Anda di halaman 1dari 20

UNIVERSITAS INDONESIA

SELF-DISCLOSURE PEREMPUAN MUDA DI PLATFORM ONLINE


DATING

(Studi pada Mahasiswi Pengguna Aplikasi Tinder)

MAKALAH NON SEMINAR

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana


Sosial

Anggita Nurfazila

1206273270

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI
PROGRAM STUDI HUMAS
DEPOK

DESEMBER 2015

Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015


HALAMAN PENGBSAHAN

Makalah Non-Seminar ini diajukan oleh :

Nama Anggita Nurfazila

NPM 1206273270

Departemen Ilmu Komunikasi

Peminatan Humas

Judul Makalah

SELF DISCLOSURE PBREMPUAN MUDA DI PLATFORM ONLINE DATING

(Studi pada Mahasiswi Pengguna Aplikasi Tinder)

Telah disetujui oleh dosen pembimbing dan diterima sebagai bagian persyaratan yang
diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ihnu Komunikasi,
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia.

DOSEN PEMBIMBING

Dra. Rosy Tri Pagiwati, M.A

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 8. Tas<,rnbqr 2o if

Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK
KBPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama Anggita Nurfazila

NPM 1206273270

Program Studi Humas

Departemen Ilmu Komunikasi

Fakultas Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jenis Karya Karya Ilmiah: Makalah Non Seminar

demi perkembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas


Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya
ilmiah saya yang berjudul :

SELF DISCLOSURE PEREMPUAN MUDA DI PLATFORM ONLINE DATING

(Studi pada Mahasiswi Pengguna Aplikasi Tinder)

beserta perangkat yang ada (iika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini
Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk
pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal

Yang mel'I
\r.-
l1:.1

i'.:uT
Anggita

Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015


l.',
,
,ti ,

'.'
f irilil

Formulir Persetujuan Unggah dan Perencanaan Publikasi


Naskah Ringkas

Nama : Dra. Rosy Tri Pagiwati, M.A


NIPAIUP : 19530407198703 1003
Pembimbing dari mahasiswa S I :
Nama Anggita Nurfazila
NPM 1206273270
Fakultas Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Program Studi Ilmu Komunikasi/Humas
Judul Naskah ringkas

SELF DISCLOSURE, PEREMPUAN MUDA DI PLATFORM ONLINE DATING

(Studi pada Mahasiswi Pengguna Aplikasi Tinder)

Menyatakan bahwa naskah ringkas ini telah diperiksa dan disetujui untuk diunggah di Ul-ana
melalui lib.ui.ac.id/unggah.
Rencana publikasi naskah ringkas ini*:
tr Dapat diakses di Ul-ana (lib.ui.ac.id) saja
n Akan diterbitkanpada Jurnal Program Studi/Departemen/Fakultas/ di UI
yang diprediksi akan dipublikasikan pada.........,.............(bulan/tahun terbit)
E Akan dipresentasikan sebagai makalah pada Seminar Nasional
...........yang diprediksi akan dipublikasikan sebagai
prosiding pada. . . . . . . . . .(bulan/tahun terbit)

tr Akan ditulis dalam bahasa inggris dan di presentasikan sebagai makalah pada Konferensi
Intemasional. . . .
Yang diprediksi akan dipublikasikan sebagai prosiding pada...... .
(bular/tahun terbit)
tr Akan diterbitkan pada jumal nasional yaitu..............
Yang diprediksi akan dipublikasi pada.........,...............(bulan/tahun terbit)
tr Akan ditulis dalam bahasa inggris untuk dipersiapkan terbit pada jumal Intemasional
yaitu..............
Yang diprediksi akan dipublikasikan pada......................Oular/tahun terbit)
tr Akan ditunda akses dan publikasi onlinenya karena akan/sedang dalam proses pengajuan
Hak PatenfIKI hingga tahun. . . .. .
tr Tidak dipublikasikan karena sedang dalam proses HKI, dan lain lain

Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015


Depok,

Pembimbing Karya Ilmiah

Dra. Rosy Tri Pagiwati, M.A

Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015


SELF-DISCLOSURE PEREMPUAN MUDA DI PLATFORM ONLINE
DATING
(Studi pada Mahasiswi Pengguna Aplikasi Tinder)
2015

Anggita Nurfazila

Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,


Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia

E-mail : nurfazilaanggita@gmail.com

Abstrak

Seiring perkembangan teknologi, online dating menjadi semakin marak dilakukan dan
caranya semakin beragam. Tinder, merupakan sebuah aplikasi online dating yang sedang di
puncak popularitas. Penggunanya tersebar di berbagai negara, termasuk Indonesia. Penelitian
dengan metode kualitatif ini mengambil lima informan dan meneliti tentang bagaimana
perempuan muda Indonesia (mahasiswi) sebagai pengguna Tinder, melakukan dan
menanggapi self-disclosure dalam dinamika hubungan yang ia jalani dengan pria yang
dikenal melalui Tinder. Melalui wawancara semi terstruktur, didapatkan hasil yang
cenderung mirip antar informan. Hasil akhir penelitian menunjukkan bahwa perempuan muda
enggan melakukan self-disclosure lebih dahulu, tapi memegang kontrol akan berlanjut
tidaknya hubungan. Selain itu, self-disclosure yang dilakukan mahasiswi atau ditanggapi
mahasiswi cenderung luas, namun tidak mendalam.

YOUNG WOMEN'S SELF DISCLOSURE IN ONLINE DATING PLATFORM

(Study on Tinder Student Users)

In these modern days, people are getting easier to find their date. Internet just let them know
faster and meet each other at the soonest. One of the bloomest ways nowadays is through
online dating via smartphone application. Tinder, is one of the most popular online dating
applications in recent years especially in Indonesia. This phenomenon encourages the writer
to do some qualitative survey with five informants and observe how Indonesian young
women, as Tinder users, demonstrate and respond self-disclosure in a relationship to the man
whom they know from Tinder. Through semi-structured interviews, it has been found that
there are likely some similarities among informants. The final results show that young
women do not want to denote self disclosure at the first time, but take the control and let
them decide whether it is worth to continue the relationship or not. Furthermore, the way of
young women (students) act or show self disclosure tends to be broad but not deep.

!"

"
Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
Keyword: Online dating, Tinder, self disclosure,

Latar Belakang

Tinder adalah aplikasi online dating yang telah dirancang sedemikian rupa untuk
membantu pengguna menemukan calon pasangan potensial di area yang spesifik (Hess,
2014). Tinder yang diluncurkan pada tahun 2012 terbilang cukup sederhana dibanding
dengan situs online dating pada umumnya, yaitu hanya berisi beberapa foto dan informasi
personal yang pendek. Profil di Tinder dihubungkan dengan profil Facebook dan menunjukan
mutual friends dan similar interests. Pengguna menggeser ke kiri untuk menolak seseorang
dan menggeser ke kanan jika suka. Jika kedua pengguna saling menggeser ke kanan, artinya
mereka matched dan dapat berkomunikasi satu sama lain. Sementara jika salah satu atau
keduanya ada yang menggeser ke kiri maka keduanya tidak dapat berkomunikasi.

Witt (2014) mengungkapkan bahwa Tinder adalah aplikasi online dating gratis yang
paling cepat pertumbuhannya dalam sejarah. Namun Tinder bukanlah satu-satunya layanan
online dating yang digunakan individu dalam mencari pasangan. Online dating merupakan
fenomena yang mengiringi perkembangan teknologi terutama sejak hadirnya mesin komputer
dan komersialisasi internet di tahun 90-an (Angwin, 1998). Dengan hadirnya internet sebagai
medium kencan, individu dapat berpikiran terbuka, dan menjalin hubungan satu sama lain
tanpa dibatasi ruang dan waktu (Yum & Hara, 2005).

Di internet, banyak tersebar cerita pengalaman perempuan Indonesia dalam


menggunakan Tinder untuk menjalin hubungan percintaan. Situs Magdalene.co pernah
mengulas kisah Wulan, perempuan berumur 30 tahun yang menggunakan Tinder untuk
mencari kekasih. Wulan yang sedang mengejar gelar PhDnya merasa kemungkinannya untuk
menemukan pasangan hidup sangat sulit. Oleh karena itu dia mencoba aplikasi Tinder. Dalam
beberapa hari dia mendapatkan 20-30 matches dan sudah melakukan interaksi dengan
beberapa dari mereka. Namun ada juga orang-orang menyeramkan yang menyapanya, yang
meminta foto dirinya tanpa busana. Tanpa basa-basi dia langsung menghapus orang tersebut.
Tak lama, dia menemukan lelaki yang cukup menarik, lalu melakukan swipe ke kanan atau
memilih ‘Yes’ untuk lelaki itu. Ternyata, Wulan dan lelaki tersebut match, dimana lelaki
tersebut juga memilih ‘Yes’ saat melihat foto Wulan. Awal mula dari match ini kemudian
terus berlanjut dengan sangat mulus sampai ketika mereka melakukan pertemuan pertama
hingga kencan.

Hubungan mereka pun semakin dalam. Wulan mulai menyukai dan jatuh cinta kepada
lelaki itu dan merasa bahwa dia merupakan lelaki idamannya selama ini. Namun hubungan
mereka tidak berjalan baik, karena lelaki itu mengatakan bahwa ia akan pergi ke luar negeri
dan tidak tahu kapan akan kembali. Wulan (Magdalene.co, 2015) menuliskan bahwa akhirnya
mereka memutuskan untuk melakukan perpisahan. Dalam pertemuan terakhir lelaki itu
mengatakan bahwa dia tidak pernah berkeinginan untuk tinggal karena dia sendiri pun hidup
berpindah pindah. Setelah melakukan perpisahan dan dalam perjalanan pulang, dia
mengatakan kepada lelaki itu bahwa dia menyukainya. Namun sayang sekali ternyata lelaki
itu tidak membalas perasaannya. Lelaki itu tidak menganggap hubungan yang dijalaninya
#"

"
Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
melalui Tinder akan berjalan serius. Tentu saja hal ini membuat Wulan menjadi sangat
kecewa dan sakit hati karena merasa tertipu dan terlalu mudah untuk jatuh cinta kepada
seseorang lewat situs online dating. Semenjak itu dia tidak pernah menggunakan Tinder lagi
karena terlalu kecewa dan merasa trauma akan mengalami hal yang menyakitkan lagi dengan
lelaki sebelumnya yg sudah mengecewakannya.

Cerita lain tentang pengalaman perempuan Indonesia menggunakan Tinder juga


pernah dipublikasikan sendiri oleh sang pengguna yang bernama Mya (myaharyono.com,
2014). Mya adalah lulusan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, dan sekarang bekerja
sebagai auditor. Awal mula Mya menggunakan Tinder karena rekomendasi sahabatnya agar
Mya mendapatkan jodoh. Dari semua lelaki yang match, hanya satu lelaki yang Mya pilih
untuk melanjutkan hubungannya hingga pertemuan terjadi, yaitu seorang lelaki bernama
Deny. Seiring waktu, hubungan Mya dan Deny menjadi intens, dan Mya akhirnya jatuh hati
pada lelaki tersebut. Namun, setelah Mya mencari informasi mengenai Deny, ternyata Mya
menemukan bahwa Deny memiliki identitas ganda, dimana di akun jejaring sosial lain ia
memiliki nama Azka. Tanpa disangka, ternyata Deny/Azka sudah memiliki istri dan anak,
dan istri Deny/Azka bahkan mengontak Mya untuk memperingatinya akan apa yang sedang
ia jalin dengan Deny/Azka. Kejadian ini akhirnya membuat Mya menghindari online dating
hingga sekarang.

Meskipun cerita-cerita tentang pengalaman perempuan Indonesia dalam


menggunakan Tinder banyak yang berakhir tidak bahagia, namun Tinder masih digemari oleh
para singles yang hendak mencari kekasih. Dilansir dari teknologi.metrotvnews.com (2014),
Tinder merupakan salah satu aplikasi kencan yang paling digemari dan menjadi alternatif
dalam mencari kekasih bagi yang belum memiliki pasangan.

Feby Ramadhani, salah satu dari sekian banyak mahasiswi Indonesia yang bergabung
di aplikasi Tinder dan melakukan pengamatan tentang aplikasi tersebut, mengungkapkan
bahwa Tinder cenderung menjadi pilihan utama individu khususnya kalangan muda dalam
mencari pasangan kencan dan membangun hubungan percintaan. Ia menulis pernyataan
berikut di artikel yang dimuat di Whiteboard Journal (2015):

“It soon became clear to me why a lot of my friends were addicted; it was a treasure
trove of some of the most desirable bachelors in the area. It is very likely that when
matches are made on Tinder, dopamine – the chemical associated with feelings of
pleasure – is released in the brain.”

Tinder adalah sebuah sarana online dating dan komunikasi di internet yang telah
menyaksikan beragam proses self-disclosure antar penggunanya demi mendapatkan kekasih.
Self-disclosure berperan penting dalam menjalin hubungan di Tinder, karena melalui self-
disclosure individu dapat saling mengenal dan memutuskan untuk menjalin hubungan atau
tidak.

Berdasarkan paparan sebelumnya, tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami
peran self-disclosure yang dilakukan di platform online dating Tinder, mengetahui proses dan
$"

"
Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
dinamika mahasiswi dalam menjalin hubungan percintaan melalui Tinder serta peran self-
disclosure dalam hubungan tersebut.
Tinder dipilih karena cara kerjanya yang berbeda dengan situs kencan lainnya. Jika
dalam situs kencan pada umumnya terdapat fasilitas isian dimana individu harus
mengungkapkan informasi mengenai dirinya, Tinder memberi ruang terbatas bagi individu
untuk mengungkapkan informasi dirinya di profilnya. Proses pengungkapan diri (self-
disclosure) pada Tinder ditentukan oleh komunikasi interpersonal yang diinisiasi dan
dilakukan individu terhadap pasangannya. Hal ini mendorong individu untuk melakukan self-
disclosure melalui percakapan, tanpa mengetahui informasi yang cukup mengenai lawannya.
Tinder saat ini sedang marak diminati kalangan muda, khususnya oleh mahasiswa dan
mahasiswi. Mahasiswi dipilih sebagai subjek penelitian dengan mempertimbangkan fakta
bahwa sebagai berikut:90% pengguna aplikasi Tinder berusia 18-24 tahun (theguardian.com,
2014), yang jika disesuaikan dengan konteks Indonesia, umumnya merupakan usia kuliah
(mahasiswa).

Tinjauan Teoritis

Self-disclosure

Jourard (1971) mendefinisikan self-disclosure sebagai tindakan manifestasi diri,


menampilkan diri, sehingga orang-orang dapat memahami diri. Ungkapan ini
menggambarkan fenomena dalam kehidupan sehari-hari. Individu mengungkapkan banyak
aspek dari diri mereka sendiri ketika mereka bertemu orang lain, dan jenis pengungkapan diri
tersebut selalu terjadi dalam pertemuan tatap muka di mana orang-orang berbicara tentang
diri mereka sendiri.

Pandangan kedua tentang self-disclosure menurut Derlega (1993) yaitu, hal-hal apa
saja yang biasanya orang-orang ungkapkan secara lisan tentang diri mereka sendiri kepada
orang lain (termasuk pikiran, perasaan, dan pengalaman) Derlega juga mengemukakan tiga
fungsi utama dari self-disclosure yaitu memberikan keberhasilan dalam membangun sebuah
hubungan, kemudian mendapat validasi sosial atau dapat dikatakan mendapatkan feedback
tentang pikiran kita serta dapat mendapatkan bantuan. Yang terakhir, self-disclosure
membantu masyarakat dalam mempertahankan kontrol sosial. Sebagai contoh, manusia dapat
selektif dalam memberikan informasi kepada orang lain untuk membuat kesan yang baik
(Derlega, 1993).

Seiring perkembangan teknologi, semakin beragam bentuk komunikasi yang dapat


dilakukan – dan semakin beragam cara melakukan self-disclosure. Self-disclosure di
komunikasi lewat medium komputer atau internet, misalnya, merupakan sesuatu yang umum.
Seperti yang telah dituliskan di atas, Ben-Zeev (2004) menyatakan bahwa self-disclosure
yang dilakukan dalam komunikasi lewat medium komputer atau internet biasanya akan lebih
berkualitas dan lebih luas. Alasan yang Ben-Zeev berikan untuk argumennya tersebut adalah:

(1) Semakin tinggi anonimitas, semakin berkurang kerapuhan


%"

"
Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
Dalam hubungan online, individu dapat menjadi sebagian atau seluruhnya anonim,
individu dapat memilih untuk menutup sebagian atau seluruh identitas mereka. Anonimitas
dalam hubungan online membuka ruang bagi self-disclosure, karena ketika individu
membuka diri (bukan identitas), resiko yang dihadapi sangat kecil mengingat mereka tidak
tahu dan tidak memiliki tanggung jawab dengan individu yang mereka ajak komunikasi.
Dalam komunikasi langsung (tatap muka) seperti kencan, pacaran, atau pernikahan, individu
akan lebih sulit membuka diri dan mengungkapkan hal-hal personal bagi mereka seperti
perasaan, rahasia, dan fantasi karena adanya kemungkinan informasi tersebut akan
membahayakan hubungan. Sementara dalam komunikasi lewat medium komputer atau
internet, hal-hal tersebut tidak menjadi resiko karena beberapa hal: pertama, adanya retaliasi
atau ketidaksetujuan yang nyata tidak signifikan; kedua, kecilnya kemungkinan pasangan
akan tersinggung atas fantasi karena hubungan itu sendiri dibangun di atas fantasi; ketiga,
bahkan jika pasangan tersinggung dan tidak dapat diperbaiki, hal tersebut tidak menjadi
masalah karena masih banyak orang lain yang tersedia.

Self-disclosure dalam hubungan online sendiri bersifat linear, dari nondisclosure


menuju full disclosure. Menulis (mengetik) pada orang asing hampir mirip halnya dengan
menulis buku harian. Individu dengan bebas mengekspresikan diri dan pikiran mereka tanpa
merasa rapuh. Dalam keadaan lain, lawan bicara dapat mendengar dan hadir (secara maya, di
waktu yang sama) namun mereka tidak dapat melukai.

(2) Kurangnya ‘gatting features’

Ben-Zeev (2004) menyatakan bahwa ‘Gatting features’ mengacu pada hal-hal yang
mudah diamati seperti penampilan yang tidak menarik, ketegangan, keresahan, kecemasan,
malu-malu, dan sebagainya yang biasa terlihat dan terasa pada komunikasi langsung (tatap
muka). Hal-hal tersebut umumnya menjadi penjegal dan alasan orang menarik diri sehingga
tidak mampu melakukan self-disclosure. Dalam hubungan online, hal-hal tersebut tidak
terlihat dan terasa sehingga individu lebih mudah melakukan self-disclosure.

(3) Tidak adanya cara lain untuk saling kenal satu sama lain

Dalam hubungan offline atau langsung (tatap muka), individu dapat mengetahui satu
sama lain dengan berbagai cara seperti kencan tatap muka, informasi dari kenalan, keluarga,
tetangga, dan lain-lain. Namun dalam hubungan online, satu-satunya cara untuk saling
mengenal adalah melakukan percakapan mengenai berbagai topik. Proses self-disclosure
tersebut merupakan satu-satunya kunci yang membawa individu dari tidak kenal menjadi
kenal bahkan intim atau akrab. Meskipun dalam dunia maya seperti platform online dating
tersedia ruang bagi individu untuk menampilkan informasi mengenai diri mereka,
pengembangan hubungan dan perkenalan lebih dalam hanya dapat terjadi melalui self-
disclosure.

(4) Resiprokalitas

&"

"
Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
Menurut Altman dan Taylor dalam teori penetrasi sosial, self disclosure bersifat
resiprokal atau timbal-balik, terutama pada tahap awal dalam suatu hubungan. Menurut teori
ini, pada awal suatu hubungan kedua belah pihak biasanya akan saling antusias untuk
membuka diri, dan keterbukaan ini bersifat timbal balik. Akan tetapi semakin dalam atau
semakin masuk ke dalam wilayah yang pribadi, biasanya keterbukaan tersebut semakin
berjalan lambat, tidak secepat pada tahap awal hubungan mereka. Dan juga semakin tidak
bersifat timbal balik.

(5) Kemudahan dalam mencari individu yang cocok

Individu yang memiliki latar belakang, sikap, dan ketertarikan yang sama atau cocok
cenderung akan menjalin hubungan percintaan. Menemukan kecocokan dalam diri orang lain
sangat susah jika dilakukan di konteks offline. Namun dalam dunia maya, menemukan
kecocokan sangat mudah melalui teknologi. Dalam platform online dating biasanya tersedia
isian bagi individu untuk mendeskripsikan diri atau minat mereka, dan orang lain dapat
melihat ini sehingga lebih mudah untuk mempertimbangkan baik atau tidaknya hubungan
dengan orang tersebut dimulai. Kecocokan menjadi penting dalam proses hubungan karena
lebih mudah bagi individu untuk mengungkapkan diri mereka pada orang yang cocok atau
serupa. Self-disclosure menjadi lebih lancar dan nyaman apabila dilakukan dengan individu
yang memiliki kesamaan sikap dan minat.

Perempuan Dewasa Muda (Mahasiswi)

Kaum dewasa muda (young adults) adalah masyarakat dengan rentang umur 18-35
tahun, dimana mereka sudah mengalami ketidaktergantungan kepada orangtua secara
finansial dan sudah merasa bahwa mereka punya tanggung jawab untuk semua hal yang
mereka lakukan (Lemme, 1995). Dalam ‘what is young adult’ (Church of The Nazarene)
mahasiswi termasuk dalam kelompok dewasa muda, dengan rentang umur 18-23 tahun.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan mahasiswi sebagai mahasiswa perempuan,
dimana mahasiswa sendiri memiliki definisi sebagai orang yang belajar di perguruan tinggi.

Dindia (2002) mengatakan bahwa perbedaan seks dalam self-disclosure sangat terlihat
antara perempuan dan laki-laki. Perempuan cenderung melakukan self-disclosure lebih
banyak terhadap laki-laki daripada laki-laki yang melakukan self-disclosure terhadap
perempuan. Dengan kata lain tingkat self-disclosure perempuan lebih tinggi dibandingkan
dengan laki-laki. Ellison, Heino, dan Gibbs (2006) juga menyimpulkan bahwa self-disclosure
lebih sering dilakukan oleh remaja perempuan dibanding dengan remaja laki-laki.

Penelitian ini menggunakan subjek mahasiswi dengan dugaan bahwa self-disclosure


lebih banyak dilakukan oleh perempuan, khusunya perempuan muda, yaitu mahasiswi.
Dugaan ini juga merupakan bahan pertimbangan bagi penelitian ini untuk menjadikan
mahasiswi sebagai subjek penelitian.

'"

"
Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
Tinder

Tinder adalah aplikasi online dating yang telah didesain sedemikian rupa untuk
membantu pengguna menemukan calon pasangan yang berpotensi di area yang spesifik
(Hess, 2014). Witt (2014) mengungkapkan bahwa Tinder adalah aplikasi online dating gratis
yang paling cepat pertumbuhannya dalam sejarah dengan 450 juta swipes per hari dan total
matches sekitar 500 juta.

Tinder yang diluncurkan pada tahun 2012 terbilang cukup sederhana dibanding
dengan situs online dating pada umumnya, yaitu hanya berisi beberapa foto dan informasi
personal yang pendek. Profil di Tinder menghubungkan dengan profil Facebook dan
menunjukan mutual friends dan similar interests. Pengguna menggeser (swipe) ke kiri untuk
menolak seseorang dan menggeser ke kanan jika suka. Jika kedua pengguna saling
menggeser ke kanan, artinya mereka matched dan dapat berkomunikasi satu sama lain.
Sementara jika salah satu atau keduanya ada yang menggeser ke kiri maka keduanya tidak
dapat berkomunikasi.

Meskipun online dating merupakan fenomena yang sudah lama berkembang, Tinder
menyajikan konsep yang berbeda dari platform online dating lain seperti eHarmony,
match.com, dan OkCupid. Tinder hanya dapat digunakan melalui ponsel. Tidak ada situs
yang disediakan sebagai alternatif dari aplikasinya. Kemudian, saat membuat profil, platform
online dating lain seperti yang telah disebutkan sebelumnya, meminta pengguna untuk
menjawab serangkai pertanyaan tentang diri pengguna. Pertanyaan kemudian menjadi filter
sehingga pengguna dapat mencari individu dengan karakteristik dan kepribadian yang sesuai
dengan yang diinginkan. Sedangkan Tinder memiliki filter yang didasarkan hanya pada
lokasi dan usia. Berbeda dengan platform online dating lainnya, profil Tinder hanya berisi
nama pertama, lima slot foto, mutual friends dan mutual interest Facebook, dan jarak
antarpengguna. Isian biodata merupakan pilihan dan umumnya singkat.

Tinder seringkali digunakan untuk mencari kencan seks (one-night-stand). Michigan


Daily (2014) melakukan survei tentang kebiasaan seks dari 935 mahasiswa dan mahasiswi di
Amerika. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa 1 dari 10 responden menggunakan
Tinder untuk hubungan seks dan 14% responden menggunakan Tinder sebagai platform
sexting (pesan seks). Hal tersebut diperkuat oleh penelitian Hess (2014) yang menunjukkan
bahwa 37% dewasa lajang menggunakan internet untuk mencari one-night-stand, kencan di
malam minggu, atau kekasih potensial. Meskipun Tinder sering diasosiasikan sebagai
platform kencan seks, pendirinya, Sean Rad menyatakan bahwa setidaknya 100 pernikahan
berawal dari pertemuan di Tinder (Grove, 2013).

Tinder menjadi fenomena mengingat tingginya pertumbuhan serta penggunaannya.


Berdasarkan data yang dirilis situs resmi Tinder, rata-rata pengguna membuka aplikasi
tersebut 11 kali per hari. Perempuan menghabiskan sekitar 8.5 menit per sesi sedangkan laki-
laki 7.2 menit per sesi.

("

"
Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
Metode Penelitian

Subjek penelitian untuk penelitian ini adalah 5 orang mahasiswi, berusia 18-24 tahun,
yang menggunakan aplikasi online dating Tinder. Alasan pemilihan kriteria subjek penelitian
adalah karena 90% pengguna Tinder berumur 18-24 tahun (theguardian.com, 2014). Teknik
pemilihan informan yang diambil adalah purposive sampling, Informan yang akan diambil
memiliki kriteria sebagai mahasiswi berdomisili di Jakarta, berusia 18-24 tahun,
menggunakan aplikasi online dating Tinder, serta telah bertemu dan menjalin hubungan
dengan lelaki melalui aplikasi Tinder.

Pengumpulan data akan dilakukan dengan teknik semi-structured interview. Informan


diwawancara dengan pedoman wawancara yang terdiri dari pertanyaan-pertanyaan terbuka
yang sudah dibagi ke dalam beberapa kategori. Hasil wawancara dengan setiap responden
direkam dan ditranskrip untuk analisis data. Hasil transkrip lalu dianalisa dengan jenis
thematic analysis, yaitu membagi hasil transkrip wawancara ke dalam kategori-kategori,
membandingkannya, lalu mengambil intisari dari perbandingannya agar didapatkan
penjelasan tentang bagaimana para mahasiswi Indonesia pengguna Tinder menjalankan
tahapan self-disclosure saat menjalin hubungan melalui Tinder.

Pembahasan

Peran self disclosure dalam Tinder

Peran self-disclosure di dalam Tinder ternyata hanya sebatas untuk membuka


percakapan agar tidak canggung dan bisa lebih akrab. Self disclosure yang dilakukan dalam
Tinder justru cenderung lebih tertutup dan belum meluas atau mendalam. Pembicaraan
menjadi semakin mendalam justru setelah mereka pindah ke platform lain. Self disclosure
yang dilakukan di Tinder hanya beruba percakapan seputar profil Tinder, seperti tentang diri
sendiri, pekerjaan, dan hobi.

Oleh karena self-disclosure yang terjadi masih belum mendalam, perilaku berkomunikasi
informan saat di Tinder pun juga cenderung berhati-hati. Informan 1 dan 2 menolak yang
mengajak berhubungan seksual, dan topik pembicaraan yang mereka pilih selalu hanya topik
mendasar atau basa-basi seperti pekerjaan dan kegiatan sehari-hari, namun keduanya sama-
sama sok ‘asyik’ dalam menanggapi lawan chatting dan terbuka. Informan 2 agak moody
dalam menjawab chat. Sama dengan Informan 1 dan 2, Informan 3 dan 4 juga membatasi
topik pembicaraan dan jawaban, dan membicarakan topik pembicaraan mendasar, seperti
tempat tinggal, pekerjaan, dan lain-lain; dimana informan 3 cenderung berhati-hati dan
informan 4 cenderung tertutup. Informan 5 mengikuti apa topik pembicaraan yang dimulai
lawan chatting, namun tidak menjawab pertanyaan dengan intens dan mendetail.

Proses dinamika mahasiswi dalam menjalin hubungan percintaan melalui Tinder serta peran
self disclosure dalam hubungan tersebut

• Inisiasi dan resiprokalitas yang terjadi di awal hubungan

)"

"
Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
Knapp (1984) menyatakan dalam Relational Development Model (Model
Perkembangan Hubungan) bahwa tahap inisiasi, yakni tahap pertama dalam model
perkembangan hubungan, merupakan tahap dimana individu menentukan permulaian dari
percakapan; dimana penampilan fisik dan unsur-unsur non-verbal menjadi pertimbangan
utama. Tindakan swipe, yang merupakan hal paling awal yang menjadi penentu apakah
hubungan di Tinder akan terjadi, dapat digolongkan sebagai tahap inisiasi; dimana dari
data penelitian ditemukan hasil bahwa informan menentukan arah swipe berdasarkan
pertimbangan penampilan fisik yang terlihat di foto profil, serta kesamaan teman atau
mutual interest.

Informan dapat dengan mudah mencari mana lawan chatting yang menurutnya cocok
dan sesuai kriteria. Ben-Zeev (2004) dalam penjelasannya tentang empat alasan mengapa
komunikasi lewat medium komputer akan lebih berkualitas, menjelaskan bahwa dalam
dunia maya, kecocokan antara lelaki dan perempuan sangat mudah terjadi, karena online
dating platform menyediakan tempat bagi individu pengguna untuk mendeskripsikan diri
dan minat mereka dengan detil, sehingga pengguna lain dapat dengan mudah melihat
deskripsi tersebut, menemukan kecocokan, dan mempertimbangkan bagaimana hubungan
dengan orang tersebut dimulai.

Setelah kedua pihak bersama memilih swipe right, mereka akan diberikan notifikasi
bahwa mereka match dan sudah bisa chatting dengan satu sama lain. Dari data penelitian,
ditemukan hasil bahwa semua informan berharap untuk disapa lebih dulu di chat Tinder
dibandingkan melaksanakan inisiasi atau menyapa lawan chatting lebih dahulu setelah
match terjadi. Tahap eksperimen, yakni tahap setelah tahap inisiasi dalam Model
Perkembangan Hubungan milik Knapp (1984) dimana individu mulai melakukan self-
disclosure dengan mencoba mengenal satu sama lain dan mengeksplorasi kesamaan yang
mereka miliki dengan lawan bicara.

Seluruh informan mengaku lebih memilih inisiasi dimulai dari lawannya yaitu laki-
laki. Temuan ini sesuai dengan penelitian Whitty (2008) yang mengungkapkan bahwa
laki-laki cenderung memulai inisiasi komunikasi terlebih dahulu.

Altman & Taylor (1973) menyatakan bahwa self-disclosure seringkali menjadi sarana
pemahaman, meningkatkan ketertarikan, dan mengundang resiprokalitas dalam
percakapan. Dari data penelitian, resiprokalitas bisa terjadi dalam hubungan komunikasi
yang para informan jalani di Tinder bila lawan chatting mereka membicarakan topik yang
menarik sebagai topik pertama chatting mereka. Self-disclosure yang dilakukan lawan
chatting terlihat mempengaruhi bagaimana informan melakukan self-disclosure, dan
mempengaruhi kemunculan resiprokalitas dalam hubungan.

Dari hasil analisis, resiprokalitas yang terjadi dalam proses komunikasi antara
informan dengan lawan chatting di Tinder – informan cepat membalas, membalas dengan
terbuka dan memberikan respons yang cenderung positif – mempengaruhi apa saja
konten personal yang mereka bagikan dalam berkomunikasi dengan kenalan dari Tinder.

*"

"
Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
Informan dengan resiprokalitas di hubungannya akan menceritakan lebih banyak konten
personal kepada kenalan dari Tinder.

Informan 1,2,3,dan 4 cepat akrab dengan lawan chatting, dan dengan lawan chatting
yang sesuai kriteria mereka dan membuat mereka nyaman, mereka akan membalas chat
dengan cepat serta memberikan balasan yang perhatian dan positif. Konten personal yang
mereka bagikan dengan lawan chatting mereka cukup mendalam dan meliputi masalah
yang tidak dengan mudah mereka bagikan kepada orang lain. Informan 3, contohnya,
menceritakan tentang masalah percintaannya di masa lalu ke lawan chatting di Tinder
yang bahkan tidak ia ceritakan pada sahabatnya. Informan 4 bahkan menceritakan tentang
pekerjaan ibunya dan kekerasan yang ia alami akibat ayahnya kepada lawan chatting di
Tinder. Saat diajak untuk pindah ke chatting platform lain, Informan 1, 2, 3, dan 4 dengan
antusias memberikan akun LINE atau WhatsApp yang dimiliki.

Sementara, Informan 5, yang cenderung lambat dalam membalas chat di Tinder, tidak
memberikan konten personal yang mendalam saat berkomunikasi dengan lawan chatting
di Tinder – hanya berkisar tentang kondisi umum keluarga dan kehidupan sehari-hari.
Saat diminta akun chatting platform lain agar chatting berpindah, Informan 5 menunda-
nunda memberikan jawaban akan akun LINE yang ia miliki.

• Momen pindah platform

Dari data seluruh informan berharap sang lawan chatting yang akan menyapa lebih
dahulu dan memulai chatting; namun ternyata, seluruh informan juga berharap dan
menunggu sang lawan chatting untuk mengajak pindah ke chatting platform lain di luar
Tinder dan untuk mengajak bertemu langsung, walaupun sudah disapa lebih dahulu.
Tahap intensifikasi, yaitu tahap setelah tahap eksperimen di Model Perkembangan
Hubungan milik Knapp (1984), kembali lagi terlihat cenderung dimulai berdasarkan
inisiatif dari lawan chatting para informan, yaitu para lelaki.

Informan 1, misalnya, mengatakan bahwa sebenarnya ia tidak nyaman chatting di


Tinder karena sebenarnya Tinder tidak dibuat spesifik untuk chatting, tapi ia tetap
menunggu tindakan dari lawan chatting-nya untuk mengajak berpindah chatting platform,
bukannya berinisiatif untuk pindah. Ia juga tidak pernah mengajak bertemu langsung, tapi
menunggu lawan chatting-nya untuk mengajak. Perilaku ini juga dimiliki oleh keempat
informan lain, dimana keempat-empatnya memilih menunggu untuk diajak pindah ke
chatting platform lain dan untuk diajak bertemu langsung, dibandingkan mengajak sang
lawan chatting untuk pindah ke chatting platform lain dan bertemu langsung. Semua
informan pada dasarnya ingin mau di ajak pindah platform karena sudah merasa nyaman
dan mulai memiliki kepercayaan terhadap lawan chatting-nya.

Setelah pindah platform percakapan menjadi semakin meluas dan mendalam


ketimbang saat di dalam Tinder. Mayoritas informan sedikit membatasi diri saat
berkomunikasi di Tinder, namun mereka mulai menjadi lebih terbuka setelah berpindah
chatting platform, seperti di LINE atau WhatsApp. Balasan mereka menjadi lebih ‘asyik’,
!+"

"
Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
karena mereka sudah menganggap lawan chatting mereka sebagai teman – orang yang
dekat dan akrab dengan mereka. Balasan mereka juga menjadi lebih perhatian setelah
chatting berjalan di LINE atau WhatsApp. Topik pembicaraan pun di Tinder cenderung
berkisar di individu informan atau lawan chatting-nya saja, namun setelah pindah ke
chatting platform di luar Tinder, pembicaraan mulai menyentuh topik di luar individu
informan; keluarga, mantan kekasih, dan lain-lain.

• Ajakan bertemu langsung

Untuk bertemu langsung tatap muka, data penelitian menunjukkan bahwa jenjang
waktu dari kejadian match hingga bertemu langsung cenderung tidak memakan waktu
lama di pengalaman para informan. Ditemukan juga hasil bahwa para informan
cenderung menunggu diajak untuk bertemu daripada mengajak lebih dahulu. Semua
informan baru mau bertemu bila sudah merasa nyaman, dan bisa mempercayai lawan
chatting-nya.

Saat diajak bertemu, dengan mantan pacar terakhir yang dikenal dari Tinder,
Informan 1 langsung dijemput sepulang kuliah setelah tiga minggu berkenalan karena
sang mantan pacar merasa Informan 1 terlalu lama menunda untuk bertemu langsung,
sehingga pertemuan berlangsung di rumah Informan 1; namun dengan lawan chatting
terakhir, Informan 1 langsung setuju untuk bertemu setelah diajak. Sedangkan Informan 2
selalu antusias, senang bila diajak bertemu, dan langsung setuju bila diajak bertemu.
Biasanya informan tidak dijemput oleh lawan chatting-nya, namun saat pulang selalu
diantar.

Informan 3 dan Informan 4 baru mau di ajak bertemu bila merasa sudah dekat dengan
lawan chatting, sedangkan Informan 5 tidak begitu antusias untuk bertemu langsung dan
baru mau diajak bertemu ketika terjadi kebetulan, dimana dengan kenalan terakhir,
Informan akhirnya bertemu langsung karena ia kebetulan sedang pergi ke Bandung
(tempat tinggal lawan chatting-nya) dan akhirnya bertemu.

• Aktivitas saat bertemu

Saat bertemu langsung, informan dan kenalan dari Tinder kebanyakan jalan-jalan,
minum kopi, bertemu keluarga, ngapel, dan mengobrol; tapi dari kelima informan, ada
juga yang sampai melakukan hubungan seks, yaitu Informan 2.

Informan 1 selalu bertemu di rumah dan melakukan kegiatan-kegiatan bersama


keluarga, seperti makan malam bersama dan DVD Marathon. Informan 3 bertemu di
Stasiun Manggarai dan pertemuan hanya berjalan sebentar karena Informan langsung
tidak tertarik dengan lawan chatting saat bertemu langsung. Informan 4 berkeliling Bogor
dan menghabiskan waktu hingga subuh (dini hari) di pertemuan pertama, dan Informan 5
ngopi dan berbincang saja bersama teman-teman Informan dan lawan chatting-nya.
Informan 2, selain berhubungan seks, juga bertemu dan berbincang di kedai kopi dengan
lawan chatting-nya.

!!"

"
Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
• Kelanjutan Hubungan dengan Perasaan

Sternberg (1988) menyatakan bahwa pengungkapan mengenai perasaan kepada


individu lain dapat menimbulkan adanya keakraban atau kedekatan dalam sebuah
hubungan. Dari data penelitian, ditemukan hasil bahwa informan yang merasa senang
atau memiliki perasaan positif setelah bertemu langsung akan melanjutkan hubungannya
sampai tahap di atas teman, dan hubungannya terus berlanjut. Namun, informan yang
hubungan berpacarannya kandas, merasakan kekecewaan dan malas selama hubungan
berjalan, dan menunjukkan perasaan kecewa dan malas ini untuk memutuskan
hubungannya. Informan 4 merupakan satu-satunya informan yang merasa senang dalam
hubungannya dengan lelaki yang dikenal dari Tinder, dan hubungannya masih berlanjut
hingga sekarang.

Sementara, Informan 1, 3, dan 5 yang menjalani hubungan namun dengan perasaan


kecewa, ragu, dan malas, akhirnya hanya menjalani hubungan dalam waktu pendek –
sekitar 1-3 bulan saja.

Dari data penelitian, ditemukan juga hasil bahwa informan yang hubungannya negatif
(tidak berlanjut, atau berlanjut namun kandas dalam waktu singkat) memiliki persepsi
negatif tentang Tinder. Dari kelima informan, hanya Informan 4 – yang hubungannya
masih berlanjut hingga sekarang – yang menganggap Tinder sebagai chatting platform
yang seru. Informan 1,2,3, dan 5 yang kandas hubungannya atau tidak menjalani
hubungan sama sekali, menganggap Tinder sebagai sesuatu yang negatif (memalukan).

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Dengan melalui tahap-tahap penelitian dengan menggunakan metode kualitatif yang


dijalankan terhadap mahasiswi pengguna Tinder, ditemukan tiga kesimpulan yang mampu
menjelaskan bagaimana berjalannya self-disclosure dalam dinamika hubungan yang
dijalankan mahasiswi dengan pasangan yang dikenal melalui Tinder.

1) Pertimbangan mahasiswi dalam melakukan self-disclosure di Tinder didasari oleh


penampilan fisik dan mutual friends, dan tidak ingin memulai self-disclosure terlebih dahulu.

Swiping adalah awal dari komunikasi yang berjalan di Tinder, dan mahasiswi menjadikan
penampilan fisik sang pria serta mutual friends yang dimiliki pria tersebut sebagai
pertimbangan untuk ke arah mana mahasiswi akan swipe; kanan untuk suka, atau kiri untuk
tidak suka. Namun, mahasiswi tidak memiliki inisiatif untuk memulai pembicaraan terlebih
dahulu setelah proses match terjadi; mahasiswi memilih menunggu untuk disapa daripada
menyapa terlebih dahulu.

!#"

"
Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
2) Self-disclosure yang diawali dengan perkenalan di Tinder akan meluas setelah keluar
dari Tinder, tapi tidak mendalam.

Komunikasi antara mahasiswi dengan lawan chatting di Tinder mayoritas berpindah ke


chatting platform lain,yaitu LINE. Setelah berpindah platform, topik pembicaraan cenderung
menjadi jauh lebih luas, namun tidak semua topik dibahas secara mendalam. Alasan mengapa
topik-topik pembicaraan menjadi tidak mendalam adalah karena hubungan yang dijalin oleh
mahasiswi cenderung tidak berjalan lama, hanya 2-3 bulan saja.

3) Kelanjutan self-disclosure yang diawali mahasiswi dengan perkenalan di Tinder


bergantung pada perasaan mahasiswi terhadap pria selama menjalani hubungan.

Perasaan yang dirasakan mahasiswi selama menjalani hubungan dengan pria yang dikenal
dari Tinder, baik terhadap pria tersebut maupun terhadap hubungan itu sendiri,
mempengaruhi bagaimana kelanjutan hubungan tersebut. Hal ini dikarenakan mahasiswi
cenderung menjadi pengambil alih kelanjutan hubungan yang dijalin dari Tinder, dan mampu
memutuskan hubungan kapan saja bila perasaannya terhadap sang pria ataupun hubungan
tersebut tidak nyaman, takut, atau ragu.

Saran

Penelitian ‘Self-disclosure Perempuan Muda di Platform Online dating berfokus di


mahasiswi sebagai pengguna Tinder – dimana kriteria informan hanyalah perempuan
berumur 18-24 tahun yang pernah atau sedang menggunakan Tinder. Karena ini, hasil
penelitian hanya terlihat dari sudut pandang perempuan sebagai pengguna Tinder saja, dan
tidak menjelaskan hubungan yang terjadi lewat Tinder secara komprehensif.
Ketidakmampuan menjelaskan hubungan secara komprehensif ini disebabkan karena yang
menjadi informan bukanlah pasangan yang kenal dari Tinder, tapi hanya satu pihak saja,
yaitu pengguna perempuan.

Saran untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan hubungan yang dijalin dari
Tinder adalah untuk menjadikan sepasang kekasih yang dikenal dari Tinder sebagai
informan, tidak hanya perempuannya saja, agar hubungan tersebut bisa dipahami dengan
lebih utuh dan jelas. Selain itu, untuk lebih memahami dinamika onlne dating, penelitian
selanjutnya mungkin dapat menggunakan perspektif dari konsep manajemen impresi.

!$"

"
Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
Daftar Referensi

Altman, I. & Taylor, D. A. 1973. Social Penetration: The Development of Interpersonal


Relationship. New York: Holt, Rinehart, & Winston.

Andrie Yudhistira. 2014. Aplikasi Tinder, Satu Lagi Solusi Para Jomblo. 8 April 2015,
http://teknologi.metrotvnews.com/read/2014/10/08/302075/aplikasi-tinder-satu-lagi-
solusi-para-jomblo.

Ben-Ze-ev, Aaron. 2004. Love Online: Emotions on the Internet. New York: Cambridge
University Press.

Church of the Nazarene. What is a Young Adult?. 8 April 2015, nazarene.org/files/docs/youn


gadult-2.pdf.

Derlega, V. J., Metts, S., Petronio, S., & Margulis, S. T. 1993. Self-disclosure. California:
Sage.

Dindia, K. (2002). “Self-disclosure research: knowledge through meta-analysis”, in Allen,


M., Preiss, R.W., Gayle, B.M. and Burrell, N. (Eds), Interpersonal Communication:
Advances Through Meta-analysis, Lawrence Erlbaum, Mahwah, NJ, pp. 169-86.

Dredge, S. (2014). Tinder: the 'painfully honest' dating app with wider social ambitions. 8
Desember 2015. http://www.theguardian.com/technology/2014/feb/24/tinder-dating-app-
social-networks.

Elfa Putri. 2015. Kumpulan aplikasi chatting untuk mendapatkan teman baru dengan mudah.
9 Juni 2015, http://id.techinasia.com/aplikasi-chatting-teman-baru-cari-jodoh-lawan-jenis/.

Ellison, N. B., Heino, R. D., & Gibbs, J. L. (2006). Managing impressionsonline: Self-
presentation processes in the online dating environment. Journal of Computer-Mediated
Communication, 11 (2).

Fiore, A. 2008. Self-presentation and deception in online dating. California: School of


Information University of California.

Grove, J. 2013. Tinder sparks half a billion matches. Like Hot or Not but for dating, the 15-
month-old app is matching young people left and right. 23 November 2015,
http://www.cnet.com/news/tinder-sparks-half-a-billion-matches/.

Hess, Rachael E. 2014. Love in the time of smartphones: A comparative analysis of the dating
application "Tinder". South Alabama: University of South Alabama.

Jourard, S.M. (1971). Self-disclosure: An experimental analysis of the transparent self. John
Wiley; Oxford, England.

!%"

"
Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 8 April 2015, kbbi.web.id/mahasiswi.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. 8 April 2015, kbbi.web.id/mahasiswa.

Knapp, M.L. (1984). Interpersonal Communication and Human Relationships. Boston: Allyn
and Bacon.

Lemme, Barbara H. 1995. Development in Adulthood. Massachusetts.

Mya Haryono. 2014. Tinderella Story: Mr. (Swipe) Right – Part One. 8 April 2015,
http://myaharyono.com/2014/12/27/tinderella-story-mr-swipe-right-part-one/.

Mya Haryono. 2014. Tinderella Story: Mr. (Swipe) Right – Part Two. 8 April 2015,
http://myaharyono.com/2014/12/27/tinderella-story-mr-swipe-right-part-two/.

Mya Haryono. 2014. Tinderella Story: Mr. (Swipe) Right – Part Three (Final). 8 April 2015,
http://myaharyono.com/2014/12/29/tinderella-story-mr-swipe-right-part-three-the-end-2/.

Ramadhani, F. 2015. Love in the Age of Swiping Left & Right. 7 Desember 2015,
http://www.whiteboardjournal.com/column/20986/love/.

Samp, J. A. and Palevitz, C. E. 2008. Dating and Romantic Relationships: Taking Tradition
into the Future with a Computer. San Diego.

Septyan Ade. 2015. Chatting Bebas Rahasia Buat Kencan Itulah Tinder. 9 Juni 2015,
http://www.pengusaha.us/2015/04/apa-itu-tinder-aplikasi.html.

Sternberg, Robert J. 1988. The triangle of love: intimacy, passion, commitment. New York:
Basic Books.

The Michigan Daily. (2014). The Michigan Daily's Unofficial Campus Sex Survey. 8
Desember 2015. https://www.michigandaily.com/article/michigan-dailys-unofficial-
campus-sex-survey

Velasco, J. 2012. Exploring Online Self-disclosure. Rome: European Information


Architecture Summit.

Whitty, Monica T. & Joinson, Adam. 2008. Truth, Lies, and Trust on the Internet. London:
Routledge.

Witt. 2014. Love Me Tinder. 23 November 2015. http://www.gq.com/story/tinder-online-


dating-sex-app.

Wulan. 2015. Love and Heartbreak in the Time of Tinder. 8 April 2015,
http://magdalene.co/news-394-love-and-heartbreak-in-the-time-of-tinder.html.

Yum, Y.O., & Hara, K. (2005). Computer-mediated relationship development: A cross-


cultural comparison. Journal of Computer-Mediated Communication, 11(1).
http://jcmc.indiana.edu/v0111/issue1/yum.html
!&"

"
Self-disclosure…, Anggita Nurfazila, FISIP UI, 2015

Anda mungkin juga menyukai