Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Swt., atas segala limpahan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulisan makalah berjudul “Adab dalam Membaca al-Quran”
dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis meminta kritik dan saran pembaca guna sempurnanya makalan ini. Penulis
juga menyadari penyelesaian penulisan makalah ini bukan semata-mata atas usaha sendiri,
melainkan karena bantuan, bimbingan, serta petunjuk berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan ucapan terima atas segala bantuan, bimbingan, serta petunjuk yang
diberikan.
Kelompok 3
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………….............................. 1
DAFTAR ISI………………………………………………………....……................. 2
BAB 1 PENDAHULUAN…………………………………………………................. 3
A. Latar Belakang………………………………………….........…......... 3
B. Rumusan masalah ………………………………....………....…...…. 3
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………................... 4
1. Pengertian membaca Al-Qur’an......……….............................................. 4
2. Perintah membaca Al-Qur’an…....………..……………….....……......... 4
3. Adab membaca Al-Qur’an…..………………………………………........ 4-6
4. Hal-Hal yang Di Makruhkan dan Tidak Diperbolehkan
Ketika Membaca Al-Qur’an……………………………………………... 6
5. Perbandingan Antara Membaca Dari Mushaf dan Dari Hafalan…….. 6
BAB 3 PENUTUP………………………………………………………….................. 7
1. Kesimpulan………………………………………………........................... 7
2. Saran…………………………………………………………………......... 7
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………............. 8
2
BAB 1
PENDAHULUAN
Dari pemaparan latar belakang masalah di atas penulis mengangkat permasalah sebagai
berikut :
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
c. Murattal
Disunahkan dalam membaca al-Quran dilakukan dengan murattal. Membaca murattal
berarti membaca secara perlahan tidak serampangan dan tergesa-gesa. Hal ini dimaksudkan
agar hak-hak huruf al-Qur’an dari sisi makharij al huruf dan tajwidnya terpenuhi. Selain itu
agar si pembaca dapat menghayati dan memahami maknanya dan inilah yang dimaksud
dengan tadabbur ayat. Membaca murattal ini dianjurkan oleh Allah Swt dalam berfirmannya:
“Atau lebih dari seperdua itu. dan bacalah al-Quran itu dengan perlahan-lahan”.(QS. Al-
Muzzammil(73):4)
d. Menangis
Di dalam al-Qur’an banyak terkandung ayat-ayat tentang ancaman serta janji-janji
Allah Swt, khususnya yang terkait dengan hari akhirat. Sudah sepatutnya orang yang
membaca al-Qur’an merenungi dan meresapi kandungan ayat-ayat tersebut sehingga secara
tidak disengaja akan keluar dengan sendirinya cucuran air mata. Hal inilah yang
sesungguhnya akan membuat khusu’ di dalam membaca al-Qur’an.
Disunahkan untuk menangis ketika membaca al-qur’an dan berusaha untuk menangis
bagi orang yang tidak mampu menangis, bersedih dan khusuk. Seperti dalam shohih
Bhukhori Muslim ada hadits tentang bacaan Ibnu Mas’ud dari Rasulullah SAW. Dan
didalamnya disebutkan : maka tiba-tiba dari kedua matanya mengalir air mata. Di dalam
Sya’b karya Baihaki dari Saad bin Malik secara marfuk “sesungguhnya al-Qur’an itu
diturunkan dengan kesedihan, maka jika kalian membacanya maka menangislah, dan jika
tidak bisa maka berpura-puralah menangis.”.
5
h. Membaca Dengan Suara yang Merdu dan Berurutan
Membaca al-Qur’an dengan suara yang merdu tentu dianjurkan. Kandungan al-Qur’an
dengan tata bahasa yang bagus apabila dikolabarasi dengan lantunan suara al-Qur’an yang
merdu tentu akan menambah keindahan al-Qur’an. Dahulu para sahabat nabi apabila
berkumpul, Rasulullah Saw akan memerintahkan salah seorang dari mereka yang memiliki
suara bagus untuk membaca al-Qur’an. Mengenai hal ini terdapat hadits dari Abu Sa’id bin
Abi Waqash Rasulullah Saw bersabda:
”Siapa saja yang tidak melagukan al Qur’an, maka ia tidak termasuk golonganku” (HR.
Bukhari)
1. Tidak boleh membaca al-Qur’an dengan bahasa ‘ajam (selain bahasa arab) secara
mutlak baik dia mampu bahasa arab atau tidak, baik diwaktu shalat atau diluar
salat.
2. Tidak diperbolehkan membaca al-Qur’an dengan qira’ah yang syad. Ibnu Abdil
Barr meriwayatkan ijma’ tentang hal itu tetapi Mauhub al-Jazari membolehkan
pada selain shalat, karena mengkiaskan riwayat hadis dengan makna.
3. Dimakruhkan untuk menjadikan al-Qur’an itu sumber rizki (ma’isyah) al-Ajuzi
meriwayatkan sebuah hadis dari Imron bin Husain secara marfu’ “barang siapa
membaca al-Quran maka hendaklah dia minta kepada Allah dengannya.
Sesungguhnya akan datang suatu kaum yang membaca al-Qur’an dan meminta
kepada manusia dengannya.
4. Dimakruhkan untuk memotong bacaan untuk berbicara dengan orang lain al-
Halimi berkata : Karena kalam Allah itu tidak boleh dikalahkan oleh pembicaraan
yang lainya. Ini dikuatkan oleh Imam Baihaki dengan riwayat yang shahih: Ibnu
Umar jika membaca al-Qur’an dia tidak berbicara sampai selesai. Demikian juga
makruh untuk tertawa dan malakukan perbuatan atau memandang hal-hal yang
remeh dan sia-sia.
Membaca dari mushaf itu adalah lebih baik dari pada membaca dari hafalan karena
melihat dari mushaf itu adalah ibadah yang diperintahkan. An-Nawawi berkata “Demikianlah
yang dikatakan oleh sahabat-sahabat kami dan para ulama salaf dan aku tidak melihat adanya
perbedaan pendapat”. Dia berkata: jika dikatakan bahwa hal itu berbeda-beda dari orang yang
satu dan yang lainnya maka dipilihlah membaca dari mushaf jika seorang itu bisa khusu’ dan
merenungkannya pada saat dia membaca dari mushaf dan dari hafalannya. Dan dipilih
membaca dari hafalan bagi yang lebih bisa membaca dengan dan lebih dapat
merenungkannya dari pada dia membaca dari mushaf maka ini pendapat yang lebih baik.
6
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Saran
Semoga apa yang kami suguhkan dapat di ambil manfaat dan hikmahnya serta dapat
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
7
DAFTAR PUSTAKA
Creatifina.blogspot.co.id