Anda di halaman 1dari 10

Mohd Zulhilmi Suhaimi dan Mohd Salehuddin Mohd Zahari. (2014).

Common Acceptable Cuisine in


Multicultural Countries: Towards Building the National Food Identity. International Journal of Social,
Behavioral, Educational, Economic and Management Engineering Vol:8, No:3, hal. 855-861.

Pembentukan identitas makanan, khususnya di negara-negara multikultural/etnis


selain yang lain, seperti agama, politik dan ekonomi merupakan salah satu topik yang
belakangan ini mulai mendapat perhatian yang signifikan di kalangan akademisi [7], [8]. Para
ahli berpendapat bahwa dengan memiliki identitas makanan, suatu bangsa dapat dengan
mudah diakui secara internasional [31] dalam hal budaya dan citra makanan,
mempromosikan wisata gastronomi [15], integrasi sosial [33] dan pembangunan bangsa [16].
Contoh yang jelas dapat dilihat di Prancis, Italia, Spanyol, Thailand, Jepang, dan banyak
lainnya. Kemunculan identitas makanan Prancis misalnya, tidak hanya sebagai fondasi dalam
membangun bangsa, tetapi kuliner itu sendiri sudah mapan, diakui dan digeluti sejalan
dengan perkembangan dunia kuliner dan gastronomi global dan dapat diterima secara luas. . 

Malaysia terdiri dari tiga kelompok etnis besar, yaitu Melayu, Cina, India dan lainnya
yang mewujudkan identitas etnis tradisional mereka mirip dengan bangsa multikultural/etnik
lainnya yang berjuang melalui berbagai inisiatif dalam membangun identitas nasional negara
termasuk identitas pangan bangsa [21], [12] ]. Hal ini didukung oleh [18] yang sepakat bahwa
citra pangan merupakan faktor krusial bagi perekonomian Malaysia. Yoshino [35]
melaporkan bahwa orang luar menganggap masakan Malaysia masih menjadi identitas khas
karena terbatasnya jumlah restoran Malaysia yang beroperasi dalam konteks global
dibandingkan dengan negara-negara tetangga, terutama Thailand. 

Karena pentingnya memiliki identitas pangan nasional, masalah ini mendapat


perhatian yang cukup besar dari pemerintah Malaysia. Mantan Menteri Pariwisata, Dato Seri
Ng Yen Yen menekankan bahwa; 

“Keanekaragaman budaya dan makanan di Malaysia dapat menjadi alat yang efektif
untuk menunjukkan budaya dan identitas makanan bangsa kita untuk menarik wisatawan
internasional. Ragam hidangan lokal kami yang luas merupakan cerminan dari perpaduan
budaya yang menciptakan identitas Malaysia yang unik”

Para sarjana, [1], [31], [26], [29] mengemukakan bahwa pendahulu yang terjadi dalam
proses Dalam membangun bangsa, identitas makanan dalam kelompok etnis di negara
multikultural/etnis tercermin sepenuhnya melalui berbagi masakan yang diterima bersama.
Berdasarkan notasi ulama dan melihat konteks hubungan etnis di Malaysia, sangat diyakini
bahwa adaptasi masakan etnis satu sama lain melalui jenis makanan, metode memasak, bahan
dan tata krama makan akan mengarah ke masakan yang dapat diterima bersama di suatu
negara. negara. Bukti anekdot dapat dilihat bahwa adaptasi pada jenis makanan Cina dan
India, metode memasak dan bahan-bahan selama halal oleh orang Melayu dan sebaliknya
menciptakan variasi masakan yang dapat diterima yang dimodifikasi. Contoh nyatanya
adalah char kway teow, lumpia, yong tau foo dan pau yang awalnya memiliki rasa yang
ringan dan dimodifikasi oleh koki Melayu. Mirip dengan makanan India populer seperti
hidangan kari, dhall, dan Roti Canai yang telah diadaptasi dan dikonsumsi oleh orang
Melayu. Begitu pula dengan makanan Melayu. Selera telah 'dilokalkan' atau diMalaysiakan
oleh orang yang terlibat langsung dalam makanan seperti operator layanan makanan, juru
masak, dan koki. 

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan kritis. Sejauh mana adaptasi masakan etnis
melalui jenis makanan, metode memasak, bahan dan tata cara makan membentuk masakan
yang dapat diterima umum di Malaysia? Dengan itu, penelitian ini mengkaji informasi dari
koki Melayu, Cina dan India dalam kaitannya dengan proses adaptasi mereka dan keyakinan
mereka terhadap pembentukan masakan yang dapat diterima bersama. Penelitian ini juga
berhipotesis bahwa; H1. Adaptasi atribut masakan etnis berkontribusi terhadap pembentukan
masakan yang dapat diterima umum.

Tinjauan Pustaka

A.             Kuliner dan Tiga Suku Besar di Malaysia 

Secara historis, perkembangan suku di Malaysia dimulai pada era Kesultanan


Malaka sekitar tahun 1400. Dalam abad ini, Kesultanan Malaka muncul sebagai lokasi
strategis sebagai titik pertemuan antara Timur dan Asia Barat [20]. Hal ini
memungkinkan Malaka di Asia Tenggara sebagai pusat perdagangan khusus untuk
jamu dan rempah-rempah. Kegiatan perdagangan yang terus menerus tidak hanya
menarik berbagai pedagang ke Malaka tetapi secara tidak langsung menciptakan
perluasan kelompok etnis dan masyarakat dari negara lain seperti Arab, India, Cina
dan negara-negara Asia lainnya [32], [30], [3].

Meskipun mengalami beberapa fase penjajahan mulai dari Portugis pada tahun
1511, Belanda pada tahun 1641 hingga Inggris pada tahun 1824 dan Jepang pada
tahun 1941–1945 (sebelum menyerah kepada Inggris akibat pengeboman Hiroshima
dan Nagasaki), ekspansi suku-suku di Malaysia terjadi selama era Inggris [17].
Inggris bertanggung jawab dalam membawa orang Cina dan India untuk mendukung
kekurangan tenaga kerja, terutama di sektor pertanian dan pertambangan [34], [17].

Keberadaan tiga kelompok etnis besar dalam konstitusi terjadi atas dasar
bahwa kelompok etnis Cina dan India perlu diberikan kewarganegaraan sebagai
bagian dari ketentuan Tanah Melayu untuk merdeka dari Inggris pada tahun 1957
[11]. Patut disebutkan bahwa, perbedaan identitas antara tiga kelompok etnis besar,
terutama pada latar belakang budaya mereka, mendorong pemerintah untuk
mengeluarkan berbagai kebijakan dan peraturan [34]. Ini dirancang untuk memastikan
stabilitas, solidaritas dan menjembatani kesenjangan ekonomi dan pendidikan antara
kelompok etnis. Selain itu, pemerintah juga buru-buru memperkuat persatuan antar
suku dengan memperkenalkan Kebijakan Ekonomi Baru dan Kebijakan Kebudayaan
Nasional pada tahun 1971 [23], [34] yang menekankan pada bahasa, agama, budaya
dan lain-lain [30].

Menurut [13] dan [12] pada masa pra-Kemerdekaan, masing-masing


kelompok etnis memusatkan makanan mereka pada kebutuhan etnis mereka sendiri.
Pemahaman lintas budaya juga minim terhadap masakan etnis satu sama lain serta
tradisi dan adat lainnya. Restoran Cina, misalnya, menjual makanan khusus untuk
komunitas mereka seperti daging babi, sayuran, sawi, kacang hijau, lobak daikon,
kubis Cina dan banyak lainnya [25]. Demikian pula, restoran India juga didirikan
khusus untuk menjual makanan lezat dan gurih mereka sendiri, termasuk kari, dhal,
chapati, idle, dan paratha kepada sesama orang India, sementara restoran dan
makanan Melayu terbatas pada masing-masing negara bagian atau lokasi geografis
yang sama. ].
Jika ditinjau secara historis, hal ini bermula pada era pasca-kemerdekaan [25].

Para pemilik restoran dari berbagai etnis mulai memasukkan berbagai pilihan menu

mulai dari masakan etnis yang beragam terutama Melayu, Cina, dan India [28].

Contoh nyata dapat dilihat pada konsep Nasi Lemak1.2 Komposisi nasi lemak terdiri
1
Jenis makanan khas Suku Melayu yang lazim ditemukan di Malaysia di mana hidangan ini dianggap sebagai
salah satu hidangan nasionalnya. Makanan ini biasanya dihidangkan untuk sarapan pagi. Dikutip dari: Septian
Dea Elsyana. (2019). Nasi Lemak Sebagai Daya Tarik Wisata Kuliner di Malaysia. Foreign Case Study:
Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta, hal. 9.
2
Loc. Cit. Jalis, M. H., Salehuddin, M., Zahari, M., Zulkifly, M. I., & Othman, Z. (2009). “Malaysian
Gastronomic Tourism Products: Assessing the Level of Their Acceptance among The Western Tourist”. South
Asian Journal of Tourism and Heritage.
dari beragam karakteristik masakan berbagai etnis, seperti etnis Melayu yang

ditunjukkan oleh hidangan ayam masak merah (ayam saus pedas), ikan kembung

goreng (ikan goreng), asam pedas (ikan saus asam). 3 Kemudian ayam lemon, manis

dan asam sup ikan, udang mentega, tumis sayuran campur, kailan dengan kecap yang

mewakili etnis Cina.4 Adapula kari kambing, ayam tandoori, dhal, sup Rassam dan

banyak lagi yang melambangkan etnis India.5

Penggabungan masakan satu sama lain juga tampak disajikan pada masa

perayaan atau festival nasional.6 Tren ini meningkat dengan baik di perkotaan dan

pinggiran kota karena proses pembauran antar etnis lebih kuat daripada daerah

pedesaan. Akibatnya, makanan seperti nasi lemak, roti canai, kway teow dan banyak

lainnya telah diterima dengan baik atau bisa disebut makanan Malaysia daripada

masakan yang secara eksklusif berdiri untuk satu etnis. 7 Gerakan serupa terlihat pada

metode memasak makanan. Metode penggorengan populer orang Melayu diterima

dan sering dipraktekkan oleh orang Cina dan India dan sebaliknya.

No. Jenis Masakan Persentase Adaptasi Masakan

Kuliner Etnis Melayu

1. Ayam Percik 84,1

2. Ikan Bakar 82,9

3. Kerabu 76,8

4. Laksa Asam 69,2

5. Masak Asam Pedas 84,1

3
Alina Shuhaida Mohammad Ramli, dkk. (2003). Factors Influencing Customers Patronizing Mamak
Restaurants. Proceeding of the 2003 Tourism Educators of Malaysia Conference.
4
Ibid.
5
Ibid.
6
Rosmaliza Muhammad, dkk. (2009). Modernization and ethnic festival food. In International Conference of
Business and Economic, Kuching, Sarawak (pp. 1-14).
7
Loc. Cit. Jalis, M. H., Salehuddin, M., Zahari, M., Zulkifly, M. I., & Othman, Z. (2009). “Malaysian
Gastronomic Tourism Products: Assessing the Level of Their Acceptance among The Western Tourist”. South
Asian Journal of Tourism and Heritage.
6. Nasi Lemak 92,6

7. Rendang 91,4

8. Sambal Belacan 89,0

9. Satay 93,9

Kuliner Etnis Cina

10. Butter Prawn 84,6

11. Char Kuey Teow 88,1

12. Chicken Rice 89,5

13. Chilli Crab 81,8

14 Chinese Mix Vegetables 86,7

15. Spring Roll 84,6

16. Sweet and Sour Fish 83,2

17. Yong Tau Fu 79,0

Kuliner Etnis India

18. Dhalca 83,6

19. Kari Kambing 79,3

20. Mee Goreng Mamak 90,3

21. Roti Canai 95,1

22. Tosai 80,0

Bahan-bahan yang sering digunakan oleh kelompok etnis tertentu juga telah
diterapkan untuk etnis lain dalam praktik memasak mereka. Yang paling mencolok
adalah penggunaan bumbu dan rempah-rempah tradisional. Melayu dan India
misalnya, menghargai manfaat 'ginseng' yang sebelumnya dikenal sebagai obat
tradisional populer bagi orang Cina. Sejajar dengan makanan, cara memasak, gaya
makan tertentu dari ketiga suku juga dipraktikkan. Penggunaan daun pisang yang
populer di kalangan etnis India telah mempengaruhi tata krama makan Melayu dan
Cina. Mereka memanfaatkan daun pisang sebagai bahan dasar dalam menyajikan
beberapa hidangan tertentu seperti nasi, mee hoon goreng, makanan penutup atau
manisan [13].

B.             Adaptasi Budaya Adaptasi

budaya adalah kunci yang memungkinkan manusia untuk memahami


keterampilan, pengetahuan, teknik dan pengalaman individu lain. Proses ini
membantu individu untuk membiasakan dan menyesuaikan perolehan pengetahuan
baru, yang mengarahkan atau mempengaruhi mereka untuk berlatih atau
mengembangkan akuisisi [19], [4]. Scholar juga menyatakan bahwa proses adaptasi
budaya merupakan mekanisme dalam mengurangi ketidakpastian dan kecemasan,
terutama yang melibatkan dua budaya yang berbeda dan kelompok etnis yang berbeda
mungkin menghadapi situasi yang berbeda dalam adaptasi budaya tetapi masih dalam
orientasi kontrol [2].

Melihat konteks Malaysia, bahasa merupakan salah satu unsur budaya yang
paling menggambarkan proses adaptasi budaya antar suku. Bahasa Malaysia berperan
sebagai instrumen bahasa tidak hanya dalam media pendidikan dan bahasa resmi
administrasi tetapi juga dalam mengintegrasikan kelompok etnis [9]. Dalam
pengertian ini, tidak mungkin memaksa atau mendorong kelompok etnis di Malaysia
untuk menganut satu agama atau satu budaya kolektif karena akan dianggap sebagai
upaya untuk menghilangkan identifikasi kelompok etnis tertentu.

Selain bahasa, tidak sulit untuk mengatakan bahwa masakan sebagai bagian
dari unsur budaya yang mewakili setiap suku bangsa di Malaysia mulai mendapat
perhatian di kalangan akademisi atas kontribusinya dalam proses adaptasi budaya
[10], [12]. Adaptasi budaya masakan biasanya telah dibahas dalam perspektif negara
multikultural/etnis karena perbedaan budaya dan adat lebih menonjol [8].

C.             Konsep Masakan yang Dapat Diterima Bersama

Sebagai kompleksitas dari setiap kelompok etnis yang mewakili identitas


kolektif mereka, termasuk aspek masakan, bangsa perlu mencapai beberapa makanan
yang diterima bersama dan masakan yang menggambarkan citra dalam konteks
global. Sebagaimana dicatat [6] setiap bangsa seharusnya memiliki masakan
nasionalnya sendiri meskipun globalisasi budaya kuliner telah menambah
kompleksitas hubungan antara makanan dan bangsa. Gagasan ini berlaku karena
setiap masakan nasional memiliki asal-usul yang kompleks dan beragam, dan tidak
statis dengan satu set identitas [6].

Sejarah kuliner yang kompleks di Meksiko misalnya telah berkontribusi pada susunan
identitas nasional di mana simbol kuliner paling umum untuk bangsa Meksiko adalah
mol poblano (kalkun dengan saus cokelat tua). Kesimpulannya, konsep masakan yang
dapat diterima bersama di antara bangsa multikultural/etnis dianggap penting karena
menawarkan rasa identitas kolektif yang menguntungkan negara dalam berbagai
perspektif. Konsep masakan umum yang dapat diterima di negara multikultural/etnis
merupakan proses berbagi di antara kelompok etnis [24]. Karena setiap kelompok
etnis mewujudkan identitas mereka sendiri dalam hal kebiasaan atau preferensi
makanan, beberapa makanan atau elemen dalam masakan yang diterima secara umum
memfasilitasi saling pengertian di antara kelompok etnis. Oleh karena itu, konsep
masakan yang dapat diterima secara umum dapat dicapai melalui pemahaman tentang
keyakinan masing-masing etnis, keterampilan, norma etika, dan sikap sosial yang
dipraktikkan dalam pengaturan budaya mereka [14].

F. Jenis Makanan Adaptasi

Jenis makanan  yang diadaptasi dikumpulkan melalui pertanyaan terbuka yang diisi oleh
responden di akhir formulir kuesioner. Pertanyaan yang diajukan oleh responden adalah
“Bisakah Anda menyebutkan dua makanan etnis lain yang biasanya Anda adaptasi?” Dari
jumlah makanan yang disebutkan oleh responden, ada total dua puluh dua (22) jenis
makanan. makanan yang mencatat frekuensi tinggi (di atas 70%) dibandingkan dengan yang
lain 
TABEL VI
Untuk makanan berbasis Melayu, ada sembilan (9) makanan populer yang dipilih dari
kelompok etnis Cina dan India yang biasanya diadaptasi dari nasi. Lemak (92,6 persen), Ikan
Bakar (82,9 persen), Kerabu (76,8 persen), Laksa Asam (69,2 persen), Ayam Percik (84,1
persen), Sate (93,9 persen), Sambal Belacan (89 persen), Masak Asam Pedas ( 84,1 persen)
dan Rendang (91,4 persen) adalah contoh makanan Melayu yang diadaptasi, sedangkan
makanan Cina menyediakan total delapan (8) makanan populer yang disukai oleh kelompok
etnis Melayu dan India. (89,5 persen), Kepiting cabai (81,8 persen), Ikan Asam Manis (83,2
persen), Chi nese Mix Vegetables (86,7 persen), Udang Mentega (84,6 persen), Char Kuey
Teow (88,1 persen), Spring Roll (83,2 persen) dan Yong Tau Fu (79 persen). Sebanyak lima
(5) populer India yang biasanya diadaptasi oleh etnis Melayu dan Tionghoa, yaitu Mee
Goreng Mamak (90,3 persen), Tosai (80 persen), Roti Canai (95,1 persen), Kari Kambing
(79,3 persen) dan Kurma Ayam (83,6 persen). Dengan ini, dapat dikatakan bahwa semua
makanan yang tercantum di atas adalah beberapa makanan umum yang diterima oleh tiga
kelompok etnis besar di negara ini. 

Kesimpulan

Studi sebelumnya menunjukkan bahwa makanan, bahkan dalam fenomena global,


mempengaruhi setiap aspek kehidupan manusia, termasuk rutinitas, tradisi, ritual, norma dan
aktivitas sehari-hari masyarakat. Makanan mempengaruhi sosial-demografis, ekonomi,
pendidikan dan kehidupan masyarakat. Tidak hanya itu, pangan juga memperkuat kekuatan
integratif, solidaritas dan ikatan sosial serta aliansi antar masyarakat. 

Sejalan dengan itu, penelitian ini menyaksikan bagaimana makanan etnis di negara
multikultural/etnis seperti Malaysia secara bertahap berkembang melalui proses lintas
budaya. Proses adaptasi memberikan peran penting bagi kelompok etnis dalam memahami
dan belajar tentang makanan dan masakan masing-masing. Dengan kata lain, penyesuaian
jenis makanan, cara memasak, bahan dan tata cara makan masakan etnis selama tidak
bertentangan dengan batasan agama mempersempit diferensiasi yang ada di antara suku-suku
tersebut. Temuan yang paling penting dan paling luar biasa adalah bahwa adaptasi jenis
makanan, metode memasak, bahan dan tata krama makan setiap masakan etnis melalui
persiapan dan konsumsi menciptakan kepercayaan yang kuat pada pembentukan masakan
yang dapat diterima bersama. Hal ini memperkuat anggapan peneliti lain bahwa adaptasi
makanan dari berbagai makanan etnis oleh kelompok etnis di negara multikultural/etnik akan
mengarah pada masakan yang dapat diterima bersama dan secara longitudinal membentuk
apa yang bisa disebut identitas pangan nasional [5], [8]. 

Berdasarkan ringkasan temuan penelitian ini, muncul gambaran yang sangat jelas
bahwa sebagian besar dari tiga koki etnis utama, Melayu, Cina dan India memiliki kesamaan
pandangan tentang proses adaptasi atribut masakan etnis (jenis makanan, metode memasak). ,
bahan-bahan dan tata cara makan) dan tidak diragukan lagi bahwa persiapan atau
penerapannya memberikan keuntungan bagi pembentukan masakan umum yang dapat
diterima di Malaysia. Oleh karena itu, indikasi optimis ini membawa konsekuensi dan
implikasi yang berbeda-beda bagi koki, individu yang terkait erat dengan penyiapan
makanan, dan otoritas terkait. 

Mungkin para juru masak etnis dan individu-individu tersebut tanpa menyadari
adaptasi mereka pada persiapan dan konsumsi makanan etnis satu sama lain tidak hanya
memberikan keuntungan bagi diri mereka sendiri, tetapi secara langsung memberikan
dampak yang signifikan bagi masyarakat dan bangsa. Dalam hal ini, adaptasi tidak hanya
meningkatkan potpourri dari makanan yang dapat diterima di antara orang Malaysia,
mempengaruhi publik lain untuk mempraktikkannya, tetapi juga meningkatkan citra makanan
Malaysia dan secara bertahap diakui secara lokal dan internasional. 

Implikasi lain yang lebih luas terkait dengan otoritas terkait, khususnya Kementerian
Pariwisata dan Kebudayaan. Seperti disebutkan sebelumnya, pembentukan identitas bangsa
adalah agenda nasional utama Malaysia karena upaya yang tak terhitung jumlahnya dalam
mengintegrasikan populasi multikultural/etnis secara politik, ekonomi dan budaya oleh
karena itu terus dilakukan dalam mencapai tujuan. Padahal, pendidikan, bahasa dan media
digunakan untuk mempercepat pembentukan. 

Selain itu, identitas makanan Nasional atau Malaysia juga menjadi bagian dari
agenda. Hasil kuantitatif ini walaupun tanpa didukung dengan temuan kualitatif secara nyata
mengungkapkan bahwa makanan atau masakan melalui proses adaptasi mengandaikan
masakan yang dapat diterima bersama dan secara longitudinal dapat membentuk identitas
pangan bangsa. Dari pengertian ini, Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan melalui
Departemen Warisan Nasional meskipun saat ini mengklasifikasikan ratusan (100) makanan
sebagai makanan warisan nasional, mereka juga harus mengesahkan atau menetapkan
makanan seperti Nasi Lemak, Sate, Roti Canai, Nasi Ayam, Char Kuey Teow, Yong Tau
Foo, Spring Roll, dan banyak lainnya sebagai makanan umum yang dapat diterima di
Malaysia. Tidak kasar jika dikatakan bahwa sertifikasi pangan yang dapat diterima bersama
tidak hanya mengarah pada pembentukan identitas pangan bangsa, tetapi juga akan
meningkatkan komunikasi, kekompakan, atau ikatan sosial antar suku di negara ini, sehingga
membantu untuk mensejahterakan, menciptakan perdamaian. , bangsa yang dikenal dan
bereputasi internasional dan secara langsung meningkatkan perekonomian. 
Kesimpulannya, jangan melihat makanan atau masakan hanya dari perspektif kuliner,
tetapi memasukkan unsur gastronomi menawarkan jalan menuju pemahaman tentang seni dan
ilmu makanan dan makan yang baik. Bahkan, memiliki relevansi yang besar dengan
masyarakat dan budaya dan berperan dalam perekonomian yang lebih luas dan pembangunan
bangsa.

Anda mungkin juga menyukai