mengalami suatu proses perubahan politik yang sangat subtansial. Suatu
perubahan politik dari sistem ototarian ke demokrasi yang kalau dilihat dari tingkat akselerasi
perubahan dapat dikategorikan sebagai sebuah revolusi demokrasi. Sebuah peristiwa yang bisa
disebut contradictio in terminis, karena demokrasi tidak dapat dilakukan secara revolusioner.
Sementara itu, bangsa Indonesia dalam waktu yang sangat singkat telah mengalami perubahan
yang luar biasa mulai dari perubahan UUD 1945, pemilihan presiden secara langsung,
dibentuknya parlemen bikameral, pembentukan Mahkamah Konstitusi, pemilihan kepala daerah
langsung, dan lain sebagainya. Karakter revolusioner itulah yang menyebabkan bangsa Indonesia
tidak dapat menyusun konstitusi yang sempurna serta membangun lembaga dan kultur politik
yang dapat segera menopang struktur kekuasaan demokrasi yang masih sangat muda. wajah
perpolitikan di Indonesia selama lebih dari sepuluh tahun pun sarat dengan pertarungan politik
dari para elit yang ingin bekuasa mempertahankan kekuasaan, atau mereka yang ingin lebih
berkuasa. Kiblat politik yang sangat didorong oleh godaan masa berkuasa telah menyingkirkan
jauh-jauh arti politik sebagai perjuangan bersama mewujudkan cita-cita luhur bangsa. Manuver
politik didominasi oleh nafsu berkuasa sehingga jagad politik Indonesia sarat dengan intrik dan
kompromi politik yang pragmatis dan oportunistik, politik uang, tebar pesona, dan janji-janji
sebagai alat merayu dukungan, perselingkuhan politik, dan segala bentuk serta manifestasi
keserakahan mengejar kenikmatan kekuasan. Jika disalahgunakan, hal itu dapat menimbulkan
konflik kekerasan, maupun perang saudara yang sangat kejam.
Selain beberapa faktor objektif di atas, aspek utama yang menyebabkan transisi politik
seakan-akan berjalan tanpa arah disebabkan pula oleh para elit politik yang tidak memahami
konsep-konsep dasar politik dan tata negara untuk menyusun tatanan kehidupan demokrasi
kedepan. Sebagian besar elit lebih mengedepankan daftar keinginan subjektif yang dikemas
secara retorik sekadar mendapatkan dukungan atau popularitas masyarakat. Kedangkalan
memahami konsep adalah salah satu contoh yang dapat dilihat dalam merumuskan Indonesia
sebaga negara kesatuan dan hubungan dengan desentralisasi atau otonomi daerah. Kalau
semangat dan komitmen terhadap bentuk negara kesatuan akan dipertahankan, prinsip-prinsip
tersebut serta konsisten harus dijadikan pegangan dalam melakukan kebijakan desentralisasi.
Salah satu prinsip yang penting adalah besaran urusan dan kewenangan yang didelegasikan ke
daerah berasal dari pemerintah pusat. Konsekuensinya, jika daerah tidak dapa mengembang
kewenangan yang diberikan secara bertanggung jawab, atau terjadi krisis pemerintahan daerah,
emerintahan pusat harus mempunyai instrumen dan mekanisme menyelesaikan kemelut tersebut.
Pemicu krisis di daerah yang paling potensial adalah tiadanya jaminan hubungan kekuasaan yang
simetris di tataran politik lokal. Lebih-lebih kalau calon independen untuk pemilihan kepala
daerah telah menjadi keputusan politik. Asimetris hubungan kekuasaan antara kepala daerah dan
parlemen lokal menjadi potersi konflik di daerah yang berlarut-larut.
Intervensi pemerintah pusat terhadap krisis pemerintahan daerah harus dilakukan
berdasarkan prinsip-prinsip demokratis seperti aturan yang jelas, evaluasi yang objektif, serta
bimbingan yang cukup. Tetapi, karena desentralisasi selama ini tidak dilakukan dengan pakem
yang konsisten, banyak sekali konflik antara kepala daerah dan perlemen lokal yang berlarut-
larut. Misalnya, mengenai penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Dalam mengantisipaspi krisis pemerintahan, kita dapat mengambil pelajaran dari India.
Meskipun bentuk negara India adalah quasi federal, Jika terjadi krisis pemerintahan di negara
bagian (state), Presiden mempunyai kewenangan diskresi, melalui pasal 356 Konstitusi,
membubarkan parlemen di negara bagian dan memecat Gubernur Namun, kewenangan tersebut
dilakukan melalui persyaratan yang sangat ketat.
1. Diskreasi harus merupakan jalan terakhir setelah segala upaya sebelumnya pdak dapat
mengatasi masalah tersebut.
2. Presiden harus harus mendapatkan persetujuan kedua parlemen dan benar benar
memperhatikan laporan Gubernur.
3. Pernyataan situsi dalam keadaan darurat oleh presiden dapat dilakukan judicial review
kepada Mahkamah Agung. Jika Mahkamah Agung menolak, maka Gubernur dan Lembaga
Perwakilan di daerah (state) dapat berfungsi kembali. Pengaturan yang rumit tersebut selain
untuk mencegah agar presiden tidak sembarangan atau menyalahgunakan kewenangan yang
kontroversial tersebut. Oleh sebab itu kewenangan presiden tersebut tidak mutlak dan tetap
dalam kerangka demokrasi. Pengalaman tersebut kiranya sangat berharga untuk dijadikan
konsiderasi membuat regulasi yang komprehensif. Dengan demikian munculnya calon
independen tidak saja semakin membuka peluang tumbuhnya demokrasi, tetapi juga
merupakan momentum untuk mewujudan kehidupan politik yang stabil, pemerintahan yang
efektif serta sistem kepartaian yang multi partai.

Pemekaran daerah juga menandai betapa desentralisasi semakin tidak terkendali serta tidak
menjamah kepentingan masyarakat. Sumber utama kegagalan pemekaran daerah adalah
pemekaran daerah seringkali hanya dijadikan ladang bisnis politik para elit politik serta
sementara kalangan birokrasi pemerintahan Peraturan Pemerintah No. 129 tahun 2000 yang
mengatur pemekaraan daerah meskipun dianggap kurang sempurna, namun, sebenamya cukup
ketat mengatur pemekaran. Namun, kadang kala karena nafsu untuk berkuasa lebih besar dari
niat untuk mensejahterakan masyarakat, maka pemekaran hanya menjadi medan pertarungan
kepentingan pribadi dan golongan. Sehingga dalam praktiknya tidak jarang persyaratan
pemekaran baik yang bersifat kuaklitatif maupun kuantitatif dapat lolos berkat deal-deal politik
yang sangat oportunistik dan pragmatis. Lebih-lebih pembuatan UU pemekaran tidak terlalu sulit
karena praktis hanya merobah sedikit konsideran dan diktum dari UU yang telah ada dengan
daerah baru. Kalau semangat para pengambil kebijakan tidak berobah, meskipun PP 129/2000
telah diganti dengan PP 78/2007 lebih ketat persyaratannya, tidak menjamin bahwa pemekara
akan bermanfaat bagi masyarakat.
Perilaku para elit telah memanipulasi demokrasi procedural. Mereka menganggap sudah
mendapatkan legitimasi kalau sudah mengikuti prosedur dan regulasi yang mereka buat sendiri.
Dengan mengatasnamakan rakyat mereka bahkan dapat menguras kekayaan negara untuk
dinikmati sendiri atau bersama kelompoknya. Perilaku para elit yang sangat merusak tatanan
tersebut kalau tidak segera dihentikan akan menggerogot modal sosial (social capital) bangsa ini
yang selama satu dekade ini dapat dijadikan aset dalam melakukan transisi politik. Modal sosial
yang disumbangkan masyarakat dalam masa transisi adalah kesanggupan rakyat melakukan
kompetisi politik secara relatif jujur dan adil secara maraton sejak tahun 1999 sampai dengan
2009 secara relative aman, tertib, jujur dan adil. Konstribusi rakyat lebih fenomenal lagi karena
rakyat Indonesia sejak pertengah tahun 2005 sampai dengan bulan Agustus 2008 telah
melakukan pemilihan kepala daerah hampir sebanyak 500 kali. Bahkan pemilihan kepala daerah
dapat dilakukan di Aceh, dimana wilayah tersebut pernah mengalami perang saudara lebih dari
dua puluh tahun pilkada dapat dilakukan dengan damai dan adil. Hal yang sama terjadi di Papua.
Provinsi di ujung timur yang sebelum pilkada irjabar diwarnai dengan ketegangan yang sangat
tinggi, terutama berkenaan dengan eksistensi Irjabar, akhirnya pilkada di provinsi tersebut dapat
dilakukan dengan damai pula.
Makna penting yang dapat dipetik bahwa meskipun transisi politik dilakukan dengan
sangat cepat, tetapi kontestasi politik yang dilakukan dalam skala yang masif dapat dilakukan
dengan aman. Hal itu menunjukkan bahwa bangsa Indonesia mempunyai peradaban yang cukup
tinggi sebagai landasan untuk menjadi bangsa yang besar. Pertarungan politik yang rawan
konflik komunal karena keragaman bangsa Indonesia disebabkan ikatan-ikatan primordial
kesukuan, ras, bahasa, agama serta pengelompokkan ekskulif lainnya ternyata tidak membawa
ekses yang destruktif dalam masyarakat. Oleh sebab itu banyak kalangan baik dalam negeri
maupun luar negeri yang memberikan apresiasi terhadap keberhasilan pemilihan umum di
Indonesia. Salah satunya adalah dalam tajuk majalah The Economist, tahun 2004
Mencermati perkembangan tersebut, proses transisi politik memberikan makna bahwa
meskipun masa-masa kritis telah dilewati, namun, reformasi politik harus segera dibenahi.
Legitimasi politik prosedural harus segera ditingkatkan menjadi legitimasi politik yang
bermartabat mendesak untuk dilakukan. Membiarkan demokrasi prosedural dimanipulasi oleh
elit politik hanya akan memberikan pembenaran bagi yang merasa mendapat mandat rakyat
untuk merusak tatanan demokrasi. Membiarkan demokrasi prosedural dijadikan alat legitimasi
juga akan mengakibatkan bayi demokrasi tumbuh menjadi demokrasi kunthet. Perpolitikan
semacam itu jelas lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya bagi masyarakat. Reformasi
masih jauh dari pembentukan sikap dan perilaku yang santun, yakni mengutamakan kepentingan
umum serta berpolitik yang didasarkan atas komitmen lahir batin untuk mewujudkan kehidupan
bersama yang sejahtera.
Korupsi Politik di indonesia
Dalam konteks Indonesia, korupsi sudah menjadi dan dinyatakan sebagai kejahatan yang
luar biasa. Manajemen kekuasan yang masih kacau dan tumpang tindih serta lembaga-lembaga
politik yang sangat lemah di atas mendorong penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan
pribadi dan kelompok atas nama kepentingan bangsa, menjadi sangat sistemik dalam tatanan
politik yang sedang dalam proses transformasi politik. Meskipun sejauh ini belum ada konsepsi
yang jelas mengenai korupsi politik tetapi elemen-elemen yang dianggap sebagai bagian darin
korupsi politik sudah dijadikan landasan regulasi untuk melawan penyalahgunaan wewenang.
Dalam politik Indonesia modern, mungkin korupsi politik di Indonesia dapat dicermati
melalui kegagalan penanaman nilai-nilai luhur Pancasila yang dilakukan oleh negara secara
indoktrinatif dan birokratis. Akibatnya, bukan-nilai-nilai Pancasila yang meresap kedalam
kehidupan masyrakat, tetapi kemunafikan yang tumbuh subur dalam masyarakat. Sebab setiap
ungkapan para pemimpin mengenai nilai-nilai kehidupan tidak disertai dengan keteladanan serta
tindakan yang nyata. Sehingga Pancasila yang berisi nilai-nilai luhur bangsa dan dapat dijadikan
landasan filosofi untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, bagi rakyat hanyalah
omong kosong yang tidak mempunyai makna apa pun. Lebih-lebih pendidikan Pancasila dan
UUD 1945 yang dilakukan melalui metode indoktrinasi dan unilateral, yang tidak
memungkinkan terjadinya perbedaan pendapat, semakin mempertumpul pemahaman masyarakat
terhadap nilai nilai Pancasila, mengucapkan kata-kata keramat: Pancasila dan UUD'45, tetapi
dalam kenyataanya masyarakat tahu bahwa kelakuan mereka jauh dari apa yang mereka katakan.
Perilaku itu justru semakin membuat persepsi yang buruk bagi para pemimpin serta meredupnya
pentingnya Pancasila bagi landasan hidup bernegara, karena masyarakat menilai bahwa aturan
dan norma hanya untuk orang lain (rakyat) tetapi bukan atau tidak berlaku hagi para pemimpin.
Cara melakukan pendidikan semacam itu, terutama bagi generasi muda, berakibat fatal.
Pancasila yang berisi nilai-nilai luhur, setelah dikemas dalam pendidikan yang disebut penataran
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) atau Pendidikan Moral Pancasila (PMP),
atau nama sejenisnya, ternyata justru mematikan hati nurani generasi muda terhadap makna dari
nilai luhur Pancasila tersebut. Hal itu terutama disebabkan oleh karena pendidikan yang
doktriner tidak disertai dengan keteladanan yang benar. Mengingat bibit korupsi di Indonesia
sudah mengakat, maka dalam, perspektif ideologis, korupsi hanya dapat diberantas melalui
proses pendidikan yang benar dan keteladanan dari setiap orang yang merasa menjadi pimpinan
apa pun dan pada tata mana saja.
Dalam perskpektif negara, manajemen pengelolaan ke secara demokratis harus terus
ditingkatkan terutama dengan menata hubungan kelembagaan agar mekanisme saling kontrol di
antara lembaga-lembaga politik semakin berfungsi dengan baik. Dengan semakin berfungsinya
mekanisme checks and balances, diharapkan mesin politik demokrasi dapat saling mengoreksi
sehingga penyelahgunan wewenang sebagai sumber korupsi politik dapat ditekan serendah
mungkin. Harapan tersebut tidak menafikan masih terjadinya perdebatan apakah demokrasi
dapat menekan terjadinya korupsi di suatu negara. Keraguan tersebut didasarkan atas
pengalaman empiris negara-negara yang dikategorikan bukan Negara demokratis, sebutlah
Singapura atau Malaysia, namun tingkat korupsi di Negara tersebut lebih rendah dengan nega
Indonesia yang dianggap sebagai contoh negara berpenduduk muslim terbesar dunia yang
demokratis. Namun, hal itu tidak boleh mematikan harapan, kalaupun demokrasi bukan obat
korupsi politik, demokrasi memberikan peluang untuk membangun kekuatan berdasarkan
konstitusi untuk melakukan kontrol terhadap perilaku yang merusak bangsa dan Negara. Selain
itu, transparansi yang merupakan salah satu esensi demokrasi diharapkan dapat memberikan
akses kepada publik terhadap setiap kebijakan Negara agar control masyarakat dalam dapat
dilakukan.
Agenda mendesak yang harus dilakukan jangka dekat adalah dana partai politik.
Gawatnya korupsi di Indonesia mengontrol dapat dicermati melalui laporan Transparansi
Internasional mengenai Global Corruption Barometer yang menempatkan Indonesia sebagai
negara yang termasuk korup". Dalam laporan tersebut dinyatakan bahwa lembaga perwakilan
adalah lembaga yang paling korup di Indonesia di antara lembaga-lembaga negara lainnya.
Keuangan dana partai politik adalah satu bentuk korupsi politik yang sangat membahayakan.
Sejak subsidi terhadap parpol dikurangi pada 2005, gerakan menggalang dana partai menjadi
sangat massif dan tak terkontrol, dan oleh sebab itu tidak mustahil berasal dari sumber illegal.
Partai menjadi lembaga pemburu rente yang tidak hanya menggerogoti kredibilitasnya tetapi
bahkan dapat melumpuhkan kehidupan demokrasi. Oleh sebab itu pengaturan dana partai sangat
penting dilakukan, karena tiadanya peraturan yang jelas dan tegas mengenai keuangan partai
bukan hanya akan mengakibatkan vote buying", tetapi yang lebih berbahaya adalah akses
pemilik kapital terhadap penguasa atau calon penguasa- penguasa di dalam partai politik. Banyak
dugaan dana partai selain dari para pemilik modal yang ingin selalu mempertahankan dan
meningkatkan keuntungannya, disedot pula dari sumber-sumber kekayaan Negara melalui akses
parpol birokrasi pemerintahan. Oleh karena itu, lembaga perwakilan rakyat sebagai tempat
bertemunya berbagai kepentingan politik selalu tidak tegas dalam menyusun rumusan tentang
dana parpol. Kejahatan seperti penerimaan dana di atas batas satu sampai empat miliar rupiah
hanya diancam dengan penjara maksimal satu atau dua tahun pada Undang undang nomor 2
tahun 2008. Sementara itu pengelolaan dan partai politik, transparansi serta pertanggung jawaban
sumbangan dana kampanye masih sangat jauh dari harapan. Padahal sumber merebaknya
Korupsi Politik berawal dari pendanaan partai politik sebagaimana disebutkan di atas. Oleh
sebab itu perlu dirumuskan secara lebih jelas mengenai hal-hal yang berkenaan dengan keuangan
partai politik. Beberapa pemikiran yang berkembang dalam masyarakat antara lain sebagai
berikut.
Pertama, memperjelas dan memerinci apa yang disebut sumbangan dalam UU parpol.
Apakah maksudnya uang, pinjaman (pinjaman komersial atau nonkomersial), barang, fasilitas
(meminjamkan peralatan komputer, kendaraan, percetakan, pelengkapan atau jasa transportasi,
tenaga ahli, dokter atau petugas lain, karyawan perusahaan) dan lain sebagainya. Semua
sumbangan barang harus ditentukan sesuai harga pasar.
Kedua, memperjelas arti pengeluaran, Kata itu harus meliputi hal-hal: pembayan
sejumlah dana oleh partai politik atau kandidat, segala pembayaran yang dilakukan seseorang
atau organisasi kelompok masyarakat yang mendukung atau menentang sebuah partai atau calon.
Jadi, pengeluaran partai politik termasuk biaya administrasi (anggaran operasional rutin) serta
dana kampanye.
Ketiga, mengharuskan partai politik menerapkan pembuatan Laporan keuangan partai
yang meliputi semua pemasukan dan pengeluaran dari kelompok-kelompok pendukung dalam
suatu koordinasi yang terintegrasi. Oleh sebab itu, setiap partai politik harus menunjuk petugas
untuk menyusun dan melaporkan kewenangan partai secara rinci berdasarkan standar yang di
tetapkan. Termasuk antara lain, identitas dan jumlah dana yang diberikan. Seseorang yang
ditunjuk oleh partai mempunyai beberapa persyaratan: (1) kemampuan sebagai akuntansi dan
paham prosedur akuntansi; (2) bertanggung jawab atas nama partai serta mematuhi semua
peraturan mengenai peraturan perundangan yang berkenaan dengan kegiatan keuangan partai; (3)
secara pribadi bertanggung jawab terhadap kelengkapan dan akurasi dari semua kegiatan partai
politik yang disertai dengan data-data seperlunya; dan (4) memberikan akses kepada semua
pengurus atau staf parpol. Intinya, petugas tersebut harus profesional dalam arti mampu
menyusun laporan yang rinci dan jelas serta dapat mempelajari semua dokumen pengeluaran dan
pemasukan sehingga laporan dapat dipertanggung jawabkan.
Keempat, prinsip transparansi harus diterapkan dalam laporan keuangan partai politik.
Oleh sebab itu, setiap partai politik harus melaksanakan kegiatan keuangan melalui rekening
bank yang ditunjuk. Pengeluaran dan simpanan (sumbangan) harus dijadikan satu dalam
rekening tersebut. Pengeluaran dan pemasukan sumbangan dilarang dilakukan melalui nomor
rekening selain yang telah ditetapkan. Namun, rekening untuk keperluan administratif harus
dibedakan dengan rekening dana kempanye. Perbedaan yang tegas antara dana rutin
(administratif, sekretariat, pengembangan partai, rekrutmen kader, riset politik, dll.) dan
kampanye, termasuk memisahkan rekening dari kedua pengelolaan dana tersebut. Selain itu juga
diperlukan pengertian dasar yang jelas mengenai istilah utang-piutang partai. Tanpa adanya
pengertian yang jelas KPU akan mengalami kesulitan dalam menilai legitimasi laporan dan
transaksi keuangan partai. Sementara itu, masyarakat (publik juga akan mengalami kesulitan
dalam memantau pendanaan kampanye secara utuh.
Kelima pada dasarnya sumbangan yang diberikan kepada calon harus dilaporkan kepada
partai politik. Calon yang ingin mempunyai rekening sendiri harus lapor kepada pimpinan partai
politik. Bantuan spontan yang dilakukan oleh para pendukung dicatat oleh partai dan dilaporkan
ke KPUD/KIP
Keenam, partai politik harus melakukan konsolidasi keuangan partai politik baik
sumbangan maupun pengeluaran mulai dari pusat sampai tingkat cabang, termasuk dana yang
dihimpun oleh calon yang mempunyai rekening sendiri harus dilaporkan.
Ketujuh, setiap pelanggaran yang terjadi dalam laporan keuangan seperti keterlambatan,
kelalaian memasukkan laporan yang salah atau tidak lengkap, memanipulasi laporan harus
diberikan sangsi hukum yang jelas.
Kedelapan, public harus memiliki akses yang leluasa untuk mengetahui kontribusi dan
pengeluaran partai politik. Oleh sebab itu, laporan harus disusun sedemikian rupa sehingga dapat
dilakukan uji public oleh masyarakat.
Pengawasan yang ketat terhadap dana partai politik diharapkan membuat perpolitikan di
Indonesia semakin lama semakin terbebas dengan dominasi politik uang yang sudah sampai
tingkat yang sangat mengkhawatirkan. Sementara itu, Undang-Undang Tipikor ( Tindak Pidana
Korupsi harus segera diselesaikan, dan jika memungkinkan sebelum berakhirnya masa kerja
DPR Oktober 2009. Masyarakat harus sekuat tenaga mengawal proses penyusunan undang-
undang tersebut agar substansi regulasi tersebut tidak direduksi dengan kepentingan politik
transaksional yang dewasa ini mengakibatkan DPR lembaga terkorup di Indonesia.
Kekhawatiran terebut bukan tanpa alasan, berdasarkan laporan ICW tahun 2008, mekanisme fit
and proper test di parlemen (Komisi III DPR-RI) terutama upaya untuk menempatkan aktor-
aktor bermasalah, dilakukan dengan sangat vulgar. Melihat intensitas dan kualitas pertanyaan
yang diajukan anggota Komisi III DPR, ketimpangan dan keberpihakan sangat terlihat. Pada
calon yang punya prestasi dan rekam jejak yang baik dalam memberantasan korupsi, pertanyaan
yang menyudutkan bahkan tudingan diajukan secara bertubi-tubi. Sedangkan pada calon yang
akan diusung fit and proper test cenderung diajukan secara basa-basi. Seleksi pimpinan KPK ini
pada akhirnya menempatkan individu kontroversial Berdasarkan rekam jejak yang dilakukan
NGOS/CSOS dapat dinilai bahwa dua pimpinan KPK, termasuk Ketua KPK, yang dipilih DPR
justru orang yang punya rekam jejak buruk selama bertugas di Kejaksaan dan Kepolisian.

Penutup
Pilihan bangsa Indonesia untuk membangun tatanan politik yang demokratis sudah tepat
karena sistem tersebut adalah manajemen kekuasaan yang dilandasi oleh nilai-nilai dan etika
serta peradaban yang menghargai martabat manusia. Namun, harus diakui bahwa membangun
tatanan politik yang demokratis memerlukan kesungguhan dan kerja keras yang membutuhkan
daya tahan yang luar biasa seluruh warga bangsa mengingat membangun demokrasi pada
dasarnya adalah membangun peradaban. Sementara itu, pada tataran yang transisional dewasa ini
ironisnya justru musuh paling menakutkan adalah terjadinya korupsi di lembaga-lembaga
demokrasi itu sendiri, terutama lembaga perwakilan rakyat dan partai politik. Kegalauan tersebut
sangat beralasan mengingat proses transisi politik tidak selalu menuju ke tataran demokras tetapi
dapat saja terjadi arus memutar kearah otoritarian kembali.
Kenyataan empiris tersebut menyisakan persoalan yang harus dijawab oleh bangsa
Indonesia untuk menyelamatkan “bayi “ demokrasi yang baru lepas umur sepuluh tahun sebagai
berikut. Pertama, agenda apa yang sekarang ini lebih mendesak apakah memprioritaskan
pembangunan ekonomi agar kemakmuran segera dapat dinikmati rakyat, atau memperkuat
lembaga-lembaga politik lebih dahulu agar penyalahgunaan kekuasaan (korupsi politik) dapat
ditekan serendah mungkin. Prioritas pembanguna ekonomi untuk segera menjawab tuntutan
rakyat yang telah lama mendambakan perbaikan hidup yang layak, sementara itu perkuat
lembaga-lembaga politik untuk menghasilkan kebijakan yang prorakyat. Kedua, mengingat
pentingnya peran lembaga perwakilan rakyat sebagai institusi yang berfungsi merumuskan
kebijakan publik ternyata sangat korup, bagaimana upaya meningkatkan kualitas lembaga
perwakilan agar mempunyai komitmen kepada kepentingan rakyat sebagai pemegang kedaulatan
yang telah memberikan mandat kepada mereka. Kemampuan bangsa ini menjawab dua
pertanyaan di atas tidak hanya akan menyelamatkan "bayi" demokrasi, tetapi lebih daripada itu,
Jawaban tersebut akan memberikan kontribusi bagi berkembangnya kehidupan demokrasi yang
dapat dijadikan sarana mewujudkan masyarakat yang makmur dan berkeadilan.

Politik Uang dan Pengaturan Dana Politik di Era Reformasi

Anda mungkin juga menyukai