Anda di halaman 1dari 124

EVALUASI ATAS PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK

TERHADAP SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK BADAN


(Studi Kasus Pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu)

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Untuk memenuhi Syarat-Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Diajukan Oleh:

NIA ANGGRAINI
102082026204

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL /AKUNTANSI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2008 / 1429 H
EVALUASI ATAS PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK

TERHADAP SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK BADAN

(STUDI KASUS PADA KPP JAKARTA KEBAYORAN BARU SATU)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakutas Ekonomi dan Ilmu Sosial

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

NIA ANGGRAINI
NIM. 102082026204

Dibawah Bimbingan:

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.,Dr.,Ir.,Koesmawan, MBA.,MSc.,DBA MM Rini, SE, AK, Msi

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2008 / 1429 H
Hari ini Kamis Tanggal 29 Bulan Mei Tahun Dua Ribu Delapan telah dilakukan
Ujian Komprehensif atas nama Nia Anggraini NIM: 102082026204 dengan
judul skripsi “EVALUASI ATAS PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK
TERHADAP SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK BADAN (Studi Kasus
Pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu)”.
Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka
skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 29 Mei 2008

Tim Penguji Ujian Komprehensif

Rini SE, Ak, Msi Yessi Fitri SE, Ak, Msi


Ketua Sekretaris

Prof. Dr. Abdul Hamid, MS


Penguji Ahli
Hari ini Jum’at Tanggal 12 Bulan Desember Tahun Dua Ribu Delapan telah
dilakukan Ujian Skripsi atas nama Nia Anggraini NIM: 102082026204 dengan
judul skripsi “EVALUASI ATAS PELAKSANAAN PEMERIKSAAN PAJAK
TERHADAP SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK BADAN (Studi Kasus
Pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu)”.
Memperhatikan penampilan mahasiswa tersebut selama ujian berlangsung, maka
skripsi ini sudah dapat diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi pada Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 12 Desember 2008

Tim Penguji Ujian Skripsi

Prof.,Dr.,Ir.,Koesmawan, MBA.,MSc.,DBA MM Rini, SE, AK, MSi


Ketua Sekretaris

Drs. Abdul Hamid Cebba, Ak, MBA


Penguji Ahli
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Nia Anggraini


Jenis kelamin : Perempuan
Tempat, tanggal lahir : Jakarta, 12 Mei 1984
Agama : Muslim
Alamat : Jl. Villa Mutiara V Blok. MM No.5
Rt.002/04 Sawah Baru Ciputat 15413
Nomor telepon : (021) 7492308 / 95165194

Riwayat Pendidikan
1. MI Nurul Falah : Tahun 1996
2. MTs Soebono Mantofani : Tahun 1999
3. MAN 4 Jakarta : Tahun 2002
4. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah : Tahun 2008

Pengalaman Organisasi
1. Voice Of Communication (VOC) UIN Syarif Hidayatullah
ABSTRACT
Accomplishment of Tax Inspection for the letter of Annual Information of
Income– Tax of Corporation Tax- Payer
(Study cases in the office of Tax Service Jakarta Kebayoran Baru Satu)
Oleh:
Nia Anggraini

The aim of research is to know the accomplishment of Tax Inspection the


implementation of inspector on KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu for the letter of
Annual Information of Income- Tax corporation Tax- Payer. The methode used in
this research is descriptive method with the unique variability which consist of
several sub- variabilities, those are: tax- inspection, letter of annual information,
income tax and corporation tax- payer. The author uses to analysis statistic
descriptive method, that’s mean data presentation with table, while for data
spreading calculation is with mean average calculation. The data of this research
taken from the profile of the tax service on KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu,
observation, and interview with the inspector of income- tax corporation tax-
payer.
The sample that used for the research is each tax- payer corporation on
KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu. The scope of inspection with to be done in this
research is sample field inspection, the accomplishment of inspection is done in
three steps, those are: preparation, accomplishment and report making. The result
of data analysis show that the accomplishment of tax inspection in the office of
tax service Jakarta Kebayoran Baru Satu already implement system with the
effective enough, can be know that the number of corporation tax- payer who
registered in the tax service on KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu the data of
December, 31, 2006 is 6.216 tax- payers, which 1.775 corporations are the
effective tax- payers and 4.441 corporations are non- effective tax- payers. Until
December, 31, 2006 the number of corporation tax- payer who gave the letter of
annual information is only 1.688 tax- payers, the number of letter of annual
information which noted in tax year 2005 is 1.705 letters, in the tax year 2004 is
1.618 letters, whereas for tax year 2007 will be reporting in tax year 2008.

Key word:
Tax Inspection, Letter of Annual Information, Corporation Tax Payer
ABSTRAK

Evaluasi atas Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak terhadap Surat Pemberitahuan


(SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan
(Studi Kasus pada Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu)
Oleh:
Nia Anggraini

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan


pemeriksaan pajak yang dilaksanakan oleh pemeriksa pajak di KPP Jakarta
Kebayoran Baru Satu terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan. Dalam
penelitian ini digunakan metode deskriftif dengan variabel tunggal yang terdiri
dari beberapa sub variabel yaitu pemeriksaan pajak, SPT Tahunan, Pajak
Penghasilan, dan Wajib Pajak Badan, penulis juga menggunakan metode analisis
statistik deskriftif dengan menggunakan rumus Rata-rata hitung (Mean) yakni
dengan penyajian data dengan tabel, sedangkan untuk perhitungan data dengan
perhitungan rata-rata. Data penelitian ini diperoleh dari profile KPP Jakarta
Kebayoran Baru Satu, pengamatan, dan wawancara dengan pemeriksa pajak
diseksi PPh Badan.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh Wajib Pajak
Badan pada KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu. Ruang lingkup pemeriksaan yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah Pemeriksaan Sederhana Lapangan,
pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dengan 3 tahap yaitu tahap persiapan, tahap
pelaksanaan, dan tahap pembuatan laporan. Hasil pengelolaan data menunjukkan
bahwa pelaksanaan pemeriksa pajak pada KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu telah
melaksanakan sistem pemeriksaan pajak dengan cukup efektif, diketahui bahwa
Wajib Pajak Badan yang terdaftar di KPP Jakarta Kebayoran Baru satu per 31
Des’2006 adalah sejumlah 6.216 Wajib Pajak Badan, yaitu 1.775 merupakan
Wajib Pajak efektif dan 4.441 adalah Wajib Pajak Non-efektif. Sampai dengan
tanggal 31 Desember 2006 Wajib Pajak Badan yang mau melaporkan SPT
Tahunannya hanya 1.688 Wajib Pajak Badan, untuk SPT yang masuk tahun pajak
2005 adalah 1.705 SPT, tahun pajak 2004 adalah 1.618 SPT, sedangkan untuk
tahun pajak 2007 baru akan dilaporkan pada tahun pajak 2008.

Kata kunci:
Pemeriksaan Pajak, SPT Tahunan,Wajib Pajak Badan.
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi Robil ’Alamin, Maha Suci Allah yang Maha Kuasa.

Segala puji bagimu ya Allah, yang membuat semua hal menjadi mungkin, yang

membuat sulit menjadi mudah, dan membuat perih terasa nikmat. Sujud syukurku

atas rahmat dan rizkiMu serta semua pemberianmu untukku, sehingga aku dapat

menyelesaikan skripsi ini. Dan semoga Allah melimpahkan sholawat serta salam

kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, kepada para Anbiya, para

utusan-Nya, keluarganya dan kepada para sahabatnya sekalian, Aamiin.

Dengan seiring kasih sayang kedua orang tuaku, aku ucapkan banyak

terima kasih yang tak terhingga untukmu Ibu dan Bapakku tercinta, terima kasih

atas semua dukungan, semangat dan do’a, kesabaran, cinta dan kasih sayangnya

yang telah engkau berikan kepadaku, sehingga aku mampu menyelesaikan skripsi

ini (maafkan semua kesalahanku). Adik-adikku tersayang yang selalu mengiringi

dan mendukung hidupku (Ria maniez, Agil, Ardi…, serta adik kecilku yang

paling Luchu Alliyan, I love U all). Kekasih yang selalu mengisi hari2ku dengan

memberi banyak cinta dan kenangan, kesetiaan, semangat dan do’a (Abhank)

thanks for everything. Serta seluruh keluarga besarku yang selalu memberi

dukungan dan semangat untuk menjadi yang terbaik.

Tak lupa aku ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang memberikan


bimbingan, tuntunan serta bantuan moril dan material dan segala bentuk bantuan

yang tak ternilai selama menempuh study, sehingga sekarang penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini, ungkapan terima kasih yang tulus penulis sampaikan

kepada:

1. Bapak Prof.,Dr.,Ir.,Koesmawan, MBA.,MSc.,DBA MM selaku Dosen

pembimbing I yang bersedia meluangkan waktu untuk memberikan

bimbingan, arahan serta motivasi kepada penulis.

2. Ibu Rini, SE, AK, Msi selaku Dosen pembimbing II yang telah

meluangkan waktunya dan masih berkenan membimbing serta

memberikan pengarahan, motivasi untuk mendapatkan hasil yang terbaik,

walupun penulis banyak mengalami hambatan waktu.

3. Bapak Drs., M Faisal Badroen, MBA selaku Dekan FEIS UIN Syarif

Hidayatullah.

4. Bapak Prof., Dr., Abdul Hamid, MS selaku Pudek FEIS UIN Syarif

Hidayatullah.

5. Bapak Drs., Abdul Hamid Cebba, Ak., MBA selaku Sekjur FEIS UIN

Syarif Hidayatullah.

6. Segenap Bapak / Ibu dosen yang telah memberikan ilmu yang tak

terhingga selama penulis menuntut ilmu di FEIS UIN Syarif Hidayatullah.

7. Segenap staf akademik dan perpustakaan, Ibu Lili, Ibu Novi, Ibu Siska,
Ibu Dewi, Pak Zuhro, Pak Ali, Pak Bambang terima kasih.
8. Bapak Sodiqin yang telah memberikan ijin riset di KPP Jakarta Kebayoran
Baru Satu.
9. Bapak Priyanto Dan Bapak Hendrawan selaku pemeriksa pajak, serta
Bapak David yang telah membantuku dalam memberikan data, terima
kasih.
10. Sahabat-sahabatku tercinta, tersayang, yang tak pernah terlupakan, Dewi
Ian Lee-a Isna amhell, akhirnya kita lu2s semua I miss Uuuuu…thx for
Supporting Mee!!
11. Temen – temen KKNS di Cikeas – Gunung Putri Bogor.

12. Sahabat dan Temen-temen dekat seperjuangan Akuntansi angkatan 2002

FEIS UIN Syahid, I Miss Uuuuuuuuuuu!!!

13. Keluarga besarku tersayang di Potlot, I love you All….!

14. Semua teman yang datang dan pergi yang gak bisa ditulis karena tintanya
abieeezzZZ, trima kasih atas rasa sayang dan dukungannya pada saya.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis masih merasa banyak kekurangan dan
kesalahan, sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik untuk melengkapi
penelitian ini.
Wassalamualaikum Wr. Wb.

Jakarta, November 2008

Penulis
DAFTAR ISI

DAFTAR RIWAYAT HIDUP................................................................. i


ABSTRACT ............................................................................................. ii
ABSTRAK................................................................................................ iii
KATA PENGANTAR.............................................................................. iv
DAFTAR ISI ............................................................................................ vii
DAFTAR TABEL .................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ..................................................... 1
B. Perumusan Masalah .............................................................. 8
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian............................................. 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Perpajakan Di Indonesia................................. 11
1. Pengertian Pajak ............................................................ 11
2. Fungsi Pajak ................................................................... 13
3. Jenis Pajak ...................................................................... 14
4. Asas Pemungutan Pajak .................................................. 17
5. Sistem Pemungutan Pajak ............................................... 18
6. Surat Ketetapan Pajak (SKP)........................................... 19
7. Strategi Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak.................. 20
8. Perlawanan terhadap Pajak.............................................. 22
B. Pemeriksaan Pajak ................................................................ 23
1. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak……………………….. 23
2. Pengertian Pemeriksaan Pajak…………………………... 24
3. Tujuan Pemeriksaan Pajak………………………………. 25
4. Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan Pajak…. 25
5. Petugas Pelaksana Pemeriksaan Pajak…………………... 26
6. Tahap Pemeriksaan Pajak……………………………….. 27
7. Jenis Pemeriksaan Pajak……………………………........ 31
8. Tehnik Dan Metode Pemeriksaan Pajak………………… 33
9. Prosedur Pemeriksaan…………………………………… 34
C. Surat Pemberitahuan (SPT) ................................................... 35
1. Pengertian dan Fungsi SPT ............................................. 35
2. Jenis Surat Pemberitahuan (SPT) .................................... 36
3. Bentuk Surat Pemberitahuan ........................................... 37
4. Pihak Pengisi SPT........................................................... 38
5. Batas Waktu Penyampaian dan Perpanjangan SPT.......... 38
D. Pajak Penghasilan…………………………………………… 39
1. Pengertian Pajak………………………………………… 39
2. Subjek Pajak Penghasilan………………………………. 39
3. Objek Pajak Penghasilan……………………………….. 40
E. W
ajib Pajak Badan dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak
Badan………………………………………………………. 41
1. Wajib Pajak Badan…………………………………….. 41
2. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan………………… 41
F. Kerangka Pemikiran……………………………………….. 44
G. Undang Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2007
Tentang Perubahan Ke-3 atas UU No. 6 Tahun 1983
Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan Dan
Sunset Policy………………………………………………… 45
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian..................................................... 61
B. Metode Penentuan Sampel.................................................... 61
C. Metode Pengumpulan Data ................................................... 62
D. Metode Analisis Data............................................................ 63
E. Operasional Variabel Penelitian ............................................ 64
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Tentang Kantor Pelayanan Pajak Jakarta
Kebayoran Baru Satu ............................................................ 66
1. Sejarah dan Perkembangan Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) Jakarta Kebayoran Baru Satu................................ 66
2. Pemeriksa Pajak.............................................................. 72
B. Hasil dan Pembahasan .......................................................... 74
1. Wajib Pajak Badan.......................................................... 74
2. Surat Pemberitahuan (SPT)............................................. 75
3. Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak…………………………… 85
4. Monitoring Dan Tindak Lanjut …………………………... 95
5. Relevansi dengan Undang-Undang Perpajakan Baru…… 97
BAB V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan .......................................................................... 98
B. Implikasi............................................................................... 99
C. Saran……………………………………………………………… 100
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 101
LAMPIRAN ............................................................................................. 103
DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman


1.1 Perkembangan Jumlah Wajib Pajak 3
2.1 Perkembangan Jumlah WP Tahun 2002- 2007 20
4.1 Tenaga Pemeriksa Pajak Di Seksi PPh Badan 72
4.2 Tabel SPT Tahunan untuk Tahun 2004-31 Des 2005 76
4.3 Tabel SPT Tahunan untuk Tahun 2005-31 Des 2006 79
4.4 Tabel SPT Tahunan untuk Tahun 2006-31 Des 2007 80
4.5 Jenis Produk Hukum Tahun 2004 96
4.6 Jenis Produk Hukum Tahun 2005 96
4.7 Jenis Produk Hukum Tahun 2006 96
4.8 Jenis Produk Hukum Tahun 2007 96
DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman


4.1 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak
Jakarta Kebayoran Baru Satu 68
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman


1 Surat Edaran Departemen Keuangan Republik
Indonesia Peraturan Menteri Keuangan Republik
Indonesia Nomor 123/PMK.03/2006 Tentang
Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor
545/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pemeriksaan
Pajak, Tanggal 7 Desember 2006 103
2 Lembar Pedoman Wawancara 109
3 Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak Badan 111
4 Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Jakarta
Kebayoran Baru Satu 119
5 Surat Keterangan Ijin Riset di Kantor Pelayanan Pajak
Jakarta Kebayoran Baru Satu 120
6 Surat Permohonan Kunjungan Riset di Kantor
Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu 121
Ciputat, 12 November 2008

Hal : Permohonan kerja


Lampiran : 1 Berkas

Kepada Yth.
Bapak/Ibu Manajer Personalia
Di Tempat

Dengan Hormat,
Sehubungan dengan informasi yang saya peroleh tentang adanya kebutuhan
karyawan / tenaga kerja dalam menjalankan operasional kerja di perusahaan yang
Bapak / Ibu pimpin, maka saya dengan ini mengajukan diri untuk mengisi posisi
tersebut.

Nama saya adalah Nia Anggraini dan saya berusia 23 tahun. Saya seorang yang
ulet, pekerja keras, rajin, mudah bersosialisasi dan dapat belajar dengan cepat.
Saya lulusan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas
Ekonomi dan Ilmu Sosial Jurusan Akuntansi Perpajakan. Alamat saya di Perum
Villa Mutiara Jl. Mutiara V Blok MM no.5 Rt.02/04 Sawah Baru Ciputat 15413.

Demikian lamaran ini saya buat. Selanjutnya saya menunggu kesempatan untuk
mengikuti test dan wawancara.

Hormat Saya,

Nia Anggraini

Lampiran:
1. Daftar Riwayat Hidup
2. Pas Foto
3. Foto cofy Kartu Tanda Penduduk
4. Foto cofy Ijazah SMU
5. Foto cofy Indeks Prestasi Kumulatif

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian

Di Indonesia, landasan hukum penerapan pajak terhadap Undang-

undang 1945 pasal 23 Ayat (2) berbunyi: “Segala pajak untuk keperluan negara

berdasarkan undang-undang”. Kemudian ayat ini dapat diperjelas dalam

penjelasannya yang berbunyi: “Oleh karena penetapan belanja mengenai hak

rakyat untuk menentukan nasibnya sendiri, maka segala tindakan yang

menempatkan beban kepada rakyat, seperti pajak dan lain-lainnya, harus

ditetapkan dengan undang-undang yaitu dengan persetujuan Dewan Perwakilan

Rakyat”.

Pajak merupakan salah satu alternatif sumber pembiayaan

pembangunan yang diterapkan hampir seluruh negara di dunia. Bahkan pajak

dapat menjadi sumber pendapatan negara paling favorit di saat langkanya sumber

dana pembangunan, mengingat penyelenggaraannya yang sepenuhnya menjadi

otoritas pemerintah suatu negara, sehingga pembiayaan pembangunan secara

mandiri dapat terwujud. Penerimaan pajak merupakan salah satu sumber yang

utama, baik dalam penerimaan rutin pemerintah maupun pengaluaran investasi

atau pembangunan serta pengeluaran dan pengendalian kebijakan ekonomi di

berbagai negara. Namun, keberhasilan penggalangan dana pembangunan melalui

optimalisasi penerimaan pajak ini memerlukan kerjasama dan dukungan seluruh

rakyat, sehingga perlu disusun suatu sistem perpajakan yang sederhana namun

memadai baik dari segi perangkat hukumnya maupun dari segi pelaksanaannya di

lapangan. Sistem dan prosedur perpajakan untuk meningkatkan pendapatan negara


terus disempurnakan dan disederhanakan dengan memperhatikan asas keadilan,

pemerataan, manfaat dan kemampuan masyarakat melalui peningkatan mutu

pelayanan dan kualitas aparat yang tercermin dalam peningkatan kejujuran,

tanggung jawab dan dedikasi yang tinggi serta melalui penyempurnaan sistem

administrasi. Dengan adanya sistem perpajakan yang baik diharapkan potensi

pajak yang belum tersentuh dan dioptimalkan, akan dapat memberikan kontribusi

yang lebih besar dalam penerimaan APBN.

Menurut data yang diperoleh dari www.pajak.go.id (Inovasi Online

Edisi Vol.6/XVIII/Maret 2006), pajak dianggap sebagai mesin penghasil uang

negara semenjak berakhirnya era kejayaan minyak yang dulu berfungsi sebagai

penghasil utama penerimaan negara. Namun demikian, menurut Jakarta Kompas

(Kamis, 19 Juni 2008) jumlah penerimaan negara dari pajak belum optimal sebab

upaya memperbanyak jumlah pemilik Nomor Pokok Wajib Pajak atau NPWP

belum menunjukan hasil yang maksimal. Sejak awal tahun 2006 hingga kini,

jumlah NPWP efektif atau NPWP yang dimiliki orang yang membayar pajak

secara riil, baru enam juta. Dengan demikian, jumlah orang yang belum memiliki

NPWP sangat besar. Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan Darmin

Nasution menyebutkan, dari 6 juta pemilik NPWP hanya sekitar 2,4 juta Wajib

Pajak yang rutin membayar pajak, yaitu 1,3 juta Wajib Pajak Orang Pribadi dan

1,1 juta Wajib Pajak Badan. Akan tetapi dengan hal ini pemerintah akan berusaha

menjaring Wajib Pajak lain untuk membayar pajak di atas Rp 5 miliar, pemerintah

berharap akan ada peningkatan kesadaran masyarakat untuk membuat NPWP

paling lambat akhir 2008. Dengan kenaikan jumlah itu, pemerintah mengharapkan
ada kenaikan penerimaan negara sebesar Rp. 5 triliun pertahun. Saat ini, 3.276

orang membayar pajak penghasilan (PPh) Rp 1 miliar-Rp 2 miliar dengan nilai Rp

1,456 triliun, sebanyak 1.901 orang membayar pajak Rp 2 miliar-Rp 5 miliar

senilai Rp 2,88 triliun dan sebanyak 411 orang membayar pajak di atas Rp 5

miliar dengan nilai Rp 1,4 triliun. Kewajiban mendaftarkan diri sebagai Wajib

Pajak dimulai ketika seseorang memperoleh penghasilan diatas Penghasilan Tidak

Kena Pajak (PTKP). Batas PTKP yang sekarang berlaku adalah sejak tanggal 1

Januari 2006, sebagai berikut: Wajib Pajak belum kawin Rp.13.200.000 pertahun;

tambahan Rp.1.200.000 untuk Wajib Pajak yang kawin; tambahan Rp.13.200.000

jika istri bekerja; dan tambahan masing-masing Rp.1.200.000 untuk tanggungan

(maksimal tiga). Dilihat dari batasan penghasilan tersebut, potensi pajak yang

dimiliki oleh masyarakat masih sangat besar. Sementara itu target penerimaan

negara dari sektor pajak terus ditingkatkan dari tahun ke tahunnya. Berikut Tabel

Perkembangan Jumlah Wajib Pajak selama 6 tahun terakhir:

Tabel 1.1 Perkembangan Jumlah Wajib Pajak

Uraian
2002 2003 2004 2005 2006 2007
WP Badan
1.Terdaftar 941.038 1.031.624 1.116.224 1.207.653 1.337.637 1.358.022
2. Efektif 795.451 882.253 964.122 1.054.127 1.137.752 1.268.739
WP OP
1.Terdaftar 2.112.896 2.426.110 2.728.947 2.999.100 3.330.821 5.336.214
2. Efektif 1.986.108 2.263.492 2.564.735 2.829.251 2.876.911 5.144.748
TOTAL
1.Terdaftar 3.053.934 3.457.734 3.845.171 4.206.762 4.668.458 6.694.236
2. Efektif 2.781.559 3.145.745 3.528.857 3.883.378 4.014.663 6.413.487
Sumber: Direktorat TIP ( 05 Februari 2008) diolah sendiri

Dapat dijelaskan bahwa Wajib Pajak Efektif adalah Wajib Pajak yang

melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya dalam melaporkan serta


membayarkan jumlah pajak terutangnya secara riil kepada pemerintah (KPP) serta

melaporkan SPT Tahunannya tepat pada waktu yang telah ditentukan yang

dilakukan secara rutin sesuai peraturan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh

pemerintah. Sedangkan Wajib Pajak Non Efektif adalah Wajib Pajak yang tidak

pernah melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya selama 2 tahun berturut-

turut, wajib pajak tersebut meninggal dunia/ bubar, wajib pajak yang tidak

diketahui lagi alamatnya serta wajib pajak yang berdasarkan hasil penelitian/

pengamatan tidak melakukan kegiatan usaha lagi.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Indonesian Tax Review

(2005:28) Pajak dapat juga disebut sebagai sebuah produk hukum yang sangat erat

kaitannya dengan kehidupan publik. Namun, ironisnya publik relatif masih

menganggapnya sebagai sesuatu yang sulit dan dapat menimbulkan kebingungan.

Bahkan tidak jarang publik bersikap apatis terhadap pajak. Salah satu penyebab

sikap apatis tersebut adalah karena pajak dirasakan sebagai sesuatu yang asing,

rumit dan membingungkan.

Pemeriksaan pajak adalah salah satu bentuk upaya Direktorat jenderal

Pajak dalam menerapkan pengawasan terhadap para Wajib Pajak. Adapun

wewenang untuk melakukan pemeriksaan ini diberikan melalui Perubahan ketiga

atas Undang-undang No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan umum dan Tata cara

Perpajakan, yang terakhir telah diubah dengan Undang-undang No. 16 Tahun

2000 tentang Ketentuan umum dan Tata cara Perpajakan. Penerapan sistem

perpajakan sebelum reformasi perpajakan pertama (Undang-undang No. 6 Tahun

1983), dimana besarnya pajak yang harus dibayar Wajib Pajak sepenuhnya
ditentukan oleh fiskus, telah membuat bayangan menakutkan terhadap Wajib

Pajak yang mengakibatkan sikap antipati dan cenderung menghindar dari pajak.

Kondisi ini diperparah oleh kurang memadainya perangkat hukum yang

mengaturnya, sehingga perlindungan akan hak-hak dari Wajib Pajak dan

kepastian hukum serta persamaan perlakuan hukum menjadi kurang terjamin.

Sebagai akibatnya, pajak terlebih pemeriksaan pajak dianggap sebagai momok

yang meresahkan hanya menambah beban bagi masyarakat.

Pemeriksaan pajak merupakan instrument untuk menentukan

kepatuhan baik formal maupun material, yang tujuan utamanya adalah untuk

menguji dan meningkatkan tax compliance seorang wajib pajak. Dengan demikian

pemeriksaan pajak tidak lain merupakan pagar penjaga agar Wajib Pajak tetap

pada koridor peraturan perpajakan. Selain itu penegakan hukum ini menjadi upaya

untuk menciptakan keadilan melalui penerapan peraturan perpajakan secara fair,

konsisten, dan konsekuen sesuai nilai-nilai yang dituntut pada era masa depan.

Seiring dengan perkembangan masyarakat Indonesia yang semakin

kritis, menuntut banyak lagi kepada Pemerintah untuk memberikan pelayanan

publik yang layak, termasuk dalam penerapan kewajiban perpajakan, mengingat

salah satu sifat dari pengenaan pajak yang tidak memberikan kontraprestasi

individual secara langsung. Menurut Chaidir Ali dalam bukunya Hukum Pajak

Elementer (1993:16) beberapa diantara tuntutan ini antara lain adalah kepastian

hukum dan kejelasan informasi mengenai hak-hak dan kewajibannya serta

perlakuan yang sama dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan. Dewasa ini kita menginginkan transparansi baik dalam


aturan main pengumpulannya maupun alokasi penggunaan dana dari pajak yang

dipungut. Tanpa pemungutan pajak sudah bisa dipastikan bahwa keuangan Negara

akan lumpuh terlebih lagi bagi Negara yang sedang membangun seperti Indonesia.

Namun, ada beberapa kendala dan hambatan dalam melaksanakan

pemeriksaan pajak. Kendala ini berasal dari fiskusnya sendiri yang jumlah

maupun kemampuannya masih sangat terbatas, menurut data yang telah diperoleh

dari www.pajak.go.id (06 Juni 2007) jumlah pejabat eselon dua ke atas Ditjen

Pajak adalah yang terbanyak berjumlah 44 orang, jumlah pegawainya pun

mencapai 30 ribu. Namun, karyawan yang berlatar belakang auditor fungsional

hanya berjumlah 2.300 orang, padahal di negara lain komposisi auditor ideal

mencapai 50-60 persen. Sedangkan dari sisi objek pemeriksaan yaitu Wajib Pajak

sendiri yang kerap kali menghindar atau bahkan menolak untuk bekerja sama.

Dalam prakteknya Wajib Pajak sering tidak kooperatif dalam memberikan data-

data yang dibutuhkan selama proses pemeriksaan. Bahkan kerapkali terjadi pula

usaha-usaha meringankan beban pajak dengan cara yang melanggar undang-

undang atau menggelapkan pajak (tax evasion), selain itu kendala yang dihadapi

adalah masih kurang memadainya sarana pemeriksaan.

Menurut data yang diperoleh dari Indonesian Tax Review (Volume

IV/Edisi 50/2005:36-37), keengganan mereka (wajib pajak) untuk membayar atau

menyetorkan pajak, pada umumnya diaplikasikan melalui dua cara yang berbeda.

Pertama, dengan cara penghindaran pajak (tax avoidance). Kedua, dengan cara

pengelakan pajak (tax evasion). Tax evasion, atau yang kadang disebut dengan

penggelapan pajak, adalah tindakan pengelakan membayar pajak yang dilakukan


dengan cara melanggar hukum dan peraturan perundang-undangan perpajakan itu

sendiri. Sebagai contoh, misalnya tidak mendaftarkan diri untuk memperoleh

NPWP, atau memiliki NPWP tetapi tidak melaporkan SPT atau melaporkan SPT

tetapi isinya tidak benar. Banyak alasan mengapa orang (wajib pajak) melakukan

hal itu. Namun secara garis besar, sebab-musabab tindak penggelapan pajak (tax

evasion) dapat dibedakan menjadi dua. Pertama karena yang bersangkutan tidak

sengaja (alpa) dan tidak mengetahui akan adanya peraturan tersebut. Dan kedua

yang bersangkutan tahu bahwa ada peraturan tersebut, tetapi tetap melanggarnya

demi menjaga kesejahteraannya agar tidak berkurang atau tidak membayar pajak.

Penelitian tentang pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap SPT

Tahunan PPh Wajib Pajak Badan ini merupakan replikasi dari penelitian

sebelumnya yang telah dilakukan oleh Siti Himayah (2005), dengan judul

“Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak atas Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan

Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi”. Hasil dari skripsinya tersebut

menyebutkan bahwa pelaksanaan pemeriksaan pajak atas SPT Tahunan PPh

Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan di KPP Jakarta Tebet sudah sangat

efektif, yang menunjukan bahwa kepatuhan Wajib Pajak untuk diperiksa tinggi

dan petugas pemeriksa tidak mendapat kendala serta hambatan dalam

melaksanakan pemeriksaan tersebut, sehingga pemeriksa pajak dapat

menyelesaikan pemeriksaan tepat waktu dan sesuai dengan Surat Perintah

Pemeriksaan Pajak (SP3).

Berdasarkan berbagai kondisi dan keadaan seperti diuraikan diatas,

maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap topik ini,
dengan harapan dapat ikut memberikan sumbangan pemikiran dalam memberikan

informasi kepada masyarakat pada umumnya, juga dalam memecahkan berbagai

persoalan yang menghambat pelaksanaan tugas pemeriksaan pajak. Serta ingin

meningkatkan kesadaran dan pengetahuan Wajib Pajak untuk memenuhi

kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan Undang-undang yang berlaku.

Seberapa jauh pelaksanaan dimaksud, penulis mencoba menelitinya dalam bentuk

skripsi yang berjudul “Evaluasi atas Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

terhadap Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib

Pajak Badan Di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Kebayoran Baru

Satu”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dirumuskan permasalahan sebagai

berikut: Bagaimana pelaksanaan pemeriksaan pajak atas Surat Pemberitahuan

(SPT) Tahunan PPh Wajib Pajak Badan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta

Kebayoran Baru Satu, ditinjau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor 123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri

Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak?

C.Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah:


Untuk mengetahui proses Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak atas Surat

Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Badan

dalam praktek di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu, sesuai Peraturan Menteri

Keuangan RI Nomor 123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan Atas Keputusan

Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pemeriksaan

Pajak. Serta untuk mengetahui apakah pelaksanaan pemeriksaan pajak yang

dilakukan dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam menyerahkan

SPT Tahunannya ke Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu.

Adapun manfaat yang diharapkan dapat diambil dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti

a. Berguna untuk menerapkan pengetahuan yang telah dipelajari.

b. Berguna untuk menambah pengetahuan apabila nantinya bekerja di

KPP, terutama dalam hal pemeriksaan pajak.

c. Untuk memenuhi salah satu prasyarat memperoleh gelar Sarjana

Ekonomi pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

d. Serta sebagai wujud partisipasi penulis dalam meningkatkan kesadaran

akan hak dan kewajiban yang melekat pada Wajib Pajak sebagai warga

negara yang baik, khususnya yang berkaitan dengan pemeriksaan pajak

yang selama ini masih dianggap sebagai momok yang meresahkan dan

menakutkan yang harus dihindari.

2. Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP)


a. Sebagai bahan masukan dan saran berupa rekomendasi dan perbaikan

yang diharapkan dapat memberikan sumbangan pemeriksaan guna

mencapai perbaikkan kinerja pemeriksaan pajak bagi pemeriksa pajak

dalam rangka mengatasi hambatan penerimaan negara di sektor pajak.

b. Juga sebagai sarana untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi

palaksanaan pemeriksaan pajak atas SPT Tahunan PPh Wajib Pajak

Badan khususnya di KPP.

3. Bagi Pihak Lain

a. Sebagai sarana untuk memberikan informasi dan gambaran bagi

masyarakat Wajib Pajak Badan atas pelaksanaan pemeriksaan pajak

terhadap SPT Tahunan PPh yang dilaporkan setiap tahun ke

Direktorat Jenderal Pajak melalui KPP.

b. Sebagai sumber bacaan bagi pihak yang membutuhkan tambahan

pengetahuan dan informasi tentang KPP, terutama tentang

pemeriksaan pajak.

c. Agar pihak lain lebih memahami tentang pelaksanaan pemeriksaan

pajak di KPP.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Perpajakan Di Indonesia

1. Pengertian Pajak

Pajak bukan saja sebagai kewajiban belaka, melainkan juga adalah hak dari

pembayar pajak (Wajib Pajak) dimana rakyat selaku pembayar pajak melalui

wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat mempertanyakan: untuk apa

pajak itu?

Terdapat berbagai macam mengenai definisi pajak dikalangan para sarjana

ahli dibidang perpajakan. Diantara pendapat para ahli tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Definisi Pajak yang dikemukakan oleh Rochmat Soemitro, SH (2003:5):


“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan
undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa
timbal-balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan, dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut
kemudian disempurnakan, sehingga berbunyi: Pajak adalah peralihan
kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan “surplus” nya digunakan untuk public saving yang
merupakan sumber utama untuk membiayai public investment”.

b. Definisi pajak yang dikemukakan oleh Soeparman Soemahamidjaya


(2000:5) dalam disertasinya yang berjudul:
“Pajak berdasarkan asas gotong-royong”, memberikan definisi:
pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh
pengusaha berdasrakan norma-norma hukum guna menutup biaya
produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai
kesejahteraan umum”.
c. Definisi pajak yang dikemukakan oleh S. I. Djajadiningrat dalam Rimsky
K.Judisseno (2003:1):
“Pajak adalah sebagai suatu kewajiban menyerahkan sebagian
dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan suatu keadaan, kejadian, dan
perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi bukan sebagai
hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat
dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung,
untuk memelihara kesejahteraan secara umum”.

d. Definisi pajak yang dikemukakan oleh N. J. Feldmann (2003:1):


“Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan
terutang kepada penguasa (menurut norma-norma yang ditetapkannya
secara umum), tanpa adanya kontrapestasi, dan semata-mata digunakan
untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum”.

Dengan melihat definisi yang dikemukakan oleh para ahli tersebut

di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

a. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta

aturan pelaksanaannya.

b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi

individual oleh pemerintah.

c. Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun oleh daerah.

d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengelaran pemerintah, yang dilihat

dari pengeluarannya dipergunakan untuk membiayai publik investment

seperti pembuatan jalan, jembatan, gedung, gaji untuk pegawai negeri

temasuk TNI dan sebagainya.

e. Pajak merupakan iuran wajib, pengenaan pajak ditetapkan untuk semua

orang dalam suatu negara tanpa kecuali.

f. Adanya peralihan kekayaan dari rakyat kepada kas negara.


Pemungutan pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada

negara dan hasilnya akan dikembalikan kepada rakyat. Oleh sebab itu pemungutan

pajak harus berdasarkan persetujuan dari rakyat. Tentang jenis pajak apa saja yang

dipungut serta berapa besar pemungutan pajak. Dan proses persetujuan itu dapat

dilakukan dengan suatu undang-undang yang diatur dalam pasal 23 ayat 2 UUD

1945 yang berbunyi “segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang”.

2. Fungsi Pajak

Fungsi pajak sebagaimana dikemukakan oleh Siti Resmi (2005:2) dapat

dibagi menjadi beberapa bagian yaitu:

a. Fungsi Budgetair (Sumber Keuangan Negara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair artinya pajak merupakan salah

satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran rutin

maupun pembangunan. Penerimaan rutin pemerintah berasal dari

penerimaan sektor pajak, retribusi, bea dan cukai, hasil perusahaan negara

denda dan sitaan. Penerimaan rutin adalah untuk membiayai pengeluaran

rutin dari pemerintah seperti gaji pegawai, pembelian alat tulis menulis,

ongkos pemeliharaan gedung pemerintah, bunga dan angsuran

pembayaran utang-utang kepada negara lain, tunjangan sosial dan lain

sebagainya.

b. Fungsi Regulerend (mengatur)

Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat untuk

mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial

dan ekonomi, dan mencapai tujuan tertentu diluar bidang keuangan. Salah
satu contoh penerapan pajak sebagai fungsi mengatur adalah pajak yang

tinggi dikenakan terhadap barang mewah. Pajak penjualan atas barang

mewah (PPn-BM) dikenakan pada saat terjadi transaksi jual beli barang

mewah. Semakin mewah suatu barang maka tarif pajaknya semakin tinggi

sehingga barang tersebut semakin mahal harganya. Pengenaan pajak ini

dimaksudkan agar rakyat tidak berlomba untuk mengkonsumsi barang

mewah.

c. Fungsi Demokrasi

Adalah suatu fungsi yang merupakan salah satu penjelmaan atau

wujud sistem gotong royong termasuk kegiatan pemerintah dan

pembangunan demi kemaslahatan manusia. Fungsi demokrasi sekarang ini

sering dikaitkan dengan hak seseorang untuk mendapatkan pelayanan dari

pemerintah.

d. Fungsi Distribusi

Yaitu fungsi yang lebih menekankan pada unsur pemerataan dan

keadilan dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat dengan adanya tarif

progresif yang mengenakan tarif lebih besar kepada masyarakat yang

mempunyai penghasilan besar dan sebaliknya.

3. Jenis Pajak

Terdapat berbagai macam jenis pajak, yang dapat dikelompokan menjadi

tiga, yaitu pengelompokan menurut golongannya, menurut sifatnya, dan menurut

lembaga pemungutnya.
a. Menurut Golongannya

Menurut golongannya, pajak dikelompokan menjadi dua yaitu

pajak langsung dan pajak tidak langsung.

1) Pajak Langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung

sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan

kepada orang lain atau pihak lain. Pajak harus menjadi beban sendiri

oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan.

Pajak Penghasilan dibayar atau ditanggung oleh pihak-pihak tertentu

yang memperoleh penghasilan tersebut.

2) Pajak Tidak Langsung, adalah pajak yang pada akhirnya dapat

dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga.

Pajak tidak langsung terjadi jika terdapat suatu kegiatan, peristiwa,

perbuatan yang menyebabkan terutangnya pajak, misalnya terjadi

penyerahan barang atau jasa. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai terjadi

karena terdapat pertambahan nilai terhadap barang dan jasa. Pajak ini

dibayarkan oleh produsen atau pihak yang menjual barang tetapi dapat

dibebankan kepada konsumen baik secara eksplisit maupun secara

implisit (dimasukan dalam harga jual barang atau jasa).

b. Menurut Sifatnya

Menurut sifatnya, pajak dapat dikelompokan menjadi dua yaitu

pajak subjektif dan pajak objektif.

1) Pajak Subjektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada

keadaan pribadi. Wajib Pajak atau pengenaan pajak yang


memperhatikan keadaan subjeknya. Contoh: Pajak Penghasilan. Dalam

Pajak Penghasilan terdapat subjek pajak (Wajib Pajak) orang pribadi.

Pengenaan Pajak Penghasilan untuk oarang pribadi tersebut

memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak (status perkawinan,

banyaknya anak dan tanggungan lainnya). Keadaan pribadi Wajib

Pajak tersebut selanjutnya digunakan untuk menentukan besarnya

penghasilan tidak kena pajak.

2) Pajak Objektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada

objeknya baik berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang

mengakibatkan timbulnya kewajiban membayar pajak, tanpa

memperhatikan keadaan pribadi Subjek Pajak (Wajib Pajak) maupun

tempat tinggal. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan

Atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan.

c. Menurut Lembaga Pemungutnya

Menurut lembaga pemungutnya, pajak dikelompokan menjadi dua

yaitu Pajak Negara (Pajak Pusat) dan Pajak Daerah.

1) Pajak Negara (Pajak Pusat), adalah pajak yang dipungut oleh

pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga

negara pada umumnya. Contoh: Pajak Penghasilan, PPn-BM, dan

PBB.

2) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah baik

daerah tingkat I maupun daerah tingkat II dan digunakan untuk

membiayai rumah tangga daerah masing-masing. Contoh: Pajak


Daerah tingkat I (Propinsi): Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik

Nama Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Tanah, Pajak Izin

Penangkapan Ikan di Wilayahnya.

4. Asas Pemungutan Pajak

Banyak pendapat ahli yang mengemukakan tentang asas-asas perpajakan

yang harus ditegakkan dalam membangun suatu sistem perpajakan di antara

pendapat para ahli tersebut, yang paling terkenal adalah four maxims dari Adam

Smith. Menurut Adam Smith, pemungutan pajak hendaknya didasarkan atas

empat asas, yaitu equity, certainty, convenience dan economy. Berikut ini

dijelaskan beberapa asas yang penting untuk diperhatikan dalam mendisain sistem

pemungutan pajak:

a. Asas Domisili (asas tempat tinggal)

Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas

seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal diwilayahnya,

baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun penghasilan yang

berasal dari luar negeri.

b. Asas Sumber

Asas ini menyatakan bahwa negara berhak mengenakan pajak atas

penghasilan yang bersumber diwilayahnya tanpa memperhatikan tempat

tempat tinggal Wajib Pajak. Setiap orang yang memperoleh penghasilan

dari Indonesia dikenakan pajak atas penghasilan yang diperolehnya tadi.


c. Asas kebangsaan

Asas ini menyatakan bahwa pengenaan pajak dihubungkan dengan

kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia

dikenakan atas setiap orang asing yang bukan berkebangsaan Indonesia

yang bertempat tinggal di Indonesia. .

5. Sistem Pemungutan Pajak

Dalam memungut pajak dikenal beberapa sistem pemungutan pajak, yaitu:

official assesment system, self assesment system, dan with holding system.

a. Official Assesment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi kewenangan kepada

aparatur perpajakan untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang

setiap tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan yang

berlaku. Semua inisiatif dan kegiatan menghitung serta memungut pajak

sepenuhnya berada ditangan para aparatur perpajakan.

b. Self Assesment System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang bagi Wajib

Pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap

tahunnya sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakanyang berlaku.

Wajib Pajak dianggap mampu menghitung pajak, memahami peraturan

perpajakan yang sedang berlaku, dan mempunyai kejujuran yang

tinggi,serta menyadari akan arti pentingnya membayar pajak.


c. With Holding System

Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada

pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnya pajak yang

terutang oleh wajib pajak sesuai ketentuan undang-undang perpajakan

yang berlaku.

6. Surat Ketetapan Pajak (SKP)

Pada prinsipnya pajak terutang pada saat timbulnya objek pajak yang

dapat dikenakan pajak, tanpa menunggu adanya Surat Ketetapan Pajak (SKP).

Surat Ketetapan Pajak hanya berfungsi sebagai surat keputusan yang menentukan

besarnya jumlah pajak yang terutang, jumlah pengurangan pembayaran pajak,

jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan

besarnya jumlah pajak yang masih harus dibayar.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang ketentuan

umum dan tata cara perpajakan, Direktorat Jenderal Pajak tidak lagi berkewajiban

untuk menerbitkan Surat Ketetapan Pajak atas keseluruhan Surat Pemberitahuan

(SPT) Wajib Pajak. Penerbitan Surat Ketetapan Pajak hanya terbatas pada wajib

pajak tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran pengisian SPT atau

ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak.

Surat Ketetapan Pajak baru diterbitkan bila Wajib Pajak tidak membayar

pajak sebagaimana mestinya menurut peraturan Perundang-undangan Perpajakan.

Untuk mengetahui apakah Wajib Pajak tidak atau kurang membayar pajak, adalah

karena dilakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang bersangkutan dan hasil

pemeriksaan itu diketahui bahwa pajaknya kurang dibayar dari jumlah yang
seharusnya terutang. Pemeriksaan dapat dilakukan ditempat Wajib Pajak dengan

memeriksa pembukuan dengan melalui penelitian administrasi.

7. Strategi Peningkatan Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut data yang diperoleh dari www.pajak.go.id (Inovasi online

edisi vol.6/xiii/Maret 2006) Strategi yang ditempuh guna meningkatkan dan

menjaga kepatuhan Wajib Pajak adalah:

a. Pembangunan pusat data dan pembentukan system nomor induk tunggal

(sigle identification number). Upaya ini dilaksanakan dalam rangka

meningkatkan kemampuan Direktorat Jenderal Pajak untuk lebih efektif

dalam melakukan pengawasan terhadap Wajb Pajak.

b. Pemanfaatan teknologi informasi dalam rangka pembentukan pusat data

secara nasional, koordinasi dengan lembaga keuangan dan otoritas

moneter dalam rangka peningkatan akses informasi atas transaksi

keuangan Wajib Pajak dan penyisiran wilayah-wilayah dimana banyak

terdapat anggota masyarakat yang belum terdaftar sebagai Wajib Pajak.

Strategi ini telah menghasilkan pertambahan jumlah Wajib Pajak dalam

kurun waktu satu tahun.

Tabel 2.1 Perkembangan Jumlah Wajib Pajak Tahun 2002- Desember 2007

Tahun Jumlah Wajib Pajak (Badan dan Orang Pribadi)


2002 5.835.493
2003 6.603.479
2004 7.374.028
2005 8.090.140
2006 8.683.121
2007 13.107.723
c. Perbaikan Manajemen Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak. Perbaikan

manajemen pemeriksaan pajak, sebagai upaya peningkatan penegakan

hukum (law enforcement) pajak, dilaksanakan dengan pengembangan risk

analysis sebagai dasar pemeriksaan, pengembangan system administrasi

pemeriksaan pajak, dan pengembangan data matching sebagai basis

elektronik audit. Sementara itu, perbaikan manajemen penyidikan pajak

dilaksanakan dengan pengembangan kegiatan intelijen sebagai dasar

penyidikan, pengembangan kerja sama dengan instansi penegak hukum

lainnya, dan pengembangan system administrasi penyidikan pajak.

Pengembangan penegakan hukum pajak dari November 2004-September

2005 adalah sebanyak 20 Wajib Pajak disidik, 159 Wajib Pajak dicegah

dan 4 Wajib Pajak disandera.

d. Peningkatan program penyuluhan kepada masyarakat. Hal ini bertujuan

untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak, memperluas, dan

meningkatkan pengetahuan pajak. Upaya penyuluhan pajak dilaksanakan

dengan cara:

1) Penerapan pendidikan perpajakan kepada generasi muda, baik melalui

jalur pendidikan formal maupun non formal,

2) Sosialisasi perpajakan kepada masyarakat, dan

3) Penyediaan hot line service bagi masyarakat untuk memperoleh

pengetahuan tentang perpajakan, serta

4) Optimalisasi fungsi public relation juga dilaksanakan untuk dapat

meningkatkan citra positif aparatur pajak.


8. Perlawanan Terhadap Pajak

Santoso R. Brotodiharjo (1995:13) menjelaskan, pada umumnya


masyarakat cenderung untuk meloloskan diri dari pajak. Terdapat dua factor
utama dalam usaha tersebut, yang dapat dibedakan kedalam bentuk
perlawanan pasif dan perlawanan aktif. Bentuk-bentuk perlawanan tersebut
diuraikan sebagai berikut:
a. Rimsky K. Judisseno (1999:39), menyatakan bahwa perlawanan pasif

merupakan produk dari ketidaktahuan masyarakat tentang pengetahuan

perpajakan. Masyarakat secara tidak sadar melakukan suatu perlawanan

dalam bentuk tidak membayar pajak. Dalam perlaawanan pasif ini tidak

terlihat adanya unsur kesengajaan dari masyarakat untuk menghindari

pembayaran pajak apalagi menghambatnya. Mereka tidak tahu untuk apa,

bagaimana, kapan, dan kepada siapa pajak harus dibayarkan.

b. Brotodihardjo (1995:13), menjelaskan bahwa perlawanan aktif meliputi

semua usaha dan perbuatan, yang secara langsung ditujukan terhadap

fiskus dan bertujuan untuk menghindari pajak. Perlawanan ini justru

dilakukan oleh mereka yang mengetahui peraturan dan permainan pajak

dengan baik. Sementara cara-cara perlawanan aktif yang ada secara umum

dapat dibedakan atas:

1) Penghindaran diri dari pajak (tax avoidance), yaitu pembayaran pajak

dengan mudah dapat dihindari dengan tidak melakukan perbuatan yang

memberi alasan untuk dikenakan pajak, yaitu dengan meniadakan atau

tidak melakukan hal-hal yang dapat dikenakan pajak.

2) Penyelundupan pajak, apabila penghindaran diri dari pajak tidak dapat

dilaksanakan, maka Wajib Pajak akan berusaha menggunakan cara lain

yang disebut pengelakan pajak misalnya dengan penyelundupan pajak.


Pengelakan itu merupakan pelanggaran Undang-Undang dengan

maksud melepaskan diri dari pajak atau mengurangi dasarnya.

3) Melalaikan pajak, yaitu menolak pajak-pajak yang telah ditetapkan dan

menolak memenuhi formalitas-formalitas yang harus dipenuhi

olehnya.

B. Pemeriksaan Pajak
1. Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak

Berdasarkan Perubahan Ketiga atas Undang-undang No. 6 Tahun 1983

tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan sebagaimana telah diubah

terakhir dengan undang-undang No. 16 Tahun 2000, diatur lebih lanjut dengan

Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun1986 tentang tata cara pemeriksaan dibidang

perpajakan, bahwa tujuan pemeriksaan pajak adalah menetapkan jumlah pajak

terutang. Selain itu dasar hukum tindakan pemeriksaan dibidang perpajakan

adalah Peraturan Menteri Keuangan RI No. 123/PMK.03/2006 Tentang

Perubahan atas KMK RI No.545/KMK.04/2000 Tata Cara Pemeriksaan dibidang

Perpajakan.

2. Pengertian Pemeriksaan Pajak


Sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia saat ini adalah sistem self

assesment, dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung sendiri

pajak yang terutang dan menyetorkan ke kas negara. Dalam sistem ini tentu

diperlukan kejujuran, dan tetap ada yang tidak jujur dalam menghitung pajaknya

melalui Surat Pemberitahuan. Untuk itu fiskus diberikan wewenang untuk

melakukan pemeriksaan terhadap kebenaran dari Surat Pemberitahuan Tahunan

(SPT) dari Wajib Pajak yang bersangkutan.

Pemeriksaan menurut Undang-undang No. 28/2007 tentang Perubahan

Ketiga atas Undang-undang No. 6/1983 tentang ketentuan umum dan tata cara

perpajakan (KUP) adalah sebagai berikut:

“Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah


data, keterangan, dan/ atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan
profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan”.

Objek dari pemeriksaan adalah laporan keuangan Wajib Pajak yang

menjadi dasar dari SPT Tahunan. Pemeriksaan Pajak adalah suatu kegiatan

pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal ini petugas

pemeriksa pajak (fiskus) terhadap Wajib Pajak atas pemenuhan kewajiban

perpajakannya berdasarkan undang-undang pajak untuk berbagai tujuan.

Tindakan pemeriksaan adalah tindakan yang dilakukan oleh petugas

perpajakan (fiskus) dalam rangka melaksanakan pemeriksaan terhadap Wajib

Pajak, untuk mencari bahan-bahan dalam menetapkan jumlah pajak yang terutang

dan jumlah pajak yang harus dibayar.

3. Tujuan Pemeriksaan Pajak


Tujuan pemeriksaan pajak yang utama adalah untuk memperoleh /

mengumpulkan bahan-bahan yang dijadikan dasar untuk menerbitkan Surat

Ketetapan Pajak, Surat Ketetapan Tambahan, dan Pemberitahuan, Surat

Keputusan Kelebihan Pembayaran Pajak, dan lain-lain yang berhubungan dengan

administrasi perpajakan.

Tujuan lain dari pemeriksaaan adalah untuk menguji kepatuhan

pemenuhan kewajiban perpajakkan dalam rangka memberikan kepastian hukum,

keadilan, dan pembinaan kepada Wajib Pajak. Serta dalam rangka melaksanakan

ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Untuk keperluan

pemeriksaan tugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah pemeriksaan

dan harus memperlihatkan kepada Wajib Pajak yang diperiksa.

4. Ruang Lingkup dan Jangka Waktu Pemeriksaan Pajak

Ruang lingkup pemeriksaan terdiri dari:

a. Pemeriksaan lapangan

1) Pemeriksaan lapangan meliputi suatu jenis pajak,beberapa jenis pajak

atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan/atau tahun

sebelumnya dan/atau untuk tujuan lain yang dilakukan ditempat Wajib

Pajak dan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.

2) Pemeriksaan Lapangan dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan

lengkap atau pemeriksaan sederhana lapangan.

3) Jangka waktu pemeriksaan sebagaimana PMK No.123/PMK.03/2006

pasal 3 ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal

Pajak.
4) Apabila dalam pelaksanaan pemeriksaan ditemukan indikasi adanya

transaksi yang mengandung unsur transfer pricing, maka lingkup

pemeriksaan ditingkatkan menjadi Pemeriksaan Lapangan.

b. Pemeriksaan Kantor

1) Pemeriksaan kantor meliputi suatu jenis pajak tertentu baik tahun

berjalan dan atau tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor Direktorat

Jenderal Pajak.

2) Pemeriksaan kantor dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan sederhana

kantor dan Pemeriksaan sederhana lapangan.

5. Petugas Pelaksana Pemeriksaan Pajak

Sesuai dengan PMK RI Nomor. 123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan

atas KMK RI No.545/KMK.04/2000 pasal 1 ayat (2), yang menjadi pemeriksa

pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau

tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas,

wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan pajak.

Selain itu, berdasarkan Pasal 9 ayat (1), pemeriksaan pajak harus

dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang:

a) Telah mendapat pendidikan teknis yang cukup dan memiliki keterampilan

sebagai Pemeriksa Pajak.

b) Bekerja dengan jujur, bertanggung jawab, penuh pengabdian, bersikap

terbuka, sopan, dan objektif, serta menghindarkan diri dari perbuatan

tercela.
c) Menggunakan keahliannya secara cermat dan seksama serta memberikan

gambaran yang sesuai dengan keadaan sebenarnya tentang Wajib Pajak.

Untuk melaksanakan suatu tugas pemeriksaan pajak dilakukan oleh

pemeriksa pajak yang tergabung dalam suatu tim yang terdiri dari seorang

supervisor, seorang ketua tim dan seorang atau lebih anggota. Penunjukan tim

pemeriksa pajak ini dilakukan berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan

Pajak(SP3).

6. Tahap Pemeriksaan Pajak

Pengelompokan kegiatan dalam proses pemeriksaan pajak secara tersurat

tidak dicantumkan dalam keputusan menteri keuangan maupun pada petunjuk

pelaksanaanya. Namun secara tersirat tahapan proses pemeriksaan ini adalah

sebagai berikut:

a. Tahap Persiapan

1) Mempelajari berkas Wajib Pajak atau berkas data yaitu setelah

diterbitkan SP3, maka pemeriksa pajak segera mempelajari berkas

Wajib Pajak baik yang tersedia dalam program SIP (Sistem Informasi

Pajak) maupun data-data dan informasi juga diperoleh dari pihak lain

2) Menganalisis SPT dan laporan keuangan Wajib Pajak, yaitu SPT

Tahunan dan lampirannya termasuk laporan keuangan yang dilaporkan

oleh Wajib Pajak, dilakukan analisis untuk mencari adanya petunjuk

awal yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mengembangkan

data-data yang ada pada SPT Wajib Pajak dengan data yang tersedia

pada database SPT.


3) Berdasarkan hasil analisa terhadap SPT Wajib Pajak, pemeriksa pajak

melakukan identifikasi permasalahan yang perlu mendapatkan

perhatian dan penekanan khusus, agar pemeriksaan dapat berlangsung

secara efektif dan efisien dalam jangka waktu yang tersedia relatif

singkat.

4) Melakukan pengenaan lokasi Wajib Pajak, yaitu pada langkah ini

pemeriksa pajak melakukan peninjauan kealamat tempat tinggal dan

usaha Wajib Pajak beserta anggota keluarga yang menjadi

tanggungannya, untuk digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

menyusun program pemeriksaan dan menentukan ruang lingkup

pemeriksaan.

5) Menyusun program pemeriksaan, yaitu program pemeriksaan

diperlukan untuk memberikan arahan dan petunjuk mengenai langkah

dan tindakan yang harus diambil, agar pemeriksaan dapat mencapai

tujuan dan sasaran yang ditetapkan.

6) Menentukan buku dan dokumen yang akan dipinjam, yaitu buku,

catatan, dokumen yang diperlukan dalam pemeriksaan disusun

berdasarkan program pemeriksa dan dibuat dalam formulir yang telah

ditentukan. Formulir yang dimaksud adalah surat permintaan

peminjaman buku, catatan, dokumen serta daftar peminjaman buku

dan dokumen.
7) Menyediakan sarana pemeriksaan, yaitu beberapa formulir yang harus

tersedia dalam rangka pemeriksaan sebagaimana diatur dalam

KEP.17/PJ./2002 tanggal 29 Januari 2002 antara lain:

a) Kartu Tanda Pengenal Pemeriksaan Pajak

b) Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3)

c) Surat Pemberitahuan tentang pemeriksaan pajak (kepada Wajib

Pajak)

d) Surat Pernyataan Penolakan membantu kelancaran pemeriksaan

pajak

e) Berita acara penolakan membantu kelancaran pemeriksaan pajak

f) Daftar kesimpulan hasil pemeriksaan

g) Lembar pernyataan persetujuan

h) Berita acara hasil pemeriksaan

b. Tahap Pelaksanaan

1) Memeriksa ditempat Wajib Pajak

Tujuannya adalah mengumpulkan data-data dan informasi yang belum

ada pada SPT Wajib Pajak maupun database aplikasi Sistem Informasi

Perpajakan

2) Melakukan penilaian atas pengendalian intern perlu dilakukan

terhadap unsur-unsur pokoknya, agar pemeriksa pajak dapat

mengukur keandalan yang dihasilkannya.

Unsur-unsur pokok dari sistem pengendalian intern menurut Mulyadi

dalam bukunya Sistem Akuntansi adalah:


a) Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional

secara tegas.

b) Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan

perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan

dan biaya.

c) Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap

organisasi.

d) Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggungjawabnya.

3) Memutahirkan ruang lingkup dan program pemeriksaan

Jika dirasa perlu, ruang lingkup pemeriksaan dan program

pemeriksaan yang telah disusun dan ditetapkan dapat dilakukan

penyesuaian berdasarkan pengamatan terhadap kondisi fisik usaha dan

praktik perlakuan yang dilakukan Wajib Pajak.

4) Melakukan pemeriksaan terhadap buku, catatan, dokumen dan

lainnya.

5) Melakukan konfirmasi kepada pihak ketiga

Konfirmasi perlu dilakukan terutama terhadap kredit pajak yang

dilaporkan Wajib Pajak dalam SPT untuk menguji apakah benar telah

dilakukan penyetoran PPh untuk pihak lain atas nama Wajib Pajak.

6) Memberitahukan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak.

7) Melakukan sidang penutup (closing conference).

c. Tahap Pembuatan Laporan


Pedoman yang harus diperhatikan dalam penyusunan laporan

pemeriksaan pajak adalah sebagai berikut:

1) Laporan pemeriksaan pajak disusun secara ringkas dan jelas, memuat

ruang lingkup sesuai dengan tujuan pemeriksaan, membuat

kesimpulan pemeriksaan pajak yang didukung temuan yang kuat

tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan

perundang-undangan perpajakan dan memuat pula pengungkapan

informasi lalu yang terkait.

2) Laporan pemeriksaan pajak yang berkaitan dengan pengungkapan

penyimpangan SPT harus memperhatikan kertas kerja pemeriksaan

antara lain mengenai:

a) Berbagai faktor perbandingan

b) Nilai absolut dari penyimpangan

c) Sifat dari penyimpangan

d) Petunjuk atau temuan adanya penyimpangan

e) Pengaruh penyimpangan

f) Hubungan dengan permasalahan lainya

g) Laporan pemeriksaan pajak didukung oleh daftar yang lengkap dan

rinci sesuai dengan tujuan pemeriksaan.

7. Jenis Pemeriksaan Pajak

Ada beberapa jenis pemeriksaan yang dilakukan terhadap pemeriksaan

pajak antara lain yaitu:


a. Pemeriksaan Rutin, yaitu pemeriksaan yang bersifat rutin dilakukan

terhadap Wajib Pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan kewajiban

perpajakannnya.

b. Pemeriksaan Kriteria Seleksi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terhadap

Wajib Pajak tertentu berdasarkan skor otomatis secara komputerisasi.

c. Pemeriksaan Khusus, yaitu pemeriksaan yang dilakukan terutama terhadap

wajib pajak sehubungan dengan adanya keterangan atau masalah yang

berkaitan dengannya.

d. Pemeriksaan Wajib Pajak Lokasi, yaitu pemeriksaan yang dilakukan atas

cabang, perwakilan, pabrik, dan tempat usaha dari Wajib Pajak domosili.

e. Pemeriksaan Tahun Berjalan, yaitu pemeriksaan terhadap Wajib Pajak

yang dilakukan dalam tahun berjalan untuk jenis pajak tertentu atau

seluruh jenis pajak dan mengumpulkan data dan keterangan untuk tujuan

tertentu.

f. Pemeriksaan Bukti Permulaan, yaitu pemeriksaan yang dilakukan untuk

mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi

tindakan pidana dibidang perpajakan.

g. Pemeriksaan untuk Tujuan Penagihan Pajak, yaitu pemeriksaan yang

dilakukan untuk mendapatkan data harta Wajib Pajak yang merupakan

objek pajak sita sehubungan dengan adanya tunggakan pajak sesuai

dengan undang-undang penagihan.

Adapun mengenai ruang lingkup pemeriksaan dan jangka waktu

penyelesaiannya, terdiri dari:


a. Pemeriksaan Lapangan.

b. Pemeriksaan Kantor yang meliputi suatu jenis pajak tertentu baik tahun

berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor Dirjen

Pajak.

8. Tehnik dan Metode Pemeriksaan Pajak

PMK RI No.123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan atas KMK RI Nomor

545/KMK.04/2000 Pasal 8, menyatakan bahwa “ Pelaksanaan pemeriksaan pajak

yang meliputi pedoman umum pemeriksaan pajak, pedoman pelaksanaan

pemeriksaan pajak, dan pedoman laporan pemeriksaan pajak”.

PMK RI No.123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan atas KMK RI Nomor

545/KMK.04/2000 Pasal 10, menjelaskan tentang pedoman pelaksanaan

pemeriksaan sebagai berikut:

a. Pelaksanaan pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik,

sesuai dengan tujuan pemeriksaan, dan mendapat pemeriksaan yang

seksama.

b. Luas pemeriksaan ditentukan berdasarkan petunjuk yang diperoleh yang

harus dikembangkan melalui pencocokan data, pengamatan, tanya jawab,

dan tindakan lain berkenaan dengan pemeriksaan.

c. Pendapat dan kesimpulan Pemeriksa Pajak harus didasarkan pada temuan

yang kuat dan berlandaskan ketentuan peraturan perundang-undangan

perpajakan.

Adapun metode-metode pemeriksaan yang dapat digunakan terdiri dari

dua jenis yaitu metode langsung dan tidak langsung. Metode langsung digunakan
dengan cara menguji secara langsung angka dalam SPT dengan laporan keuangan

dan pembukuan yang diselenggarakan oleh wajib pajak. Metode tidak langsung

dengan cara melalui pendekatan penghasilan biaya dengan perhitungan tertentu.

9. Prosedur Pemeriksaan

Mardiasmo (1997:35-36), menjelaskan tentang prosedur pemeriksaan


untuk memeriksa pajak adalah sebagai berikut:
a. Petugas pemeriksa harus dilengkapi dengan Surat Perintah Pemeriksaan

Pajak (SP3) dan harus memperlihatkan kepada Wajib Pajak yang

diperiksa.

b. Wajib Pajak yang diperiksa harus:

1) Memperlihatkan dan / meminjamkan buku atau catatan, dokumen

yang menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan

penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib

Pajak, atau objek yang terhutang pajak.

2) Memberi kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang

dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan.

3) Memberikan keterangan yang diperlukan

4) Apabila dalam pengungkapan hal-hal dalam angka (1) Wajib Pajak

terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakan, maka kewajiban itu

tidak berlaku untuk keperluan pemeriksaan tersebut

c. Dirjen Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruang

tertentu, bila Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban huruf b diatas.

C. Surat Pemberitahuan (SPT)


1. Pengertian dan Fungsi SPT

Surat Pemberitahuan adalan surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk

melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak, dan atau bukan

objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan.

Fungsi SPT menurut penjelasan Pasal 3 ayat (1) Perubahan ketiga UU

Nomor. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

UU Nomor. 16 Tahun 2000, adalah:

a. Bagi Wajib Pajak penghasilan, SPT PPh berfungsi sebagai sarana untuk:

1) Melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak

yang sebenarnya terutang.

2) Melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan

sendiri dan atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain

dalam satu tahun pajak atau bagian tahun pajak.

3) Melaporkan penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan

objek pajak, harta dan kewajiban.

4) Melaporkan pembayaran pemotong atau pemungut tentang

pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain

dalam satu masa pajak.

b. Bagi pengusaha kena pajak, SPT PPN berfungsi sebagai sarana untuk:
1) Melaporkan dan mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah pajak

pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang

sebenarnya terutang.

2) Melaporkan pengkreditan pajak masukan terhadap pajak keluaran

3) Melaporakan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah

dilaksanakan sendiri oleh pengusaha kena pajak dan atau melalui pihak

lain dalam satu masa pajak.

4) Melaporkan dan mempertanggung jawabkan pajak yang dipotong atau

dipungut dan disetorkan.

c. Pemotong atau pemungut pajak, SPT berfungsi sebagai sarana untuk melaporkan, mempertanggung jawabkan pajak
yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.

2. Jenis Surat Pemberitahuan (SPT)

Surat pemberitahuan berdasarkan periode waktu pelaporannya, ada dua

macam SPT, yaitu:

a. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa

pajak yang dilaporkan setiap bulan,

b. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu

Tahun pajak atau Bagian Tahun pajak yang dilaporkan setiap tahun.

Sedangkan berdasarkan subjek pajaknya, ada SPT Wajib Pajak Orang

Pribadi dan Wajib Pajak Badan. Adapun SPT yang sesuai dengan topik

pembahasan skripsi ini adalah SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan.

3. Bentuk Surat Pemberitahuan (SPT)


Bentuk dan isi SPT serta keterangan dan atau dokumen yang harus

dilampirkan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Bentuk SPT

Tahunan PPh Wajib Badan (1771) sendiri yaitu:

a. Yang wajib mengisi SPT PPh Badan adalah seluruh Wajib Pajak Badan

yang telah terdaftar dan telah mempunyai NPWP.

b. Bentuk formulir dan isi SPT PPh Badan ini diatur dengan keputusan

Direktorat Jenderal Pajak Nomor: KEP.394 PJ/2002 Tanggal 30 Agustus

2002.

c. Dokumen yang harus dilampirkan adalah:

1) Neraca dan Laporan Rugi-Laba tahun pajak yang bersangkutan beserta

rekonsiliasi laba-rugi fiskal.

2) Daftar perhitungan penyusutan dan atau amortisasi fiskal.

3) Perhitungan kompensasi kerugian, jika ada kompensasi kerugian yang

masih dapat dikompensasikan.

4) SSP PPh Pasal 29 dalam hal adanya kekurangan pajak yang terhutang.

5) Surat Kuasa Khusus dalam hal SPT ditandatangani oleh bukan Wajib

Pajak .

6) Lampiran-lampiran yang dianggap perlu untuk menjelaskan

perhitungan besarnya penghasilan kena pajak atau besarnya PPh Pasal

25.

4. Pihak pengisi SPT


Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahan dengan benar, jelas, dan

lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam hal SPT diisi dan

ditandatangani oleh pengurus atau direksi. Yang termasuk Wajib Pajak Badan

adalah semua Wajib Pajak Badan dengan nama dalam bentuk apapun termasuk

badan koperasi yang dalam hal ini dibedakan atas badan yang dalam usahanya

mengadakan pembukuan dan yang menggunakan norma penghitungan.

5. Batas Waktu Penyampaian dan Perpanjangan Penyampaian SPT

Batas waktu penyampaian SPT diatur sebagai berikut:

a. Untuk SPT Masa, harus disampaikan paling lambat 20 hari (dua puluh

hari) setelah masa pajak berakhir.

b. Untuk SPT Tahunan, harus disampaikan paling lambat tiga bulan setelah

akhir tahun pajak.

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu

penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan dalam jangka waktu paling lama

enam bulan. Permohonan perpanjangan SPT tersebut disampaikan secara tertulis

disertai surat pernyataan mengenai perhitungan sementara pajak terhutang dalam

satu tahun pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak terhutang.

Bila SPT tidak disampaikan seusai batas waktunya atau batas waktu perpanjangan

penyampaian SPT Tahunan, akan diterbitkan Surat Teguran.

D. Pajak Penghasilan
1. Pengertian Pajak

Siti Resmi (2003:74) menyatakan bahwa pengertian Pajak Penghasilan

adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atau penghasilan yang

diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak.

2. Subjek Pajak Penghasilan

Subjek pajak penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi

untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak

penghasilan. Subjek pajak penghasilan menurut Perubahan ketiga atas UU Nomor

6 Tahun 1983 yang telah diubah terakhir dengan UU Nomor 16 Tahun 2000 Pasal

2 ayat (1) disebutkan bahwa yang menjadi subjek adalah:

a. Orang Pribadi

b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang

berhak

c. Badan. Pengertian badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang

merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak

melakukan usaha yang meliputi, Perseroan Terbatas, Perseroan

Komanditer, Badan Usaha Milik Negara, atau Daerah. Dengan nama dan

dalam bentuk apapun, Firma, Kongsi, Koperasi, Dana pensiun, Yayasan

dan bentuk badan lainnya.

d. Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang dimaksud dengan BUT adalah bentuk

usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal

di Indonesia atau berada di Indonesia tidak lebih 183 hari dalam jangka

waktu 12 bulan atau badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia, yang dapat berupa tempat kedudukan manajemen,

cabang perusahaan, kantor pewakilan, dan lain sebagainya.

3. Objek Pajak Penghasilan

Objek pajak penghasilan yang dimaksud adalah setiap tambahan

kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik berasal dari

dalam maupun luar negeri, yang dapat dipakai sebagai konsumsi atau untuk

menabah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan bentuk

apapun.

Jenis penghasilan yang dikenakan pajak atau disebut objek pajak sesuai

dengan Pasal 4 ayat (1) UU PPh dikelompokkan sebagai berikut:

a. Pegantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang

diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,

komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk

lainnya. Ditentukan lain dalam undang-undang.

b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan dan penghargaan.

c. Laba usaha

d. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai

biaya.

e. Bunga, termasuk premium, diskonto dan imbalan lain karena jaminan

pengembalian utang.

f. Dividen, dengan nama dan bentuk apapun, termasuk dividen dari

perusahaan asuransi pada pemegang polis, dan pembagian SHU koperasi,

g. Royalti
h. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.

i. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.

j. Premi asuransi.

E. Wajib Pajak Badan dan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan

1. Wajib Pajak Badan

Pengertian Wajib Pajak sebagaimana diterangkan dalam Undang-undang

KUP Pasal 1 adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban

perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan

baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi

perseroan terbatas, perseroan komanditer, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah

dengan nama dan dalam bentuk apapun, frma, kongsi, kopeasi, dana pensiun,

persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik

atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan

lainnya.

2. SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan

Pengertian dari SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk

melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan

objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan. Berdasarkan periode waktu pelaporannya ada

dua macam SPT yaitu SPT Masa yang dilaporkan setiap bulan, dan SPT Tahunan
yang dilaporkan setiap tahun. Sedangkan berdasarkan subjek pajaknya ada SPT

awjib pajak orang pribadi dan SPT Wajib Pajak Badan. Adapun SPT yang sesuai

dengan topik bahasan skripsi ini adalah SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan.

a. Ketentuan formal SPT

Ketentuan mengenai formulir SPT yang digunakan beserta

lampiran dan petunjuk pengisiannya, diatur dalam keputusan Direktorat

Jenderal Pajak Nomor:KEP-185/PJ./2003 Tanggal 19 Juni 2003, yang

berlaku mulai tahun pajak 2003. batas waktu penyampaian SPT yaitu bulan

setelah akhir tahun pajak. Sehubungan dengan laporan dalam SPT ini jenis

formulir SPT yang digunakan oleh Wajib Pajak Badan adalah:

1) Formulir SPT 1771, yaitu SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan.

2) Formulir SPT 1771-I, yaitu penghasilan neto dalam negeri dari usaha

dan dari luar usaha.

3) Formulir SPT 1771-II, yaitu daftar pemotongan / pemungutan PPh oleh

pihak lain dan PPh yang ditanggung pemerintah.

4) Formulir SPT 1771-III, yaitu penghasilan neto dan pajak atas

penghasilan yang dibayar/ terutang di luar negeri.

5) Formulir SPT 1771-IV, yaitu daftar penerimaan dividen, bonus, tantiem

dan gratifikasi.

6) Formulir SPT 1771-V, yaitu daftar susunan pengurus/komisaris/badan

pemeriksa, daftar pemegang saham/pemilik modal, daftar cabang/badan

anggota koperasi.
7) Formulir SPT 1771-VI, yaitu penghasilan yang tealah dikenakan pajak

bersifat final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak.

b. Kelengkapan SPT

SPT yang dilaporkan ke KPP oleh wajib pajak harus memenuhi

syarat kelengkapan sebagaima telah ditetapkan oleh Dirjen Pajak. SPT

lengkap adalah SPT yang semua elemen SPT induk dan lampirannya telah

diisi lengkap, SPT induk telah ditanda tangani oleh Wajib Pajak atau

kuasanya, serta dilampiri dengan lampiran khusus dan atau lampiran yang

telah disyaratkan.

c. Ketentuan Pembukuan

Untuk dapat mengisi SPT, maka Wajib Pajak yang melakukan

usaha atau pekerjaan bebas berkewajiban untuk melakukan pencatatan atau

pembukuan.

Pengertian pembukuan secara fiskal yaitu sebagai berikut:

“Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan


secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang
meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah
harga perolehan dan penyerahan arang atau jasa yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca dan rugi-laba pada setiap
tahun pajak berakhir”.

Adapun syarat-syarat minimal pembukuan fiskal adalah:

1) Pembukuan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan

huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah dan disusun dalam

bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh

Menteri Keuangan.
2) Pembukuan harta meliputi seluruh kegiatan usaha serta pekerjaan

bebas yang dilakukan Wajib Pajak.

3) Pembukuan harus dilakukan secara teratur, tepat waktu, terinci dan

taat asas.

4) Pembukuan harus didukung dengan bukti-bukti transaksi yang dapat

dipertanggung jawabkan kebenarannya dan keabsahannya.

5) Pembukuan harus dapat ditelusuri kembali apabila diperlukan.

6) Pembukuan harus ditutup dengan membuat neraca dan perhitungan

rugi-laba pada setiap akhir tahun pajak.

F. Kerangka Pemikiran

Ada dua variabel yang diuji dalam penelitian ini yaitu hubungan antara

variabel independen (Pemeriksaan Pajak) dengan variabel dependen (SPT

Tahunan PPh WP Badan) yang disajikan dalam bentuk diagram:

Pemeriksaan Pajak SPT Tahunan PPh WP Badan


(variabel independen) (variabel dependen)

(Gambar 2.1): Kerangka Pemikiran

Pemeriksaan pajak merupakan variabel yang diduga secara logis

menjelaskan atau mempengaruhi variabel SPT Tahunan PPh WP Badan (Gambar

2.1).
G. Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2007 Tentang

Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum

dan Tata cara Perpajakan Dan Sunset Policy

1. Undang-Undang Republik Indonesia No. 28 Tahun 2007 Tentang

Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum

dan Tata cara Perpajakan

Bahwa dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan dan

meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak dan untuk lebih memberikan

kepastian hukum serta mengantisipasi perkembangan di bidang teknologi

informasi dan perkembangan yang terjadi dalam ketentuan-ketentuan material

di bidang perpajakan perlu dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang

Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang

Nomor 16 Tahun 2000;

a. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1) Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
2) Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar
pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak
dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
3) Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik
daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,
lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi
kolektif bentuk usaha tetap.
4) Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun
yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang,
mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah
pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar
daerah pabean.
5) Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai 1984 dan perubahannya.
6) Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada
Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak
dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
7) Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib
Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang
terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan
dalam Undang-Undang ini.
8) Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila
Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan
tahun kalender.
9) Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun
Pajak.
10) Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat,
dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun
Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
11) Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan
untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek
pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/ atau harta dan kewajiban
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
12) Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu
Masa Pajak.
13) Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk
suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
14) Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak
yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah
dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
15) Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar.
16) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak,
jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
17) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang
telah ditetapkan.
18) Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah
kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
19) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah
kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya
tidak terutang.
20) Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak
dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
25)Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan
mengolah data, keterangan, dan/ atau bukti yang dilaksanakan secara
objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
27)Pemeriksaan Bukti Permulaan adaiah pemeriksaan yang dilakukan
untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah
terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.

b. Ketentuan Pasal 2 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


Pasal 2
7) Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus
memberikan keputusan atas permohonan penghapusan Nomor Pokok
Wajib Pajak daiam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Wajib Pajak
orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Wajib Pajak badan,
sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
c. Ketentuan Pasal 3 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3
1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan
benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan
menggunakan hurut Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah,
dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat
Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau
tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a)
mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain yang
tata cara pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
3) Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah:
a. untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari
setelah akhir Masa Pajak;
b. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir
Tahun Pajak; atau
c. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun
Pajak.
4) Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain
kepada Direktur Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
5a) Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan sesuai batas waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau batas waktu perpanjangan
penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (4), dapat diterbitkan Surat Teguran.
6) Bentuk dan isi Surat Pemberitahuan serta keterangan dan/atau
dokumen yang harus dilampirkan, dan cara yang digunakan untuk
menyampaikan Surat Pemberitahuan diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
7) Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan apabila:
a. Surat Pemberitahuan tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud
pada ayat (1);
b. Surat Pemberitahuan tidak sepenuhnya dilampiri keterangan
dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (6);
c. Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar disampaikan
setelah 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian
Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan Wajib Pajak telah ditegur
secara tertulis; atau
d. Surat Pemberitahuan disampaikan setelah Direktur Jenderal Pajak
melakukan pemeriksaan atau menerbitkan surat ketetapan pajak.
7a) Apabila Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Direktur Jenderal Pajak wajib
memberitahukan kepada Wajib Pajak.

d. Ketentuan Pasal 4 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:


Pasal 4
1) Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.
2) Surat Pemberitahuan Wajib Pajak badan harus ditandatangani oleh
pengurus atau direksi.
3) Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa
khusus untuk mengisi dan menandatangani Surat Pemberitahuan,
surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada Surat
Pemberitahuan.
4) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasiian Wajib Pajak yang
wajibmenyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dengan laporan
keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain
yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasiian Kena
Pajak.
4a)Laporan Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalan
laporan keuangan dari masing-masing Wajib Pajak.
4b)Dalam hal laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4a)
diaudit oleh Akuntan Publik tetapi tidak dilampirkan pada Surat
Pemberitahuan, Surat Pemberitahuan dianggap tidak lengkap dan
tidak Jelas, sehingga Surat Pemberitahuan dianggap tidak
disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (7) huruf b.
5) Tata cara penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

e. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut;


Pasal 6
1) Surat Pemberitahuan yang disampaikan langsung oleh Wajib Pajak ke
kantor Direktorat Jenderal Pajak harus diberi tanggal penerimaan
oleh pejabat yang ditunjuk dan kepada Wajib Pajak diberikan bukti
penerimaan.
2) Penyampaian Surat Pemberitahuan dapat dikirimkan melalui pos
dengan tanda bukti pengiriman surat atau dengan cara lain yang
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
3) Tanda bukti dan tanggal pengiriman surat untuk penyampaian Surat
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap
sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan sepanjang Surat
Pemberitahuan tersebut telah lengkap.
f. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
1) Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu
perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa
denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Rp100.000,00
(seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya, dan
sebesar Rp1.000.000,00 (satu Juta rupiah) untuk Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan serta
sebesar Rp100.000.00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang
pribadi.
g. Di antara Pasal 13 dan Pasal 14 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal
13A yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 13A
Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan
Surat Pemberitahuan menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya
tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang
isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan
tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak
tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang
terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua
ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan
melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.
2. Sunset Policy

a. Pengertian Sunset Policy

Jakarta 1 Juli 2008, Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution,

bertempat di kantor Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan penjelasan

mengenai Sunset Policy yang diamanatkan pasal 37A Undang-undang No.

28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga atas UU No. 6 Tahun 1983

tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan (UU KUP) beserta

peraturan pelaksanaannya.

Sunset policy adalah semacam pengampunan pajak yang

terbatas pada sanksi administrasi berupa bunga yang tidak akan

dikenakan apabila Wajib Pajak yang berhak menyampaikan

Surat Pemberitahuan tertentu.

Ada dua jenis pengampunan berupa penghapusan

sanksi ini yang diberikan oleh Undang-undang KUP yang

baru ini. Pertama adalah pengurangan atau penghapusan

sanksi administrasi berupa bunga atas pembetulan SPT

Tahunan untuk tahun pajak sebelum tahun 2007. Yang

kedua adalah penghapusan sanksi administrasi atas pajak

yang tidak atau kurang dibayar untuk Tahun Pajak

sebelum diperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak bagi Wajib


Pajak Orang Pribadi yang mendaftarkan diri secara

sukarela untuk mendapatkan NPWP.

b. Jenis Sunset Policy

Ada dua jenis sunset policy berdasarkan ketentuan

yaitu :

1) Sunset Policy Untuk Wajib Pajak Baru

Penghapusan sanksi administrasi berupa

bunga atas pajak yang tidak atau kurang dibayar

bagi Wajib Pajak orang pribadi yang secara

sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh

Nomor Pokok Wajib Pajak dalam tahun 2008 dan

menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan

Wajib Pajak Orang Pribadi untuk Tahun Pajak

2007 dan sebelumnya.

Fasilitas pembebasan sanksi ini khusus

diberikan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi saja


yang mendaftarkan diri secara sukarela dalam

tahun 2008. Wajib Pajak yang memperoleh NPWP

dalam tahun 2008 berdasarkan hasil ekstensifikasi

termasuk dalam kriteria mendaftarkan diri secara

sukarela ini sehingga dapat menggunakan

fasilitas sunset policy.

Termasuk dalam lingkup penyampaian Surat

Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib

Pajak Orang Pribadi meliputi penyampaian Surat

Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang

terkait dengan pembayaran:

a. Pajak Penghasilan Pasal 29;

b. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2); dan/atau

c. Pajak Penghasilan Pasal 15, Yang dibayar

sendiri dan dilaporkan dalam SPT Tahunan

Pajak Penghasilan.

2) Sunset Policy Untuk Wajib Pajak Lama

Yang dimaksud dengan Wajib Pajak Lama

adalah Wajib Pajak yang sudah terdaftar sebagai

Wajib Pajak sebelum 1 Januari 2008. Penghapusan


sanksi administrasi berupa bunga atas

keterlambatan pelunasan kekurangan pembayaran

pajak diberikan kepada Wajib Pajak lama, baik

Orang Pribadi maupun Badan, yang dalam tahun

2008 menyampaikan pembetulan Surat

Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan

sebelum Tahun Pajak 2007.

Termasuk dalam lingkup pembetulan Surat

Pemberitahuan Tahunan Pajak meliputi

pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak

Penghasilan yang terkait dengan pembayaran:

a. Pajak Penghasilan Pasal 29;

b. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2); dan/atau

c. Pajak Penghasilan Pasal 15, yang dibayar

sendiri dan dilaporkan dalam Surat

Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

c. Persyaratan Yang Harus Dipenuhi

Untuk mendapatkan fasilitas penghapusan sanksi

yang dikenal dengan sunset policy ini, Wajib Pajak baru

harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :


1) Secara sukarela mendaftarkan diri untuk

memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dalam tahun

2008;

2) Tidak sedang dilakukan pemeriksaan Bukti

Permulaan, penyidikan, penuntutan, atau

pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di

bidang perpajakan;

3) Menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan

Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya terhitung sejak

memenuhi persyaratan subjektif dan objektif paling

lambat tanggal 31 Maret 2009; dan

4) Melunasi seluruh pajak yang kurang dibayar yang

timbul sebagai akibat dari penyampaian Surat

Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum

Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan

disampaikan.

Sedangkan persyaratan bagi Wajib Pajak baru

adalah sebagai berikut :

1) Telah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak sebelum

tanggal 1 Januari 2008;


2) Terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak

Penghasilan yang dibetulkan belum diterbitkan surat

ketetapan pajak;

3) Terhadap Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak

Penghasilan yang dibetulkan belum dilakukan

pemeriksaan atau dalam hal sedang dilakukan

pemeriksaan, Pemeriksa Pajak belum menyampaikan

Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;

4) Telah dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan,

tetapi Pemeriksaan Bukti Permulaan tersebut tidak

dilanjutkan dengan tindakan penyidikan karena tidak

ditemukan adanya Bukti Permulaan tentang tindak

pidana di bidang perpajakan;

5) Tidak sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti

Permulaan, penyidikan, penuntutan, atau

pemeriksaan di pengadilan atas tindak pidana di

bidang perpajakan;

6) Menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan

Tahun Pajak 2006 dan sebelumnya paling lambat

tanggal 31 Desember 2008; dan


7) Melunasi seluruh pajak yang kurang dibayar yang

timbul sebagai akibat dari penyampaian Surat

Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebelum

Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan

disampaikan.

8) Dalam hal Wajib Pajak membetulkan Surat

Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang

sedang dilakukan pemeriksaan yang juga meliputi

jenis pajak lainnya, maka pemeriksaan tersebut

dihentikan kecuali untuk pemeriksaan terhadap Surat

Pemberitahuan atas pajak lainnya yang menyatakan

lebih bayar; atau pemeriksaan tersebut tetap

dilanjutkan berdasarkan pertimbangan Direktur

Jenderal Pajak.

9) Dalam hal Wajib Pajak membetulkan Surat

Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang

tidak sedang dilakukan pemeriksaan, namun atas

Surat Pemberitahuan jenis pajak lainnya untuk

periode yang sama sedang dilakukan pemeriksaan,

maka pemeriksaan tersebut dihentikan kecuali untuk


pemeriksaan terhadap Surat Pemberitahuan atas

pajak lainnya yang menyatakan lebih bayar; atau

pemeriksaan tersebut tetap dilanjutkan berdasarkan

pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.

10) Dalam hal Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak

Penghasilan yang dibetulkan menyatakan lebih bayar,

pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak

Penghasilan dianggap sebagai pencabutan atas

permohonan pengembalian kelebihan pembayaran

pajak yang tercantum dalam Surat Pemberitahuan

Tahunan Pajak Penghasilan yang dibetulkan.

d. Tidak Dapat Digunakan Dasar Menetapkan Pajak Lain

Data dan informasi yang tercantum dalam

pembetulan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak

Penghasilan Wajib Pajak lama tidak dapat digunakan

sebagai dasar untuk menerbitkan surat ketetapan pajak

atas pajak lainnya. Dengan ketentuan ini fihak aparat

pajak tidak dapat menggunakan data dalam SPT PPh

Pembetulan untuk menagih jenis pajak lainnya. Misalnya

data dalam SPT Pembetulan SPT PPh tidak dapat


digunakan menagih PPN melalui analisis ekualisasi PPh

dan PPN.

Terhadap pembetulan Surat Pemberitahuan

Tahunan Pajak Penghasilan yang telah disampaikan

tidak dilakukan pemeriksaan, kecuali terdapat data atau

keterangan yang menyatakan bahwa pembetulan Surat

Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tersebut

tidak benar. Dalam hal terhadap pembetulan Surat

Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang telah

disampaikan dilakukan pemeriksaan karena memenuhi

ketentuan di atas, Direktur Jenderal Pajak dapat

menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat

Tagihan Pajak atas seluruh kewajiban perpajakan.

e. Wajib Pajak Lama Yang Belum Menyampaikan SPT

Wajib Pajak lama yang sebelum 1 Januari 2008

telah memiliki NPWP dan sampai dengan 31 Desember

2007 belum menyampaikan SPT Tahunan PPh sebelum

Tahun Pajak 2007, dapat menyampaikan SPT Tahunan

PPh sebelum Tahun Pajak 2007. SPT Tahunan PPh

sebelum Tahun Pajak 2007 yang disampaikan dalam


tahun 2008 tersebut diperlakukan sebagai pembetulan

SPT Tahunan PPh sebelum Tahun Pajak 2007 yang

memanfaatkan sunset policy. Jadi yang dapat

memperoleh fasilitas sunset policy ini bukan hanya atas

pembetulan SPT Tahunan PPh saja tetapi juga SPT

Tahunan PPh yang memang belum pernah disampaikan

untuk tahun pajak sebelum 2007.

f. Fasilitas Sunset Policy Lebih Dari Satu kali

Pembetulan yang diberikan penghapusan sanksi

administrasi berupa bunga adalah pembetulan SPT

Tahunan PPh yang disampaikan sebelum tanggal 1 Juli

2008 dan satu kali pembetulan setelah 30 Juni s.d. 31

Desember 2008. Dengan demikian, apabila sebelum 1 Juli

Wajib Pajak sudah menyampaikan SPT PPh Pembetulan

dan mendapatkan fasilitas sunset policy, maka setelah

tanggal 1 Juli sampai dengan 31 Desember 2008 dapat

melakukan sekali lagi pemebetulan untuk mendapatkan

fasilitas sunset policy.

Apabila sebelum 1 Juli 2008 Wajib Pajak lama

belum melakukan pembetulan, maka hak atas


penyampaian SPT Pembetulan hanya satu kali saja

dalam rangka untuk mendapatkan fasilitas sunset policy.

g. Ketentuan Lain

1) Penyampaian SPT menggunakan formulir SPT

Tahunan PPh Tahun Pajak yang bersangkutan.

2) Menuliskan ”Pembetulan berdasarkan Pasal 37A UU

KUP” atau ”SPT berdasarkan Pasal 37A UU

KUP” di bagian atas tengah SPT Induk & setiap

lampirannya

3) Kurang bayar dalam SPT Tahunan PPh harus

dilunasi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak

(SSP).

4) Melampirkan SSP lembar ke-3 pada SPT Tahunan

PPh.

5) Disampaikan ke KPP tempat Wajib Pajak terdaftar.


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah studi kasus di Kantor Pelayanan Pajak

(KPP) Jakarta Kebayoran Baru Satu. Penelitian yang dilakukan adalah dengan

cara membandingkan fakta yang ada dilaporan dengan pengetahuan teoritis yang

erat hubungannya dengan masalah yang diteliti. Adapun masalah yang akan

diteliti adalah pelaksanakan pemeriksaaan pajak terhadap SPT Tahunan PPh

Wajib Pajak Badan di KPP Jakarta Kebayoran Satu.

B. Metode Penentuan Sampel

Metode penentuan sampel yang akan digunakan dalam penulisan ini

adalah metode purposive sampling yaitu penentuan sampel dengan pengambilan

data yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan, ini berarti data yang

diambil adalah data yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan di

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta Kebayoran Baru Satu.

Dalam metode ini, siapa yang akan diambil sebagai anggota sampel

diserahkan pada pertimbangan pengumpulan data yang sesuai dengan tujuan

penelitian. Jadi, pengumpulan data yang telah diberi penjelasan oleh peneliti akan

mengambil siapa saja yang menurut pertimbangannya sesuai dengan maksud dan

tujuan penelitian (Kusnaka, 1995:63).


C. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan suatu proses pengadaan data untuk

keperluan penelitian. Dalam penyusunan skripsi ini digunakan beberapa metode

untuk mengumpulkan data dan informasi. Adapun metode pengumpulan data dan

informasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data Primer

Data primer dapat dilakukan melalui penelitian lapangan (Field Research)

dengan cara:

a. Metode Pengamatan (Observe Method)

Yaitu melakukan pengamatan langsung atas objek data dan kronologis

atau kejadian, merekam, menghitung serta mencatat data yang diperoleh

dari seksi PPh Badan, seksi TUP pada bagian pengisian SPT Tahunan, dan

seksi Pengolahan data dan Informasi.

b. Metode Wawancara (Interview Method)

Yaitu tehnik pengumpulan data dengan mengadakan tanya jawab kepada

salah satu petugas pemeriksa pajak dari seksi PPh Badan sebagai pihak

yang berkepentingan dan terkait sesuai dengan penelitian yang dilakukan.

2. Data Sekunder

Data sekunder dapat diperoleh melalui penelitian kepustakaan (Library

Research) penelitian ini digunakan untuk mendapatkan landasan dan konsep yang

kuat agar permasalahan dapat dipecahkan. Penelitian ini dilakukan dengan

membaca literatur yang ada, buku, dan berbagai sumber yang berhubungan

dengan topik skripsi yang dibahas, seperti sejarah KPP, struktur organisasi dan
data-data lainnya. Serta melalui dokumentasi yaitu mencatat dan memfotokopi

dokumen yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan dalam KPP.

D. Metode Analisis Data

Dalam penulisan skripsi ini, digunakan Metode Analisis Deskriptif yaitu

membandingkan antara data maupun informasi yang diperoleh dari penelitian

langsung pada kantor pelayanan pajak dengan pengetahuan atau landasan teori

yang diperoleh dari literatur yang tersedia yang berkenaan dengan masalah yang

diteliti.

Menurut Gay (1976) dalam buku Alimudin Tuwu (1993:71)

mendefinisikan metode penelitian deskriptif sebagai kegiatan yang meliputi

pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan

yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu

penelitian.

Metode Deskriptif ini dilakukan secara kualitatif yaitu menguraikan

dengan kalimat atau secara teoritis dengan mengklasifikasikan data tersebut

sesuai dengan golongan atau kelompok. Analisis data diperoleh dari hasil

pengumpulan data, baik data primer maupun data sekunder dianalisis dengan

tujuan untuk menjawab masalah penelitian.

Selain itu data juga diperoleh melalui Metode Statistik Deskriptif yaitu

penyajian data dilakukan melalui tabel dan perhitungan persentase. Pada

penyajian data dengan tabel dan perhitungan persentase tersebut digunakan

Metode Rata-rata Hitung atau dapat disingkat Rata-rata (Mean), sekumpulan data

adalah bilangan yang didapat dari hasil pembagian jumlah nilai data yaitu SPT
yang diterima KPP oleh banyak data yaitu Wajib Pajak yang terdaftar di KPP

dalam kumpulan itu. Dengan perhitungan tersebut dapat dilihat seberapa besar

tingkat efektifitas Wajib Pajak Badan dalam pelaporan SPT Tahunannya

berdasarkan pelaksanaan pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh KPP Jakarta

Kebayoran Baru Satu, apakah memiliki kecenderungan naik atau turun. Rumus

yang digunakan bersumber dari replikasi penelitian sebelumnya yang telah

dilakukan oleh Iis Rahmawati (2006), dengan judul skripsi “Analisis Kepatuhan

Wajib Pajak dalam Pelaporan SPT Masa PPN Dikaitkan dengan Rencana

Penerimaan PPN pada KPP Jakarta Cilandak”.

Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:


SPT diterima KPP
Persentase (%) tingkat efektifitas =
WP terdaftar di KPP

Rata-rata hitung, beberapa ciri yang penting antara lain:

1. Nilainya dapat menyimpang terlalu jauh karena adanya nilai-nilai eksterm,

sehingga dalam distribusi dengan kecenderungan yang jelek, rata-rata hitung

dapat kehilangan makna.

2. Ukuran ini paling terkenal karena paling sering digunakan, sehingga

penjelasan panjang tentang rata-rata hitung tidak perlu diberikan.

E. Operasional Variabel Penelitian

Operasional variabel penelitian merupakan penjelasan dari pengertian

teoritis variabel sehingga dapat diamati dan diukur, sedangkan variabel itu sendiri

adalah segala sesuatu yang dapat diberi berbagai macam nilai dapat berupa angka

atau berupa atribut yang menggunakan ukuran atau skala dalam suatu kisaran

nilai.
Variabel utama yang berkenaan dengan topik pembahasan dalam skripsi

ini adalah merupakan variabel tunggal yang terdiri dari beberapa sub variabel

antara lain:

1. Pemeriksaan Pajak adalah serangkaian kegiatan untuk mencari,

mengumpulkan, mengolah data dan atau keterangan lainnya utuk menguji

kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam

rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Surat Pemberitahuan adalah surat yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk

melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau

bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban, menurut ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan.

3. Pajak Penghasilan Terhutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu

saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak

menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

4. Wajib Pajak Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang

merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak

melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,

Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk

apapun, frma, kongsi, kopeasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan,

yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi yang

sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya, dan

diwajibkan untuk melakukan pembukuan dengan cara yang telah ditetapkan

dalam KUP.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Tentang Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta

Kebayoran Baru Satu

1. Sejarah Dan Perkembangan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Jakarta

Kebayoran Baru Satu

Pada tahun 1966 diresmikan berdirinya suatu instansi pajak di lokasi

Jakarta Selatan tepatnya di Jl.K.H Ahmad Dahlan No.14 A, Kebayoran Baru,

Jakarta Selatan yang bernama Kantor Inspeksi Pajak Pendapatan Kebayoran.

Kemudian pada tahun 1974 diubah menjadi Kantor Inspeksi Pajak Jakarta

Selatan Dua. Lalu sesuai dengan perubahan waktu dan keadaan maka pada

tahun 1994 diubah lagi menjadi Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran

Baru (KPP JKB). Dan terakhir pada tahun 2002 mengalami perubahan

menjadi Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu.

Awal beroperasinya KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu dilakukan

secara bersama dengan KPP Jakarta Kebayoran Baru Dua di gedung Jl. K.H.

Ahmad Dahlan No. 14 A, Kebayoran Baru Jakarta Selatan. Tetapi karena

melihat kondisi dan kapasitas gedung yang tidak memungkinkan untuk dihuni

2 unit kantor dan seirama dengan langkah reorganisasi Ditjen Pajak, maka

pada awal tahun 2002 dilakukan pemindahan lokasi untuk KPP Jakarta

Kebayoran Dua menempati gedung baru di Graha kanan, Jl TB simatupang

Kav.18 jakarta Selatan. Sementara itu KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu tetap

menempati gedung lama.


Wilayah adiministrasi KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu meliputi satu

wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Kebayoran Baru dengan batas-batas

sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Kec. Kebayoran Lama, Jl. Jend. Sudirman dan

Jl. Jend Gatot Subroto.

b. Sebelah Timur : Kec. Mampang Prapatan.

c. Sebelah Barat : Kec. Cilandak.

d. Sebelah Barat : Kec. Cilandak dan Kebayoran Lama

Wilayah kerja KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu meliputi 6 (enam)

Kelurahan , Yaitu :

a. Kelurahan Senayan

b. Kelurahan Selong

c. Kelurahan Melawai

d. Kelurahan Gunung

e. Kelurahan Petogogan

f. Kelurahan Rawa Barat

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) adalah unsur pelakasana Direktorat

Jenderal di bidang pelayanan pajak yang berada di bawah dan bertanggung

jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah. KPP Jakarta Kebayoran Baru

Satu ini melakukan tugas pokoknya antara lain pelayanan, pengawasan

adiminstratif, pemeriksaan sederhana terhadap Wajib Pajak di bidang Pajak

Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah,


dan Pajak Tidak Langsung Lainnya dalam wilayah wewenangnya berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Gambar 4.1
Susunan Organisasi KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu

Kepala
Kantor

Sub
Bagian
Umum

Seksi Seksi Seksi Seksi Seksi Seksi Seksi Seksi


PDI TUP PPh OP PPh P2PPh PPN/PTLL Penagihan Penkeb
Badan
Sumber : KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu

Dalam melaksanakan tugasnya kegiatan di KPP Jakarta Kebayoran Baru

Satu dibagi dalam 8 (delapan) seksi dan Sub Bagian Tata Usaha, uraiannya

adalah sebagai berikut :

a. Kepala kantor Pelayanan Pajak

b. Subbagian Tata Usaha

Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha,

kepegawaian, keuangan dan rumah tangga.

c. Seksi-seksi

1). Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI)

Mempunyai tugas melakukan urusan pengolahan data dan

penyajian informasi, penggalian potensi perpajakan serta melakukan

tugas ekstensifikasi Wajib Pajak Seksi pengolahan Data dan

Informasi (PDI) terdiri dari :


a) Subseksi Data masukan dan keluaran ;

b) Subseksi pengolahan Data dan penyajian Informasi ;

c) Subseksi pengalian Potensi Pajak dan Ekstensifikasi Wajib

Pajak

2). Seksi Tata Usaha Perpajakan (TUP)

Mempunyai tugas melakukan urusan Tata Usaha Wajib Pajak,

penerimaan dan pengecekan surat pemberitahuan tahunan serta

penerbitan surat ketetapan pajak. Seksi Tata Usaha perpajakan terdiri

dari :

a) Subseksi pendaftaran Wajib Pajak

b) Subseksi Surat Pemberitahuan Pajak ;

c) Subseksi Ketetapan dan Kearsipan Wajib Pajak

3). Seksi Pajak penghasilan Perorangan (PPh OP)

Mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan dan pengecekan

surat pemberitahuan Masa, Memantau dan menyusun laporan

pembayaran masa serta melakukan verifikasi atas surat

pemberitahuan masa dan tahunan pajak penghasilan perseorangan.

Seksi Pajak penghasilan perseorangan terdiri dari :

a) Subseksi Pengawasan pembayaran Masa pajak Penghasilan

Badan.

b) Subseksi verifikasi pajak penghasilan Perseorangan.

4). Seksi Pajak Penghasilan Badan (PPh Badan)


Mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan dan pengecekan

surat pemberitahuan masa, memantau dan menyusun laporan

pembayaran masa serta melakukan verifikasi atas surat

pemberitahuan masa dan tahunan Pajak Penghasilan Badan.

Seksi Pajak Penghasilan Badan terdiri dari :

a) Subseksi pengawasan pembayaran masa Pajak Penghasilan Badan ;

b) Subseksi Verifikasi Pajak Penghasilan Badan.

5). Seksi Pemotongan dan pemungutan Pajak penghasilan (P2PPh)

Mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan dan pengecekan

surat pemberitahuan masa, memantau dan menyusun laporan

pembayaran masa serta melakukan verifikasi atas surat pemberitahuan

masa dan tahunan pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan.

Seksi pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan terdiri dari :

a) Subseksi pengawasan Pembayaran Masa Pemotongan dan

Pemungutan Pajak Penghasilan;

b) Subseksi Verifikasi Pemotongan dan Pemungutan Pajak

Penghasilan.

6). Seksi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak langsung Lainnya

( PPN dan PTLL)

Mempunyai tugas melakukan urusan penatausahaan dan pengecekan

Surat Pemberitahuan Masa, memantau dan menyusun Laporan

perkembangan pengusaha kena pajak dan kepatuhan surat

Pemberitahuan Masa, melakukan urusan konfirmasi faktur Pajak, serta


melakukan urusan verifikasi atas surat pemberitahuan masa Pajak

pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan pajak

Tidak Langsung Lainnya.

Seksi Pajak pertambahan Nilai dan Pajak Tidak Langsung Lainnya

terdiri dari:

a. Subseksi Pajak Pertambahan Nilai Industri;

b. Subseksi pajak pertambahan Nilai Perdagangan;

c. Subseksi Pajak Pertambahan Nilai Jasa dan Pajak Tidak Langsung

Lainnya;

d. Subseksi Verifikasi Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak

langsung Lainnya.

7). Seksi Penagihan

Mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha piutang Pajak dan

penagihan Wajib Pajak. Seksi penagihan terdiri dari :

1) Subseksi Tata Usaha Piutang Pajak

2) Subseksi Penagihan

8) Seksi Penerimaan dan Keberatan (Penkeb)

Mempunyai tugas melakukan tata usaha penerimaan, restitusi,

rekonsiliasi pembayaran pajak dan penyelesaian keberatan serta

perselisihan perpajakan.

Seksi Penerimaan dan Keberatan terdiri dari:

a) Subseksi Tata Usaha Penerimaan Pajak dan Resitusi;

b) Subseksi Rekonsiliasi ;
c) Subseksi Keberatan Pajak Penghasilan ;

d) Subseksi Keberatan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Tidak

Langsung lainnya.

2. Pemeriksa Pajak

Petugas yang mendapat kewajiban sebagai tim pelaksana pemeriksaan

pajak di seksi Pajak Penghasilan Badan berjumlah duabelas orang tenaga

pemeriksa pajak yang terdiri dari:

a) Kepala Seksi (Supervisor)

b) Satu Orang Kasubsi (Ketua Tim)

c) Sepuluh Orang Pelaksana (Anggota Tim)

Tabel 4.1
Tenaga Pemeriksa Pajak Di Seksi PPh Badan

Subsi Pendidikan Golongan

Kasi Pelaksana

Heru Wibowo, Ak. S2 IIIc

Kasubsi (Ketua Tim)

Wibowo Dwi R, SE. S1 IIIa

Pelaksana

Yuli Setianingsih DIII IIIa

Hendrawan DIII IIIa


Dari tabel diatas dapat dilihat pendidikan para petugas pemeriksa pajak.

Beberapa diantara para pameriksa pajak yang berlatar belakang pendidikan DIII,

saat ini sedang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (S1) di

beberapa perguruan tinggi di Jakarta.

Dalam setiap pelaksanaan pemeriksaan, penugasan sebagian besar

diberikan kepada sebuah tim pemeriksa yang terdiri dari satu orang Supervisor,

satu Ketua tim, dan dua orang anggota tim. Penentuan jumlah anggota tim dalam

setiap penugasan sebagaimana disampaikan oleh Kepala Seksi PPh Badan adalah

berdasarkan pertimbangan tingkat kesulitan dan kerumitan dari objek pemeriksaan

dengan mempertimbangkan pula pengalaman serta keahlian dari anggota tim

pemeriksa yang bersangkutan. Penunjukan anggota tim dan ketua tim pelaksana

dilakukan oleh seorang supervisor dalam hal ini Kepala Seksi PPh Badan, yang

terlebih dahulu di setujui oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran

Baru Satu.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor.123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan

RI Nomor.545/KMK.04/2000 pasal 1 ayat (2),yang menjadi petugas pemeriksa

pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau

tenaga ahli yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas dan

wewenang serta tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan pajak, maka

petugas pelaksana pemeriksa pajak yang melaksanakan pemeriksaan di KPP


Jakarta Kebayoran Baru Satu telah memenuhi persyaratan tersebut. Hal ini

dikarenakan isi dari peraturan pemerintah tersebut hanya mensyaratkan dua unsur

saja untuk menjadi seorang petugas pelaksana pemeriksaan pajak, yaitu:

a. Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau

Tenaga Ahli.

b. Diberi tugas dan wewenang serta tanggung jawab oleh Direktorat Jenderal

Pajak.

Syarat ini jelas telah terpenuhi dengan baik, karena petugas pemeriksa

pajak di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu selama ini diambil dari para

pelaksana di bagian seksi PPh Badan demikian juga dengan pemberian tugas,

wewenang serta tanggung jawab dilakukan melalui penerbitan Surat Perintah

Pemeriksaan pajak (SP3) kepada petugas pelaksana di seksi PPh Badan.

B. Hasil Dan Pembahasan

1. Wajib Pajak Badan

Wajib Pajak merupakan bagian dari masyarakat, baik sebagai

pengusaha maupun karyawan yang tentu akan berhubungan dengan lembaga-

lembaga atau instansi pelayanan publik baik secara langsung maupun tidak

langsung. Oleh karena itu peneliti perlu mengetahui berapa banyak jumlah

dari Wajib Pajak Badan maupun Orang Pribadi yang masih memenuhi

kewajiban perpajakannya di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu.

Sampai dengan tanggal 31 Desember 2006 jumlah Wajib Pajak Badan

maupun Orang Pribadi yang telah terdaftar (mempunyai NPWP) di KPP


Jakarta Kebayoran Baru Satu berdasarkan data yang diperoleh dalam laporan

pengolahan data Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2005

sampai dengan tahun 2006 dari Sistem Informasi Perpajakan yang ada adalah

sejumlah 12.623 Wajib Pajak, yang terdiri dari 6.216 Wajib Pajak Badan dan

6.407 Wajib Pajak Orang Pribadi. Dari jumlah tersebut diatas, hanya 4.321

Wajib Pajak yang telah melaksanakan kewajiban perpajakannya dalam

melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilannya, yaitu 1.775 Wajib Pajak

Badan dan 2.546 Wajib Pajak Orang Pribadi.

Dilihat dari segi jenis kegiatan usaha dan pekerjaan penduduk, Wajib

Pajak Badan di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu yang dilakukan

pemeriksaan terdiri dari Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Badan

Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,

Firma, Kongsi, Koperasi, Dana Pensiun, Persekutuan, Perkumpulan, Yayasan,

Organisasi Masa, Organisasi Sosial Politik, Lembaga, Bentuk Usaha Tetap

dan Bentuk Badan lainnya. Sedangkan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang

dilakukan pemeriksaan terdiri dari Pegawai Negeri/Pensiunan,

Direktur/Komisaris, Pegawai Swasta serta BUMN/BUMD.

2. Surat Pemberitahuan (SPT)

a. Pelaksanaan ketentuan formal

Surat Pemberitahuan Tahunan PPh Badan diterima oleh Kantor

Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu melalui tempat tersendiri

yang disebut Tempat Pelayanan Terpadu (TPT). Pelaporan SPT Tahunan

untuk tahun pajak 2006 dilakukan paling lambat 31 Maret 2007, bagi
Wajib Pajak yang terlambat melaporkan SPT Tahunannya akan dikenakan

sanksi berupa denda dan Formulir SPT yang digunakan oleh Wajib Pajak

Badan adalah Form SPT 1771.

b. Penelitian kelengkapan SPT

Setelah diteliti kelengkapan formalnya, SPT yang diterima oleh

petugas pemeriksa selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan atau editing

untuk memastikan bahwa SPT yang dilaporkan tidak terdapat kesalahan

seperti lebih bayar, kurang bayar, tidak balans ataupun nihil. Apabila

terjadi kesalahan tersebut maka petugas pemeriksa akan segera

mengirimkan surat teguran kepada Wajib Pajak tersebut untuk melakukan

perbaikan ulang terhadap SPT Tahunan yang telah diserahkannya.

Data hasil penelitian yang dikumpulkan dari wawancara serta pengamatan

langsung mengenai pelaksanaan pemeriksaan pajak atas SPT Tahunan PPh Wajib

Pajak Badan, dapat digambarkan dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4.2
Tabel SPT Tahunan untuk Tahun 2004 s/d 31 Desember 2005

Uraian WP Badan WP OP Jumlah

1. WP terdaftar 5.094 5.461 10.555

2. SPT PPh yang masuk


Nihil 960 1.498 2.458
Kurang Bayar 562 631 1.193
Lebih Bayar 84 31 115
Balans 1.594 2.160 3.754
Tidak Balans 12 0 12

Jumlah SPT yang masuk 1.606 2.160 3.766


KP.PPh pasal 1 ayat 4 10 4 14
SPT PPh 1770/1-Y 0 0 0
KP.PPh 1P 0 0 0
Pembukuan bukan Takwin 3 0 3
SPT dan Penundaan 1.616 2.164 3.780

3. Belum memasukan SPT Th. 3.478 3.297 6.775

Sumber: KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu diolah sendiri

Pada tahun pajak 2004 SPT Tahunan PPh Badan yang masuk ke KPP

Jakarta Kebayoran Baru Satu berjumlah 1.618 yang terdiri dari:

a. 960 SPT menyatakan Nihil,

b. 562 merupakan SPT Kurang Bayar,

c. 84 SPT adalah SPT Lebih Bayar,

d. 12 SPT termasuk kategori Tidak Balans.

Dapat dijelaskan bahwa, SPT Nihil adalah SPT yang menunjukan

jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau karena

pajak tidak terutang serta tidak ada kredit pajak. Sedangkan SPT Kurang

Bayar adalah SPT yang menunjukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah

kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi

administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. SPT Lebih Bayar

adalah SPT yang menunjukan adanya jumlah kelebihan pembayaran pajak

karena jumlah pokok pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang/

seharusnya tidak terutang. SPT Balans adalah SPT yang menunjukan adanya

keseimbangan diantara besarnya jumlah pokok pajak dengan jumlah pajak

yang terutang, sedangkan SPT Tidak Balans adalah SPT yang menunjukan
adanya ketidakseimbangan antara jumlah pokok pajak dengan jumlah pajak

terutangnya.

Berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 2004 s/d 31 Desember

2005 (tabel 4.2) dapat dihitung besarnya persentase efektifitas Wajib Pajak

Badan dalam melaporkan SPT Tahunannya, yaitu:

Persentase (%) tingkat efektifitas = SPT diterima KPP


WP terdaftar di KPP

= 1.616
5.094

= 31,7%

Hasil tersebut menjelaskan bahwa pelaksanaan pemeriksaan pajak

yang telah dilakukan oleh petugas pemeriksa pajak atas SPT Tahunan PPh

Wajib Pajak Badan cukup memiliki pengaruh yang sangat baik terhadap

peningkatan efektifitas Wajib Pajak Badan, yaitu sebesar 31,7% (sangat

efektif) Wajib Pajak Badan patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya

untuk melaporkan SPT Tahunannya di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu,

SPT yang dilaporkan oleh Wajib Pajak Badan tepat pada waktu yang telah

ditentukan. Pada tahun 2004 s/d 31 Desember 2005 sebagian besar Wajib

Pajak Badannya yaitu sebanyak 3.478 (tidak efektif) Wajib Pajak Badan tidak

memasukan SPT Tahunannya, menurut keterangan yang diperoleh dari KPP

bagian seksi PPh Badan hal ini dikarenakan sebagian Wajib Pajak Badan telah

membubarkan usahanya walaupun belum ada akte pembubarannya dari

instansi yang berwenang, dan sebagian lagi berdasarkan hasil penelitian dan
pengamatan yang dilakukan pihak KPP Wajib Pajak Badan yang bersangkutan

tidak melakukan kegiatan usaha lagi.

Akan tetapi pada tahun berikutnya, tahun 2005 sampai dengan 31

Desember 2006 diketahui bahwa tingkat efektifitas Wajib Pajak Badan dalam

memenuhi kewajiban perpajakannya untuk melaporkan SPT Tahunannya

sedikit mengalami penurunan, dari data yang diperoleh tahun 2005 s/d 31

Desember 2006 (tabel 4.3) tersebut dapat dihitung besarnya persentase tingkat

efektifitas Wajib Pajak Badan dalam melaporkan SPT Tahunannya, yaitu:

Persentase (%) tingkat efektifitas = SPT diterima KPP


WP terdaftar di KPP

= 1.721
5.614

= 30,6%

Hasil tersebut menjelaskan bahwa tingkat efektifitas Wajib Pajak

Badan dalam melaporkan SPT Tahunannya hanya sebesar 30,6% Wajib Pajak

Badan memenuhi kewajiban perpajakannya dalam melaporkan SPT

Tahunannya, pada tahun ini terjadi penurunan persentase tingkat efektifitas

yang disebabkan karena Wajib Pajak yang terdaftar yaitu sebanyak 3.893

Wajib Pajak Badan tidak melaporkan SPT Tahunannya pada KPP. Sebagian

dikarenakan Wajib Pajak Badan tersebut tidak diketahui lagi keberadaannya/

alamatnya walaupun sudah dilakukan pencarian oleh petugas verifikasi/

petugas yang ditunjuk untuk itu, sedangkan sebagian lainnya diketahui telah
membubarkan usahanya serta tidak melakukan kegiatan usaha lagi, yang dapat

dilihat dalam tabel 4.3 dibawah sebagai berikut:

Tabel 4.3
Tabel SPT Tahunan untuk Tahun 2005 s/d 31 Desember 2006

Uraian WP Badan WP OP Jumlah

1. WP terdaftar 5.614 5.864 11.478

2. SPT PPh yang masuk


Nihil 1.003 1.622 2.625
Kurang Bayar 640 658 1.298
Lebih Bayar 62 21 83
Balans 1.705 2.293 3.998
Tidak Balans 0 8 8

Jumlah SPT yang masuk 1.705 2.301 4.006


KP.PPh pasal 1 ayat 4 16 22 38
SPT PPh 1770/1-Y 0 0 0
KP.PPh 1P 0 1 1
Pembukuan bukan Takwin 3 0 3
SPT dan Penundaan 1.721 2.324 4.045

3. Belum memasukan SPT Th. 3.893 3.450 7.433

Sumber: KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu diolah sendiri

Untuk Tahun Pajak 2005, jumlah SPT Tahunan yang masuk mencapai

1.705 SPT, dari SPT yang masuk rinciannya adalah sebagai berikut:

1) 1.003 SPT menyatakan Nihil

2) 640 merupakan SPT Kurang Bayar

3) 62 adalah SPT Lebih Bayar

4) Tidak ada SPT yang termasuk kategori Tidak Balans.

Tabel 4.4
Tabel SPT Tahunan untuk Tahun 2006 s/d 31 Desember 2007

Uraian WP Badan WP OP Jumlah


1. WP terdaftar 6.216 6.407 12.623

2. SPT PPh yang masuk


Nihil 980 1.861 2.841
Kurang Bayar 647 667 1.314
Lebih Bayar 61 15 76
Balans 1.688 2.543 4.231
Tidak Balans 0 0 0

Jumlah SPT yang masuk 1.688 2.543 4.231


KP.PPh pasal 1 ayat 4 87 2 89
SPT PPh 1770/1-Y 0 0 0
KP.PPh 1P 0 1 1
Pembukuan bukan Takwin 3 0 3
SPT dan Penundaan 1.775 2.546 4.321

3. Belum memasukan SPT Th. 4.441 3.861 8.302

Sumber: KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu diolah sendiri

Untuk Tahun Pajak 2006 sampai dengan 31 Desember 2007 diketahui

bahwa tingkat efektifitas Wajib Pajak Badan dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya untuk melaporkan SPT Tahunannya mengalami banyak penurunan,

yaitu:

Persentase (%) tingkat efektifitas = SPT diterima KPP


WP terdaftar di KPP

= 1.775
6.216

= 28,5%

Hasil tersebut menjelaskan bahwa hanya sebesar 28,5% Wajib Pajak

Badan melaporkan SPT Tahunannya, sebagian dari Wajib Pajak Badan yang telah

terdaftar melakukan banyak penundaan serta tidak memasukan SPT Tahunannya


di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu, yaitu sebanyak 4.441 Wajib Pajak Badan

yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya selama 2 tahun berturut-turut

untuk melaporkan SPT Tahunannya. Dari Keterangan yang diperoleh hal ini

dikarenakan selain banyak yang melakukan penundaan sebagian Wajib Pajak

Badan tersebut telah membubarkan usahanya tetapi belum ada akte

pembubarannya dari instansi yang berwenang, Wajib Pajak Badan yang

berdasarkan hasil penelitian/ pengamatan sudah tidak melakukan kegiatan usaha

lagi serta tidak diketahui lagi keberadaan alamatnya meskipun sudah dilakukan

pencarian oleh petugas yang ditunjuk oleh KPP. Dan jumlah SPT yang masuk

pada tahun 2006 s/d 31 Desember 2007 berjumlah 1.688 SPT, yaitu terdiri dari:

1. 980 SPT menyatakan Nihil

2. 647 merupakan SPT Kurang Bayar

3. 61 adalah SPT Lebih Bayar

4. Tidak ada SPT yang termasuk kategori Tidak Balans.

Berdasarkan dari hasil keseluruhan perhitungan persentase tersebut

dapat dijelaskan bahwa pelaksanaan pemeriksaan pajak yang telah dilakukan

oleh petugas pemeriksa pajak atas SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan

memiliki pengaruh yang cukup baik terhadap peningkatan efektifitas Wajib

Pajak Badan untuk menyerahkan SPT Tahunannya, hal ini dapat dilihat pada

penyerahan SPT Tahunan tahun 2004 sampai dengan 31 Desember 2005 yaitu

sebesar 31,7% Wajib Pajak Badan efektif dalam memenuhi kewajiban

perpajakannya. Akan tetapi hal tersebut tidak dapat berlangsung lama

dikarenakan pada tahun berikutnya persentase penyerahan SPT Tahunan ke


Kantor Pelayanan Pajak berangsur menurun, tahun 2005 sampai dengan 31

Desember 2006 tingkat efektifitas Wajib Pajak Badan dalam memenuhi

kewajiban perpajakannya untuk melaporkan SPT Tahunannya sedikit

mengalami penurunan yaitu sebesar 30,6% saja Wajib Pajak Badan

menyerahkan SPT Tahunannya. Sedangkan untuk tahun pajak 2006 sampai

dengan 31 Desember 2007 tingkat efektifitas Wajib Pajak Badan dalam

memenuhi kewajiban perpajakannya untuk melaporkan SPT Tahunannya

banyak mengalami penurunan yaitu hanya sebesar 28,5% Wajib Pajak Badan

yang menyerahkan SPT Tahunannya, sebagian besar Wajib Pajak Badan yang

telah terdaftar banyak melakukan penundaan terhadap SPT Tahunannya serta

tidak memasukan SPT Tahunannya ke KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu.

Untuk Tahun Pajak 2007, jumlah SPT yang masuk belum dapat diketahui

karena baru akan dilaporkan pada tahun pajak 2008, yang baru diketahui

hanya jumlah Surat Tagihan Pajak saja yang masuk yaitu sebesar 487 STP.

Jadi pada tahun ini belum dapat diketahui berapa jumlah SPT yang

menyatakan Nihil, Kurang Bayar, Lebih Bayar, dan SPT Tidak Balans.

Kecenderungan penurunan ini dapat kemungkinan di sebabkan oleh

beberapa faktor yaitu diantaranya kurangnya pemahaman dan kesadaran

Wajib Pajak Badan atas kewajiban perpajakannya terutama dalam

penyampaian SPT setiap tahunnya, serta beberapa tindakan pemeriksaan yang


terkadang kurang memperhatikan norma dan pedoman pemeriksaan

sebagaimana tertuang dalam Undang-undang No.16 pasal 29 tahun 2000

Tentang ketentuan umum dan Tata cara Perpajakan, seperti transparansi atas

hasil pemeriksaan pajak yang dapat memacu rasa percaya Wajib Pajak Badan

pada pihak fiskus serta manfaat yang diperoleh dari kegiatan pemeriksaan

sebagai upaya penegakan keadilan bagi Wajib Pajak. Selain itu pada saat

pemeriksaan pajak berlangsung petugas pemeriksa sedikit mengalami

hambatan yang cukup berarti yang berasal dari fiskusnya sendiri yaitu

kurangnya petugas pemeriksa pajak yang hanya berjumlah 12 orang di KPP

Jakarta Kebayoran Baru Satu.

Terjadi peningkatan dikarenakan sarana yang telah diberikan oleh KPP

Jakarta Kebayoran Baru Satu sudah cukup memadai, dan secara umum SPT

Tahunan yang dilaporkan oleh Wajib Pajak Badan ke KPP telah memenuhi

persyaratan formal yang ditentukan, walaupun masih ada Wajib Pajak Badan

yang salah dalam menggunakan norma perhitungan. Tingkat kepatuhan Wajib

Pajak Badan yang tanggapannya untuk diperiksa cukup tinggi, sehingga

pemeriksa pajak dapat segera menyelesaikan pemeriksan tepat pada waktunya

dan sesuai dengan Surat Perintah Pemeriksaam Pajak (SP3). Selain itu dalam

rangka untuk terus meningkatkan penerimaan pajaknya KPP Jakarta

Kebayoran Baru Satu berusaha mengefektifkan Wajib Pajak Badan yang

selama ini belum terdaftar. Dan berdasarkan pengamatan serta wawancara

dengan para petugas pemeriksa pajak di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu

seksi PPh Badan, SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak sudah lengkap dan
sudah memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan. Hal ini diketahui karena

kasubsi PPh Badan melakukan pengawasan langsung terhadap lampiran

Daftar harta dan kekayaan serta Daftar kewajiban sehingga SPT tersebut telah

diisi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

c. Ketentuan Pembukuan dan Pencatatan

Dalam melaporkan pendapatannya Wajib Pajak menggunakan

pembukuan, pembukuan yang mereka pergunakan harus didukung oleh bukti-

bukti transaksi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, hal ini

dikatakan oleh salah satu petugas pemeriksa di Seksi PPh Badan. Namun ada

juga Wajib Pajak yang hanya melakukan pencatatan terhadap omset mereka

atau penghasilan brutonya dan telah menghitung penghasilan neto mereka

dengan menggunakan norma perhitungan penghasilan neto yang telah

ditetapkan sebelumnya.

3. Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

Berdasarkan hasil pengamatan langsung di KPP Jakarta Kebayoran

Baru Satu pada seksi PPh Badan, pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap
Wajib Pajak dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap persiapan, tahap

pelaksanaan dan tahap pembuatan laporan. Adapun kegiatan dari masing-

masing tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tahap Persiapan

1) Mempelajari berkas data Wajib Pajak

Proses pemeriksaan dimulai sejak diterimanya SPT Tahunan oleh

petugas pelaksana dari seksi PPh Badan yang ditunjuk secara bergiliran di

Tempat Pelayanan Terpadu (TPT). Saat petugas pemeriksa menerima SPT

Tahunan dari Wajib Pajak tersebut, hal pertama yang dilakukannya adalah

menerima kelengkapan pengisian dan lampiran yang di syaratkan sesuai

dengan jenis usaha dari Wajib Pajak. Sedangkan proses selanjutnya

petugas tersebut melakukan perekaman dan editing untuk memastikan

bahwa SPT Tahunan tidak terjadi salah hitung dan salah tulis, sehingga

data yang direkam kedalam komputer adalah data yang benar. Selama

proses tersebut petugas juga dapat memilah SPT Tahunan yang telah

diterima dan direkam sesuai dengan jenis SPT (Lebih Bayar, Kurang

Bayar, atau Nihil). Selain itu juga, petugas pemeriksa berusaha melakukan

pemahaman terlebih dahulu terhadap laporan keuangan Wajib Pajak

seperti Laporan Neraca, Laporan Rugi-Laba, dan seterusnya.

2) Menganalisa SPT dan Laporan Keuangan Wajib Pajak


Setelah proses pemilihan SPT Tahunan berakhir, petugas pemeriksa

melakukan penelahaan lebih lanjut dan membuat analisa terhadap SPT

tersebut, bagi yang memenuhi syarat untuk dilakukan pemeriksaan khusus.

Analisa terhadap SPT dilakukan dengan cara melakukan komparasi

dengan data SPT tahun sebelumnya, atau juga dengan data SPT dari Wajib

Pajak yang memiliki usaha sejenis. Selain itu analisa juga dilakukan

dengan cara memahami terlebih dahulu ketentuan apa saja yang terkait

dengan kewajiban pajak Wajib Pajak.

3) Mengidentifikasi Masalah

Agar proses pelaksanaan pemeriksaan pajak dapat berlangsung dengan

efektif dan efesien, petugas pemeriksa lebih berusaha lagi meningkatkan

melakukan identifikasi terhadap masalah yang akan dihadapi oleh

pemeriksa pajak seperti permasalahan tentang pencabutan NPWP,

pemenuhan kewajiban perpajakan, Lebih Bayar, Kurang Bayar, SPT yang

tidak masuk, SPT yang mengalami penundaan, serta masalah Wajip Pajak

pindah.

4) Melakukan Pengenalan Lokasi Wajib Pajak

Pada saat petugas menyampaikan surat permintaan peminjaman buku,

catatan, dokumen dan daftar buku yang akan dipinjam dari Wajib Pajak,

sekaligus menyampaikan SPT Pemeriksaan Pajak dan Surat Perintah

Pemeriksaan Pajak (SP3), petugas pemeriksa tersebut mengambil

kesempatan ini untuk melihat langsung bagaimana keadaan fisik tempat

tinggal dan atau tempat usaha Wajib Pajak tersebut, untuk digunakan
sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun program pemeriksaan dan

menentukan ruang lingkup pemeriksaan.

5) Menentukan Ruang Lingkup Pemeriksaan

Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor.123/PMK.03/2006

Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, jenis pemeriksaan terbagi menjadi

dua yaitu: Pemeriksaan Lapangan dan Pemeriksaan Sederhana, dan

menurut Peraturan Direktur jenderal Pajak Nomor. PER- 123/PJ/2006

Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan, yang dimaksud

dengan Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di

tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, tempat tinggal

Wajib Pajak atau di tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal

Pajak yang meliputi satu, beberapa, atau seluruh jenis pajak, untuk tahun

berjalan dan atau tahun sebelumnya.

Sedangkan Pemeriksaan Sederhana terbagi lagi menjadi dua yaitu:

Pemeriksaan Sederhana Lapangan dan Pemeriksaan Sederhana Kantor.

Mengenai ruang lingkup atau jenis pemeriksaan yang digunakan oleh KPP

Jakarta Kebayoran Baru Satu atas SPT Tahunan PPh Badan adalah dalam

bentuk Pemeriksaan Sederhana Lapangan yaitu pemeriksaan lapangan

untuk satu, beberapa atau seluruh jenis pajak, baik untuk tahun berjalan

dan atau tahun-tahun sebelumnya, yang dilaksanakan dengan menerapkan

teknik-teknik pemeriksaan yang dipandang perlu menurut keadaan dalam

rangka mencapai tujuan pemeriksaan yakni mendapatkan hasil

pemeriksaan yang lebih lengkap serta tercapainya hasil pemeriksaan yang


lebih efektif. Pemeriksaan Sederhana Lapangan tersebut dilakukan dalam

jangka waktu 2 bulan, apabila pemeriksaan tersebut tidak selesai dalam

jangka waktu yang telah ditetapkan maka pemeriksaan akan terus

dilanjutkan sampai dengan selesai.

6) Menyusun Program Pemeriksaan

Dalam menyusun program pemeriksaan, yang dilakukan oleh

pemeriksa pajak adalah dengan cara menentukan buku, catatan, dan

dokumen apa saja yang akan diperlukan dalam proses pelaksanaan

pemeriksaan pajak untuk mencapai sebuah tujuan dan sasaran yang telah

ditetapkan.

7) Menentukan Buku, Catatan, Dokumen serta Bukti yang akan dipinjam

Sehubungan dengan pelaksanaan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak

No. PRIN-46/WPJ.04/KP.0405/2006 pada KPP Jakarta Kebayoran Baru

Satu pemeriksa pajak melakukan peminjaman terhadap buku, catatan, dan

dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan serta bukti lain

yang berhubungan dengan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib

Pajak. Diantara buku, catatan, dan dokumen yang dipinjam oleh pemeriksa

pajak adalah SPT Tahunan PPh Badan dan PPh 21, SPT Masa PPh pasal

25, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23/26, Pasal 4 (2), Laporan Keuangan, Daftar

Akun, Neraca Percobaan (Trial Balance), Buku Besar (General Ledger

dan Sub Ledger), Akta Pendirian, Sruktus Organisasi, Bukti-bukti

Pemasukan dan Pengeluaran, serta masih banyak lagi daftar buku, catatan,
dan dokumen yang akan dipinjam oleh pemeriksa pajak dalam rangka

pemeriksaan.

Buku, catatan, dan dokumen serta bukti yang diperlukan petugas

dalam pemeriksaan harus diserahkan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah

Surat Permintaan Peminjaman diterima oleh Wajib Pajak. Buku, catatan,

dan dokumen serta bukti tersebut akan dikembalikan kepada Wajib Pajak

secara utuh dan lengkap setelah proses pemeriksaan selesai dilaksanakan.

Apabila dalam jangka waktu 7 hari tersebut Wajib Pajak tidak

memberikan atau meminjamkan buku, catatan, dan dokumen serta bukti

yang diperlukan dalam pemeriksaan, maka pemeriksa pajak akan

memberikan surat peringatan I dan II.

8) Menyediakan Sarana Pemeriksaan

Sarana yang diperlukan oleh pemeriksa pajak di Seksi PPh Badan

selama proses pemeriksaan harus terlebih dahulu dipersiapkan, untuk

mendukung kelancaran pelaksanaan pemeriksaan pajak. Sarana tersebut

dapat berupa:

a) Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3)

b) Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak

c) Surat Pemberitahuan Wajib Pajak yang bersangkutan

d) Surat Peminjaman buku, catatan, dokumen ke Wajib Pajak

e) Formulir surat Peringatan I dan II peminjaman buku, catatan, dan

dokumen ke Wajib Pajak

f) Formulir Berita Acara Hasil Pemeriksaan


g) Formulir Risalah Tim Pembahas

h) Formulir Daftar Temuan Pemeriksaan Pajak

i) Formulir Berita Acara Persetujuan Hasil Pemeriksaan

j) Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan

k) Surat Tanggapan Hasil Pemeriksaan

l) Formulir Berita Acara Tidak Memberikan Tanggapan

m) Surat Ikhtisar Hasil Pembahasan Akhir

n) Lembar Pernyataan Persetujuan Hasil Pemeriksaan.

Selain sarana diatas, pada saat pelaksanaan petugas pemeriksa pajak

menyediakan Tanda Pengenal Pemeriksa yang telah ditandatangani oleh

seorang Kepala Kantor untuk jangka waktu tertentu, yang akan ditunjukan

kepada Wajib Pajak dalam setiap pelaksanaan pemeriksaan pajak

berlangsung.

b. Tahap Pelaksanaan

1) Memeriksa di tempat Wajib Pajak

Pada tahap awal pelaksanaan pemeriksaan pajak, terlebih dahulu

petugas pemeriksa menyampaikan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak

(SP3) beserta dengan surat permintaan peminjaman buku, catatan,

dokumen serta bukti yang diperlukan yang akan dipinjam dari Wajib Pajak

Badan. Dan pada kesempatan ini, petugas pemeriksa dapat melihat

langsung keadaan fisik tempat tinggal atau tempat usaha Wajib Pajak

Badan tersebut.
Dalam jangka waktu 7 hari setelah surat permintaan peminjaman buku,

catatan, dan dokumen disampaikan, Wajib Pajak Badan tersebut harus

segera memberikan atau meminjamkan buku, catatan, dan dokumen yang

menjadi dasar pembukuan dan pencatatan yang berhubungan dengan

kegiatan usaha mereka. Apabila dalam jangka waktu yang telah ditetapkan

Wajib Pajak tidak juga meminjamkan buku, catatan, dan dokumen yang

diperlukan dalam pemeriksaan, maka petugas pemeriksa pajak akan

memberikan Surat Peringatan I kepada Wajib Pajak tersebut dan apabila

Wajib Pajak masih juga belum bersedia memberikan atau meminjamkan

petugas pemeriksa selanjutnya akan memberikan Surat Peringatan Yang

ke-II, dan sebagai langkah terakhir akan dilakukan perhitungan pajak

terutang secara jabatan.

2) Melakukan Penilaian atas Sistem Pengendalian Intern

Petugas pemeriksa pajak di Seksi PPh Badan melakukan penilaian

terlebih dahulu atas Sistem Penendalian Intern, hal tersebut dilakukan

untuk menentukan apakah pemeriksaan yang dilakukannya telah sesuai

dengan keadaan yang sebenarnya dalam Sistem Pengendalian Intern Wajib

Pajak.

3) Memutakhirkan Ruang Lingkup dan Program Pemeriksaan

Ruang lingkup dan program pemeriksaan perlu disesuaikan kembali

oleh pemeriksa pajak dengan cara melihat langsung keadaan Wajib Pajak,

hal tersebut dilakukan untuk menentukan apakah perlu dilakukan


perluasan pemeriksaan serta apakah perlu untuk menyusun kembali

program pemeriksaan yang sesuai dengan keadaan Wajib Pajak.

4) Melakukan Pemeriksaan atas Buku, Catatan, dan Dokumen

Setelah buku, catatan, dokumen dan bukti lainnya telah diberikan atau

dipinjamkan oleh Wajib Pajak, Pemeriksa pajak kemudian akan langsung

melakukan pemeriksaan apakah angka yang telah tercantum dalam SPT

Wajib Pajak tersebut yang telah diisi olehnya sesuai dengan angka yang

tercatat didalam buku, catatan, dan dokumen Wajib Pajak. Apabila tidak

sesuai dengan angka yang telah tercantum didalam buku, catatan dan

dokumen tersebut, maka oleh petugas pemeriksa pajak SPT akan

dikembalikan kepada Wajib Pajak untuk disesuaikan ulang.

5) Melakukan Konfirmasi Kepada Pihak Ke-3

Jika dianggap perlu, konfirmasi kepada pihak ke-3 akan dilakukan

untuk menguji keabsahan pemotongan atau pemungutan PPh sebagaimana

dilakukan oleh Wajib Pajak dalam SPT nya, konfirmasi tersebut dilakukan

melalui pos terhadap kredit pajak dan fiskal luar negeri.

6) Memberitahukan Hasil Pemeriksaan Kepada Wajib Pajak

Untuk memberitahukan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang

diperiksa, Pemeriksa pajak akan mengirimkan Surat Pemberitahuan Hasil

Pemeriksaan (SPHP), Formulir Berita Acara Hasil Pemeriksaan (BAHP),

serta Daftar Temuan Pemeriksaan Pajak (DTPP) untuk ditandatangani dan

ditanggapi oleh Wajib Pajak pada waktu yang telah ditentukan. Apabila

terjadi perbedaan pendapat antara pemeriksa pajak dengan Wajib Pajak,


maka perbedaan tersebut akan dituangkan kedalam Kertas Kerja

Pemeriksaan (KKP) disertai dengan alasan dari masing-masing pendapat

kedua belah pihak.

7) Melakukan Sidang Penutup (Closing Conference)

Langkah terakhir dalam tahap pelaksanaan ini adalah dengan

melakukan Closing Conference dengan Wajib Pajak. Untuk itu pemeriksa

pajak terlebih dahulu akan mengirimkan Surat Pemberitahuan Hasil

Pameriksaan (SPHP) dan Daftar Temuan Pemeriksaan Pajak (DTPP)

kepada Wajib Pajak untuk diberikan tanggapan secara langsung. Hasil dari

tanggapan Wajib Pajak tersebut akan dituangkan kedalam Surat

Tanggapan Hasil Pemeriksaan (STHP) apakah Wajib Pajak menyetujui

seluruh hasil pemeriksaan atau tidak menyetujui sebagian atau seluruh

hasil pemeriksaan. Jika Wajib Pajak memberikan tanggapan dengan

menyetujui seluruh hasil pemeriksaan, maka Wajib Pajak akan

memberikan Lembar Pernyataan Persetujuan Hasil Pemeriksaan (LPPHP)

yang sebelumnya telah diberikan oleh petugas pemeriksa, lembar tersebut

digunakan untuk memberikan pernyataan yang sebenar-benarnya bahwa

Wajib Pajak telah menyetujui seluruh hasil pemeriksaan, yang kemudian

pemeriksa pajak akan segera menerbitkan Formulir Berita Acara

Persetujuan Hasil Pemeriksaan (BAPHP).

Sebaliknya, jika Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh

hasil pemeriksaan tersebut, maka pemeriksa pajak akan menanggapinya

dengan menerbitkan Formulir Risalah Tim Pembahas (RTP) yang terdiri


dari beberapa anggota. Tim pembahas tersebut akan menerima pendapat

dari pemeriksa pajak serta tanggapan dari Wajib Pajak yang menjadi

pokok masalah koreksi, yang kemudian akan diambil sebuah kesimpulan

oleh tim pembahas tersebut untuk dapat disetujui oleh kedua belah pihak

dan hasil akhir pembahasan tersebut akan dimasukan kedalam Formulir

Ikhtisar Hasil Pembahasan Akhir (IHPA).

Hasil pembahasan akhir dari closing conference digunakan sebagai

dasar untuk menghitung pajak yang terhutang. Setelah melakukan closing

conference, Wajib Pajak harus membuat dan menandatangani LPPHP,

namun apabila dalam jangka waktu 7 hari Wajib Pajak tidak memberikan

tanggapan terhadap SPHP dan DTPP maka pemeriksa pajak akan segera

menerbitkan Formulir Berita Acara Tidak Memberikan Tanggapan

(BATMT) kepada Wajib Pajak, yang kemudian akan ditutup dengan

ditandatangani oleh Tim Pemeriksa Pajak dan juga oleh Kepala Kantor

Pelayanan Pajak Jakarta Kebayoran Baru Satu.

c. Tahap Pembuatan Laporan

Tahap pembuatan laporan pemeriksaan pajak akan dibuat oleh petugas

pemeriksa pajak pada saat menjelang berakhirnya waktu pemeriksaan

pajak yang telah ditentukan yakni setelah dilakukannya proses closing

conference dengan Wajib Pajak. Tahap ini merupakan tahap terakhir dari

proses pemeriksaan pajak, laporan pemeriksaan pajak tersebut

menjelaskan tentang ruang lingkup pemeriksaan dan tujuan dari

pemeriksaan, identitas subjek dan objek pemeriksaan, serta menjelaskan


tentang usaha dari Wajib Pajak, kewajiban perpajakan yang harus

dilaksanakan oleh Wajib Pajak.

Pembuatan laporan pemeriksaan pajak ini dilakukan dengan

berpedoman pada Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP), Laporan Hasil

Pemeriksaan (LHP), serta Nota Hitung yang telah dibuat pada saat proses

pemeriksaan dan akan dituliskan dalam Formulir yang telah ditentukan

sebelumnya oleh pemeriksa pajak. Petugas pemeriksa pajak di KPP

Jakarta Kebayoran Baru Satu tidak melakukan pengecekan dan tidak pula

membuat laporan mengenai Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) Wajib

Pajak serta mengenai Daftar Harta Kekayaan dari Wajib Pajak.

Setelah laporan hasil pemeriksaan pajak dibuat dan ditandatangani

oleh Tim pemeriksa pajak, maka laporan tersebut harus segera disahkan

dengan ditandatangani oleh seorang Kepala Kantor bersamaan dengan

Nota Perhitungan Pajak Terutang, hal ini dilakukan agar hasil dari

pemeriksaan pajak tersebut mempunyai sebuah kekuatan hukum yang sah.

Selanjutnya Laporan Pemeriksaan Pajak dan Nota Perhitungan Pajak

Terutang tersebut akan diserahkan langsung kepada seksi Tata Usaha

Perpajakan yang kemudian akan dibuatkan Surat Ketetapan Pajak (SKP).

4. Monitoring Dan Tindak Lanjut Pemeriksa Pajak Di KPP

Semua tindak lanjut dan monitoring merupakan tugas dari seksi PPh

Badan di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu dan merupakan kegiatan diluar

pemeriksaan sehingga bukan merupakan tugas atau wewenang para petugas

pemeriksa pajak, monitoring akan dilakukan oleh pemeriksa pajak di seksi PPh
Badan dengan cara mengirimkan Laporan Tahunan secara langsung kepada

Kakanwil Direktorat Jenderal Pajak III, sedangkan tindak lanjut diawali dengan

segera menerbitkan sebuah produk hukum berupa Surat Ketetapan Pajak

Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat

Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), serta Surat Tagihan Pajak (STP). Setelah Surat

Ketetapan Pajak diterbitkan, maka selanjutnya Wajib Pajak akan segera

menyelesaikan kewajibannya dan menggunakan haknya untuk mengajukan

sebuah keberatan.

Berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak (LPP) di Seksi PPh Badan

tahun 2004 sampai dengan 2006 jenis produk hukum adalah sebagai berikut:

Tabel 4.5
Jenis Produk Hukum Tahun 2004

No. Jenis Produk Jumlah


Hukum
1. SKPKB 62
2. SKPLB 60
3. SKPN 32
4. STP 104
Jumlah 258

Tabel 4.6
Jenis Produk Hukum Tahun 2005

No. Jenis Produk Jumlah


Hukum
1. SKPKB 40
2. SKPLB 38
3. SKPN 20
4. STP 343
Jumlah 441
Tabel 4.7
Jenis Produk Hukum Tahun 2006

No. Jenis Produk Jumlah


Hukum
1. SKPKB 7
2. SKPLB 12
3. SKPN 2
4. STP 651
Jumlah 672

Tabel 4.8
Jenis Produk Hukum Tahun 2007

No. Jenis Produk Jumlah


Hukum
1. SKPKB -
2. SKPLB -
3. SKPN -
4. STP 487
Jumlah 487

Untuk tahun 2007 jumlah Surat Tagihan Pajak (STP) yang masuk

sebanyak 487 surat , dari jumlah tersebut diketahui bahwa masih banyak Wajib

Pajak yang tidak mau memenuhi kewajiban perpajakannya untuk melaporkan SPT

Tahunannya, sehingga menyebabkan turunnya tingkat efektifitas Wajib Pajak.

Jadi dari keterangan diatas dapat diketahui bahwa Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak

tidak sepenuhnya dapat meningkatkan efektifitas Wajib Pajak dalam memenuhi

kewajiban perpajakannya untuk melaporkan SPT Tahunannya.

5. Relevansi dengan Undang-Undang Perpajakan Baru

Dengan adanya Undang-undang perpajakan yang baru yaitu Undang-

undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara
Perpajakan, masyarakat umumnya dan Wajib Pajak Badan khususnya kini telah

mendapat kepastian hukum dan kejelasan informasi mengenai hak-hak dan

kewajibannya serta perlakuan yang sama dalam pelaksanaan ketentuan peraturan

perundang-undang perpajakan baru.


BAB V

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI

A. Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Pelaksanaan

Pemeriksaan Pajak terhadap SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan pada KPP

Jakarta Kebayoran Baru Satu, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di seksi

PPh Badan di KPP Jakarta Kebayoran baru satu yang diobservasi selama 3 tahun

yaitu dari tahun 2004 sampai dengan 2006. Dari hasil penelitian, maka dapat

diperoleh beberapa kesimpulan adalah sebagai berikut:

1. Wajib Pajak Badan pada KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu relatif mau

melaporkan SPT Tahunannya, akan tetapi cenderung menurun dari tahun ke

tahun. Hal ini terlihat dari semakin rendahnya persentase penyerahan SPT

Tahunan ke KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu, yaitu sebesar 31,7% pada

tahun 2004, berangsur menurun pada tahun 2005 sebesar 30,6% dan sebesar

28,5% pada tahun 2006.

2. Pada KPP Jakarta Kebayoran Baru satu jenis ruang lingkup pemeriksaan

yang dilakukan atas SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan adalah dalam

bentuk Pemeriksaan Sederhana Lapangan (PSL), pemeriksaan sederhana

lapangan tersebut akan memberikan hasil pemeriksaan yang lengkap dan

dapat mencapai hasil pemeriksaan yang lebih efektif. Pelaksanaan

pemeriksaan pajak di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu yang dilakukan

oleh seksi PPh Badan telah memenuhi ketentuan peraturan yang telah
ditetapkan yaitu Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia

Nomor.123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri

Keuangan No.545/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak,

dan sarana yang telah diberikan oleh KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu juga

sudah cukup memadai.

3. Menurut Ditjen Pajak, dengan adanya kebijakan Sunset Policy yang berakhir

Desember tahun 2008 sejauh ini berjalan sangat efektif yang dampak

pelaksanaannya bisa dilihat dari penerimaan bulanan 2008 dimana mulai 1

Januari sampai dengan September 2008 pertumbuhan penerimaan pajak

semakin meningkat, serta dapat meningkatkan jumlah Wajib Pajak pada

tahun ini sebanyak 2 juta Wajib Pajak, para investor mulai memiliki NPWP

agar transaksi mereka pada waktu mendatang menjadi lebih mudah.

B. Implikasi

Hasil penelitian ini memiliki beberapa implikasi, yaitu sebagai berikut:

1. Walaupun tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan dalam melaporkan SPT

Tahunannya di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu terus mengalami

penurunan, hal ini tidak pula ikut menyebabkan turunnya jumlah

penerimaan pajak di KPP Jakarta Kebayoran Baru Satu tersebut. Dan

untuk terus meningkatkan penerimaan pajaknya KPP Jakarta Kebayoran

Baru Satu berusaha mengefektifkan Wajib Pajak Badan yang selama ini

belum terdaftar.

2. Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak yang dilakukan di KPP Jakarta Kebayoran

Baru Satu menjadi lebih efektif dengan menggunakan Pemeriksan


Sederhana Lapangan, hal ini dapat dilihat dari tingkat kepatuhan Wajib

Pajak Badan yang tanggapannya untuk diperiksa cukup tinggi, sehingga

pemeriksa pajak dapat segera menyelesaikan pemeriksaan tepat pada

waktunya dan sesuai dengan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3).

C. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat diajukan beberapa saran yaitu:

1. Pemeriksaan pajak perlu terus ditingkatkan sehingga efektifitas dan

manfaatnya dapat tercapai serta diharapkan dapat berimplikasi pada

optimalisasi penerimaan pajak dan sikap kejujuran serta rasa keadilan bagi

para Wajib Pajak. Upaya peningkatan kepatuhan terutama dalam hal

melaporkan SPT hendaknya dapat terus ditingkatkan, baik oleh pihak

aparatur pajak maupun Wajib Pajak sebagai langkah utama mendorong

Wajib Pajak menuju masyarakat yang sadar akan pajak dan peduli pajak.

2. Adanya faktor lain diluar pelaksanaan pameriksaan pajak yang perlu terus

ditingkatkan, misalnya saja di tahun 2009 diharapkan dilakukannya

peningkatan program penyuluhan perpajakan kepada pembayar pajak,

dilakukannya sosialisasi secara besar-besaran dengan langsung kepada

masyarakat untuk memperlihatkan lebih jelas kemana larinya uang pajak

yang dibayar masyarakat, peningkatan profesionalisme serta integritas

para aparat pemerintah khususnya para petugas pemeriksa pajak di KPP

sehingga dapat memberikan pelayanan dengan lebih baik kepada

masyarakat, serta dapat meningkatkan motivasi para Wajib Pajak itu

sendiri agar dapat terus memenuhi kewajiban perpajakannya.


DAFTAR PUSTAKA

Abdul Hamid, “Panduan Penulisan Skripsi”, Cetakan Pertama, Grafika Karya


Utama, Jakarta, 2004.

Bwoga Hanantha, Yoseph Agus dan Tony Marsyahrul, “Pemeriksaan Pajak di


Indonesia”, PT. Grasindo, Jakarta, 2005.

Chaidir Ali, “Hukum Pajak Elementer”, 1993.

Consuelo G. Sevilla dkk, “Pengantar Metode Penelitian”, Penerjemah


Alimuddin Tuwu, UI Press, Jakarta, 1993.

Departemen Keuangan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Keuangan


Republik Indonesia Nomor 123/PMK.03/2006 Tentang Perubahan Atas
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 Tentang Tata
Cara Pemeriksaan Pajak, tanggal 7 Desember 2006.

Departemen Keuangan Republik Indonesia. Surat Edaran Direktorat Jenderal


Pajak Tentang Petunjuk Pengisian SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak Badan.

Eko Novianto Nugroho, ”Pelanggaran di Bidang Perpajakan”, Indonesian Tax


Review Volume IV/ Edisi50, 2005.

Haula Rosdiana dan Rasin Tarigan, “Perpajakan Teori dan Aplikasi”, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2005.

Iis Rahmawati. “Analisis Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Pelaporan SPT Masa
PPN Dikaitkan Dengan Rencana Penerimaan PPN Pada KPP Jakarta
Cilandak”, 2006.

Kompas. ”Kenaikan Jumlah Wajib Pajak”, Jakarta,2008.

Mardiasmo. Drs., Akt., MBA, “Perpajakan”, Edisi ke-5, Penerbit Andi Offset,
Yogyakarta,1997.

Nur Indriantoro. Dr., M.Sc., Akt, dan Bambang Supomo. Drs., M.Si., Akt,
“Metodologi Penelitian Bisnis”, Edisi pertama, BPFE Yogyakarta.

Rimsky K. Judisseno, “Pajak dan Strategi Bisnis”, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1999.

Santoso Brotodihardjo, “Pengantar Ilmu Hukum Pajak”, Edisi ke tiga, PT.


Eresco, Bandung, 1995.
Siti Resmi, “Perpajakan: Teori dan Kasus”, Edisi Pertama, Salemba Empat,
Jakarta, 2003.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan


Ketiga atas Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir
Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2000,
Tanggal 17 Juli 2007.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-123/PJ/2006 Tentang Petunjuk


Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak, Tanggal 15 Agustus 2006.

Wira Sakti, “Menyimak Permasalahan Pajak Dalam Meningkatkan Jumlah Wajib


Pajak”, Inovasi Online Edisi vol.6/xiii/ Maret 2006.

Wirawan dan Waluyo, “Perpajakan Indonesia”, Salemba Empat, Jakarta, 1999.

www.pajak.go.id.

Anda mungkin juga menyukai