Anda di halaman 1dari 67

MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN EFISIENSI PRODUKSI

SUSU SAPI PERAH ANGGOTA KOPERASI PETERNAK


SAPI PERAH SALUYU CIGUGUR
KABUPATEN KUNINGAN

SKRIPSI
DADAN SUHENDAR

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
RINGKASAN

Dadan Suhendar. D14080088. 2012. Manajemen Pemeliharaan dan Efisiensi


Produksi Susu Sapi Perah Anggota Koperasi Peternak Sapi Perah Saluyu
Cigugur Kabupaten Kuningan. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan
Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M. Agr.


Pembimbing Anggota : Ir. Dwi Joko Setyono, MS.

Kondisi peternakan sapi perah rakyat di Jawa Barat beberapa tahun ini
mengalami kemerosotan produksi susu. Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat
(2009) menyatakan salah satu kabupaten yang mengalami penurunan produksi susu
cukup signifikan adalah di Kabupaten Kuningan. Produksi susu di Kabupaten
Kuningan pada tahun 2004-2008 menurun sebesar 23,48%. Untuk itu perlu
dipalajari tentang Manajemen Pemeliharaan dan Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah
diwilayah tersebut, penelitina ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 April Sampai 25
Mei 2012 di anggota Koperasi Peternak Sapi Perah (KPSP) Saluyu, Kelurahan
Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengamati manajemen pemeliharaan sapi perah dan membandingkan dengan standar
pemeliharaan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jendral Peternakan tahun 1983,
menganalisis fungsi produksi susu, nilai efisiensi, serta mengamati pengaruh
manajemen terhadap nilai efisiensi.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei dan
wawancara. Sebanyak 33 peternak sapi perah anggota KPSP Saluyu dipilih untuk
mewakili sebanyak 550 anggota. Pemilihan peternakan dilakukan dengan metode
purposive sampling. Responden yang diambil adalah peternak anggota KPSP
Saluyu, memelihara sapi perah, dan bersedia untuk diwawancarai. Responden adalah
peternak dari berbagai Tempat Pengumpulan Susu (TPS). Peubah yang diamati
adalah manajemen pemeliharaan sapi perah yang meliputi pemuliaaan ternak dan
reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan, dan kesehatan
hewan, sedangkan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi meliputi rumput,
konsentrat, tenaga kerja, dan produksi susu.
Hasil penelitian menunjukan bahwa capaian manajemen masing-masing
aspek adalah pembibitan dan reproduksi 80,03%, makanan ternak 74,71%,
pengelolaan 80,23%, kandang dan peralatan 71,88%, dan kesehatan hewan 65,23%
dari standar yang ditetapkan Direktorat Jendral Peternakan tahun 1983. Analisis
faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi susu adalah tenaga kerja,
konsentrat, dan rumput. Faktor produksi yang memiliki korelasi besar adalah
konsentrat dan rumput. Fungsi produksi untuk konsentrat adalah Y = 27,69 - 3,783X
+ 0,2593X2 - 0,003087 X3 dengan nilai R2=85,3%. Fungsi produksi untuk rumput
adalah Y = -4.069 + 0,706X – 0,005X2 + 0,0000199X3 dengan nilai R2=76,8%.
Nilai efisiensi menggunakan analisis perbandingan NPM dan BKM adalah
pengunaan konsentrat adalah -0,15 (e=-0,07) artinya tidak efisien, penggunaan
konsentrat harus dikurangi dan nilai efisiensi untuk rumput 3,07 (e=0,69) artinya
tidak efisien, sehingga penggunaan rumput harus ditingkatkan.

Kata-kata kunci: manajemen, efisiensi, produksi, sapi perah, kuningan


ABSTRACT

Management Practices and Efficiency Of Milk Production In Member of


Saluyu Dairy Cooperation In Cigugur, Kuningan
Suhendar, D., B. P. Purwanto, and D. J. Setyono
Management practices and technical efficiency of dairy cattle farming systems were
investigated in Kuningan, West Java. This research was carried out from April to
June 2012. Data were collected from 33 farms by survey on based quistionare,
interview, and direct measurement. Management practices included breeding and
reproduction, feeding, farm management, housing and equipment, and animal health
were observed. Furthermore, efficiency of production also measured. Management
of dairy cattle were analyzed and compared to impact point of dairy cattle
management of Directorate General of Lifestock Serveces (DGLS) 1983. This
results showed that achivement breeding and reproduction, feeding, farm
management, housing and equipment, and animal health were 80.03%, 74.71%,
80.23%, 71.88%, and 65.23% of DGLS’S standart, respictively. The production
efficiency were analyzed using correlation of milk production on concentrate (Y =
27.69 – 3.783X + 0.2593X2- 0.003087 X3 with a value of R2 = 85.3%) and on forage
(Y = -4.069 + 0.706X – 0.005X2 + 0.0000199X3 with R2=76.8%). According the
both of equation on utilitation of concentrate and forage were inefficient. The
concentrate were offered more than the animal requirement, however, the forrages
were offered less than the animal requirement.

Keywords : management, efficiency, production, dairy cattle, kuningan


MANAJEMEN PEMELIHARAAN DAN EFISIENSI PRODUKSI
SUSU SAPI PERAH ANGGOTA KOPERASI PETERNAK
SAPI PERAH SALUYU CIGUGUR
KABUPATEN KUNINGAN

DADAN SUHENDAR
D14080088

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Peternakan
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
Judul : Manajemen Pemeliharaan Dan Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah
Anggota Koperasi Peternak Sapi Perah Saluyu Cigugur Kabupaten
Kuningan
Nama : Dadan Suhendar
NIM : D14080088

Menyetujui,

Pembimbing Utama, Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Bagus P. Purwanto, M. Agr) (Ir. Dwi Joko Setyono, MS)
NIP. 19600503 198503 1 003 NIP. 19601123 198903 1 001

Mengetahui,
Ketua Departemen,
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M. Agr. Sc.)


NIP. 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian: 19 November 2012 Tanggal Lulus:


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kuningan, pada tanggal 24 Oktober 1989 dari pasangan


Bapak Muayad Riyanto dan Ibu Eeng Rohati. Penulis merupakan anak kedua dari
tiga bersaudara yaitu Lia Melawati dan Iis Maelani.
Pendidikan formal dimulai dari SDN 1 Kahiyangan pada tahun 1996-2002.
Selanjutnya penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMPN 2
Mandirancan pada tahun 2002-2005. Pendidikan menengah atas di SMAN 1
Mandirancan pada tahun 2005-2008. Penulis diterima di Tingkat Persiapan Bersama
Institut Pertanian Bogor (TPB IPB) melalui Jalur Undangan Seleksi Masuk (USMI)
IPB pada tahun 2008 dan terdaftar di Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor tahun 2009.
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di berbagai organisasi. Penulis
pernah aktif sebagai Staf Kebijakan Pertanian Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga
Mahasiswa (BEM KM) IPB tahun 2008/2009. Aktif Sebagai Staf Politik dan Kajian
Strategis BEM Fakultas Peternakan tahun 2009/2010. Penulis aktif sebagai staf
Pengembangan Sumberdaya Manusia (PSDM) Forum Aktifitas Mahasiswa Muslim
Al-An’am Fakultas Peternakan 2010/2011. Penulis juga aktif di Organisasi
Mahasiswa Daerah (Omda) Himpunan Mahasiswa Aria Kamuning (HIMARIKA)
Kuningan dipercaya sebagai Ketua Umum periode 2010-2011.

v
KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirrohiim,
Alhamdulillahirobbilalamiin, puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT, Robb semesta alam atas segala nikmat dan karunia-Nya, sehingga
Penulis diberikan kemudahan dan kelancaran dalam menyusun skripsi ini degan baik.
Solawat beserta salam selalu dipanjatkan kepada qudwah hasanah umat Islam Nabi
Muhammad SAW, keluarga, sahabat, tabiin, dan umatnya hingga hari akhir nanti.
Amiin
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi tugas akhir di
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengambil judul penelitian
Manajemen Pemeliharaan dan Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah Anggota Koperasi
Peternak Sapi Perah Saluyu Cigugur Kabupaten Kuningan. Penulis berharap skripsi
ini bermanfaat dan menjadi bahan kajian yang relevan untuk para peternak,
pemerintah, akademisi dan stakeholder yang berkepentingan dalam pengembangan
usaha sapi perah rakyat, terutama di peternakan Cigugur Kabupaten Kuningan.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu, mendorong dan memberikan izin untuk melaksanakan penelitian dan
pembimbingan pada penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bisa digunakan
sebagaimana mestinya untuk kepentingan pendidikan.

Bogor, Desember 2012

Penulis

vi
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ................................................................................................ i
ABSTRACT ................................................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iv
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ v
KATA PENGANTAR .................................................................................. vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
Latar Belakang ..................................................................................... 1
Tujuan .................................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 3
Peternakan Sapi Perah ........................................................................... 3
Manajemen Pemeliharaan ..................................................................... 4
Pembibitan dan Reproduksi .................................................................. 4
Pemilihan Bibit ............................................................................. 4
Pubertas ........................................................................................ 4
Siklus Birahi .................................................................................. 5
Inseminasi Buatan ......................................................................... 5
Pakan Sapi Perah .................................................................................... 6
Pakan Anak Sapi .......................................................................... 7
Pakan Sapi Dara ........................................................................... 7
Pakan Sapi Laktasi ....................................................................... 8
Pakan Sapi Betina Kering ............................................................ 9
Kualitas Konsentrat ...................................................................... 9
Pengelolaan ........................................................................................... 10
Anak Sapi (pedet) .......................................................................... 10
Teknik Pemerahan ......................................................................... 10
Penanganan Susu Pasca Pemerahan .............................................. 11
Pengelolaan Limbah ...................................................................... 11
Kandang dan Peralatan .......................................................................... 12
Kandang ......................................................................................... 12
Peralatan ........................................................................................ 12
Kesehatan Hewan .................................................................................. 13
Faktor-faktor Produksi Susu .................................................................. 15
Produksi Susu ................................................................................ 16
Tenaga Kerja ................................................................................. 16
Efisiensi Produksi .................................................................................. 16
Fungsi Produksi ..................................................................................... 17
MATERI DAN METODE ............................................................................. 18
Lokasi dan Waktu .................................................................................. 18
Materi .................................................................................................... 18
Prosedur ................................................................................................. 18
Rancangan dan Analisis Data ................................................................ 24
Analisis Deskriptif Manajemen Sapi Perah .................................. 25
Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi Produksi .......................... 25
HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 27
Kondisi Umum Lokasi .......................................................................... 27
Kondisi Geografis............................................................................ 27
Koperasi Peternak Sapi Perah Saluyu .......................................... 27
Karakteristik Peternak ........................................................................... 28
Umur Peternak Responden ............................................................ 28
Tingkat Pendidikan ....................................................................... 29
Jenis Kelamin dan Tujuan Usaha ................................................. 29
Komposisi Sapi Perah ........................................................................... 29
Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah ................................................... 30
Pembibitan dan Produksi ............................................................... 31
Pakan Ternak ................................................................................ 33
Pengelolaan ................................................................................... 35
Kandang dan Peralatan ................................................................. 37
Kesehatan Hewan ......................................................................... 38
Input dan Output Sapi Perah ................................................................. 39
Korelasi Input dan Output ..................................................................... 40
Analisis Fungsi Produksi ....................................................................... 41
Efisiensi Produksi .................................................................................. 43
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 45
Kesimpulan ............................................................................................ 45
Saran ...................................................................................................... 45
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 47
LAMPIRAN ................................................................................................... 50

viii
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Standar Makanan untuk Sapi Dara per Hari .................................. 8
2. Kebutuhan Nutrisi untuk 1 Kg Susu yang Dihasilkan Sapi Perah . 9
3. Persyaratan Mutu Konsentrat Sapi Perah berdasarkan Bahan
Kering ............................................................................................ 10
4. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Pembibitan dan
Reproduksi Berdasarkan Dirjen Peternakan 1983 ........................ 20
5. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Ditinjau dari Aspek Makanan
Ternak Berdasarkan Dirjen Peternakan 1983 ............................... 21
6. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dri Aspek Pengelolaan
Berdasarkan Direktorat Jendral Peternakan 1983 ......................... 22
7. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Kandang dan
Peralatan Berdasarkan Direktorat Jendral Peternakan 1983 ......... 23
8. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Kesehatan Hewan
Berdasarkan Direktorat Jendral Peternakan 1983 .......................... 24
9. Matriks Analisis Data Penelitian ................................................... 24
10. Umur, Pendidikan, Jenis kelamin, dan Tujuan Usaha Peternak
Responden ..................................................................................... 28
11. Komposisi Sapi Perah dari Total Responden ................................. 30
12. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Teknis
Peternakan Sapi Perah Rakyat di KPSP Saluyu, Cigugur
Kuningan ........................................................................................ 31
13. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek
Pembibitan dan Reproduksi ........................................................... 32
14. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pencapaian Aspek Makanan
Ternak ............................................................................................ 34
15. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pencapaian Aspek
Pengelolaan .................................................................................... 37
16. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pencapaian Aspek Kandang
dan Peralatan .................................................................................. 38
17. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Kesehatan
Hewan ............................................................................................ 39
18. Rataan dan Standar Deviasi Output serta Input yang
Mempengaruhi Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah ...................... 40
19. Korelasi antar Variabel dalam Produksi Susu Sapi Perah ............. 40

ix
20. Model Pendugaan Fungsi Produksi Produksi Susu dengan
Variabel Konsentrat dan Rumput ..................................................
42
21. Nilai NPM dan BKM Faktor Hijauan serta Konsentrat pada
Produksi Susu ................................................................................ 43

x
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Input dan Output Produksi Susu .................................................... 50
2. Kondisi Sapi Perah Responden Peternak Saluyu .......................... 51
3. ANOVA Model Kubik Produksi Susu dengan Rumput ................ 55
4. ANOVA Model Kubik Produksi Susu dengan Konsentrat ........... 55
5. Perhitungan Rasio NPM dan BKM Variabel Rumput ................... 55
6. Perhitungan Rasio NPM dan BKM Variabel Konsentrat .............. 55
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengembangan usaha sapi perah di Jawa Barat tersebar diberbagai daerah


kabupaten. Dinas Provinsi Jawa Barat (2009) menyebutkan kontribusi produksi susu
di Jawa Barat sebesar 50,63% Kabupaten Bandung, 14,56% Kabupaten Garut, 4,67%
Kabupaten Kuningan, 8,75% Kabupaten Sumedang, dan 4,22 % Sukabumi dan
sisanya tersebar didaerah lain. Namun, kondisi peternakan sapi perah rakyat di Jawa
Barat beberapa tahun ini mengalami produksi susu yang tidak stabil. Dinas
Peternakan Provinsi Jawa Barat (2009) menyatakan salah satu kabupaten yang
mengalami penurunan produksi susu cukup signifikan adalah di Kabupaten
Kuningan. Produksi susu di Kabupaten Kuningan pada tahun 2004-2008 menurun
sebesar 23,48%. Produksi susu sapi pada tahun 2004 sebesar 14.764 ton/tahun
menurun pada tahun 2008 menjadi 11.297 ton/tahun.
Peternakan sapi perah di Kabupaten Kuningan dimulai sejak tahun 1979.
Peternakan yang berkembang didaerah ini adalah peternakan rakyat. Berdasarkan
keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 36/KPTS/TN.120/5/1990,
peternakan rakyat merupakan usaha yang dilakukan oleh rakyat disamping usaha
taninya sehingga sifat usahanya masih tradisional. Usaha peternakan sapi perah
rakyat dicirikan dengan kepemilikan sapi perah yang sedikit, kepemilikan antara satu
sampai empat ekor sapi betina laktasi dan produksi susu sekitar 10 liter/ekor/hari.
Usaha yang demikian membuat posisi peternakan rakyat sangat lemah dan susah
untuk berkembang.
Perkembangan peternakan sapi perah di Kabupaten Kuningan tidak lepas dari
peran koperasi dan Industri Pengolahan Susu (IPS). Koperasi yang ada di Kabupaten
Kuningan adalah Koperasi Peternak Sapi Perah (KPSP) Saluyu, Koperasi Serba
Usaha (KSU) Karya Nugraha, dan Koptan Laras Ati. Koperasi mempunyai peran
sebagai penampung susu dan penjualan susu ke IPS, pelayanan kesehatan hewan dan
Inseminasi Buatan (IB), simpan pinjam anggota, peningkatan kemampuan anggota,
dan penyedia pakan konsentrat. KPSP Saluyu dipilih sebagai lokasi penelitian.
Koperasi Saluyu didirikan sejak bulan Juli 2006, dengan Badan Hukum Nomor
01/BH/Diskop-10.18/VII/2006. Jumlah anggota aktif pada saat ini 550 orang. Susu
segar yang tertampung di KPSP Saluyu pada tahun 2011 adalah 2.899.256 liter.
KPSP Saluyu merupakan koperasi yang paling baru berdiri dibandingkan dengan
koperasi lain. Sehingga perlu adanya perhatian yang lebih dari pemerintah agar
koperasi bisa tetap eksis dan terus berkembang dalam upaya mensejahterakan
anggotanya.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan produksi susu sapi
perah adalah dengan meningkatkan kesejahteraan peternak sapi perah.
Kesejahteraan peternak akan memepengaruhi pertumbuhan peternakan sapi perah.
Tingkat kesejahteraan bisa diukur dengan meningkatnya keuntungan yang dihasilkan
oleh peternak. Usaha sapi perah yang menguntungkan dapat dicapai melalui dua
cara yaitu, efisiensi faktor-faktor produksi (efisiensi alokatif) dan input potensial
(efisiensi teknis). Efisiensi alokatif merupakan kemampuan peternak dalam
menggunakan faktor-faktor produksi (seperti sapi laktasi, hijauan, konsentrat dan
tenaga kerja). Efisiensi teknis merupakan kemampuan peternak dalam manajemen
teknis pemeliharaan sapi perah. Direktorat Jenderal Peternakan (1983) menyebutkan
bahwa manajemen pemeliharaan teknis sapi perah meliputi: pemuliaaan ternak dan
reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan, dan kesehatan
hewan. Sudono (1999) menyatakan bahwa pemeliharaan yang baik dan peningkatan
jumlah sapi yang diperah akan meningkatkan efisiensi dalam usaha sapi perah.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati manajemen pemeliharaan sapi


perah dan membandingkan dengan standar pemeliharaan yang dikeluarkan oleh
Direktorat Jenderal Peternakan (1983). Menganalisis fungsi produksi susu dan nilai
efisiensi. Mengamati pengaruh manajemen terhadap nilai efisiensi pada peternakan
sapi perah rakyat di anggota KPSP Saluyu, Kelurahan Cigugur, Kecamatan Cigugur,
Kuningan.

2
TINJAUAN PUSTAKA

Peternakan Sapi Perah

Berdasarkan keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.


36/KPTS/TN.120/5/1990, peternakan rakyat merupakan usaha yang dilakukan oleh
rakyat disamping usaha taninya sehingga sifat usahanya masih tradisional.
Peternakan sapi perah di Indonesia telah dilakukan sejak abad ke-19 yaitu dengan
mengimpor sapi dari luar negeri. Pengimporan sapi Frisian Holstein (FH) dari
Belanda dilakukan pada awal abad ke-20. Bangsa sapi FH mempunyai kemampuan
produksi susu yang tinggi serta mampu bertahan di daerah tropis. Sejak itu
peternakan sapi perah mulai berkembang di Indonesia terutama di daerah Sumatera
Utara, Jawa Barat, dan Jawa Tengah (Sudono, 1999).
Usaha peternakan sapi perah mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya
usaha yang tetap karena fluktuasi harga sedikit, produksi dan konsumsi tidak begitu
berfluktuasi, sapi perah termasuk hewan yang efisien dalam mengubah pakan
menjadi susu, jaminan pendapatan yang tetap, tenaga kerja yang tetap dan tidak
musiman, kotorannya dapat dimanfaatkan untuk pupuk, pedet jantan dijual untuk
sapi potong dan pedet betina bisa dipelihara hingga dewasa dan menghasilkan susu
(Sudono et al., 2003). Menurut Sudono (1999) faktor yang terpenting untuk
mendapatkan sukses dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternak harus dapat
menggabungkan kemampuan tata laksana yang baik dengan menentukan lokasi
peternakan yang baik, besarnya peternakan, sapi-sapi yang berproduksi tinggi,
pemakaian peralatan yang tepat, tanah yang subur untuk tanaman hijauan makanan
ternak, dan pemasaran yang baik.
Usaha peternakan sapi perah rakyat dilakukan secara individual dan
membentuk kelompok untuk proses pemasarannya. Fungsi kelompok dalam usaha
sapi perah adalah untuk membantu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
peternak guna meningkatkan kemandirian usaha tani ternak perah dan dalam rangka
meningkatkan produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan peternak. Kriteria
pengelompokan sapi perah rakyat adalah berdasarkan kepemilikan sapinya. Skala
usaha kecil yaitu kepemilikan sapi < 4 ekor, skala usaha sedang 4-7 ekor, dan skala
usaha besar > 7 ekor (Priyanti et al., 2009).
Manajemen Pemeliharaan
Manajemen pemeliharaan sapi perah yang sedang masa produksi meliputi
semua aspek dalam hal cara-cara pemeliharaan, tata laksana pemberian pakan,
pengaturan perkawinan, perkandangan, dan pengendalian penyakit (Sudono, 1983).
Direktorat Jendral Peternakan (1983) menerangkan bahwa manajemen pemeliharaan
teknis sapi perah meliputi: pembibitan ternak dan reproduksi, makanan ternak,
pengelolaan, kandang dan peralatan, dan kesehatan hewan.

Pembibitan dan Reproduksi


Sudono et al. (2003) menyatakan pemilihan bibit sapi perah merupakan hal
penting dari keberhasilan usaha ternak sapi perah. Bibit yang baik bisa dilihat dari
genetik dan keturunan, bentuk ambing, bentuk luar, dan umur bibit. Usaha sapi
perah sangat bergantung dengan keberhasilan dalam manajemen reproduksi.
Pengetahuan mendasar tentang reproduksi adalah pubertas, siklus birahi, fertilitas,
kebuntingan, dan kelahiran (Partodiharjo, 1982). Ginting dan Sitepu (1989)
menambahkan cara perkawinan, kegagalan reproduksi, dan cara penanggulangannya.

Pemilihan Bibit
Bibit yang baik adalah bibit yang dapat menghasilkan keturunan yang baik.
Bibit yang baik berasal dari keturunan dan genetik yang baik (berasal dari induk
yang produktivitasnya tinggi dan pejantan unggul), bentuk ambing (bentuk ambing
yang besar, pertautan otot kuat dan memanjang sedikit ke depan, puting tidak lebih
dari empat), bentuk luar (proporsional, tidak kurus dan tidak terlalu gemuk, kaki
berdiri tegak, jarak kaki kiri dan kanan cukup lebar, dan bulu mengkilat), umur bibit
(umur sapi perah yang ideal adalah 1,5 tahun, bobot 300 kg, pejantan 350 kg)
(Sudono et al., 2003).

Pubertas
Pubertas atau dewasa kelamin adalah periode alat-alat reproduksi sudah
berfungsi didalam tubuh. Proses dewasa kelamin terjadi sebelum dewasa tubuh
terjadi. Keterangan ini menjadikan catatan agar proses kawin tidak dilakukan pada
saat pubertas pertama, karena rawan dengan terjadinya keguguran atau keturunan
yang tidak baik. Faktor yang mempengaruhi pubertas adalah keturunan, iklim,
sosial, dan makanan. Sapi FH yang dipelihara di Indonesia mencapai pubertas pada

4
umur 12 bulan dengan variasi 12-15 bulan. Jika sapi FH diberikan ransum yang
memiliki kadar protein tinggi maka pubertas akan semakin cepat daripada yang
diberi ransum dengan kualitas protein rendah (Partodiharjo, 1982). Sapi dara yang
akan dikawinkan hendaknya berumur 18 bulan dengan bobot hidup sekitar 200-225
kg (Williamson dan Payne, 1993).

Siklus Berahi
Siklus berahi pada sapi betina yang masih dara berbeda dengan sapi betina
yang sudah beranak. Siklus berahi pada sapi dara berkisar 18-22 hari, sapi betina
yang sudah beranak antara 18-24 hari. Birahi pada sapi terjadi selama 18-19 jam
untuk sapi betina yang sudah beranak dan 15 jam untuk sapi dara. Ciri-ciri estrus
pada sapi bisa dilihat dari tanda-tanda estrus. Tanda-tanda estrus adalah:
a. Keluar lendir jernih terang dari serviks yang mengalir ke vagina.
b. Gelisah, ingin keluar dari kandang
c. Melenguh-lenguh
d. Menunggangi sapi lain
e. Pangkal ekor terangkat sedikit
f. Vagina berwarna merah
g. Diam, tidak nafsu makan, dan tidak mau minum.
Sapi dara menunjukkan tanda-tanda estrus bisa mencapai satu hari satu
malam tanpa mau ditunggangi oleh pejantan. Hal ini menjadi catatan agar tidak
terburu-buru untuk kawin agar tidak gagal (Partodiharjo, 1982). Sapi perah yang
sudah beranak akan birahi setelah 30-60 hari. Perkawinan setelah 60 hari akan
menyebabkan sapi perah sulit untuk beranak kembali (Williamson dan Payne, 1993).

Inseminasi Buatan (IB)


Inseminasi Buatan (IB) adalah cara perkawinan secara buatan atau dengan
bantuan inseminator. IB dilakukan dengan tujuan memperkecil biaya yang
dikeluarkan dalam pemeliharaan sapi perah. Pelaksanaan IB yang baik dilakukan
dengan memperhatikan estrus pada sapi. Pelaksanaan IB yang dianjurkan adalah,
jika birahi terlihat pada pagi hari ini, maka IB dilakukan pada hari ini juga dan jika
sapi terlihat pada malam hari, maka IB dilakukan besok hari sebelum jam 12 siang
(Partodiharjo, 1982).

5
Keuntungan yang dirasakan oleh peternak dalam melaksanakan IB adalah,
peternak dapat menekan biaya pemeliharaan sapi dan keberhasilan kebuntingan lebih
tinggi dibandingkan dengan kawin alam. Hasil kebuntingan bisa didapatkan setelah
30-60 hari setelah konsepsi dan keberhasilan 70% - 75%. Hasil tersebut merupakan
ramalan sementara bahwa sapi telah mengalami kebuntingan, peternak tidak harus
melakukan IB jika sapi tidak terjadi birahi lagi. Keberhasilan untuk IB yang
dilaksanakan pada konsepsi pertama sekitar 55% dengan skala 34% - 75%.
Diagnosis kebuntingan lebih akurat dilakukan dengan non return rate (NRR), palpasi
rektal dan conseption rate (CR) (Leaver, 1983).

Pakan Sapi Perah


Sapi perah merupakan hewan ruminansia yang memiliki dua sistem
metabolisme yaitu: mikroba rumen dan organ tubuh. Pemberian pakan untuk sapi
perah harus bisa menyeimbangkan kebutuhan untuk kedua sistem tersebut agar
mendapatkan produksi yang optimal (William et al., 1996). Pakan sapi perah adalah
rumput dan konsentrat sebagai penguat. Sapi perah dapat mengonsumsi berbagai
jenis hijauan yang tersedia atau sisa-sisa hasil pertanian, seperti jerami, jagung, serta
sisa pabrik misalnya ampas tahu atau bungkil kelapa. Pemberian pakan lokal untuk
sapi perah diperlukan suplementasi guna mengoreksi ketidakseimbangan nutrien
untuk produksi susu. Konsentrat dapat berupa limbah hasil ikutan industri pertanian
seperti dedak padi dan pollard (Sudono et al., 2003).
Pemberian pakan sapi perah sangat memengaruhi kualitas dan kuantitas susu
yang dihasilkan. Peranan hijauan pakan menjadi lebih penting karena berpengaruh
terhadap kadar lemak susu (Aryogi et al., 1994). Peranan pakan konsentrat adalah
untuk meningkatkan nilai nutrisi yang rendah meningkatkan dan mempertahankan
produksi susu (Sukria dan Krisnan, 2009). Menururt Sudono (1999) ransum untuk
sapi perah yang baik terdiri dari 60% hijauan dan 40% konsentrat dihitung
berdasarkan total bahan kering.
Satu dari beberapa faktor yang memengaruhi produksi susu adalah cara
pemeberian pakan. Cara pemberian pakan yang tidak sesuai dapat menimbulkan
penurunan produksi, gangguan kesehatan, bahkan menyebabkan kematian.
Pencegahan terjadinya kerugian tersebut dilakukan dengan memperhatikan secara
cermat terhadap pemberian pakan sapi perah (Sudono, 1999). Pemberian pakan

6
seharusnya mengacu pada kebutuhan gizi yang seimbang dan ditinjau aspek
ekonomis menguntungkan (Sukria dan Krisnan, 2009).

Pakan Anak Sapi


Anak sapi mempunyai saluran pencernaan yang berbeda dengan sapi dewasa.
Anak sapi yang baru lahir diberikan kolostrum untuk waktu 3 hari dari puting
induknya. Kolostrum sangat penting untuk anak sapi, karena kolostrum mengandung
sejumlah vitamin dan mineral yang jauh lebih besar dari susu biasa. Kolostrum juga
dikenal sebagai antibodi pertama yang membantu melindungi dari penyakit. Setelah
beberapa hari anak sapi diberikan minum dengan ember. Metode awal pembiasaan
minum dengan ember adalah meletakan jari dalam mulutnya sehingga susu tumpah
kedalam mulutnya (Williamson dan Payne, 1993).
Anak sapi tidak dapat memakan hijauan sampai umur tiga sampai empat
bulan. Jika dipaksakan diberikan, maka pertumbuhannya akan lambat. Sebaiknya
anak sapi diberikan susu dengan ember sampai siap memakan hijauan dan kosentrat.
Anak sapi yang berumur dua minggu harus dibiasakan untuk mencoba konsentrat
dan hijauan yang memiliki kualitas baik. Hijauan yang diberikan harus dipotong
terlebih dahulu agar mudah dimakan. Pemberian air susu yang diberikan yaitu 10-12
persen dari bobot badannya/hari. Minggu ke-1 anak sapi diberikan susu 2,8 kg/hari,
minggu ke-4 ditingkatkan menjadi 3,7 kg/hari (Williamson dan Payne, 1993).
Konsentrat yang diberikan kepada anak sapi lebih baik disesuaikan dengan
sumberdaya lokal agar lebih hemat. Sapi yang berumur dua bulan akan memakan
konsentrat sebesar 0,45 kg per hari, umur 3 bulan 0,75 kg, dan diatas 3 bulan akan
segera makan 1,4-1,8 kg per hari. Anak sapi juga memulai makan hijauan.
Konsentrat yang diberikan harus disuplementasi oleh mineral dan vitamin jika
dipelihara dalam kandang. Anak sapi juga harus mendapatkan cukup air agar
konsentrat larut didalam tubuh (Williamson dan Payne, 1993).

Pakan Sapi Dara


Pemberian pakan untuk sapi dara bertujuan untuk pertumbuhan dan
perkembangan kelamin. Sapi dara yang dipelihara dengan sistem kandang harus
diperhatikan kebutuhan air, mineral mikro, vitamin, hijauan, dan konsentrat. Pakan

7
sapi dara disesuaikan dengan bobot badan sapi. Standar kebutuhan makanan sapi
dara ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Standar Makanan untuk Sapi Dara per Hari


Bobot Hidup (kg) Bahan Kering (Kg) TDN (kg) PK (kg) Ca (g) F (g)
150 3,6-4,4 2,30-2,80 0,43-0,53 12 11
200 4,8-5,6 2,90-3,40 0,47-0,57 13 12
250 5,8-6,6 3,30-3,80 0,57-0,69 14 13
300 6,8-7,6 3,85-4,35 0,59-0,75 15 14

Sumber : (Williamson dan Payne, 1993).

Sapi dara yang sudah dikawinkan mempunyai kebutuhan untuk tumbuh dan
perkembangan janin untuk sembilan bulan. Sapi yang bunting harus diberikan pakan
yang lebih bagus dari sapi yang lainnya, terutama menjelang dua bulan kelahiran.
Pemberian pakan untuk sapi dara yang bunting sama dengan sapi yang sedang
berproduksi dan mendapatkan tambahan konsentrat didalam kandang pemerahan.
Pemberian konsentrat tambahan selama periode kebuntingan dikenal dengan
pemanasan. Hal yang harus diperhatikan dan dijaga adalah sapi yang sedang bunting
memerlukan mineral yang lebih tinggi di dalam ransum yang diberikan. Pakan yang
diberikan harus disesuaikan dengan bobot sapi tersebut. Sapi yang menjelang
kelahiran harus mempunyai bobot badan yang tidak kurus dan tidak gemuk agar
mempermudah dalam kelahiran (Williamson dan Payne, 1993).

Pakan Sapi Laktasi


Induk laktasi merupakan arus utama pendapatan dari usaha sapi perah. Induk
laktasi menghasilkan susu setiap harinya yang bernilai ekonomis tinggi. Induk
laktasi akan mampu menghasilkan susu yang baik ketika diberikan makanan yang
cukup dan nutrisi yang baik. Hal ini harus diperhatikan oleh peternak, karena induk
laktasi akan mencapai puncak laktasi lebih cepat jika kekurangan nutrien untuk
mencukupi kebutuhannya. Setelah puncak laktasi maka produksi susu akan
berangsur-angsur turun. Kejadian ini mengakibatkan usaha ternak sapi perah kurang
efisien (Williamson dan Payne, 1993).
Kebutuhan pakan setiap sapi jumlahnya bervariasi tergantung dari produksi
susunya. Secara praktis dilapangan sulit untuk dilaksanakan pada usaha kecil, karena

8
kurang ekonomis untuk memisahkan tiap sapi yang disesuaikan dengan
kebutuhannya. Pendekatan yang lebih banyak diterapkan adalah dipisahkan
berdasarkan umur kelahiran anaknya (Williamson dan Payne, 1993). Standar
kebutuhan makanan untuk sapi yang sedang berproduksi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2. Kebutuhan Nutrisi untuk 1 Kg Susu yang dihasilkan Sapi Perah


LK Susu Bahan kering Daya cerna PK Kalsium Fospor
(%) (kg) (kg) (g) (g)
3,5 0,60 0,112 2,6 1,8
4,0 0,64 0,123 2,9 1,8
4,5 0,68 0,139 2,9 1,8
5,0 0,73 0,148 3,1 1,8

Sumber : McDonald et al. (1973).

Pakan Sapi Betina Kering


Pengaturan untuk usaha sapi perah seharusnya dibuat secara minimum. Sapi
betina laktasi dapat memanfaatkan energi secara efisien. Sapi betina kering dianggap
sebagai sapi tidak produktif dalam jangka waktu dua bulan. Sapi yang sedang masuk
periode kering diharapkan dapat meningkatkan bobot badannya agar lebih siap untuk
periode laktasi berikutnya. Sapi dikeringkan bertujuan untuk memelihara sapi dalam
kondisi baik dan mengoptimalkan pertumbuhan janin di dalam induk sapi. Sapi
kering biasanya diberikan konsentrat yang cukup dan diberi tambahan mineral.
Kebutuhan sapi kering yaitu 2-3 kg zat makanan setara dengan tepung, protein kasar
yang dicerna 0,27 kg, kalsium 17 g dan fospor 9 g (McDonald et al., 1973).

Kualitas Konsentrat Sapi


Konsentrat merupakan pakan yang kaya akan sumber protein dan atau
sumber energi serta dapat mengandung pelengkap pakan dan atau imbuhan pakan.
Konsentrat diberikan pada sapi sesuai dengan periode umur dan kondisi sapi.
Berdasarkan periode umur dan kondisi sapi terbagi menjadi konsentrat pemula 1 (0-3
minggu), pemula 2 (>3minggu-6 bulan), dara (6-12 bulan), laktasi (setelah beranak-
bunting 7 bulan), laktasi produksi tinggi (rata-rata 15 l/hari), kering bunting (2 bulan
sebelum melahirkan), dan pejantan. Kualitas konsentrat berdasarkan SNI 3148-1-
2009 dapat dilihat pada Tabel 3.

9
Tabel 3. Persyaratan Mutu Konsentrat Sapi Perah berdasarkan Bahan Kering
No Jenis TDN (%) KA (%) PK (%) LK (%) Ca (%) P (%)
1. Pemula 1 94 14 21 12 0,7-0,9 0,4-0,6
2. Pemula 2 78 14 16 7 0,4-0,6 0,6-0,8
3. Dara 75 14 15 7 0,6-0,8 0,5-0,7
4. Laktasi 70 14 16 7 0,8-1,0 0,6-0,8
5. Laktasi Produksi Tinggi 75 14 18 7 1.0-1,2 0,6-0,8
6. Kering bunting 65 14 14 7 0,6-0,8 0,6-0,8
7. Pejantan 65 14 12 6 0,5-0,7 0,3-0,5

Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2009).

Pengelolaan
Anak Sapi (Pedet)
Pemeliharaan anak sapi pada sapi perah dilakukan untuk anak sapi jantan
ataupun betina. Pedet betina dipelihara sebagai sapi pengganti (replacement stock)
untuk sapi laktasi dan pedet jantan dipelihara sebagai sapi pedaging. Pemeliharaan
pedet bisa dilakukan di dalam maupun di luar ruangan. Kasus di Indonesia pada
umumnya adalah daerah dengan iklim tropis yang lembab dimana resiko terhadap
parasit tinggi. Sistem pemeliharaan yang menjadi pilihan adalah pemeliharaan anak
sapi didalam kandang (Williamson dan Payne, 1993).

Teknik Pemerahan
Sapi perah akan menghasilkan pedet sekitar satu tahun sekali, jika didukung
dengan manajemen yang baik. Pemerahan sapi perah selama satu tahun yaitu 10
bulan, dimana dua bulan digunakan untuk kering kandang jika sapi sedang bunting
tujuh bulan. Pemerahan yang dilakukan terus-menerus tanpa ada periode kering
kandang akan mempengaruhi produksi susu berikutnya. Periode kering kandang
diperlukan oleh sapi perah untuk memperbaiki glanduri mamari dari sapi agar
menguatkan dan memungkinkan untuk membentuk cadangan makanan dalam tubuh
agar siap diperiode laktasi berikutnya (Williamson dan Payne, 1993).
Pemerahan bertujuan agar sapi menghasilkan susu yang optimal dari
ambingnya. Jika pemerahan dilakukan tidak sempurna, maka sapi induk cenderung
kering lebih cepat dan produksi total menjadi turun. Sapi induk biasanya diperah dua
kali dalam sehari dengan selang waktu 12 dan 12 jam atau 16 dan 8 jam. Cara

10
pemerahan bisa dilakukan dengan tangan atau menggunakan mesin. Sapi induk
memerlukan rangsangan sewaktu awal pemerahan. Kondisi alamiah puting sapi
mendapatkan rangsangan dari anaknya. Peternak memberikan rangsangan kepada
sapi menggunakan handuk hangat sekaligus untuk mencuci ambing. Rangsangan
akan dikirimkan ke glandula pituitaria posterior yang akan mengeluarkan hormon
oxytocin. Hormon ini disirkulasikan dalam darah, dibawa ke jaringan ambing, dan
diprakarsai untuk pengeluaran susu (Williamson dan Payne, 1993).
Proses pemerahan dilakukan dengan pemberian tekanan di bagian otot-otot
sekitar puting. Penambahan tekanan didalam puting mengencangkan otot sprinter
dan “teat meastu” dipaksa terbuka dan susu keluar. Proses pemerahan
mengakibatkan lubang diputing tidak segera tertutup rapat, perlu beberapa waktu
untuk bisa rapat kembali. Lubang puting yang terbuka bisa menyebabkan penyakit
mastitis. Penyakit ini dapat dikontrol secara efektif bila dilakukan striping cup
dengan ketat dan tepat. Pencucian ambing secara hygiene dan sanitasi kandang
merupakan langkah pencegahan yang bisa dilakukan (Williamson dan Payne, 1993).

Penanganan Susu Pasca Pemerahan


Susu merupakan salah satu produk pangan yang tergolong mudah rusak.
Penanganan susu pasca pemerahan menjadi hal yang penting untuk mencegarah
keruskan susu baik fisik, kimia, dan mikrobiologis. Penanganan awal setelah susu
selesai diperah yaitu dilakukan proses penyaringan. Penyaringan berfungsi untuk
memisahkan kotoran dalam bentuk fisik dengan susu yang terkontaminasi dari
lingkungan sekitar kandang. Susu yang telah disaring segera dilakukan pendinginan.
Pendinginan akan sangat membantu dalam menghambat perkembangan bakteri
patogen. Bakteri yang tumbuh didalam susu akan mempengaruhi komposisi susu
dan perubahan kimia susu sehingga terbentuk asam laktat. Asam laktat yang
terbentuk menyebabkan protein susu menjadi rusak (Williamson dan Payne, 1993).

Pengelolaan Limbah
Peternakan menghasilkan limbah yang cukup banyak. Limbah dari
peternakan harus dikelola agar tidak mencemari air, tanah, dan sungai. Produksi
limbah oleh satu ekor sapi rata-rata 50-60 liter/hari dan sekitar 10%-15% bahan
kering. Pengelolaan limbah secara sederhana adalah mengalirkan limbah ke dalam

11
lahan pastura. Pengelolaan yang lebih modern adalah menggunakan limbah sebagai
bahan baku pembuatan pupuk organik, biogas, dan media tanam untuk cacing.
Pengelolaan seperti itu masih dianggap tidak ekonomis (Leaver, 1983).

Kandang dan Peralatan


Kandang
Kandang merupakan bangunan sebagai tempat tinggal ternak, yang ditujukan
untuk melindungi ternak dari gangguan luar yang merugikan seperti: panas matahari,
hujan, angin, binatang buas serta untuk memudahkan dalam pengelolaan. Kandang
yang baik adalah kandang yang memenuhi persyaratan, lokasi kandang, arah
kandang, dan kebersihan kandang. Syarat untuk mendirikan kandang adalah bahan
bangunan kandang yang ekonomis, tahan lama, awet, mudah didapat dan tidak
menimbulkan refleksi panas terhadap ternak yang dipelihara. Kandang harus
memberikan rasa nyaman bagi ternak dan pemilikinya, ventilasi yang cukup untuk
pergantian udara, mudah dibersihkan, dan tidak ada genangan air (Ernawati, 2000).
Lokasi kandang merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan karena
menyangkut masalah keamanan, akses dan keramahan lingkungan. Lokasi kandang
yang dianjurkan adalah terpisah dari rumah dengan jarak ± 10 meter, tidak
berdekatan dengan fasilitas umum, letak kandang lebih tinggi dari daerah sekitarnya,
terdapat tempat penampungan kotoran, tersedia air bersih yang cukup. Arah kandang
bertujuan untuk mengatur cahaya dan angin yang masuk ke kandang. Arah kandang
untuk kandang tunggal menghadap ke timur, untuk bangunan kandang majemuk
membujur dari utara ke selatan. Hal ini bertujuan untuk membantu proses
pembentukan vitamin D dalam tubuh ternak sekaligus pembasmi penyakit. Peralatan
kandang sapi perah yang digunakan selama dikandang adalah skop, sapu, ember,
sikat, troli, tali dan bangku kecil. Peralatan untuk pemerahan sapi yaitu milk can,
saringan dan ember (Ernawati, 2000).

Peralatan
Peternak yang menggunakan tangan dalam pemerahan menggunakan
beberapa perlengkapan seperti ember, ember pencuci, handuk, cawan untuk tes
mastitis, dan bangku. Peternak juga disarankan memiliki timbangan agar
mengetahui produksi susunya. Peralatan yang digunakan sangat perlu untuk

12
kepentingan pemerahan yang hygienis. Kualitas dari susu yang didapatkan sangat
dipengaruhi oleh peraltan yang digunakan dan kebersihannya. Susu yang didapatkan
dari proses pemerahan diperlukan alat saring dan milk can untuk menampung
(Williamson dan Payne, 1993).

Kesehatan Hewan
Sapi perah mempunyai resiko dalam gangguan kesehatan. Sapi perah yang
terkena penyakit akan mengakibatkan penurunan produksi susu atau lebih parahnya
menyebabkan kematian. Kematian anak sapi perah di daerah tropis sangat tinggi
yaitu sekitar 50%. Penyebabnya adalah pengelolaan dan makanan yang jelek.
Penyakit yang umum dari pedet adalah mencret, pneumonia dan penyakit yang
disebabkan oleh parasit internal (cacing gelang, cacing benang, cacing tambang,
cacing paru-paru, cacing pita, coccidia dan parasit lainnya). Mastitis adalah penyakit
yang umum mengenai sapi perah yang sedang berproduksi. Pencegahan dan
pengobatan penyakit harus dilakukan dengan cara yang baik dan tepat. Pencegahan
penyakit bisa dilakukan dengan cara membersihkan kandang, memberikan hijauan
yang baik, memberikan obat cacing secara berkala, memberikan vaksinansi dan
pemberian vitamin dan mineral agar mempunyai daya tahan terhadap penyakit
(Williamson dan Payne, 1993).
Gangguan terhadap kesehatan sapi bisa dialami oleh pedet, sapi dara, sapi
laktasi dan pejantan. Penyakit yang menyerang sapi perah dikelompokkan
berdasarkan organ atau sistem tubuh yang terkena gangguan. Kelompok penyakit
tersebut adalah penyakit reproduksi, penyakit metabolisme/sistem pencernaan,
penyakit pada ambing, penyakit pada kaki dan penyakit yang lain (Leaver, 1983).
Penyakit yang menyerang pada sistem reproduksi sapi perah antara lain
distokia, kerusakan plasenta, endometritis, keterlambatan birahi, dan keberhasilan
kebuntingan. Distokia sering terjadi pada sapi yang baru melahirkan pertama karena
anak sapi lebih besar ukurannya daripada ukuran pembukaan pelvis atau posisi anak
sapi yang tidak normal. Sapi yang mengalami distokia harus dibantu oleh dokter
hewan atau peternak agar proses kelahiranya lancar. Kerusakan pada plasenta sering
terjadi terhadap anak sapi yang lahir secara prematur. Hypocalcemia dan infeksi
bakteri brucellosis menyebabkan plasenta tidak baik. Endometritis terjadi akibat
serangan bakteri setelah terjadi kelahiran pada uterus. Penyebab terjadinya

13
endometritis adalah kebersihan yang tidak terjaga pada saat kelahiran atau beberapa
waktu setelah kelahiran. Keterlambatan birahi setelah melahirkan merupakan
kejadian yang sering terjaidi. Umumnya birahi terjadi setelah 3-6 minggu setelah
kelahiran. Keberhasilan kebuntingan pada saat dilakukan Inseminasi Buatan (IB)
adalah langkah awal dalam keberhasilan reproduksi. Keberhasilan dalam IB masih
sekitar 55%. Penyebab dari ketidakberhasilan IB adalah fertilitas sperma yang
rendah, salah mendeteksi birahi, sapi terlalu kurus atau terlalu gemuk dan kecukupan
nutrisi rendah (Leaver, 1983).
Penyakit yang menyerang sistem metabolisme/pencernaan antara lain
hypocalcaemia, hypomagnesaemia, ketosis dan bloat. Hypocalcaemia atau “milk
fever” terjadi setelah tiga hari setelah kelahiran. Hypocalcaemia terjadi ketika
kandungan susu yang terlalu banyak mengandung kalsium akibat pemberian hijauan
atau konsentrat tinggi kalsium. Sementara kalsium yang berada di dalam darah
mengalami penurunan dari 10 mg/100 ml menjadi 7 mg/100 ml. Sapi yang terkena
Hypocalcaemia diberi calcium borogluconate dengan injeksi (Leaver, 1983).
Penyakit lain yang menyerang sistem metabolisme tubuh hypomagnesaemia.
Penyakit ini dapat menyebabkan kematian karena tubuh kekurangan magnesium
yang dipeoleh dari pakan. Kandungan magnesium sekitar 2 mg/ 100 ml darah
menyebabkan kondisi yang kritis. Kecukupan terhadap magnesium sangat
diperhatikan dari manajemen hijauan yang diberikan. Ketosis merupakan salah satu
penyakit yang menyerang sistem metabolisme tubuh yang menyebabkan kurang
nafsu makan dan produksi susu. Keton yang dihasilkan oleh tubuh menyebabkan
bau terhadap susu. Pencegahan terhadap penyakit ini adalah induk setelah
melahirkan diberikan pakan dengan energi tinggi pada enam minggu pertama. Bloat
adalah penyakit yang disebabkan oleh tersergapnya udara didalam perut (kembung)
yang diakibatkan oleh gas yang dihasilkan dari proses fermentasi. Bloat terjadi
ketika sapi diberikan banyak leguminosa atau rumput yang sedikit dan konsentrat
yang banyak. Cara mengobati bloat adalah menambahkan anti busa seperti kacang
tanah, minyak parafin yang dicampurkan kedalam air minum (Leaver, 1983).
Mastitis merupakan penyakit yang menyerang jaringan pada ambing sapi
yang disebabkan oleh satu atau beberapa jenis bakteri yang masuk kedalam lubang
puting. Penyakit mastitis mula-mula subklinis yang tidak terlihat perubahan pada

14
ambing atau pada susu, tetapi jika dibiarkan akan menjadi penyakit yang klinis
dimana pada susu terdapat gumpalan yang menyebabkan ambing sapi menjadi keras.
Upaya pencegahan untuk penyakit mastitis adalah dengan menerapkan pemerahan
yang baik dan penggunaan desinfektan setelah selesai diperah (Leaver, 1983).
Penyakit lain yang sering menyerang sapi adalah penyakit pada bagian kaki.
Penyakit ini menyerang bagian kuku yang disebabkan infeksi oleh mikroorganisme.
Penyakit ini terjadi ketika kuku tidak dipotong dengan baik, permukaan lantai yang
basah, dan kandang jarang dibersihkan. Upaya pencegahan yang biasa dilakukan
adalah membuat permukaan kaki lebih kering, membersihkan kandang dengan
teratur dan membersihkan luka pada kaki dengan 5% formaldehid jika ada yang luka
(Leaver, 1983).
Brucellossis adalah penyakit yang disebabkan oleh Brucella abortus.
Penyakit ini menyebabkan aborsi pada saat kebuntingan dan bisa menular melalui
makanan. Penyakit ini termasuk penyakit menular sehingga perlu disolasi jika ada
sapi yang terkena. Pencegahannya adalah dengan vaksinasi menggunakan vaksin
strain 19 atau vaksin RPB51. Penyakit ini perlu perhatian khusus karena
pengobatannya masih belum diketahui (Leaver, 1983).

Faktor-faktor Produksi Sapi perah


Soekartawi (1994) menyebutkan bahwa faktor produksi adalah sesuatu yang
dikorbankan untuk menghasilkan produksi. Sihite (1998) menyebutkan bahwa
faktor-faktor produksi yang diukur dalam usaha peternakan rakyat yang
mempengaruhi produksi susu sapi perah yaitu: jumlah produksi susu, jumlah
makanan hijauan, jumlah makanan konsentrat, jam kerja produksi dan persentase
sapi laktasi. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh positif terhadap pendapatan
peternakan sapi perah di kawasan Garut dan Bogor dipengaruhi oleh peubah-peubah
seperti pakan, tenaga kerja, produksi susu per ekor per hari, rasio betina laktasi dan
non laktasi, dan jumlah kepemilikan sapi perah. Faktor produksi yang berpengaruh
positif terhadap produksi susu adalah pakan konsentrat, pemeliharaan kesehatan
ternak, tenaga kerja dan jumlah betina laktasi (Mudjadi dan Saleh, 1995).

15
Produksi Susu
Setiap bangsa sapi perah mempunyai sifat-sifat yang berbeda dalam
menghasilkan volume, warna air susu, dan komposisi susu (Sudono et al., 2003).
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu yaitu : bangsa, lama bunting, masa
laktasi, bobot badan, estrus (birahi), umur, selang beranak (calving interval), masa
kering, frekuensi pemerahan serta makanan dan tata laksana. Sapi yang mempunyai
bobot badan besar akan menghasilkan susu yang lebih banyak daripada sapi yang
berbobot badan kecil dalam bangsa dan umur yang sama (Sudono, 1999).
Secara fisiologis produksi susu secara umum meningkat pada bulan pertama
pasca kelahiran dan terjadi penurunan secara berangsur-angsur, sebaliknya
kandungan lemak meningkat menjelang akhir laktasi (Ensminger dan Howard,
2006). Saat dalam masa bunting tua produksi susu akan mengalami penurunan
karena nutrisi di dalam makanan terserap pada janin. Produksi susu berbanding
terbalik dengan persentase protein dan lemak yang dihasilkan. Persentase protein
dan lemak berada dititik terendah ketika produksi berada di puncak laktasi dan
berangsur-angsur meningkat menjelang akhir laktasi (Schmidt et al., 1988).

Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan hal yang penting dalam usaha peternakan sapi perah
tenaga kerja yang diperlukan harus terampil dan berpengalaman dalam bidangnya
agar penggunaan tenaga kerja menjadi efisien. Penggunaan tenaga kerja dalam skala
usaha peternakan sapi perah rakyat yang efisien adalah satu tenaga kerja mampu
menangani enam sampai tujuh sapi perah, semakin banyak sapi yang dipelihara maka
akan semakin efisien dalam penggunaan tenaga kerja. Tenaga kerja yang digunakan
dalam usaha peternakan rakyat adalah tenaga kerja keluarga. Tenaga kerja yang
tercurah adalah tenaga kerja laki-laki, tenaga kerja perempuan, dan tenaga kerja
anak. Kemampuan penanganan sapi perah yang semakin tinggi oleh seorang
peternak meningkatkan efisiensi penggunaaan tenaga kerja (Sudono, 1999).

Efisiensi Produksi
Efisiensi merupakan perbandingan antara jumlah faktor-faktor produksi yang
digunakan untuk menghasilkan output tertentu. Konsep efisiensi dikenal dengan
konsep efisiensi teknis, efisiensi harga (allocative), dan efisiensi ekonomis. Efisiensi

16
teknis dicapai ketika peternak mampu mengalokasikan faktor produksi sedemikan
rupa sehingga mampu menghasilkan output yang tinggi (Daniel, 2002). Efisiensi
produksi secara teknis dilihat dari nilai elastisitas dari faktor produksinya jika (e>1)
maka belum mencapai efisiensi teknis. Jika (0<e<1) maka efisiensi sudah tercapai,
dan jika (e<0) tidak rasional (Teken dan Asnawi, 1977). Efisiensi harga akan
tercapai jika petani dapat melakukan upaya Nilai Produk Marjinal (NPM) untuk
suatu input sama dengan harga input (P) tersebut atau dapat dituliskan:

NPMx = Px atau

NPMx
1=
Px
Kenyataannya efisiensi jarang ditemukan, jika efisiensi tidak ditemukan maka
kondisinya akan terjadi.
a. NPMx/Px <1 artinya penggunaan input X belum efisien. Untuk mencapai
efisien input X perlu ditambah.
b. NPMx/Px >1 artinya penggunaan input X belum efisien. Untuk mencapai
efisien input X perlu dikurangi.
(Soekartawi, 1994).

Efisiensi ekonomis dilakukan oleh peternak ketika melakukan efisiensi harga


dan efisiensi teknis secara bersamaan. Efisiensi ekonomis dapat dituliskan dengan
rumus:
Efisiensi ekonomis = efisiensi teknis x efisiensi harga
Tujuan dari dilakukannya efisiensi adalah agar peternak mendapatkan
keuntungan yang maksimal (Colman dan Young, 1989).

Fungsi Produksi
Mubyarto (1989) menyatakan bahwa fungsi produksi adalah fungsi
matematis yang menggambarkan adanya hubungan antara faktor-faktor produksi
(input) dengan produksi (output). Model matematik untuk fungsi produksi adalah :
Y = f (X1, X2,..., Xn)
Keterangan :
Y = hasil produksi
X1, X2,..., Xn = faktor-faktor produksi yang digunakan.

17
Berdasarkan fungsi diatas, upaya yang dapat dilakukan oleh petani untuk
meningkatkan produksi (Y) yaitu menambah jumlah salah satu input yang digunakan
atau menambah jumlah input yang digunakan (Daniel, 2002). Bentuk dari fungsi
produksi antara lain bentuk linier, kuadratik, eksponensial, polinomial akar pangkat
dua, CES (Constant Elasticity of Subtitution) Transcendetal dan Translog, dimana
setiap bentuk memiliki karakteristik dan fungsi sendiri (Soekartawi, 1994).

18
MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di peternakan sapi perah rakyat anggota KPSP


Saluyu Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Waktu
pelaksanaan yaitu bulan Mei sampai Juni 2012.

Materi
Populasi penelitian adalah peternak sapi perah rakyat anggota KPSP Saluyu
yang berada di Kecamatan Cigugur, Kabupataen Kuningan, Provinsi Jawa Barat.
Peternak yang dijadikan sebagai responden sebanyak 33 peternak. Jumlah sapi perah
yang diamati adalah 162 ekor, pada 33 kandang. Alat yang digunakan pada
penelitian ini yaitu borang kuesioner, alat tulis, kamera, pita ukur dan laptop.

Prosedur
Sebanyak 33 peternak sapi perah anggota KPSP Saluyu dipilih untuk
mewakili sebanyak 550 anggota. Pemilihan peternakan dilakukan dengan metode
purposive sampling. Metode purposive sampling yaitu penentuan responden dari
populasi secara sengaja dengan tujuan agar sesuai dengan kriteria pengamatan
(Riduan dan Akdon, 2009). Responden yang diambil adalah peternak anggota KPSP
Saluyu, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, memelihara sapi perah, dan
bersedia untuk diwawancarai. Responden adalah peternak dari berbagai Tempat
Pengumpulan Susu (TPS).
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer
didapatkan melalui observasi/pengamatan lapang yaitu pengisian kuisioner dan
wawancara di lapangan. Data yang digunakan dikumpulkan dari bulan April sampai
Mei 2012 melalui survei langsung. Survei ini terdiri dari pembagian kuesioner yang
berisi berbagai pertanyaan mengenai manajemen pemeliharaan dan input dan output
produksi. Data yang diambil adalah data tentang karakteristik peternak, jumlah dan
komposisi sapi perah, produksi susu harian, konsumsi pakan konsentrat, tenaga kerja,
dan manajemen pemeliharaan (pembibitan dan reproduksi, makanan ternak,
pengelolaan, kesehatan hewan, dan kandang dan peralatan) menurut Direktorat
Jendral Peternakan (1983). Data sekunder didapatkan dari informasi dari dinas

19
terkait, studi literatur dan internet. Data yang diambil seperti kondisi geografis,
suhu, kelembaban, curah hujan dan perkembangan produksi susu di Jawa Barat.

Tabel 4. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Pembibitan dan Reproduksi
Berdasarkan Dirjen Peternakan (1983)
No Faktor Penentu Alternatif Jawaban Nilai
1. Bangsa sapi yang dipelihara a. FH murni 30
b. Peranakan FH 20
c. Persilangan 15
d. Lain-lain 10
2. Cara Seleksi a. Produksi susu 40
b. Silsilah 30
c. Bentuk luar 10
3. Cara kawin a. IB 40
b. Alami 30
4. Pengetahuan birahi a. Paham 40
b. Kurang paham 20
c. Tidak paham 10
5 Umur beranak pertama a. 2,5 tahun 40
b. 3 tahun 20
c. Lebih dari 3 tahun 10
6. Saat dikawinkan setelah beranak a. 60 hari 40
b. 60-90 hari 20
c. Lebih dari 90 hari 10
7. Calving interval a. 1 tahun 10
b. 1-1,5 tahun 5
c. Lebih dari 1,5 tahun 2
Sumber : Direktorat Jendral Peternakan (1983)

20
Tabel 5. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah Ditinjau dari Aspek Makanan Ternak
Berdasarkan Dirjen Peternakan (1983)
No Faktor penentu Alternatif Jawaban Nilai
Hijauan Makanan Ternak (HMT)
1. Cara Pemeberian a. Setelah diperah 25
b. Sebelum diperah 15
2. Jumlah pemberian a. Cukup 40
b. Berlebihan 35
c. Kurang 20
3. Kualitas HMT a. Unggul 45
b. Campur 35
c. Lapangan 25
4. Frekuensi pemberian hijauan a. Dua kali 20
b. Satu kali 10
c. Tidak teratur 5
Konsentrat
1. Cara Pemberian a. Sebelum diperah 15
b. Sedang diperah 10
c. Setelah diperah 5
2. Jumlah pemberian a. Cukup 35
b. Berlebihan 30
c. Kurang 20
3. Kualitas konsentrat a. Baik dan lengkap 35
b. Baik dan kurang mineral 20
c. Kurang baik 10
4. Frekuensi pemberian a. Dua kali per hari 15
b. Satu kali 10
c. Tidak teratur 5
5. Air minum a. Tersedia terus menerus 30
b. Dua kali perhari 20
c. Tidak teratur 10
Sumber: Direktorat Jendral Peternakan (1983)

21
Tabel 6. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dri Aspek Pengelolaan Berdasarkan
Direktorat Jendral Peternakan (1983)

No Faktor Penentu Alternatif Jawaban Nilai

1. Membersihkan sapi a. Tiap hari 20


b. Kadang-kadang 10
c. Jarang 5
2. Membersihkan kandang a. Dua kali perhari 20
b. Satu kali perhari 10
c. Jarang 5
3. Cara pemerahan a. Menggunakan mesin 35
b. Menggunakan tangan 25
4. Penanganan susu pasca panen a. Benar dan baik 35
b. Kurang baik 25
c. Salah 10
5. Pemeliharaan anak sapi dan dara a. Baik 35
b. Kurang baik 25
c. Salah 10
6. Pengeringan induk sapi a. Dua bulan sebelum beranak 30
b. 1,5 bulan sebelum beranak 20
c. Kurang dari satu bulan 10
sebelum beranak
7. Pencatatan usaha a. Ada dan baik 20
b. Ada dan tidak baik 10
c. Tidak ada 5
Sumber : Direktorat Jendral Peternakan (1983)

22
Tabel 7. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Kandang dan Peralatan
Berdasarkan Direktorat Jendral Peternakan (1983)
No Faktor penentu Alternatif jawaban Nilai

1. Tata letak kandang a. Tersendiri 10


b. Jadi satu dengan rumah 5
2. Konstruksi kandang a. Memenuhi syarat 25
b. Kurang memenuhi syarat 15
c. Tidak memenuhi syarat 5
3. Drainase kandang a. Baik 15
b. Kurang baik 10
c. Tidak baik 5
4. Tempat kotoran a. Baik 15
b. Tidak baik 10
c. Tidak ada 2
5. Peralatan kandang a. Lengkap 15
b. Kurang lengkap 10
c. Tidak lengkap 5
6. Peralatan susu a. Lengkap dan sesuai 25
dengan persyaratan
b. Kurang lengkap dan tidak 15
memenuhi persyaratan
c. Tidak lengkap 5

Sumber : Direktorat Jendral Peternakan (1983)

23
Tabel 8. Faktor Penentu Ternak Sapi Perah dari Aspek Kesehatan Hewan
Berdasarkan Direktorat Jendral Peternakan (1983)
No Faktor penentu Alternatif jawaban Nilai

1. Pengetahuan penyakit a. Baik 40


b. Cukup 30
c. Kurang 10
2. Pencegahan penyakit (vaksinasi) a. Teratur 100
b. Tidak teratur 50
c. Tidak pernah 5
3. Pengobatan penyakit a. Dilakukan dengan melapor 60
b. Dilakukan kurang benar 30
c. Tidak dilakukan 5

Sumber : Direktorat Jendral Peternakan (1983)

Rancangan dan Analisis Data


Data yang diperoleh diolah menggunakan analisis deskriptif dan analisis
statistik. Pengolahan dan analisis data menggunakan program komputer Microsoft
Excel dan SPSS. Matriks analisis data digunakan untuk menjawab tujuan-tujuan
penelitian dapat di lihat pada Tabel 10.

Tabel 9. Matriks Analisis Data Penelitian


No Tujuan penelitian Sumber data Analisis data
1. Mengamati manajemen pemeliha- Survei, Analisis statistik
raan sapi perah dan membanding- wawancara, dan deskripsi
kan dengan standar Direktorat kuesioner. Microsoft Excel
Jendral Peternakan 1983

2. Menganalisis fungsi produksi dan Survei, Analisis fungsi


efisiensi penggunaan faktor-faktor wawancara, dan produksi dengan
produksi kuesioner. SPSS

Analisis efisiensi
dengan elastisitas
dan NPMx = Px

3. Menganalisis hubungan manajemen Survei, Analisis deskripsi


dengan efisiensi wawancara, dan
kuesioner

24
Analisis Deskriptif Manajemen Sapi Perah
Analisis deskriptif manajemen sapi perah digunakan untuk mendeskripsikan
peternak responden dengan menggunakan tabulasi frekuensi. Karakteristik yang
diamati adalah umur, tingkat pendidikan, pengalaman beternak, kepemilikan ternak
dan manjemen pemeliharaan teknis sapi perah. Capaian manajemen pemeliharaan
teknis sapi perah disajikan dengan persentase dan dibandingkan dengan standar yang
telah ditetapkan oleh Direktorat Jendral Peternakan 1983.Capaian manajemen
pemeliharaan sapi perah dikelompokan sebagai berikut: sangat rendah : 60%-70%,
rendah : 70%-80%, baik : 80%-90% dan sangat baik : 90%-100%.

Analisis Fungsi Produksi dan Efisiensi Produksi


Data yang digunakan untuk menganalisis fungsi produksi adalah data
produksi sapi laktasi dari 23 peternak. Model yang digunakan dalam menganalisis
total produksi susu sapi perah adalah model fungsi produksi, dimana total produksi
susu adalah dependent variabel (Y). Variabel-variabel yang digunakan adalah tenaga
kerja, konsentrat dan rumput. Bentuk persamaan matematis dari fungsi pendugaan
total produksi susu yang digunakan sebagai berikut:
Y = f (X1, X2,..., Xn)
Keterangan :
Y = Produksi susu total (kg/hari)
X = Faktor produksi

Matrik korelasi digunakan untuk melihat pengaruh faktor-faktor produksi dan


hubungan antar faktor produksi. Faktor-faktor yang mempunyai korelasi dibawah
0,8 dengan produksi susu dianggap faktor yang lemah sehingga tidak diperlukan
untuk dimasukan kedalam fungsi produksi (Soekartawi, 1994).
Fungsi produksi yang didapatkan dievaluasi berdasarkan validitas model dan
nilai determinasi (R2). Validitas model produksi dilihat dari nilai p value yang
didapatkan dari program SPSS. P-value < 0,05 mempunyai arti model produksi
nyata pada taraf nyata 95%. Nilai R2 digunakan untuk melihat sejauh mana
ketepatan atau kecocokan garis regresi yang terbentuk dalam mewakili data
observasi.
Efisiensi produksi dilihat dari nilai elastisitas produksi dan keuntungan
maksimum. Elastisitas produksi digunakan dalam menganalisis efisiensi secara

25
teknis. Elastisitas produksi dapat dihitung jika nilai MPPi dan APPi sudah diketahui.
Cara perhitungan nilai MPPi dan APPi dilihat dibawah ini:
d (Y)
MPPi =
d (X)
Keterangan:
MPPi = Marginal phsical productivity input ke-i
d (Y) = perubahan output
d (X) = perubahan input

Y
APPi =
X
Keterangan :
APPi = Average phisical product
Y = Total output
X = Total input

MPPi
E =
APPi
Keterangan:
E = Elastisitas produksi

Efisiensi produksi yang menghasilkan keuntungan maksimum dilihat dari


perbandingan nilai NPMx dan Px. Jika NPMx = Px maka efisiensi telah terpenuhi.
NPMx < Px maka efisiensi tidak terpenuhi dan penggunaan input harus dikurangi.
Jika nilai NPMx > Px maka efisiensi tidak terpenuhi dan penggunaan input harus
ditambahkan.

26
HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi

Kondisi Geografis
Kecamatan Cigugur merupakan salah satu kecamatan yang terdapat di
Kabupaten Kuningan. Kecamatan Cigugur memiliki potensi curah hujan antara
1.000-3.500 mm/tahun. Suhu rata-rata harian antara 18-32 0C, dan ketinggian tempat
berkisar antara 700-1.000 meter diatas permukaan laut (dpl). Potensi wilayah di
Kecamatan Cigugur dikembangkan untuk usaha pertanian, peternakan, perikanan,
kehutanan, perkebunan, pengairan, sumber mata air, panas bumi, dan konservasi
sumber daya hayati. Peternakan sapi perah di Kecamatan Cigugur terpusat di tiga
koperasi susu yaitu KPSP Saluyu, KSU Karya Nugraha dan Larasati. Usaha
peternakan sapi perah di Kecamatan Cigugur mulai dilaksanakan pada tahun 1979.
Teknik usaha yang dilakukan secara tradisional atau skala usaha rakyat hingga
sekarang (Pemerintahan Kecamatan Cigugur, 2010).

Koperasi Peternak Sapi Perah (KPSP) Saluyu


Koperasi Peternak Sapi Perah (KPSP) Saluyu didirikan pada tanggal 17 Juli
2006, dengan Badan Hukum No.01/BH/Diskop-10.18/VII/2006. KPSP Saluyu
didirikan atas keberlanjutan dari gabungan kelompok peternak sapi perah bersatu
yang berdiri sejak Juli 2004. Usaha yang dilakukan oleh KPSP Saluyu adalah unit
usaha simpan pinjam, unit usaha pengolahan dan pemasaran susu segar, unit usaha
pembeliaan dan pemeliharaan pedet dan unit pelayanan sarana produksi peternakan.
(KPSP Saluyu, 2012)
Produksi susu tahun 2011 oleh KPSP Saluyu sebesar 2.899.256 liter.
Populasi sapi perah yang dipelihara oleh anggota sebesar 1.477 ekor dengan
komposisi sapi laktasi 851 ekor, sapi dara 173 ekor, sapi anak 399 ekor, dan sapi
jantan dewasa 54 ekor. Saat awal pendirian koperasi jumlah anggota yang tergabung
adalah 30 anggota dan hingga akhir tahun 2011 jumlah anggota KPSP Saluyu adalah
550 anggota. KPSP Saluyu membagi 16 kelompok atau Tempat Penampungan Susu
(TPS) yang bertujuan untuk memudahkan pelayanan.
Karakteristik Peternak
Karakteristik peternak yang menjadi responden pada penelitian ini meliputi
umur, pendidikan, jenis kelamin, dan tujuan usaha ditulis pada Tabel 10.

Tabel 10. Umur, Pendidikan, Jenis kelamin, dan Tujuan Usaha Peternak Responden
No Uraian Jumlah Peternak
Orang Persentase (%)
1. Umur (tahun)
15-35 (muda) 11 33,33
36-51 (sedang) 16 48,49
≥ 52 (tua) 6 18,18
2. Pendidikan
Tidak sekolah -
SD 18 54,55
SMP 4 12,12
SMA 9 27,27
Diploma 2 6,06
Sarjana (S1) - 0
Pasca Sarjana - 0
3. Jenis Kelamin
Laki-laki 33 100
Perempuan - 0
4. Tujuan Usaha
Sambilan 11 33,33
Utama 22 66,67

Umur Peternak Responden


Berdasarkan Tabel 10, peternak anggota KPSP Saluyu yang dipilih sebagai
responden adalah sebesar 33,33% berusia 15-35 tahun, 48,49% berusia 36-51 tahun
dan 18,18% berusia lebih dari 51 tahun. Peternak yang paling dominan diwilayah ini
berusia 36-51 tahun. Usia 36-51 tahun merupakan usia yang produktif artinya secara
kemampuan dan tenaga masih cukup baik untuk mengelola peternakan. Dominasi
usia 36-51 tahun merupakan gambaran di daerah tersebut anak muda tidak berminat
menjadi peternak, mereka lebih berminat untuk sekolah dan bekerja di luar.

28
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan peternak responden di KPSP Saluyu berdasarkan Tabel
10 berturut-turut dari yang terbanyak adalah SD, SMA, SMP, dan Diploma.
Peternak responden yang tamat SD sebesar 54,55%, SMA sebesar 27,27%, SMP
12,12%, dan Diploma 6,06%. Tingkat pendidikan peternak responden masih rendah.
Faktor ini dipengaruhi oleh peternak responden angkatan sedang dan tua masih
mendominasi. Jaman dulu pendidikan dirasakan sangat sulit baik akses ataupun
kesadaran masyarakat. Peternak yang usianya diatas 35 tahun umumnya memiliki
tingkat pendidikan SD.

Jenis Kelamin dan Tujuan Usaha


Berdasarkan jenis kelamin dan tujuan usahanya menurut Tabel 10, jenis
kelamin peternak adalah 100% laki-laki dan tujuan usahanya sebesar 33,33%
sambilan dan 66,67% utama. Tenaga kerja laki-laki lebih cocok untuk menangani
peternakan sapi perah karena kemampuan penanganan sapi perah dan tenaganya
lebih kuat sehingga meningkatkan efisiensi penggunaaan tenaga kerja. Peternak
responden yang tujuan usahanya sambilan masih tinggi. Beternak secara sambilan
menjadi pilihan karena mempunyai usaha lain atau memiliki lahan pertanian yang
cukup tinggi.

Komposisi Sapi Perah


Komposisi ternak yang dimiliki oleh peternak responden menggambarkan
jumlah dan persentase dari populasi dari periode pertumbuhan yaitu pedet, dara, dan
dewasa (jantan, betina laktasi, dan betina kering). Komposisi ternak yang dipelihara
responden secara lengkap pada Tabel 11. Berdasarkan Tabel 11, rataan ternak yang
dipelihara oleh peternak responden adalah 3,82 ST. Peternak responden memelihara
sapi perah anatara 1,50-13,00 ST. Sapi perah yang dipelihara adalah sapi pedet
jantan, pedet betina, dara, jantan muda, laktasi, kering kandang dan jantan.
Persentase sapi yang dipelihara adalah 65,87% sapi laktasi, 10,32% sapi kering
kandang, 10,71% sapi dara, 1,59% pedet jantan, 4,36% pedet betina, dan 7,14% sapi
jantan.

29
Tabel 11. Komposisi Sapi Perah dari Total Responden
Jumlah
No Uraian
Angka (ekor) ST Persentase (%)
1 Dewasa
Laktasi 83 83,0 65,87
Kering kandang 13 13,0 10,32
2 Sapi dara 27 13,5 10,71
3 Pedet
Jantan 8 2,0 1,59
Betina 22 5,5 4,36
4. Jantan 9 9,0 7,14
Jumlah 162 126 100

Komposisi sapi perah yang dipelihara merupakan faktor penting yang harus
diperhatikan karena sangat erat kaitannya dengan efisiensi produksi. Pendapatan
peternak secara tunai adalah dari produksi susu sapi laktasi. Biaya yang dikeluarkan
untuk manajemen operasional sehari-hari dikalkulasikan dari hasil penjualan susu.
Menurut Sudono (1999) menyatakan peternakan yang baik adalah peternakan yang
memilki jumlah sapi laktasi >60%. Berdasarkan data diatas maka peternakan sapi
perah responden memiliki komposisi sapi perah yang baik.
Usaha ternak sapi perah merupakan usaha yang berkelanjutan, pemeliharaan
sapi induk selain menghasilkan susu juga diharapkan untuk menghasilkan bibit. Sapi
yang dijadikan bibit adalah pedet yang dipelihara sampai produksi. Sapi dara yang
dipelihara merupakan replacement stock untuk sapi yang sudah tua atau produksi
susunya menurun. Pemeliharaan jantan dilakukan oleh peternak dengan tujuan untuk
dibesarkan dan dijadikan sapi pedaging. Pemeliharaan sapi perah di Cigugur
menghasilkan produk utama berupa susu, pedet untuk bibitan dan sapi pejantan
untuk dijadikan sapi pedaging.

Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah


Menurut Sudono (1999) faktor yang terpenting untuk mendapatkan sukses
dalam usaha peternakan sapi perah adalah peternak harus dapat menggabungkan
kemampuan manajemen yang baik. Manajemen pemeliharaan sapi perah adalah
pembibitan dan reproduksi, makanan ternak, pengelolaan, kandang dan peralatan,

30
dan kesehatan hewan. Hasil pengamatan terhadap manajemen peternakan sapi perah
di peternak anggota KPSP Saluyu, Kecamatan Cigugur dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Teknis
Peternakan Sapi Perah Rakyat di KPSP Saluyu, Cigugur Kuningan
Nilai Persen
No Aspek Pengamatan
Harapan)a Pencapaian (%)
1. Pembibitan dan reproduksi 192,06 ± 19,59 240 80,03
2. Makanan ternak 194,24 ± 12,26 260 74,71
3. Pengelolaan 160,45 ± 9,95 200 80,23
4. Kandang dan peralatan 71,88 ± 17,42 100 71,88
5. Kesehatan hewan 130,46 ± 15,83 200 65,23
Total 749,09 1.000 74,91
Keterangan )a Skor menurut Direktorat Jendral Peternakan (1983).

Berdasarkan Tabel 12, peternak responden telah menerapkan manajemen


sebesar 74,91% dari standar yang diberlakukan oleh Direktorat Jendral Peternakan
tahun 1983. Nilai pengamatan yang memiliki nilai paling rendah sampai paling
besar adalah kesehatan hewan, kandang dan peralatan, makanan ternak, pembibitan
dan reproduksi dan pengelolaan. Pencapaian manajemen pemeliharaan di peternak
anggota KPSP Saluyu perlu ditingkatkan dan dilakukan upaya pembenahan dari segi
manajemen pemeliharaannya.

Pembibitan dan Reproduksi


Aspek penilaian terhadap manajemen pembibitan dan reproduksi dapat dilihat
pada Tabel 13. Pembibitan dan reproduksi memiliki manajemen yang cukup baik,
karena sebagian tugas diambil perannya oleh koperasi yaitu pelaksanaan Inseminasi
Buatan (IB). Sebesar 100% responden menggunakan jasa IB dalam pelaksanaan
kawin. Pelaksanaan IB yang baik harus didukung oleh pengetahuan peternak dalam
mendeteksi birahi pada sapi perah. Peternak responden telah memiliki pemahaman
birahi yang cukup baik.

31
Tabel 13. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Pembibitan dan
Reproduksi di KPSP Saluyu, Cigugur Kuningan
No. Aspek manajemen Pengamatan Nilai Persen
a
Harapan) Pencapaian (%)

1. Bangsa sapi 20,60±2,42 30 68,69

2. Cara seleksi 20,90±11,82 40 52,27

3. Cara kawin 40,00±0,00 40 100

4. Pengetahuan birahi 38,18±7,26 40 95,45

5. Umur beranak pertama 36,36±7,83 40 90,91

6. Saat dikawinkan setelah 30,90±11,82 40 77,27


beranak
7. Calving interval 5,09±2,68 10 50,90

Total 192,06 240 80,03

Keterangan )a Skor menurut Direktorat Jendral Peternakan (1983)

Tabel 13 menunjukan bahwa beberapa sub aspek manajemen pembibitan dan


reproduksi masih jauh dari nilai harapan. Sub aspek cara seleksi, calving interval,
dan bangsa sapi yang dipelihara menjadi aspek terlemah. Peternak responden
menentukan seleksi bibit umumnya dari bentuk luar, sebagian dari produksi susu dan
dari silsilah. Peternak memelihara sapi FH dengan bibit berasal dari pembelian
kepada peternak lain di daerah tersebut atau daerah Jawa Tengah. Seleksi yang
dilakukan peternak untuk indukan sapi perah berasal dari sapi yang dipelihara
sebelumnya. Cara seleksi yang lebih banyak digunakan adalah melihat bentuk luar
dari sapi. Menurut Sudono et al. (2003) pemilihan bibit yang baik berasal dari bibit
dengan produktifitas tinggi, silsilah atau genetik yang baik, dan bentuk luar yang
proporsional, tidak kurus, tidak gemuk, kaki berdiri tegak, jarak antar kaki lebar dan
bulu mengkilat.
Cara kawin yang digunakan adalah dengan inseminasi buatan. Inseminasi
buatan dilakukan oleh pihak koperasi dimana inseminasi buatan merupakan layanan
koperasi untuk anggota. Peternak yang menggunakan inseminasi buatan dapat
menekan biaya pemeliharaan sapi dan keberhasilan kebuntingan lebih tinggi. Hasil

32
kebuntingan bisa didapatkan setelah 30-60 hari setelah konsepsi dan keberhasilan
70%-75%. Hasil tersebut merupakan perkiraan sementara bahwa sapi telah
mengalami kebuntingan dan memberikan informasi ini agar digunakan acuan dalam
pelaksanaan inseminasi buatan.
Sub aspek calving interval (jarak lahir) mempunyai catatan tersendiri, karena
sebagian besar peternak mengaku bahwa jarak lahir umumnya lebih dari 1,5 tahun.
Peternakan sapi perah yang baik dapat beranak satu tahun sekali, hal ini terjadi jika
kebutuhan nutrisi dari ternak tercukupi, pengetahuan birahi dan manajemen
inseminasi buatan yang baik. Pengetahuan birahi peternak responden cukup baik,
peternak memahami siklus birahi, ciri ternak birahi dan manajemen inseminasi
buatan yang dilakukan sesuai dengan standar ketentuan pelaksanaan inseminasi
buatan. Siklus birahi yaitu 18-22 hari, ciri ternak birahi adalah keluar lendir jernih
dari vagina, gelisah, melenguh, menunggangi sapi lain, pangkal ekor terangkat,
vagina merah, dan tidak nafsu makan (Partodiharjo, 1982). Pengaruh nutrisi
terhadap reproduksi dibahas pada aspek pakan ternak.
Sapi yang dipelihara oleh peternak responden adalah sapi FH, sapi FH
memiliki warna hitam dan putih ada juga berwarna merah. Peternak responden
umumnya membeli bibit dari peternak lain atau dari Jawa Tengah. Sapi FH dikenal
oleh masyarakat karena kemampuan produksi susu yang tinggi serta mampu
beradaptasi didaerah tropis (Sudono, 1999).

Pakan Ternak
Pakan ternak sapi perah terdiri dari konsentrat dan hijauan. Faktor yang
diamati adalah cara pemberian, jumlah pemberian, kualitas, frekuensi pemberian dan
pemberian air minum. Hasil penilaian terhadap aspek makanan ternak ditampilkan
pada Tabel 14. Berdasarkan Tabel 14, peternak sapi perah di KPSP Saluyu telah
melakukan 74,71% aspek manajemen pakan yang telah distandarisasi oleh Direktorat
Jendral Peternakan tahun 1983. Manajemen pakan yang dilakukan oleh peternak
secara umum sama yaitu cara pemberian rumput dan konsentrat dilakukan sebelum
diperah, frekuensi pemberian selama dua kali yaitu pada saat melakukan pemerahan
dan pemberian air minum secara ad libitum.

33
Tabel 14. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pencapaian Aspek Makanan Ternak

No Aspek manajemen Pengamatan Nilai Persen


a
Harapan Pencapaian (%)
1. Cara pemberian hijauan 20,15±5,08 25 80,61
2. Jumlah pemberian hijauan 34,24±6,14 40 85,61
3. Kualitas hijaun 26,21±4,85 45 58,25
4. Frekuensi pemberian hijauan 19,67±2,78 20 98,48
5. Cara pemberian konsentarat 13,79±3,54 15 91,92
6. Jumlah pemberian konsentrat 30,30±3,94 35 86,59
7. Kualitas konsentrat 10,00±0,00 35 28,57
8. Frekuensi pemberian konsentrat 14,55±1,92 15 96,97
9. Pemberian air minum 25,30±5,85 30 84,40
Keterangan )a Skor menurut Direktorat Jendral Peternakan (1983)

Hijauan yang diberikan kepada sapi adalah hijaun lapangan yang diambil di
sawah atau daerah dekat gunung. Kualitas rumput lapangan sangat bervariasi yaitu
rumput liar yang diambil di alam. Cuaca dan iklim sangat mempengaruhi kualitas
rumput selain itu faktor umur pemanenan dan jenis rumput juga sangat beragam.
Pemberian pakan yang seperti ini untuk sapi perah memerlukan suplementasi guna
mengkoreksi ketidakseimbangan nutrien untuk produksi susu. Hijauan sangat penting
untuk sapi perah karena berhubungan dengan kualitas lemak susu. Kebijakan yang
diambil oleh koperasi adalah harga susu ditentukan salah satunya kandungan lemak
susu. Kandungan lemak susu peternak berkisar antara 3,4-4,4 (KPSP Saluyu, 2012).
Konsentrat yang diberikan kepada sapi perah adalah konsentrat dari mitra
koperasi. Kualitas konsentrat yang telah diujikan adalah kandungan protein kasar
14%. Konsentrat diberikan kepada pedet, dara, dan sapi induk. Kebutuhan nutrien
pakan pada sapi perah sangat menyesuaikan dengan periode pertumbuhan sapi.
Kualitas konsentrat yang diberikan tidak sesuai kebutuhan untuk produksi pada
setiap kelompok umur ternak. Kualitas konsentrat yang tidak sesuai ini berdampak
kepada pertumbuhan yang lambat, penundaan dewasa kelamin, keberhasilan
perkawinan yang rendah dan produksi susu yang tidak optimal.

34
Pengelolaan Sapi Perah
Tabel 15 menunjukan manajemen pengelolaan yang dilakukan dalam
pemeliharaan sapi perah sehari-hari. Pengelolaan sapi perah meliputi kegiatan
membersihkan sapi, kandang, peralatan, cara pemerahan, penanganan susu pasca
panen, penanganan pedet dan dara, pengeringan sapi laktasi, dan pencatatan usaha.
Pengelolaan sapi perah sangat bergantung kepada skala usaha yang diterapkan.
Peternak rakyat dengan skala usahanya masih kecil dalam melakukan pengelolaan
masih sederhana karena keterbatasan alat dan modal.
Kegiatan membersihkan kandang dan membersihkan sapi dilakukan dua kali
dalam sehari yaitu ketika akan dilakukan pemerahan. Kegiatan membersihkan
kandang bertujuan untuk menjaga kesehatan ternak dan menjaga susu dari
kontaminasi mikroba saat dilakuakan pemerahan. Kegiatan pembersihan kandang
menggunakan alat seperti sapu lidi, ember, selang, skop dan sikat. Peternak di
Cigugur telah melakukan kegiatan ini dengan baik yaitu > 90% dari standar yang
sudah diberlakukan oeh Direktorat Jendral Peternakan tahun 1983.
Cara pemerahan yang dilakukan oleh peternak sapi yaitu dengan pemerahan
tangan. Peternak melakukan pemerahan dua kali dalam sehari yaitu pukul 06.00 dan
pukul 16.00. Pemerahan diawali dengan membersihkan kandang dan sapi. Sapi
yang akan diperah pada ambing dibersihkan terlebih dahulu dengan air biasa dan
diolesi dengan vaselin pada daerah putingnya. Proses pemerahan dilakukan dengan
pemberian tekanan oleh tangan dibagian otot sekitar puting sehingga susu keluar.
Pemerahan dihentikan ketika susu tidak kelur lagi ketika ditekan putingya oleh
tangan. Proses pemerahan telah dilakukan dengan baik. Kesadaran peternak akan
kebersihan dalam pemerahan perlu ditingkatkan misalnya melakuakan striping cup
saat pemerahan telah dilakukan.
Penanganan susu pasca panen yang dilakukan oleh peternak masih perlu
ditingkatkan. Susu yang telah selesai diperah tidak semuanya dilakukan proses
penyaringan dan disimpan pada milk can, peternak ada yang menggunakan ember
biasa yang menyebabkan susu di ruang terbuka sehingga mikroba cepat tumbuh.
Kemudian diantarkan ke tempat penampungan susu sementara di masing-masing
daerah. Susu dibawa ke koperasi menggunakan mobil. Lama perjalanan sekitar 40
menit dari lokasi ke koperasi, kondisi ini membuat susu menjadi berkurang

35
kualitasnya akibat pertumbuhan mikroba patogen. Pendinginan susu dilakukan
setelah sampai di koperasi menggunakan cooling unit.
Pengelolaan sapi perah juga memperhatikan penanganan sapi pedet dan dara.
Sapi pedet dipelihara untuk dijadikan bibit atau menggantikan sapi yang sudah tua.
Pemeliharaan sapi pedet dikandangkan di kandang yang sama dengan sapi yang
dewasa. Kandang tidak representatif untuk pedet melakukan gerakan supaya ototnya
baik dan tidak mendapatkan cahaya matahari. Pemberian susu telah dilakukan
sampai usia 3-4 bulan. Pemberian konsentrat dilakukan saat sapi umur >1 bulan.
Kualitas konsentrat untuk pedet masih rendah dengan kadar PK 14%. Rumput yang
diberikan memiliki kualitas rendah yang didapatkan dari rumput lapangan. Sapi dara
dipelihara di satu kandang dengan sapi induk. Perlakuan pemberian pakan oleh
peternak yaitu diberikan pakan yang sama akan tetapi jumlahnya dikurangi. Kualitas
pakan konsentrat juga rendah sekitar PK 14%. Konsentrat yang baik yang diberikan
kepada sapi pedet adalah memilki PK 16%-21% dan sapi dara sekitar 15% (Badan
Standarisasi Nasional, 2009).
Pengeringan sapi betina bunting sudah dilakukan cukup baik yaitu dua bulan
sebelum melahirkan. Sapi yang sedang masuk periode kering diharapkan dapat
meningkatkan bobot badannya agar lebih siap untuk periode laktasi berikutnya.
Pengeringan sapi betina bunting bertujuan agar sapi dalam kondisi baik ketika
kelahiran. Konsentrat yang diberikan memiliki kualitas baik yaitu kandungan PK
14% dan diberikan mineral tambahan. Pengeringan sapi betina bunting dilakukan
secara baik karena peternak menyadari jika tidak dikeringkan akan membahayakan
janin dan induknya.
Pencatatan usaha bertujuan agar usaha yang peternak lakukan dapat
terkontrol, terevaluasi dan diketahui perkembangannya. Peternak di KPSP Saluyu
tidak melakukan catatan usaha sapi perah. Catatan usaha seperti produksi susu dan
pembelian konsentrat seluruhnya dilakukan koperasi. Peternak hanya menerima
laporan dan pembayaran susu setiap bulannya dari koperasi.

36
Tabel 15. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pencapaian Aspek Pengelolaan
No Aspek manajemen Pengamatan Nilai Persen
Harapana Pencapaian (%)
1. Membersihkan sapi 18,33±9,16 20 91,67
2. Membersihkan kandang 19,69±1,74 20 98,48
3. Cara pemerahan 34,54±2,61 35 98,70
4. Penanganan pasca panen 25,30±1,74 35 72,29
5. Penanganan pedet dan dara 27,73±4,52 35 79,22
6. Pengerigan sapi laktasi 29,09±2,92 30 96,97
7. Pencatatan usaha 5,76±1,82 20 28,79
Keterangan )a Skor menurut Direktorat Jendral Peternakan (1983)

Kandang dan Peralatan


Tabel 16 menjelaskan tentang kandang dan peralatan yang digunakan oleh
peternak. Kandang yang digunakan ada dua tipe yaitu tipe satu baris dan dua baris.
Kandang tipe satu baris adalah kandang dengan konstruksi posisi sapi satu baris.
Kandang tipe dua baris adalah kandang dengan kontruksi posisi sapi dua baris yaitu
saling berhadapan atau saling membelakangi. Letak kandang berada terpisah dengan
bangunan rumah dan tempat umum. Lokasi kandang berada pada tempat khusus
peternakan di daerah tersebut. Arah kandang membujur dari utara ke selatan.
Kontruksi kandang dibuat menggunakan kayu besar atau menggunakan dinding
semen, atap menggunakan asbes atau genteng dan lantai telah disemen. Ketinggian
atap sekitar 2,5 meter. Drainase kandang kurang baik karena terdapat genangan air
dan bau kotoran masih kuat. Tempat kotoran berada dekat dengan kandang dan
sebagian kotoran dialirkan langsung ke lahan pastura.
Peralatan yang digunakan ketika melakukan kegiatan dikandang terbagi
menjadi dua yaitu peralatan kandang dan peralatan pemerahan. Peternak
menggunakaan alat sederhana seperti ember, sapu, dan cangkul/skop untuk
membersihkan kandang. Tidak semua peternak memiliki alat yang lengkap untuk
yang disebutkan diatas. Peralatan pemerahan yang digunakan seperti ember, bangku
dan milk can. Semua peternak tidak menggunakan handuk khusus untuk
membersihkan ambing, cawan untuk tes mastitis dan bangku. Jadi, peralatan

37
pemerahan tidak lengkap dan tidak sesuai dengan persyaratan untuk melakukan
pemerahan yang higienis.

Tabel 16. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pencapaian Aspek Kandang dan
Peralatan
No Aspek manajemen Pengamatan Nilai Persen
Harapana Pencapaian (%)
1. Tata letak kandang 10,00±0,00 10 100
2. Konstruksi kandang 18,33±4,78 25 73,33
3. Drainase kandang 11,82±2,44 15 78,79
4. Tempat kotoran 8,24±4,85 10 82,42
5. Peralatan kandang 9,39±2,42 15 62,63
6. Peralatan susu 13,48±7,23 25 53,93
Keterangan )a Skor menurut Direktorat Jendral Peternakan (1983)

Peternak responden telah menerapkan aspek manajemen kandang dan


peralatan sebesar 71,88%. Sub aspek manajemen kandang dan peralatan yang
rendah adalah peralatan susu, peralatan kandang, dan konstruksi kandamg. Peternak
mengakui kekurangan ini karena ketidaktahuan dan keterbatasan biaya. Peralatan
kandang dan pemerahan mempengaruhi kualitas susu yang dihasilkan. Menurut
Williamson dan Payne (1993) kualitas susu yang didapatkan dipengaruhi oleh
peralatan yang digunakan dan kebersihannya.

Kesehatan Hewan
Tabel 17 menerangkan tentang aspek manajemen kesehatan hewan. Aspek
kesehatan hewan terdiri dari sub aspek pengetahuan penyakit, pencegahan penyakit,
dan pengobatan hewan yang sakit. Sub aspek pengetahuan penyakit dan pencegahan
penyakit merupakan sub aspek yang paling lemah. Kesadaran peternak untuk
melakukan upaya pencegahan penyakit seperti vaksinasi, menjaga kebersihan
kandang, memberikan obat cacing secara berkala, dan pemberian vitamin tidak
dilakukan dengan baik. Koperasi melakukan vaksinasi dengan strain 19 untuk sapi
pedet betina agar tahan terhadap penyakit brucellosis. Pengetahuan peternak tentang
penyakit dirasakan masih rendah terutama gejala dan penyebabnya. Kejadian

38
penyakit yang sering terjadi pada ternaknya adalah bloat, mencret pada pedet, dan
mastitis. Pengobatan penyakit dilakukan oleh petugas koperasi.

Tabel 17. Rataan dan Simpangan Baku Hasil Pengamatan Aspek Kesehatan Hewan
No Aspek manajemen Pengamatan Nilai Persen
Harapan Keberhasilan (%)
1. Pengetahuan penyakit 26,52±16,23 40 66,29
2. Pencegahan penyakit 49,69±3,94 100 49,69
3. Pengobatan 54,24±12,51 60 90,40
Keterangan )a Skor menurut Direktorat Jendral Peternakan (1983)

Pencapaian aspek kesehatan hewan merupakan aspek yang paling lemah


dengan nilai 65,23% dari nilai harapan. Kesehatan hewan merupakan aspek yang
cukup penting dalam keberhasilan budidaya sapi perah. Pengetahuan dan kesadaran
para peternak memang perlu ditingkatkan, dengan melibatkan pemerintah atau Dinas
Pertanian Kabupaten Kuningan dalam melakukan vaksinasi atau penyuluhan.
Tenaga keswan di tingkat koperasi mempunyai tugas untuk mengobati ternak yang
sedang sakit. Hal yang baik perlu dilakukan dengan melihat contoh yang
disampaiakan Sembada (2011) bahwa keberhasilan peternak sapi perah di kawasan
KUNAK Kabupaten Bogor dalam kesehatan hewan adalah hasil kerjasama antara
akademisi dan Dinas Peternakan Kabupaten Bogor dalam memberikan
pendampingan dan pencegahan penyakit.

Input dan Output Produksi Susu


Tabel 18 menjelaskan input dan output produksi susu peternak responden.
Rata-rata peternak responden menggunakan input produksi berupa rumput 83,61
kg/hari atau 36,99 kg/ekor/hari, konsentrat 19,04 kg/hari atau 8,42 kg/ekor/hari, dan
jam kerja 2,26 jam/hari. Penggunaan input tersebut adalah hasil perhitungan
terhadap sapi dalam keadaan laktasi. Output utama pada peternakan sapi perah
adalah produsi susu harian karena memiliki nilai tunai pada waktu tersebut. Rata-
rata peternak memproduksi susu 31,08 liter/hari atau 13,75 liter/ekor/hari.

39
Tabel 18. Rataan dan Standar Deviasi Output serta Input yang Mempengaruhi
Efisiensi Produksi Susu Sapi Perah.
Variabel Rataan SD Max Min Harga/unit (Rp)
Output
Produksi susu (lt/peternak/hari) 31,08 26,58 100 8 3.000
Input
Jumlah sapi dipelihara (ST)
Konsentrat (kg/peternak/hari) 19,04 12,64 2.300
Rumput (kg/hari/peternak) 83,61 61,71 250
Jam kerja (jam/hari) 3,47 1,63 6,5 1 20.000

Korelasi Input dan Output Produksi


Tabel 19 menjelaskan bahwa input yang digunakan untuk produksi sapi perah
memiliki korelasi yang nyata terhadap produksi susu pada (P<0,05). Produksi susu
dan konsentrat memiliki korelasi positif sebesar 0,871 artinya ada hubungan linier
yang nyata antara produksi susu dan konsentrat dimana semakin besar produksi susu
diikuti oleh kenaikan konsentrat. Produksi susu dan rumput memiliki nilai korelasi
positif 0,858 artinya ada hubungan yang linier yang nyata antara produksi susu dan
rumput yaitu semakin besar produksi susu diikuti oleh kenaikan jumlah rumput.
Sementara produksi susu dengan jam kerja mempunyai nilai korelasi 0,439 artinya
korelasi yang rendah karena mendekati nilai 0, dengan demikian faktor produksi jam
kerja berpengaruh sangat kecil terhadap produksi susu.

Tabel 19. Korelasi antar Variabel dalam Produksi Susu Sapi Perah.
Produksi Susu Konsentrat Rumput
Konsentrat 0,871*
Rumput 0,858* 0,863*
Jam Kerja 0,439* 0,525* 0,565*
Keterangan: * nyata pada (P<0,05)

Hasil analisis data diatas menunjukan bahwa produksi susu dipengaruhi oleh
konsentrat, rumput, dan jam kerja. Input produksi konsentrat dan rumput memiliki
keterkaitan yang cukup besar, sedangkan faktor tenaga kerja keterkaitannya kecil.
Maka analisis yang digunakan untuk produksi susu adalah konsentrat dan rumput.

40
Konsentrat dan rumput mempunyai nilai korelasi 0,863 artinya terdapat autokorelasi
yang serius antara konsentrat dan rumput. Analisis yang digunakan saat terjadi
autokorelasi kurang baik jika menggunakan anlisis regresi berganda. Analisis yang
digunakan adalah analisis regresi sederhana menggunakan metode kuadrat terkecil.

Analisis Fungsi Produksi


Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam menganalisis fungsi produksi
adalah produksi susu sebagai dependent variabel dan konsumsi rumput dan
konsentrat sebagai independent variabel. Model produksi yang digunakan adalah
model produksi kubik dari pendugaan total produksi dan produksi sapi rata-rata.
Berdasarkan hasil estimasi kemudian dibandingkan nilai R-square, autokolerasi,
heterokedastisitas, dan multikolinearitas untuk mencari model fungsi terbaik yang
digunakan untuk melakukan analisis.
Tabel 20 menunjukan fungsi produksi yang digunakan untuk melihat
hubungan input dan output dalam produksi susu sapi perah. Hasil pendugaan fungsi
produksi untuk produksi susu dan konsentrat mempunyai koefisien determinasi R2
85,3% dan produksi susu dengan rumput R2 76,8% nyata pada taraf (P<0,05). Nilai
koefisien determinasi menunjukan bahwa variabel konsentrat dapat menjelaskan
85,3% produksi susu dan variabel rumput dapat menjelaskan 76,8% produksi susu.
a) Fungsi produksi konsentrat
Y = 27,69 - 3,783X + 0,2593X2 - 0,003087 X3 (R2 85,3%)
b) Fungsi produksi rumput
Y = -4.069+ 0,706X – 0,005X2 + 0,0000199X3 (R2 76,8%)

Keterangan
Y= produksi susu/peternak
X= input produksi

Hasil pendugaan fungsi produksi dapat digunakan untuk menganalisis


elastisitas produksi. Nilai elastisitas -0,07 menunjukan bahwa fungsi produksi
berada pada kondisi yang tidak rasional dan segala upaya untuk menambah
konsentrat tetap akan merugikan petani. Kondisi ini peternak harus mengurangi
pemberian konsentrat kepada ternak. Kualitas konsentrat juga mempengaruhi dari
produksi susu yang dihasilkan. Kualitas konsentrat yang digunakan oleh peternak
smasih dibawah standar yang ditetapkan oleh SNI.

41
Tabel 20. Model Pendugaan Fungsi Produksi Produksi Susu dengan Variabel
Konsentrat dan Rumput
Model Fungsi Kubik
Total Produksi Produksi Sapi Rata-rata
Konsentrat
Konstanta 27,693 14,176
b1 -3,783 0,00
b2 0,259 0,014
b3 0,03 -0,003
R-square 0,853** 0,109
P-value 0,00
Autokolerasi Tidak ada Tidak ada
Heterokedastisitas Tidak ada Tidak ada
Multikolinearitas Tidak ada Tidak ada
Rumput
Konstanta -4,069 26,808
b1 0,706 -1,493
b2 0,005 0.050
b3 0,0000199 -0.001
R-square 0,768** 0,202
P-value 0,00
Autokolerasi Tidak ada Tidak ada
Heterokedastisitas Tidak ada Tidak ada
Multikolinearitas Tidak ada Tidak ada
Keterangan : * nyata pada (P<0,05)

Elastisitas produksi untuk rumput memiliki nilai 0,69 artinya setiap


penambahan input satu persen akan meningkatkan produksi susu sebesar 0,69%.
Nilai elastisitas 0,69 menunjukan bahwa fungsi produksi berada pada decreasing rate
atau peningkatan yang semakin menurun. Kondisi seperti ini peternak masih
dimungkinkan untuk menambah input produksi, tetapi tidak diimbangi dengan output
yang dihasilkan. Penggunaan rumput pada tingkat tertentu akan memberikan hasil
yang optimal.

42
Efisiensi Produksi
Efisiensi produksi terjadi ketika peternak mampu mencapai tingkat produksi
setinggi-tingginya namun secara ekonomi menguntungkan. Menurut Doll dan
Orazem (1984) efisiensi akan tercapai jika mampu memenuhi syarat kecukupan dan
syarat keharusan. Syarat keharusan dicukupi ketika produksi dilakukan pada daerah
rasional (elastisitas antara 0 dan 1), sedangkan syarat kecukupan jika Nilai Produk
Marginal (NPM) sama dengan Biaya Korbanan Marginal (BKM).
Efisiensi teknis dilihat dari nilai elastisitas produksinya. Penggunaan
konsentrat di tingkat beternak secara teknis tidak efisien (Ep<0) atau berada didaerah
tidak rasional. Penggunaan rumput ditingkat peternak secara teknis sudah efisien
(0<Ep<1) atau berada pada daerah deminishing return. Agar lebih efisien peternak
harus melakukan upaya pengurangan pemberian konsentrat sehingga kurva bergeser
ke daerah deminishing return.
Tabel 21 menunjukan penggunaan konsentrat memiliki NPM sebesar -342,79
artinya penambahan 1 kg konsentrat akan mengurangi pendapatan -342,79 dan BKM
sebesar Rp 2.300,00. Rasio antar NPM dan BKM mempunyai nilai -0,15 artinya
penggunaan konsentrat tidak efisien (NPM<1) sehingga perlu pengurangan input
tersebut. Penggunaan rumput memiliki NPM sebesar 769,47 artinya penambahan 1
kg rumput akan menambah pendapatan peternak sebesar 769,47 dan BKM sebesar
Rp 250. Rasio antar NPM dan BKM mempunyai nilai 3,07 artinya penggunaan
rumput tidak efisien, peternak harus menambahkan rumput agar menjadi efisien.

Tabel 21. Nilai NPM dan BKM Faktor Hijauan serta Konsentrat pada Produksi Susu
Variabel NPM BKM NPM/BKM
Konsentrat -342,79 2.300 -0,15
Rumput 769,47 250 3,07

Hasil analisa menunjukan penggunaan konsentrat yang optimal sebesar 9


kg/peternak/hari atau jika dirata-ratakan 3,98 kg/ekor/hari. Penggunaan rumput tidak
diketahui penggunaan optimalnya karena fungsi produksi adalah fungsi kubik,
penggunaan rumput di tingkat peternak sudah efisien secara teknis tetapi secara
ekonomi tidak efisien. Penggunaan rumput masih bisa ditingkatkan dari jumlah yang
sudah diberikan yaitu 83,61 kg/peternak atau 36,99 kg/ekor/hari.

43
Aspek manajemen sangat berpengaruh terhadap nilai efisiensi. Manajemen
yang baik akan menghasilkan efisiensi yang baik (Soekartawi, 1994). Hasil analisa
terhadap aspek manajemen pakan ternak menyatakan bahwa aspek kualitas
konsentrat dan kualitas hijauan masih sangat rendah, sehingga pengaruhnya terasa
terhadap efisiensi yang dicapai. Penggunaan konsentrat tidak efisien karena ketika
konsentrat ditambahkan tidak menghasilkan susu yang lebih tinggi dan tidak
menguntungkan secara ekonomi. Rata-rata pemberian konsentrat per ekor 8,42 kg
lebih besar dari kebutuhan sekitar 4-6 kg yaitu 0,1% dari rataan bobot badan sapi
laktasi. Kualitas hijaun yang diberikan masih rendah karena rumput yang diberikan
rumput lapangan. Kelemahan rumput lapangan adalah secara kualitas dan kuantitas
tidak terkontrol. Rata-rata pemberian rumput adalah 36,99 kg lebih sedikit dari rata-
rata kebutuhan antara 40-50 kg yaitu 10% dari rataan bobot badan sapi.

44
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Manajemen pemeliharaan dan efisiensi produksi sapi perah yang dilakukan
peternak sapi perah secara keseluruhan masih kurang dari harapan. Capaian aspek
manajemen yang tergolong sangat rendah adalah kesehatan hewan, sedang adalah
makanan ternak, kandang dan peralatan, serta baik adalah pembibitan dan reproduksi
dan pengelolaan. Penggunaan konsentrat oleh peternak sudah berlebih dan
penggunaan rumput pada peternakan masih kurang.

Saran
Manajemen pemeliharaan yang diterapkan pada peternakan sapi perah di
Cigugur masih perlu ditingkatkan dari semua aspeknya. Peningkatan manajemen
diharapkan mampu meningkatkan pendapatan peternak dan meningkatkan efisiensi.
Guna meningkatkan efisiensi produksi peternak harus menaikan jumlah pemberian
rumput dan mengurangi pemberian konsentrat. Optimasi penggunaan input yaitu
rumput lebih dari 37 kg/ekor/hari dan konsentrat 4 kg/ekor/hari. Disamping itu perlu
juga dilakukan perbaikan dalam aspek pencegahan penyakit.
UCAPAN TERIMA KASIH

Alhamdulillahirobbilalamin, penulis haturkan rasa syukur kepada Allah SWT


atas rahmat dan hidayah-Nya skripsi ini bisa ditulis dengan baik. Penulis
mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing skripsi Dr. Ir. Bagus P.
Purwanto, M.Agr. dan Ir. Dwi Joko Setyono, MS yang telah memberikan bimbingan
dan arahan kepada penulis. Terima kasih kepada dosen penguji Dr. Afton Attabany
dan Dr. Asep Sudarman yang telah memberikan saran serta masukan yang
membangun kepada penulis demi kesempurnaan penulisan skripsi ini. Kepada dosen
pembimbing akademik Ir. Andi Murfi, MSi, penulis ucapkan terima kasih atas
bimbingan, motivasi, dan sarannya kepada penulis selama kuliah.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada keluarga Ayahanda Muayad
Riyanto, Ibunda Eeng Rohati, Teteh Lia Melawati sekeluarga (A Aang dan Dimas),
Neng Iis Maelani, Keluarga Besar Alm. Abah Ali dan Keluarga Besar Alm. Abah
Sukarya atas kasih sayang, doa, dan dukungannya.
Kepada keluarga besar Fakultas Peternakan IPB, IPTP 45, B03, FAMM Al-
Anaam, BEM D-Knights, BEM KM IPB Gemilang, Himpunan mahasiswa aria
kamuning (Himarika) Kuningan, dan Wisma Aria, terima kasih atas pelajaran dan
pengalaman yang begitu berharga. Spesial kepada sahabat Adhe Wahyu Septian,
Akhyarudin, Tegar K. K, Wildan, Yoppy P. G., Iqbal R. Y., Wawan, Arya Arismaya
M., Rey, Siti, Wulan, Dinis, Nunik, Ismi, serta Sahabat IPTP 45, penulis ucapkan
terima kasih atas kebersamaan, bantuan, semangat, dan motivasinya.
.

46
DAFTAR PUSTAKA

Aryogi, N., K. Wardhani & A. Musofie. 1994. Pola penyediaan hijauan pakan di
daerah sentra pemeliharaan sapi perah di dataran tinggi di Jawa Timur.
Proceedings Pertemuan Ilmiah Pengelolaan dan Komunikasi Hasil Penelitian
Sapi Perah. Sub Balai Penelitian Ternak Grati. Balai Penelitian Ternak.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian,
Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI 3148.1-2009 tentang pakan konsentrat
sapi perah. BSN, Jakarta.

Colman, D., & T. Young. 1989. Principles Of Agricultural Economics. Cambridge


University Press, New York.

Daniel, M. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta.

Dinas Provinsi Jawa Barat. 2009. Perkembangan sapi perah di Jawa Barat.
Bandung. http://www.disnak.jabarprov.go.id [22 Februari 2012].
Direktorat Jenderal Peternakan. 2008. Statistik Peternakan. Direktorat Jendral
Peternakan, Departemen Pertanian RI, Jakarta.
Direktorat Jenderal Peternakan. 1983. Laporan pertemuan pelaksanaan uji coba
faktor-faktor penentu dan perencanaan tata penyuluhan subsektor peternakan.
Departemen Pertanian, Jawa Timur.
Doll, J. & F. Orazem. 1984. Production Economics : Theory With Aplications, John
Viley and Sons Inc., New York.
Ensminger, M. E & D. T. Howard. 2006. Dairy Cattle Science. 4th ed. The
Interstate Printers and Publisher Inc., Danville.
Ernawati. 2000. Laporan hasil gelar teknologi manajemen usaha pemeliharaan sapi
perah rakyat, BPTP Ungaran. Ungaran, Jawa Timur.

Ginting, N. & P. Sitepu. 1989. Teknik Beternak Sapi Perah di Indonesia. PT. Anda
Setiawan, Jakarta.

KPSP Saluyu. 2012. Laporan Pertanggungjawaban Pengurus dan Badan Pengawas


2011. Cigugur, Kuningan.

Leaver, J.D. 1983. Milk Production: Science and Practice. Longman Grup, New
York.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.


Mudjadi, A. N. & A. Saleh. 1995. Faktor produksi susu sapi perah di Garut dan
Bogor. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 1:26-30

Partodihardjo, S. 1982. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara, Jakarta.

47
Pemerintahan Kecamatan Cigugur. 2010. Potensi Kecamatan Cigugur. Cigugur,
Kuningan.
Priyanti, A., S. Nurtini., & A. Firman. 2009. Analisis Ekonomi dan Aspek Sosial
Usaha Sapi Perah. Dalam: Santosa, A. S., K. Diwyanto., & T. Toharmat.
Peternakan Sapi Perah di Indonesia. LIPI Press. Menteng, Jakarta.
Riduan & Akdon. 2009. Rumus dan Data dalam Analisis Statistik. Alfabeta.
Bandung.
Schmidt, G. H., L. D. Van Vleck & M. F. Hutgens. 1988. Principles of Dairy
Science. 2nd ed. Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs, New Jersey.

Sembada, P. 2011. Kondisi pemeliharaan sapi perah di peternakan rakyat kawasan


usaha peternakan (KUNAK) Cibumbulang kabupaten Bogor. Skripsi.
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sihite, E. 1998. Keberhasilan peternakan sapi perah dalam kaitannya dengan faktor-
faktor produksi yang mempengaruhi di kecamatan Sukabumi. Skripsi.
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Soekartawi. 1994. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi
Produksi Cobb-Douglas. Rajawali Press, Jakarta.
Sudono, A. 1983. Pedoman Beranak Sapi Perah. Direktorat Bina Produksi
Peternakan. Dirjen Peternakan, Jakarta.
Sudono, A. 1999. Produksi Sapi Perah. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sudono, A., R. F. Rosdiana, & B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara
Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Sukria, H. A. & R. Krisnan. 2009. Sumber dan Ketersediaan Bahan Baku Pakan di
Indonesia. IPB Press, Bogor.
Teken, L. B., & S. Asnawi. 1977. Teori Ekonomi Mikro. Departemen Ilmu-ilmu
Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
William, C., T. David., J. Gallinga., & D. Ferguson. 1996. Animal nutrion and
management in the 21st century dairy cattle. J. Animal feed and science
technology 58: 1-8. http:www.elsevier.com/locate/feed.pdf. [2 Maret 2012].
Williamson, G. & W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan Di Daerah Tropis.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

48
LAMPIRAN
Lampiran 1. Input dan Output Produksi Susu

No Nama Responden Produksi Susu Konsentrat Rumput Jam Kerja


1 Eri 24 14,55 54,55 4,00
2 Sumarna 26 14,55 58,18 4,73
3 Purwan 17 6,67 33,33 2,67
4 Suharya 25 17,78 71,11 6,22
5 Ardi 13 10,00 20,00 2,00
6 Sahiri 17 5,71 34,29 2,29
7 Jumri 25 17,78 66,67 4,00
8 Adam 58 24,00 111,43 5,14
9 Naldi 43 22,15 96,92 4,15
10 Rudi 90 47,62 190,48 5,24
11 Parman 37 27,00 90,00 3,30
12 Antonius Juen 17 14,00 100,00 2,75
13 Kamar 12 10,29 28,57 2,00
14 Sarkam 27 17,14 34,29 2,86
15 Bahrudi 84 57,60 211,20 4,80
16 Putra 10 10,40 48,00 1,60
17 Junaedi 12 11,00 50,00 1,00
18 Asmara 8 13,33 36,67 1,00
19 Dasman 100 32,31 230,77 3,46
20 Kamudyo 23 19,08 73,85 3,08
21 Dudung 20 24,00 180,00 6,50
22 Haryono 17 15,00 70,00 5,50
23 Zainudin 10 6,18 32,73 1,45
Jumlah 715 438,12 1923,01 79,74
Rataan 31,08 19,04 83,60 3,47
Standar deviasi 26,58 12,64 61,71 1,63

50
Lampiran 2. Kondisi Sapi Perah Responden Peternak Saluyu
Lingkar Perkiraan Bobot
No Nama Peternak Umur Sapi Status Dada Badan
(cm) (kg)
1. Eri 4 tahun Laktasi 184 424,36
6 Tahun Laktasi 191 453,69
1 Tahun Jantan 164 345,96
6 Bulan Pedet Betina 148 289,00
2. Sumarna 7 tahun Laktasi 184 424,36
4 tahun Laktasi 182 416,16
1 tahun Jantan 174 384,16
3 bulan Pedet Betina 96 139,24
3. Purwan 6 tahun Laktasi 191 453,69
1,5 tahun Jantan 178 400,00
4. Suharyo 4 tahun Laktasi 182 416,16
3 tahun Laktasi 186 432,64
8 bulan Pedet Betina 142 268,96
5. Ardi 4 tahun Laktasi 184 424,36
5 tahun Kering 186 432,64
1 tahun Dara 164 345,96
6. Sahiri 6 tahun Laktasi 182 416,16
5 bulan Pedet Jantan 126 219,04
1,5 tahun Dara 146 282,24
7. Jumri 5 tahun Laktasi 175 388,09
3 tahun Laktasi 164 345,96
1 bulan Pedet Jantan 96 139,24
8. Adam 6 tahun Laktasi 182 416,16
6 tahun Laktasi 168 361,00
4 tahun Laktasi 172 376,36
2 bulan Pedet Betina 96 139,24
2 bulan Pedet Betina 97 141,61
9. Naldi 6 tahun Laktasi 196 475,24
4 tahun Laktasi 168 361,00
3 tahun Laktasi 180 408,04
1 minggu Pedet Betina 48 49,00
10. Rudi 4 tahun Laktasi 176 392,04
5 tahun Laktasi 182 416,16
8 tahun Laktasi 192 457,96
7 tahun Laktasi 186 432,64
8 bulan Pedet Jantan 156 316,84
3 tahun Laktasi 178 400,00
11. Parman 7 tahun Laktasi 191 453,69
4,5 tahun Laktasi 182 416,16
5 tahun Laktasi 192 457,96
7 bulan Pedet Jantan 161 334,89

51
8 bulan Pedet Betina 141 265,69
2 tahun Dara 172 376,36
6 bulan Pedet Betina 142 268,96
6 bulan Pedet Betina 145 278,89
12. Eboy 4 tahun Laktasi 182 416,16
7 tahun Laktasi 182 416,16
3 tahun Kering Kandang 186 432,64
8 tahun Laktasi 190 449,44
4 tahun Laktasi 180 408,04
3 tahun Laktasi 190 449,44
9 bulan Dara 130 231,04
7 bulan Pedet Betina 126 219,04
6 bulan Pedet Betina 132 237,16
13. Antonius Juen 4 tahun Laktasi 184 424,36
4 tahun Laktasi 183 420,25
5 tahun Kering Kandang 190 449,44
2,5 tahun Dara 172 376,36
14. Kamar 6 tahun Laktasi 192 457,96
1 tahun Dara 162 338,56
1 tahun Jantan 164 345,96
15. Sarkam 4 tahun Laktasi 174 384,16
2 tahun Dara 182 416,16
3,5 tahun Laktasi 194 466,56
9 bulan Jantan 148 289,00
4 bulan Pedet Betina 106 163,84
16. Karjum 5 bulan Pedet Betina 115 187,69
6 tahun Laktasi 175 388,09
7 tahun Laktasi 187 436,81
4 tahun Laktasi 182 416,16
7 tahun Laktasi 176 392,04
6 tahun Laktasi 170 368,64
5 tahun Laktasi 173 380,25
17. Bahrudi 4 tahun Laktasi 179 404,01
6 tahun Laktasi 193 462,25
9 tahun Laktasi 191 453,69
10 tahun Laktasi 192 457,96
7 tahun Laktasi 182 416,16
4 tahun Laktasi 182 416,16
1 bulan Pedet Betina 96 139,24
18. Putra 3 tahun Laktasi 185 428,49
5 tahun Kering Kandang 180 408,04
1 tahun Dara 140 262,44
19. Junaedi 4 tahun Laktasi 180 408,04
1 Tahun Jantan 145 278,89

52
1,5 tahun Jantan 170 368,64
20. Asmara 6 bulan Pedet Jantan 125 216,09
4 bulan Pedet Jantan 89 123,21
5 tahun Laktasi 183 420,25
21. Rukmana 8 tahun Laktasi 186 432,64
4 tahun Laktasi 187 436,81
3 tahun Laktasi 171 372,49
5 tahun Laktasi 185 428,49
6 tahun Kerng Kandang 177 396,01
10 tahun Laktasi 171 372,49
5 bulan Pedet Betina 115 187,69
4 bulan Pedet Betina 97 141,61
3 bulan Pedet Betina 83 110,25
1 minggu Pedet Betina 48 49,00
22. Dasman 5 tahun Laktasi 194 466,56
5 tahun Laktasi 188 441,00
4 tahun Laktasi 190 449,44
7 tahun Laktasi 170 368,64
6 tahun Laktasi 190 449,44
3 tahun Kering Kandang 180 408,04
4 tahun Kering Kandang 195 470,89
5 tahun Kering Kandang 180 408,04
2,5 tahun Kering Kandang 170 368,64
2,5 tahun Dara 170 368,64
2,5 tahun Dara 167 357,21
1,5 tahun Jantan 146 282,24
1,5 tahun Dara 149 292,41
1 tahun Jantan 130 231,04
1 tahun Dara 126 219,04
1 tahun Dara 124 213,16
1 tahun Dara 123 210,25
23. Kamudyo 4 tahun Laktasi 183 420,25
7 tahun Laktasi 190 449,44
1 tahun Dara 130 231,04
1,5 tahun Dara 146 282,24
1,5 tahun Dara 143 272,25
24. Dudung 3 tahun Laktasi 190 449,44
4 tahun Laktasi 180 408,04
3,5 tahun Laktasi 182 416,16
25. Ende Rukandi 6 tahun Laktasi 192 457,96
4 tahun Laktasi 182 416,16
4 tahun Kering Kandang 186 432,64
2,5 tahun Dara 181 412,09
1 tahun Dara 146 282,24

53
26. Enda 6 tahun Laktasi 182 416,16
4 tahun Laktasi 191 453,69
4 tahun Laktasi 176 392,04
8 bulan Pedet Betina 142 268,96
1,5 tahun Dara 168 361,00
2 tahun Dara 182 416,16
27. Jaini 4 tahun Laktasi 184 424,36
3 tahun Laktasi 181 412,09
5 tahun Laktasi 210 538,24
1 tahun Dara 125 216,09
8 bulan Pedet Betina 106 163,84
28. Budi 1 tahun Dara 114 184,96
3 tahun Laktasi 192 457,96
7 tahun Laktasi 184 424,36
4 tahun Laktasi 186 432,64
29. Solihin 7 bulan Pedet Jantan 130 231,04
4 tahun Laktasi 180 408,04
1 tahun Dara 130 231,04
6 tahun Laktasi 190 449,44
1 tahun Dara 142 268,96
30. Haryono 5 tahun Laktasi 205 515,29
3 tahun Laktasi 192 457,96
31. Jainudin 4,5 tahun Laktas 178 400,00
4 tahun Kering Kandang 168 361,00
2 tahun Dara 164 345,96
1 tahun Dara 126 219,04
32. Rusna 4 tahun Laktasi 190 449,44
6 tahun Laktasi 190 449,44
1 bulan Pedet Jantan 64 73,96
1 bulan Pedet Betina 62 70,56
33. Maman 1 bulan Pedet Betina 64 73,96
2,5 tahun Kering Kandang 192 457,96
5 tahun Kering Kandang 180 408,04
8 tahun Laktasi 192 457,96

54
Lampiran 3. ANOVA Model Kubik Produksi Susu dengan Rumput
JK Db KT Fhit P

Regression 11.937,003 3 3.979,001 20,937 0,000


Residual 3.610,823 19 190,043
Total 15.547,826 22

Lampiran 4. ANOVA Model Kubik Produksi Susu dengan Konsentrat


JK Db KT Fhit P

Regression 13.268,167 3 4.422,722 36,862 0,000


Residual 2.279,659 19 119,982
Total 15.547,826 22

Lampiran 5. Perhitungan Rasio NPM dan BKM Variabel Rumput


Input Rumput Satuan
Py 3.000 Rp
Y 31,08 Lt
Rumput/peternak 83,61 Kg
Bi 0,69
Rumus NPM (bi*Y*Py)/rumput/peternak
NPM 769,47 Rp
BKM 250 Rp
NPM/BKM 3,07

Lampiran 6. Perhitungan Rasio NPM dan BKM Variabel Konsentrat


Input Konsentrat Satuan
Py 3.000 Rp
Y 31,08 Lt
Konsentrat/peternak 19,04 Kg
Bi -0,07
Rumus NPM (bi*Y*Py)/konsentrat/peternak
NPM -342,79 Rp
BKM 2300 Rp
NPM/BKM -0,15

55

Anda mungkin juga menyukai