Anda di halaman 1dari 33

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING

BERBANTUAN MEDIA ROULETTE TERHADAP MOTIVASI BELAJAR


SEJARAH SISWA KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 KUTA COT GLIE KAB.
ACEH BESAR

PROPOSAL SKRIPSI

diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan


memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Nurvazillah

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2021
A. Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Berbantuan Media

Roulette Terhadap Motivasi Belajar Sejarah Siswa Kelas XI IPS SMA

Negeri 1 Kuta Cot Glie Kab. Aceh Besar

B. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan manusia.

Pendidikan memegang peranan penting dalam berbagai hal atau kegiatan yang

dijalanin manusia dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk mencapai suatu

keberhasilan maka seseorang membutuhkan pendidikan yang berpotensi agar

bermakna dan bermanfaat dalam kehidupannya. Pendidikan memegang peranan

penting dalam mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu

berkompetensi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga

pendidikan harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya untuk memperoleh hasil yang

maksimal. Pendidikan sendiri menurut Syah (2010:10) adalah sebuah “proses dengan

metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan

cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan”.

Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang bersumber dari sistem nilai

pancasila dirumuskan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Pasal 3, yang

merumuskan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar

menjadi manusia yang beriman, dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara

yang demokratis serta bertanggung jawab. (Sanjaya, 2006:63)

Tinggi rendahnya kualitas belajar tergantung pada komponen-komponen

antara lain peserta didik, kurikulum, guru, metode, sarana prasarana dan lingkungan.

Proses belajar mengajar dapat berjalan efektif bila seluruh komponen yang

berpengaruh saling mendukung dalam rangka mencapai tujuan. Misalnya

ketertarikan peserta didik, motivasi peserta didik, penggunaan media, metode guru

bervariasi, serta teknik guru dalam mengajar di kelas akan mempengaruhi proses

motivasi dan hasil belajar peserta didik. Dalam proses pembelajaran sejarah

hendaknya guru melibatkan peserta didik untuk berpartisipasi dalam pembelajaran.

Pengajaran yang baik meliputi mengajarkan peserta didik bagaimana belajar,

mengingat, berfikir dan memotivasi diri mereka sendiri. Penggunaan model dan

media dalam proses pembelajaran merupakan hal paling penting yang berpengaruh

dalam pencapaian hasil belajar dan meningkatkan motivasi belajar.

Penggunaan model dan media pembelajaran yang sama berulang kali setiap

proses pembelajaran membuat peserta didik bosan dan kurang termotivasi terhadap

pembelajaran. Priansa (2017:188) mengemukakan model pembelajaran merupakan

kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan suatu

kegiatan. Model dapat dipahami juga sebagai gambaran tentang keadaan

sesungguhnya atau kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis

dan terencana dalam mengorganisasikan proses pembelajaran peserta didik sehingga

tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif. Selanjutnya Mudlofir dan

Rusydiyah (2016:124) menjelaskan bahwa media pembelajaran yaitu sebagai


perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima agar penerima mempunyai

motivasi untuk belajar sehingga diharapkan dapat memperoleh hasil belajar yang

lebih memuaskan, sedangkan bentuknya bisa bentuk cetak maupun non-cetak.

Berdasarkan hasil observasi awal dan wawancara dengan guru mata pelajaran

sejarah di SMA Negeri 1 Kuta Cot Glie Kab. Aceh Besar, peneliti memperoleh

informasi bahwa peserta didik di kelas XI IPS 1 pada saat guru menjelaskan materi

masih ada yang tidak memperhatikan, dan peserta didik cenderung pasif dalam

pembelajaran sejarah karena kurangnya motivasi mereka terhadap pembelajaran

sejarah. Dalam proses pembelajaran sejarah guru lebih dominan menggunakan

metode seperti ceramah dan tanya jawab dengan menggunakan media papan tulis dan

power point.

Berkenaan dengan fenomena pada SMA Negeri 1 Kuta Cot Glie Kab. Aceh

Besar, peneliti akan melakukan penelitian dengan model pembelajaran Problem

solving Berbantu Media Roulette yang harapannya dapat memotivasi peserta didik

dalam pembelajaran sejarah dan memahami materi yang diajarkan guru. Sehingga

peserta didik merasa lebih menyenangkan ketika proses pembelajaran sejarah.

Menurut Suyitno (2004:36) pemilihan model pembelajaran problem solving

dipandang sebagai model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan

peserta didik dalam berpikir tinggi. Problem solving membantu siswa untuk berusaha

belajar mandiri dalam memecahkan masalah dengan mengembangkan kemampuan

menganalisis dan mengelola informasi. Model pembelajaran problem solving sangat

cocok jika dipadukan dengan media yang mengajak peserta didik untuk bermain agar

membantu peserta didik lebih cakap dalam mengembangkan pemikiran dan


memecahkan masalah. Peneliti memilih media pembelajaran roulette yang dipadukan

dengan model pembelajaran problem solving. Roulette menurut Riwayadi dalam

kamus Bahasa Indonesia (2005:594) adalah permainan yang menggunakan peluru-

peluru kecil atau jarum panah dengan papan bulat yang berputar bertuliskan angka-

angka.

Peneliti merasa sangat tertarik melakukan penelitian pada kelas XI IPS 1

karena peneliti merasa judul yang peneliti ajukan berkesinambungan dengan masalah

yang ada. Hasil belajar peserta didik di kelas XI IPS 1 pada mata pelajaran sejarah

juga kurang memuaskan, terlihat dari banyaknya peserta didik yang harus mengikuti

remedial dari nilai KKM di sekolah tersebut adalah 70. Di SMA Negeri 1 Kuta Cot

Glie Kab. Aceh Besar kelas XI IPS terdiri dari XI IPS 1 dan XI IPS 2 , dimana

peneliti akan melakukan penelitian pada kelas XI IPS 1 dengan jumlah siswa

sebanyak 21 orang.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Problem solving Berbantuan

Media Roulette Terhadap Motivasi Belajar Sejarah Siswa Kelas XI IPS SMA

Negeri 1 Kuta Cot Glie Kab. Aceh Besar”.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dirumuskan

masalah dalam penelitian ini bagaimana penerapan model pembelajaran problem

solving berbantuan media roulette terhadap motivasi belajar sejarah siswa kelas XI

IPS SMA Negeri 1 Kuta Cot Glie Aceh Besar?


D. Tujuan Penelitian

Dari rumusan permasalahan diatas maka tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui penerapan model pembelajaran problem solving berbantuan media

roulette dapat motivasi belajar sejarah siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Kuta Cot

Glie Aceh Besar.

E. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka diharapkan

penelitian ini dapat mempunyai manfaat. Adapun manfaat dari penelitian adalah

sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Peneliti berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberi kontribusi

dibidang pendidikan dan dapat digunakan sebagai sumber dalam pembelajaran

sejarah.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Penelitian ini adalah kesempatan bagi peneliti untuk menambah wawasan,

pengalaman dan pengetahuan serta sebagai pedoman dalam menerapkan ilmu yang

dipelajari di perguruan tinggi, sehingga dapat dijadikan bekal sebagai calon pendidik

atau guru yang professional.


b. Bagi Siswa

Siswa dapat memperoleh pengalaman yang menyenangkan dalam kegiatan

belajar sejarah dan merangsang siswa agar lebih aktif dalam proses pembelajaran

sejarah, sehingga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan meningkatkan

motivasi belajar siswa pada pelajaran sejarah.

c. Bagi Guru

Guru dapat menjadikan bahan pertimbangan mengajar, khususnya dalam

mata pelajaran sejarah supaya memilih model dan media pembelajaran yang tepat

dalam menyampaikan materi pembelajaran. Salah satunya dengan menerapkan

model pembelajaran Problem Solving berbantuan media Roulette agar meningkatkan

kemampuan berpikir kritis dan motivasi belajar siswa.

d. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan efesiesi pembelajaran

bagi sekolah melalui kemampuan memecahkan masalah dan berpikir kritis serta

meningkatkan motivasi belajar siswa.

F. Anggapan Dasar

Menurut Surakhman dan Arikunto (2010: 104) anggapan dasar atau postulat

adalah sebuah titik tolak pemikiran yang kebenarannya diterima oleh penyelidik.

Dikatakan selanjutnya bahwa setiap penyelidik dapat merumuskan postulat yang

berbeda. Adapun yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian ini “penerapan
model pembelajaran Problem Solving berbantuan media Roulette dapat memotivasi

peserta didik dalam pembelajaran sejarah”.

G. Hipotesis Penelitian

Menurut Sugiyono (2015:96) hipotesis merupakan jawaban sementara

terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah

dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan. Maka yang menjadi hipotesis dalam

penelitian ini adalah, diduga penerapan model pembelajaran Problem Solving

berbantuan media Roulette dapat meningkatkan motivasi belajar sejarah Siswa Kelas

XI IPS SMA Negeri 1 Kuta Cot Glie Kab. Aceh Besar.

H. Ruang Lingkup Penelitian

Supaya suatu penelitian yang diteliti berjalan terarah, terfokus dan lancar

dalam proses penelitiannya, maka perlu dibatasi masalah yang akan diteliti. Ruang

lingkup subjek dalam penelitian adalah SMA Negeri 1 Kuta Cot Glie Kab. Aceh

Besar dalam rangka meningkatkan motivasi belajar sejarah siswa kelas XI IPS

dengan menerapkan model pembelajaran Problem Solving berbantuan media

Roulette.

I. Definisi Operasional

Menurut Sugiyono (2015:38) Definisi operasional variabel adalah suatu

atribut atau sifat nilai dari obyek atau kegiatan yang memiliki variasi tertentu yang

telah ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Definisi operasional dalam penelitian harus dirumuskan agar tidak terjadi kesesatan
dalam proses pen gumpulan data. Dalam penelitian ini definisi operasionalnya adalah

sebagai berikut:

a. Penerapan

Menurut peneliti penerapan adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara

individu atau berkelompok dengan maksud mencapai suatu tujuan yang telah

dirancang untuk melaksanakan suatu kegiatan atau metode untuk mencapai tujuan

yang diharapkan.

b. Model Pembelajaran Problem Solving

Menurut Sudjimat dalam (Priansa, 2017:227) menyatakan bahwa, model

Problem Solving merupakan belajar berpikir (learning to think) atau belajar bernalar

(learning to reason), yaitu berpikir atau bernalar mengaplikasikan berbagai

pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya untuk memecahkan berbagai masalah

baru yang belum pernah dijumpai sebelumnya.

c. Media Pembelajaran

Menurut Suryani dan Agung (2012:135) media pembelajaran adalah segala

sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan pesan dan dapat merangsang

pikiran, membangkitkan semangat, perhatian, dan kemauan siswa sehingga dapat

mendorong terjadinya proses pembelajaran pada diri siswa.

d. Media Pembelajaran Roulette

Roulette berasal dari kata roll yang berarti menggelinding atau berguling.

Dalam Roulette terdiri jarum penunjuk arah dan petak-petak nomor yang diurutkan,
isi dari roulette ini disesuaikan dengan masalah yang akan dibahas pada setiap

nomor. Sehingga roulette adalah suatu alat yang berbentuk bundar yang bisa

bergerak dan dapat berputar-putar atau berkeliling yang dapat digunakan sebagai

media pembelajaran.

e. Motivasi Belajar

Motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa

yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya

dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung. (Uno, 2011:23).

J. Tinjuan Pustaka

a. Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu proses atau usaha untuk memperoleh suatu tingkah laku

kearah yang lebih baik dalam masalah keterampilan, kemampuan, pengetahuan,

maupun sikap. Perubahan tersebut terlihat dalam bentuk peningkatan kualitas

pengetahuan dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan pengetahuan, kebiasaan,

sikap, kecakapan, daya pikir dan peningkatan-peningkatan dalam berbagai hal

lainnya. Menurut Syah (2003:63) Belajar adalah kegiatan yang berproses dan

merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggarannya setiap jens dan

jenjang pendidikan. Ini berarti, bahwa berhasilnya atau gagalnya pencapaian tujuan

pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia

berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.

Slameto (2010:2) mengemukakan bahwa belajar adalah proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dari interaksi dengan

lingkungannya.

Selanjutnya, Hamalik (2002:27) menyatakan ada dua pengertian belajar yaitu,

“(1) Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman

(learning is defined as the modification or strengthening of behavior through

experiencing) dan (2) Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu

melalui interaksi dengan lingkungan”.

Bedasarkan beberapa pendapat tentang pengertian belajar yang dikemukakan

oleh para ahli diatas, maka dapat di ambil kesimpulan bahwa belajar merupakan

suatu proses perubahan tingkah laku untuk lebih baik secara sengaja, melalui

serangkaian kegiatan yang dilakukan di sekolah, rumah dan lingkungan keluarga.

b. Motivasi Belajar

Kata motivasi berasal dari kata latin movere berarti daya penggerak yang

mendorong seseorang untuk bergerak atau bertindak dalam melakukan kegiatan.

Motivasi belajar adalah perilaku dan faktor-faktor yang memengaruhi peserta didik

untuk berperilaku terhadap proses belajar yang dialaminya. Motivasi belajar

merupakan proses yang menunjukkan intensitas peserta didik dalam mencapai arah

dan tujuan proses belajar yang dialaminya. Motivasi belajar merupakan keseluruhan

daya penggerak di dalam diri peserta didik yang menimbulkan kegiatan belajar, yang

menjamin kelangsungan kegiatan belajar serta memberikan arah pada kegiatan

belajar sehingga tujuan pembelajaran yang dikehendaki oleh peserta didik dapat

tercapai. (Priansa, 2017:111)


Menurut Dalyono (2009:57) motivasi belajar adalah suatu daya penggerak

atau dorongan yang dimiliki oleh manusia untuk melakukan suatu pekerjaan yaitu

belajar. Sedangkan menurut Hamzah B. Uno (2011:23) menegaskan bahwa motivasi

belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa-siswa yang sedang belajar

untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya dengan beberapa

indikator atau unsur yang mendukung. Indikator-indikator motivasi belajar yang

berbeda, dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1). Adanya hasrat dan keinginan berhasil

2). Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar

3). Adanya harapan atau cita-cita masa depan

4). Adanya penghargaan dalam belajar

5). Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar

6). Adanya lingkungan belajar yang kondusif, sehingga memungkinkan

seseorang belajar dengan baik.

Menurut Hawadi (2001:44) menyatakan ragam motivasi belajar memiliki dua

bentuk. Pertama, motivasi belajar yang berasal dari dalam diri (intrinsik). Motivasi

ini muncul tanpa adanya dorongan dari pihak luar, siswa belajar karena kesadaran

atau keinginan untuk belajar dan berpendapat bahwa belajar merupakan suatu

kebutuhan. Kedua, motivasi belajar yang berasal dari luar (ekstrinsik). Motivasi ini

muncul karena faktor dari luar diri baik dari lingkungan sekolah atau dari lingkungan

keluarga.
c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Belajar

Keberhasilan belajar peserta didik dalam proses belajar mengajar sangat

dipengaruhi oleh motivasi yang ada dalam dirinya. Indikator kualitas pembelajaran

salah satunya adalah adanya motivasi yang tinggi dari para peserta didik. Peserta

didik yang memiliki motivasi belajar yang tinggi terhadap pembelajaran maka

mereka akan tergerak atau tergugah untuk memiliki keinginan melakukan sesuatu

yang dapat memperoleh hasil atau tujuan tertentu.

Menurut Kompri (2016:232) motivasi belajar adalah segi kejiwaan yang

mengalami perkembangan, artinya terpengaruh oleh kondisi fisiologis dan

kematangan psikologis siswa. Beberapa unsur yang mempengaruhi motivasi dalam

belajar yaitu:

1. Cita-cita dan aspirasi siswa

Cita-cita akan memperkuat motivasi belajar siswa baik intrinsik maupun

ekstrinsik.

2. Kemampuan siswa

Keinginan setiap siswa berbeda-beda dan keinginan yang dimiliki seorang

siswa perlu dibarengin dengan kemampuan dan kecakapan dalam pencapaiannya.

3. Kondisi siswa

Kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani dan rohani, seorang siswa yang

sedang sakit akan mengganggu perhatian dalam belajar.

4. Kondisi lingkungan siswa


Lingkungan belajar siswa seperti lingkungan keluarga, sekolah, pergaulan

sebaya dan kehidupan bermasyarakat sangat mempengaruhi kondisi siswa.

Selanjutnya Darsono (2000:65) menyatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi motivasi belajar antara lain:

1. Cita-cita/aspirasi siswa

2. Kemampuan siswa

3. Kondisi siswa dan lingkungan

4. Unsur-unsur dinamis dalam belajar

5. Upaya guru dalam membelajarkan siswa.

Menurut Slameto (1991:57) seorang individu membutuhkan suatu dorongan

atau motivasi sehingga sesuatu yang diinginkan dapat tercapai, dalam hal ini ada

beberapa faktor yang mempengaruhi belajar antara lain:

1. Faktor individual

Seperti kematangan atau pertumbuhan, kecerdasan, latihan, motivasi, dan

faktor pribadi.

2. Faktor sosial

Seperti keluarga atau keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya,

media belajar, dan motivasi sosial.


Faktor lain yang dapat mempengaruhi belajar menurut Slameto (1991:91)

yaitu:

1. Faktor-faktor intern: faktor jasmaniah, faktor psikologis dan faktor

kelelahan.

2. Faktor ekstern: faktor keluarga, faktor sekolah dan faktor masyarakat.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi motivasi belajar peserta didik.

Dengan demikian motivasi belajar pada diri peserta didik sangat dipengaruhi oleh

dorongan dari luar dan keinginan yang muncul dari dalam diri peserta didik.

d. Model Pembelajaran Problem Solving

1. Pengertian Model Pembelajaran Problem Solving

Menurut Ibrahim dan Nur dalam (Priansa, 2017:227) model pembelajaran

Problem Solving merupakan pendekatan yang sangat efektif untuk mengajarkan

proses berpikir tingkat tinggi, membantu peserta didik memproses informasi yang

telah dimilikinya, dan membangun peserta didik membangun sendiri pengetahuannya

tentang dunia sosial dan fisik di sekelilingnya. Cara yang baik untuk menyajikan

masalah adalah dengan menggunakan kejadian mencengangkan yang menimbulkan

misteri dan suatu keinginan untuk memecahkan masalah.

Sedangkan menurut Markarao (2009:164) menyatakan bahwa model

pembelajaran Problem Solving adalah model mengajarkan yang bersifat mencari

secara logis, kritis, analitis menuju suatu kesimpulan yang menyakinkan. Problem

Solving menitik beratkan pada terpecahnya suatu masalah secara rasional, logis dan

tepat. Sehingga hakikatnya model ini ditekankan pada proses terpecahnya masalah.
Menurut Yamin mengungkapkan bahwa model pemecahan masalah atau

Problem Solving merupakan model yang merangsang berpikir dan menggunakan

wawasan tanpa melihat kualitas pendapat yang disampaikan oleh siswa. Guru hanya

melihat jalan pikiran yang disampaikan siswa, pendapat siswa, motivasi siswa untuk

mengeluarkan pendapat mereka dan guru harus selalu menghargai setiap pendapat

siswa. (Yamin, 2008:164)

Dari beberapa pendapat-pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa

model pembelajaran Problem Solving adalah model pembelajaran yang lebih

menekankan pada daya piker untuk memperoleh kemampuan-kemampuan dan

kecakapan kognitif dala memecahkan masalah secara rasional, lugas dan tuntas.

Problem Solving membantu siswa untuk berusaha belajar mandiri dalam

memecahkan masalah dengan mengembangkan kemampuan menganalisis dan

mengelola informasi.

2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Problem Solving

Menurut Djamarah dan Zain (2013:91) penggunaan model Problem Solving

dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Adanya masalah yang jelas untuk dipecahkan

2. Mencari data atau keterangan yang dapat digunakan untuk memecahkan

masalah tersebut. Misalnya, dengan jalan membaca buku-buku atau bahan

yang telah disiapkan oleh guru.

3. Menetapkan jawaban sementara dari masalah tersebut. Dugaan jawaban

ini tentu saja didasarkan kepada data yang telah diperoleh.


4. Menguji kebenaran jawaban sementara tersebut. Dalam langkah ini siswa

harus berusaha memecahkan masalah sehingga betul-betul yakin bahwa

jawaban tersebut betul-betul cocok. Untuk menguji kebenaran jawaban ini

tentu saja diperlukan metode-metode lainnya seperti demonstrasi, tugas

diskusi, dan lain-lain.

5. Menarik kesimpulan, artinya siswa harus sampai kepada kesimpulan

terakhir tentang jawaban dari masalah tadi.

Proses pembelajaran problem solving cenderung akan melibatkan banyak

kegiatan yang dilakukan oleh peserta didik sendiri dengan bimbingan dari guru.

Menurut Dewey dalam (Haidir & Salim, 2012:141) menegaskan langkah-langkah

yang harus dilakukan dalam melaksanakan model pembelajaran problem solving ini

sebagai beriku:

1. Menyadari akan adanya masalah, problem atau kesulitan yang

menimbulkan tanda tanya dalam pikiran

2. Memahami hakikat masalah dengan jelas, ketegasan dan kejelasan dari

rumusan masalah. Hal ini akan sangat membantu untuk memecahkan

masalah secara efesien dan efektif

3. Mengajukan hipotesis, mengajukan jawaban sementara adalah penting

sebab dengan adanya pengajuan hipotesis ini akan membantu peserta

didik dalam menemukan jawaban yang sebenarnya

4. Mengumpulkan data-data, pengumpulan data dapat dilakukan melalui

wawancara, angket, atau yang bersumber dari buku-buku, eksperimen

atau penyelidikan
5. Menganalisis data untuk selanjutnya dianalisis dengan cermat guna

melihat hubungan-hubungan yang mungkin terjadi

6. Mencoba dan menerapkan kesimpulan

7. Mengevaluasi seluruh proses sehingga sampai pada kesimpulan.

3. Kelebihan Model Pembelajaran Problem Solving

Kelebihan model pembelajaran problem solving menurut Haidir dan Salim

(2012:142) adalah sebagai berikut:

1. Model ini dapat membuat peserta pendidikan di sekolah menjadi lebih

relevan dengan kehidupan, khususnya dengan dunia kerja

2. Proses belajar mengajar melalui pemecahan masalah dapat membiasakan

para peserta didik menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil.

Apabila menghadapi permasalahan di dalam kehidupan dalam keluarga,

bermasyarakat, dan setelah bekerja kelak, suatu kemampuan yang sangat

bermakna bagi kehidupan manusia

3. Model ini merangsang pengembangan kemampuan berpikir peserta didik

secara kreatif dan menyeluruh, karena dalam proses belajar, peserta didik

banyak melakukan mental dengan menyoroti permasalahan dari berbagai

segi dalam rangka mencari pemecahannya

4. Penerapan model problem solving ini juga akan membuat situasi belajar

peserta didik menjadi lebih bersemangat, bermutu dan berdaya guna.


4. Kekurangan Model Pembelajaran Problem Solving

Menurut Suryani dan Agung (2012:59) menyatakan bahwa kekurangan

model pembelajaran problem solving adalah:

1. Menentukan suatu masalah sesuai dengan tingkat kesulitan berpikir siswa,

sangat memerlukan pengetahuan dan pengalaman serta keterampilan guru.

Sering muncul anggapan bahwa model problem solving hanya cocok di SMP,

SMA atau Perguruan Tinggi saja, padahal siswa SD sederajat juga dapat

dilakukan dengan tingkat kesulitan permasalahan yang sesuai

2. Proses belajar mengajar dengan menggunakan model problem solving sering

memerlukan waktu yang cukup banyak.

3. Mengubah kebiasaan siswa belajar dengan mendengarkan dan menerima

informasi dari guru menjadi belajar dengan banyak berpikir memecahkan

permasalahan sendiri atau kelompok, kadang memerlukan berbagai sumber

dan merupakan kesulitan tersendiri bagi siswa.

e. Media Pembelajaran Roulette

1. Pengertian Media Pembelajaran Roulette

Roulette berasal dari kata Perancis yang berarti “roda kecil”. Banyak variasi

dari permainan roulette telah diciptakan dan dimainkan berabad-abad. Pada abad ke

18 dan 19 permainan roulette mulai tersebar ke Eropa, terutama ke Perancis dan

Monte Carlo. Roulette berbentuk bundar yang ditambah dengan jarum panah sebagai

penunjuk. Dalam media roulette terbagi menjadi beberapa bagian, yang berisi angka-

angka. Angka-angka inilah yang nantinya akan menjadi petujuk bagi peserta didik
dalam mendapatkan permasalah yang harus mereka pecahkan dengan anggota

kelompok.

2. Langkah-langkah Media Pembelajaran Roulette

Model pembelajaran problem solving digabungkan dengan media roulette,

maka sintak model pembelajaran problem solving akan sedikit dimotifikasi namun

tetap berpedoman pada aturan dalam model pembelajaran tersebut. Langkah-langkah

proses pembelajaran adalah sebagai berikut:

1. Guru menyiapkan masalah untuk dipecahkan oleh kelompok diskusi

dengan memberikan nomor pada media roulette

2. Setiap kelompok (perwakilan anggota kelompok) berkesempatan untuk

memutar media roulette

3. Setelah roulette berhenti pada nomor tertentu, maka peserta didik tersebut

mengambil kasus atau permasalahan yang disediakan guru dalam bentuk

bendera sesuai dengan nomor yang ditunjukkan dalam media roulette dan

mendiskusikan atau memecahkan masalah yang didapatkan dengan teman

kelompoknya

4. Dalam proses diskusi setiap anggota kelompok mencari solusi dan fakta

sesuai permasalahan yang didapatkan, kemudian menulis gagasan-gagasan

setiap anggota kelompoknya agar bisa melihat kemungkinan menjadi

solusi atas situasi permasalahan

5. Gagasan yang memiliki potensi terbesar di evaluasi bersama, agar gagasan

tersebut bisa dipresentasi.


Setelah semua kelompok berpresentasi, guru menjelaskan kembali materi

yang ada dalam permasalahan agar peserta didik lebih mudah mengingat tentang

materi pembelajaran pada hari tersebut. Dalam penelitian ini media roulette tidak

hanya digunakan dalam proses pembelajaran tapi juga digunakan dalam proses

evaluasi. Yang mana langkah-langkahnya adalah:

1. Salah satu anggota kelompok 1 berkesempatan untuk memutar media

roulette

2. Setelah didapatkan nomor maka peserta didik tersebut mengambil

pertanyaan yang sesuai dengan nomor yang didapatkan, lalu membaca

pertanyaan tersebut di depan kelas

3. Kemudian pertanyaan tersebut didiskusikan dengan teman kelompoknya,

dengan waktu yang tertera pada pojok kanan bawah soal

4. Jika kelompok tersebut bisa menjawab pertanyaan, maka langsung

menjawab. Namun jika kelompok tersebut tidak bisa mengerjakan maka

pertanyaan tersebut digunakan sebagai pertanyaan rebutan oleh kelompok

lain

5. Setelah waktu mengerjakan selesai, maka dilanjutkan oleh kelompok 2 dan

kelompok lainnya hingga pertanyaan yang disediakan dan waktu

pembelajaran habis.
3. Kelebihan dan Kekurangan Media Pembelajaran Roulette

Adapun kelebihan dan kekurangan dalam media pembelajaran roulette adalah

sebagaia berikut:

1. Kelebihan media roulette

a. Kegiatan pembelajara lebih menyenangkan untuk dilaksanakan karena

bersifat variatif

b. Bersifat fleksibel yakni dapat digunakan disemua materi pembelajaran

c. Dapat memberikan umpan balik langsung pada peserta didik

d. Memungkinkan adanya partisipasi aktif peserta didik untuk belajar sehingga

kegiatan pembelajaran tidak hanya satu arah

e. Materi dalam media roulette jadi mudah dipahami dan diingat.

2. Kekurangan media roulette

a. Memerlukan banyak waktu dalam proses pembelajaran

b. Dalam proses pembelajaran ruang kelas menjadi ribut karena dikerjakan

secara kelompok.

K. Penelitian Relevan

Penelitian mengenai penerapan model pembelajaran problem solving

berbantuan media sebenarnya bukan untuk pertama dilakukan. Namun berbeda

dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini menggabungkan model pembelajaran

problem solving dengan media permainan yang lebih menarik yang belum pernah

digabungkan oleh peneliti terdahulu, yaitu penerapan model pembelajaran problem

solving berbantuan media roulette terhadap motivasi belajar sejarah siswa kelas XI
IPS SMA Negeri 1 Kuta Cot Glie Kab. Aceh Besar. Beberapa penelitian relevan

terdahulu antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Arief, dkk (2016) dengan judul penerapan

model pembelajaran problem solving berbantuan media web pada materi

ekstraksi terhadap hasil belajar dan motivasi mahasiswa dengan hasil,

menunjukkan sebanyak 26 atau 81,25% dari 32 mahasiswa memperoleh nilai

tes di atas 70 dengan rata-rata sebesar 77,969. Motivasi belajar mahasiswa

mengalami peningkatan dari sebelum hingga setelah pembelajaran.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Mahdian, dkk (2019) dengan judul penerapan

model problem solving terhadap motivasi dan hasil belajar peserta didik pada

materi stoikiometri. Dengan hasil penelitian menunjukka bahwa (1) terdapat

perbedaan motivasi dan hasil belajar yang signifikan antara peserta didik kelas

eksperimen dan kelas kontrol, (2) hasil belajar kelas eksperimen lebih baik

daripada kelas kontrol. Dari data tersebut, dapat disimpulkan terdapat

perbedaan motivasi dan hasil peserta didik antara kelas eksperimen dengan

kelas kontrol di SMA PGRI 6 Banjarmasin.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Winda Raras Sakti (2017) dengan judul

pengembangan media pembelajaran games roulette fisika untuk meningkatkan

motivasi dan hasil belajar peserta didik SMA N 1 Prambanan Klaten. Dengan

hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) media ge-roul hasil pengembangan

dapat digunakan dalam pembelajaran fisika materi momentum dan implus bagi

peserta didik kelas X MIPA berdasarkan analisis dan hasil penelitian

mempunyai nilai simpangan baku ideal sebesar 3,6 dengan kategori sangat baik
serta bedasarkan analisis QUEST media go-roul mempunyai kriteria valid dan

cukup reliable, (2) media go-roul dapat digunakan untuk meningkatkan

motivasi belajar peserta didik kelas X MIPA dengan kategori sedang dengan

kedua nilai normalized gain berada pada rentang 0,3-0,7 dan (3) media ge-roul

dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik kelas X MIPA

dengan kategori sedang dengan kedua nilai normalized gain berada pada

rentang 0,3-0,7.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Erawati Widyastuti (2015) dengan judul

penggunaan media “Ropita” (Roulette Pintar) untuk meningkatkan

kemampuan menceritakan pengalaman pada siswa tuna rungu. Dengan hasil

penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran menceritakan pengalaman

dengan menggunakan media roulette pintar pada siswa tuna rungu kelas X

SMALB di S.kh Negeri 01 Kabupaten Tanggerang seletah melalui 2 siklus

tindakan secara positif dapat meningkatkan keterampilan menceritakan

pengalaman siswa. Peningkatan tersebut dapat terlihat dari perolehan nilai

aspek kognitif di siklus 1 siswa bernama Eko sebesar 60% atau meningkat

menjadi 84% pada siklus 2, dan peningkatan tersebut dapat dilihat perolehan di

siklus 1 siswa bernama Ayu sebesar 56% atau meningkatkan menjadi 80%

pada siklus 2.

L. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kuantitatif. Menurut sugiyono kuantitatif merupakan metode penelitian yang


berlandaskan pada filsafat positivisme, yang mana digunakan untuk meneliti

populasi atau sempel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan

secara acak/random, pengumpulan datanya menggunakan instrumen penelitian,

analisis datanya bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis

yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2012:14). Jenis penelitian yang akan digunakan

dalam penelitian ini adalah pre-experimental designs dengan jenis one-shot case

study. Dengan paradigma penelitian eskperimen model digambarkan sebagai berikut:

X 0

Keterangan:

X= treatment yang diberikan (variabel independen)

O= observasi (variabel dependen)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peningkatan motivasi

belajar siswa dengan menggunakan pre-experimental designs dengan jenis one-shot

case study.

a. Populasi

Populasi adalah sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2015:297).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Kuta
Cot Glie Kab. Aceh Besar dengan total 41 orang siswa, terdiri 21 orang siswa dari

kelas XI IPS 1 dan 20 orang siswa dari kelas XI IPS 2.

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi, sebagai contoh yang diambil dengan me

nggunakan cara-cara tertentu (Margono, 2005:121). Sampel dalam penelitian ini

adalah seluruh siswa kelas XI IPS 1 yang berjumlah 21 orang siswa.

3. Teknik Pengumpulan Data

a. Angket (Kuesioner)

Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk

dijawab (Sugiyono, 2015:199). Skala yang digunakan dalam angket ini adalah skala

likert. Sugiyono (2015:134) mengemukakan bahwa skala likert digunakan untuk

mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang

fenomena sosial. Fenomena sosial disini telah ditetapkan sebagai variabel penelitian.

Dalam penelitian ini peneliti akan memberikan kuesioner yang berisi pertanyaan atu

pernyataan yang sasarannya adalah peserta didik sebagai responden.

b. Dokumentasi

Menurut Arikunto (2010:274) dokumentasi digunakan untuk mencari data

mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,

majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya. Selanjutnya

Riduwan (2005:43) menegaskan dokumentasi ditujukan untuk memperoleh data

langsung dari tempat penelitian, meliputi buku-buku yang relevan, peraturan-


peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, film dokumenter, serta data yang relevan

untuk penelitian.

Metode dokumentasi yang ada dalam penelitian ini digunakan untuk

mengumpulkan data tentang SMA Negeri 1 Kuta Cot Glie Kab. Aceh Besar, sepert

yang berhubungan dengan penelitian serta foto-foto penelitian.

4. Teknik Analisis Data

a. Uji Validitas

Validitas merupakan sejauh mana alat pengukuran itu mengukur apa yang

ingin diukur. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa

yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2014:173). Dalam pengelolahan data uji validitas

dilaksanakan dengan berbantuan software SPSS. 20.0 for windows. Untuk

menganalisis hasil angket tentang tanggapan siswa terhadap penerapan model

pembelajaran problem solving berbantuan media roulette, maka data dari angket

dihitung dengan menggunakan statistik deskriptif persentase dengan rumus yang

dikemukakan oleh Arikunto (2002:208) yaitu:

f
P ¿ N X 100 %

Keterangan:

P = Persentase respon siswa

f = Frekuensi siswa yang menjawab

N = Jumlah siswa keseluruhan

b. Uji Reliabilitas
Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali

untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono,

2014:173). Uji reabilitas dalam penelitian ini menggunakan rumus Spearman Brown.

Suatu instrumen dikatakan reliabel saat nilai koefisien realibilitas Spearman Brown

lebih dari 0,70 Fraenkel dkk (dalam Febrinawati Yusup 2018:21).

2r b
r 1=
1+r b

Keterangan:

r 1= reliabilitas internal seluruh instrumen

r b = korelasi product moment

M. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini akan dilaksanakan di sekolah SMA Negeri 1 Kuta Cot

Glie yang terletak di Jl. Banda Aceh-Medan KM.32,5 Kec. Kuta Cot Glie, Kab. Aceh

Besar.

Table waktu penelitian

N. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang disusun dalam penulisan penelitian ini adalah:

Bab I, pendahuluan yang berisikan latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, anggapan dasar, hipotesis penelitian, ruang

lingkup penelitian, definisi operasional serta sistematika penulisan.

Bab II, landasan teori yang berisikan pengertian belajar, motivasi belajar,

faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi belajar, model pembelajaran problem


solving dan media roulette.

Bab III, metode penelitian yang berisikan pendekatan dan jenis penelitian,

waktu dan tempat penelitian, populasi, sampel, teknik pengumpulan data, teknik

analisis data.

Bab IV, Pembahasan yang berisikan pemaparan hasil penelitian yang

diperoleh, hasil uji instrument penelitian yaitu uji validitas dan reliabilitas.

Bab V, kesimpulan dan saran. Di bab ini hasil penelitian akan disimpulkan

dan saran yang diberikan peneliti terhadap bagian yang ditelitinya.


Daftar Pustaka

Arief, dkk. 2016. Penerapan Model Pembelajaran Problem Solving Berbantuan Web

Pada Materi Ekstraksi Terhadap Hasil Belajar dan Motivasi Mahasiswa.

Jurnal: Pendidikan Sains. Vol 4. No 2.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka

Cipta.

. 2002. Media Pendidikan dan Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Dalyono, M. 2009. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Darsono. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: Semarang Press.

Djamarah dan Zain. 2013. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Haidir dan Salim. 2012. Strategi Pembelajaran: Suatu Pendekatan Meningkatkan

Kegiatan Belajar Siswa Secara Transformatif. Medan: Perdana Publishing.

Hamalik, Oemar. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Hawadi RA. 2001. Psikologi Perkembangan Anak: Mengenal SifaT, Bakat, dan

Kemampuan Anak. Jakarta: PT Grasindo.

Kompri. 2016. Motivasi Pembelajaran Perspektif Guru dan Siswa. Bandung: PT

Rosda Karya.

Mahdian, dkk. 2019. Penerapan Model Problem Solving Terhadap Motivasi dan

Hasil Belajar Peserta Didik Pada Materi Stoikiometri. Jurnal: Chermistry


And Education. Vol 3. No 2.

Margono. 2005. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Markarao, Nurul Ramadhani. 2009. Metode Mengajar Dalam Bidang Kesehatan.

Bandung: Alfa Beta.

Martinis, Yamin. 2008. Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan.

Bandung: Gaung Persada Press Jakarta.

Mudlofir dan Rusydiyah. 2016. Desain Pengembangan Inovatif dari Teori Ke

Praktik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Priansa, Donni Juni. 2017. Pengembangan Strategi & Model Pembelajaran.

Bandung: CV Pustaka Setia.

Riduwan. 2005. Balajar Mudah Penelitian Untuk Guru, Karyawan dan Peneliti

Pemula. Bandung: Alfabeta.

Riwayadi. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Surabaya: Sinar Terang.

Sakti, Winda Raras. 2017. Pengembangan Media Pembelajaran Games Roulette

Fisika Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Peserta Didik SMA N

1 Prambanan Klaten. Skripsi: Program Studi Pendidikan Fisika. Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Negeri Yogyakarta.

Yogyakarta.

Sanjaya, Win. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses

Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.


Slameto. 1991. Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Bumi Aksara.

. 2010. Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarata: Rineka

Cipta.

Sugiyono. 2014. Statistika Untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.

. 2015. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif,

Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

. 2012. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suryani dan Agung. 2012. Strategi Belajar Mengajar. Yogyakarta: Ombak.

Suyitno, Amin. 2004. Dasar-Dasar dan Proses Pembelajaran. Semarang: FMIPA

UNNES.

Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

. 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT

Remaja Rosdakarya.

Uno. Hamzah B. 2011. Teori Motivasi & Pengukuran: Analisis Bidang Pendidikan.

Jakarata: Bumi Aksara.

Widyastuti, Erawati. 2015. Penggunaan Media Ropita (Roulette Pintar) Untuk

Meningkatkan Kemampuan Menceritakan Pengalaman Pada Siswa Tuna

Rungu. Jurnal: Lingkar Widyaiswara. Vol 2. No 3.


Yusup, Febrianawati. 2018. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrument Penelitian

Kuantitatif. Jurnal: Ilmiah Kependidikan. Vol 7. No 1.

Anda mungkin juga menyukai