Arjuna Tapa
Arjuna Tapa
By
I Gusti Putu Sudarta
Konsep
Kecak merupakan chorus vocal chant, dimana komposisi music dibangun dengan
media vocal atau suara manusia. Artinya keseluruhan pola garap musical (melodi,
ritme, ornamentasi) diungkapkan dengan vocal. Berangkat dari hal inilah kecak
Arjuna Tapa digarap menjadi sajian dramatic music. Cerita menjadi benang pengikat
dan bingkai dari bentuk komposisi music vocal, atau sajian music memberi ruang
koreographi untuk bersama-sama menjalin alur dramatic.
Beberapa bentuk dan model baru pola garap dituangkan dalam melodi chorus yang
tidak biasa dipakai dalam kecak tradisi,bukan hanya dipergunakan sebagai narasi
cerita namun juga menjadi sajian music vocal. Unsur-unsur musical dalam cak seperti
kekilitan atau jalinan cak digarap dengan memperkaya ornamentasi, ritme yang
dinamis dan penemuan suara-suara musical baru. Suara atau vocal dieksplorasi
seluas-luasnya, yang dikomposisikan menjadi model baru (musical cak) baik itu dalam
kekilitan/candetan (interlocking parts) dan melodi vocal chorus. Diharapkan dari
konsep yang telah direncanakan dan proses penjelajahan musical cak, garapan kecak
Arjuna Tapa ini menemukan bentuk sajian baru yang utuh secara musical dan
koreographi.
Sinopsis
Perang antara Korawa dan Pandawa yang sama-sama keturunan Kuru Wangsa tidak
akan terelakan. Yudistira sebagai saudara tertua Pandawa sudah melihat nyata
kekuatan ksatria-ksatria yang berpihak pada Korawa. Oleh karena itu Yudistira
mengutus Arjuna untuk melakukan tapa, mohon kepada dewa supaya dianugerahi
senjata ilahi yang dahsyat untuk dipakai sebagai senjata pamungkas dalam
pertempuran nanti.
Arjuna menuju gunung Indrakila untuk melakukan tapa yoga. Dengan disiplin dan
tekad manembah yang kuat Arjuna memuja Hyang Pasupati (Siwa). Dewa Indra
mengutus tujuh bidadari yang dipimpin oleh Supraba dan Tilotama untuk menggoda
keteguhan tapa arjuna. Arjuna tetap teguh dengan tapanya, segala cara yang
digunakan para bidadari untuk membangkitkan gairah Arjuna sehingga terjaga dari
tapanya, sangat tidak mempan dan sia-sia. Malah mereka sendiri tergoda oleh
asmara yang mereka kobarkan. Dengan kemarahanya karena gagal menggoda Arjuna,
para bidadari kembali ke sorga menghadap dewa Indra dan melaporkan keteguhan
tapa Arjuna.
Momo Simuka utusan raja Niwatekwaca menjelajahi lereng gunung Indrakila namun
tidak berhasil menemukan tempat pertapaan Arjuna. Dengan kemarahan yang
berkobar Momo Simuka merubah ujud menjadi babi raksasa mengobrak-abrik lereng
gunung. Gunung bergetar hebat, Arjuna terjaga dari tapanya. Dengan membawa
busur dan panah Arjuna siaga dan mengamati penyebab guncangan ini. Terlihat oleh
Arjuna, tampak babi raksasa yang bergerak hebat sebagai penyebab bergetarnya
gunung. Arjuna bersiap dengan membentangkan busurnya membidik babi raksasa
jelmaan Momo Simuka. Pada saat yang sama Siwa yang sudah mengamati dari
kejauhan menyamar sebagai pemburu Kairata juga membentangkan busur membidik
babi raksasa itu. Akhirnya babi raksasa jelmaan Momo Simuka mati ditembus panah
Arjuna dan pemburu Kairata. Arjuna dan Kairata mendekati bangkai babi bermaksud
untuk mengambil panah dan buruannya. Panah hanya satu, Arjuna dan Kairata
bersikeras sebagai pemilik panah. Mereka bersitegang dan akhirnya terjadi
perkelahian. Arjuna dan Kairata sama-sama kuat, akhirnya dalam satu kesempatan
ketika Arjuna bermaksud membanting Kairata, Kairata lenyap dan munculah dewa
Siwa yang menganugerahi Arjuna dengan senjata sakti Pasupati. Arjuna menyembah
dan melantunkan pujian kepada Mahadewa Siwa. Siwa merestui Arjuna dengan
kemenangan di medan perang Kuru ksetra.
Kecak