25
melakukan tindak pidana adalah manusia ( natuurlijk person ),dimana dari
rumusan tindak pidana dalam undang-‘undang yang selalu dimulai dengan
kata ” Barang siapa ” yang tidak dapat diartikan lain selain orang
( manusia), disamping itu, yang dapat dipertnggungjawabkan dalam hukum
pidana adalah manusia yang disebabkan karena kesalahan, baik dalam
bentuk kesengajaan maupun kealpaan merupakan sikap batin
manusia,.kemudian didalam perkembangan pemikiran hukum pidana, ajaran
seperti itu sudah mulai ditinggalkan, mengingat bahwa subjek hukum pidana
dalam rumusan tidak seluruhnya dimulai dengan perkataan ”barang siapa”
sebagaimana dalam penjelasan dan bunyi pasal 59 KUHP yang membatasi
diri kepada pengurus, anggota-‘anggota badan pengurus atau
komisaris-‘komisaris secara pribadi.
B. BENTUK-‘BENTUK KORUPSI
1. Korupsi Politik
Definisi korupsi politik kerapkali digunakan secara tumpang tindih, seperti tidak
ada bedanya dengan korupsi birokrasi, hanya bagaimana memahami perbedaan
antara korupsi tingkat tinggi dan rendah ( korupsi besar versus kecil), bentuk
korupsi tingkat lokal dan nasional ( lokasi korupsi yang meluas, misalnya terhadap
kontrak pekerjaan umum kota), bentuk korupsi antara pribadi dan intusional
( korupsi yang ditujukan untuk pengayaan pribadi dan apa yang berusaha
menguntungkan institusi seperti partai politik ) bentuk korupsi tradisonal dan
modern (nepotisme dan patronase versus pencucian uang melalui sarana elektronik )
Menurut Inge Amundsen bentuk korupsi politik adalah transaksi antara aktor
sektor swasta dan publik yang melaluinya barang kolektif secara tidak sah dirubah
menjadi pembayaran pribadi. prosesnya melibatkan keputusan yang diambil melalui
keputusan politik
26
a. Aspek individu
Sifat tamak atau serakah.
Sikap mental
Penghasilan tidak cukup
Gaya hidup yang konsumtif
Ajaran dan pemahaman Agama kurang diterapkan.
b. Aspek Organisasi
2. Korupsi Birokrasi
Alfiler menyatakan bahwa korupsi adalah suatu perilaku yang dirancang dengan
sengaja sebagai perilaku yang menyimpang dari norma-‘norma yang diharapkan dan
dilakukan untuk mendapatkan imbalan material atau penghargaan lainya, Bentuk
korupsi ini terjadi dalam konteks social pada suatu organisasi publik yang
merupakan otoritas /kewenangan pegawai negeri.
27
Dalam konteks praktek korupsi dalam birokrasi pada umumnya bersinggungan
dengan proses administrasi dan pelayanan public yang sengaja dilakukan karena
memang motif keserakahan dan adanya kebutuhan yang mendesak. Kualitas
pelayanan public dijadikan sebagai salah satu acuan atau paremeter untuk
menentukan korupsi birokrasi, Contohnya seorang pegawai negeri membuat
masyarakat menunggu berhari-‘hari bahkan bermingu-‘minggu untuk sekali
mengurus kepentinganya. Sementara, jika masyarakat mau membayar kepada
pegawai tersebut, pengurusanya begitu cepat, bahkan bukan hanya untuk satu
kepentingan,. Akan tetapi banyak masyarakat yang kurang menyadari bahwa
pemberian sesuatu kepada pegawai pemerintahan adalah bentuk korupsi yang
memiliki daya rusak yang tinggi terhadap moralitas pegawai tersebut, dimana
dengan kekuasaan yang ada padanya, ia akan semakin merasa berkuasa, akibatnya,
jabatan tersebut, digunakan bukan untuk melayani masyarakat, melainkan untuk
memeras mereka.
3. Korupsi Yudisial
Dalam arti sempit korupsi yudisial adalah bentuk korupsi yang terjadi di
lingkungan peradilan, yang melibatkan hakim dan pegawai di lingkungan tersebut.
Dan dalam arti luas korupsi yudisial dapat diartikan sebagai perilaku korupsi yang
terjadi di dalam proses penegakan hukum, mulai dari tahan penyidikan, penuntutan,
pemeriksaan di muka pengadilan hingga tahap eksekusi, dan dilakukan oleh aparat
penegak hukum baik polisi, jaksa, advokat dan hakim.
Lahirnya mafia peradilan merupakan bukti bahwa praktek korupsi ini bukanlah
hal baru, melainkan memang telah lama terjadi di lingkungan peradilan Indonesia.
Secara umum, terdapatnya kekuatan utama yang mengakibatkan terjadinya korupsi
antara lain :
a. Pengaruh kekuatan politik, diawali berpengaruhnya sejak saat proses
pengangkatan seorang calon hakim dan ketika calon hakim tersebut menduduki
jabatan hakim. Kedudukan seorang hakim yang dihasilkan karena dorongan
kekuatan poltik, sehingga dapat dipastikan tidak dapat diharapkan mampu
memberikan keputusan hukum yang berkeadilan, dimana ia memberikan
putusan karena takut pada ancaman maupun intimidasi politik yang terjadi.
b. Pengaruh pribadi hakim terhadap ketamakan, sehingga banyak aparat penegak
hukum yang tidak berdaya ketika dihadapkan dengan sejumlah materi maupun
asset berharga lainya oleh pelaku kejahatan ( termasuk pelaku korupsi ) saat
akan mengeluarkan keputusan yang memberatkan pelaku. Sehingga pada
akhirnya integritas, profesionalitas, dan moralitas, berani mereka pertaruhkan
demi maraih kentungan pribadi
28
Lebih jauh lagi, bentuk korupsi yudisial yang tidak disadari dan sering luput
dari perhatian masyarakat ialah tatkala berhubungan dengan perampasan sumber
penghidupan mereka. persekongkolan yang terjadi antara pejabat daerah, pihak
swasta dan hakim dalam uji material pemenfaatan sumber daya alam di daerah
seringkali melukai nurani rakyat. Di satu sisi, masyarakat merasa dirugikan dengan
adanya eksplotasi alam yang merusak sumber penghidupan dan kehidupan mereka.
Di sisi lain, pihak swasta dan oknum pemerintah daerah berjuang untuk
mengeksplotasi dan mengurus potensi alam yang ada di daerah tersebut tanpa
memperdulikan akibat buruk yang akan terjadi dikemudian hari. Akhirnya, mereka
sepakat untuk perang argumentasi di pengadilan demi mendaptkan keputusan yang
adil berdasarkan nurani hakim. Tidak dipungkiri, modal besar yang dimiliki pihak
swasta sangat memberikan p\engaruh besar dalam pengambilan keputusan oleh
hakim. Berbagai upaya mereka lakukan, termasuk menyewa pengacara yang
handal, menyuap hakim dan oknum pejabat daerah, dan akhirnya lahirlah keputusan
yang merugikan masyarakat setempat. Dengan keputusan tersebut, masyarakat akan
sulit menolak, karena diharuskan tunduk pada putusan hakim yang esensinya
melukai rasa keadilan masyarakat.
Berikut dipaparkan berbagai bentuk korupsi yang diambil dari Buku Saku yang dikeluarkan
oleh KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK : 2006)
29
No Bentuk Korupsi Perbuatan Korupsi
30
sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang
disimpan karena jabatannya, atau uang/surat berharga
tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain atau
membantu dalam melakukan perbuatan tersebut;
• Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
di- tugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara
terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang
khusus untuk pemeriksaan adminstrasi;
• Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
di- tugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara
terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja menggelapkan, merusakkan atau membuat
tidak da- pat dipakai barang, akta, surat atau daftar
yang digu- nakan untuk meyakinkan atau
membuktikan di muka pejabat yang berwenang,
yang dikuasai karena jaba- tannya;
• Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
di- tugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara
terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja membiarkan orang lain menghilangkan,
menghancur- kan, merusakkan, atau membuat tidak
dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar
• tersebut;
Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang
di- tugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara
terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan
sengaja membantu orang lain menghilangkan,
menghancur- kan, merusakkan, atau membuat tidak
dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar
4 Pemerasan • Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan
maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain se-
cara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan
sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya
• sendiri; Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
pada wak- tu menjalankan tugas, meminta atau
menerima pekerjaan atau penyerahan barang, seolah-
olah merupakan utang kepada dirinya, padahal
diketahui bahwa hal tersebut bu- kan merupakan utang;
• Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada
waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima atau
memotong pembayaran kepada Pegawai negeri atau
peny- elenggara negara yang lain atau kepada kas umum,
seolah- olah Pegawai negeri atau penyelenggara negara
yang lain atau kas umum tersebut mempunyai utang
kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan
merupakan utang.
Bentuk/jenis tindak pidana korupsi dan tindak pidana yang berkaitan dengan korupsi
berdasarkan UU Tindak Pidana Korupsi dapat dikelompokkan :
1. Melawan hukum untuk memperkaya diri dan dapat merugikan keuangan Negara
2. Menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan diri sendiri dan dapat merugikan
keuangan Negara
3. Menyuap pegawai negeri
4. Memberi hadiah kepada pegawai negeri karena jabatannya
5. Pegawai negeri menerima suap
6. Pegawai negeri menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatannya
7. Menyuap hakim
8. Menyuap advokat
9. Hakim dan advokat menerima suap
10. Pegawai negeri menggelapkan uang atau membiarkan penggelapan
11. Pegawai negeri memalsukan buku untuk pemeriksaan administrasi
12. Pegawai negeri merusakkan bukti
13. Pegawai negeri membiarkan orang lain merusakkan bukti
14. Pegawai negeri membantu orang lain merusakkan bukti
15. Pegawai negeri memeras
16. Pegawai negeri memeras pegawai yang lain
17. Pemborong berbuat curang
18. Pengawas proyek membiarkan perbuatan curang
19. Rekanan TNI/Polri berbuat curang
20. Pengawas rekanan TNI/Polri membiarkan perbuatan curang
21. Penerima barang TNI/Polri membiarkan perbuatan curang
22. Pegawai negeri menyerobot tanah negara sehingga merugikan orang lain
23. Pegawai negeri turut serta dalam pengadaan yang diurusnya
24. Pegawai negeri menerima gratifikasi dan tidak lapor KPK
25. Merintangi proses pemeriksaan
26. Tersangka tidak memberikan keterangan mengenai kekayaannya
27. Bank yang tidak memberikan keterangan rekening tersangka
28. Saksi atau ahli yang tidak memberi keterangan atau memberi keterangan palsu
29. Orang yang memegang rahasia jabatan tidak memberikan keterangan
atau memberi keterangan palsu
30. Saksi yang membuka identitas pelapor
Selain perbuatan sebagaimana dipaparkan di
atas, dalam praktik di masyarakat dikenal pula Hasil survei Transparency Internasional mengenai
istilah gratifikasi. penilaian masyarakat bisnis dunia terhadap
pelayanan publik di Indonesia. Memberikan nilai
1. Pengertian Gratifikasi
IPK (Indeks Persepsi Korupsi) sebesar 2,2 kepada
Black’s Law Dictionary memberikan Indonesia. Nilai tersebut menempatkan Indonesia
pengertian Gratifikasi atau Gratification: pada urutan 137 dari 159 negara tersurvei. Survei
“a voluntarily given reward or recompense Transparency International Indonesia berkesimpulan
for a service or benefit” (gratifikasi adalah bahwa lembaga yang harus dibersihkan menurut
“sebuah pemberian yang diberikan responden adalah: lembaga peradilan (27%),
atas diperolehnya suatu bantuan atau perpajakan (17%), kepolisian (11%), DPRD (10%),
keuntungan”). kementerian/departemen (9%), bea dan cukai (7%),
BUMN (5%), lembaga pendidikan (4%), perijinan
2. Bentuk Gratifikasi (3%), dan pekerjaan umum (2%). (Adnan Topan
a. Gratifikasi positif adalah pemberian Husodo : 2008)
hadiah dilakukan dengan niat yang
tulus dari seseorang kepada orang Dengan demikian secara perspektif
laitanpa pamrih artinya pemberian gratifikasi tidak selalu mempunyai
dalam bentuk “tanda kasih” tanpa arti jelek, namun harus dilihat dari
mengharapkan balasan apapunb. kepentingan gratifikasi. Akan tetapi
b. Gratifikasi negatif adalah pemberian dalam praktik seseorang
hadiah dilakukan dengan tujuan memberikan sesuatu tidak mungkin
pamrih, pemberian jenis ini yang telah dapat dihindari tanpa adanya
membudaya dikalangan birokrat pamrih.
maupun pengu- saha karena adanya Di negara-negara maju, gratifikasi
interaksi kepentingan kepada kalangan birokrat dilarang
keras dan kepada pelaku diberikan
sanksi cukup berat, karena akan
mempengaruhi pejabat birokrat
dalam menjalankan tugas dan
pengambilan keputusan yang dapat
menimbulkan ketidakseimbangan
dalam pelayanan publik. Bahkan di
kalangan privat pun larangan juga
diberikan, contoh pimpinan
stasiun televisi swasta melarang
dengan tegas reporter atau
wartawannya menerima uang atau
barang dalam bentuk apa pun dari
siapapun dalam menjalankan tugas
pemberitaan. Oleh karena itu
gratifikasi harus dilarang bagi
birokrat dengan disertai sanksi
yang berat (denda uang atau
pidana kurungan atau penjara) bagi
yang melanggar dan harus
dikenakan kepada kedua pihak
(pemberi dan penerima
Gratifikasi menurut UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU
Nomor 31 tahun1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan
penjelasannya didefinisikan sebagai pemberian dalam arti luas, yakni
meliputi pemberian uang, barang, rabat atau diskon, komisi, pinjaman
tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
a. Ketentuan pada Pasal 12 B ayat (1) mengenai gratifikasi dianggap sebagai pemberian
suap dan tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada
KPK;
b. Laporan penerima gratifikasi paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak
tanggal gratifikasi diterima;
c. Dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal penerimaan
laporan, KPK wajib menetapkan gratifikasi dapat menjadi milik penerima atau milik
negara;
d. Tata cara penyampaian laporan dan penentuan status gratifikasi diatur menurut
Undang-undang tentang KPK.
27 27
Bab 01. Pengertian Korupsi Bab 01. Pengertan Korupsi
i
27 27
Bab
i 01. Pengertian Korupsi Bab 01. Pengertan Korupsi