Anda di halaman 1dari 7

Nama : Nur Khofifah

NIM : 6511417022
Rombel : 01
SKRINING GIZI ANAK
Skrining gizi di rumah sakit (RS) mempunyai dua peran. Pertama untuk
mengidentifikasi atau memprediksi risiko dari perkembangnya suatu kondisi
diantaranya komplikasi termasuk kematian dan biaya. Skrining dapat untuk
mencegah atau mengatasi kondisi atau komplikasi yang terjadi, karena dengan
informasi tersebut memungkinkan individu atau keluarga untuk merencanakan
tindak lanjutnya, demikian pula dengan tenaga kesehatan dapat memberika
intervensi yang sesuai. Peranan skrining kedua adalah dapat mengidentifikasi
individu yang mungkin atau tidak mungkin memperoleh manfaat dari
pengobatan tersebut (Elia & Stratton, 2012).
Skrining gizi harus dilakukan secara rutin di rumah sakit untuk
mendeteksi pasien-pasien yang berisiko tinggi sehingga dukungan nutrisi tepat
dapat diterapkan untuk meningkatkan status gizi pasien. Menurut Joosten &
Hulst (2014), metode skrining gizi yang ada dan dapat digunakan dalam
mengidentifikasi malnutrisi pada anak meliputi: Subjective Global Nutritional
Assesment (SGNA), Pediatric Nutrition Risk Score (PNRS), Screening Tool for
the Assessment of Malnutrition in Pediatrics (STAMP), PaediatricYorkhill
Malnutrition Score (PYMS), Screening Tool for Risk Of Impaired Nutrition
Status and Growth (STRONG KIDS).
1. Subjective Global Nutritional Assesment (SGNA)
Pada pertengahan tahun 1980 dikembangkan suatu metode untuk menilai
status nutrisi berdasarkan pemeriksaan subjektif yaitu pemeriksaan fisik dan
anamnesis, digabungkan dengan pemeriksaan objektif yaitu antropometrik, yang
disebut dengan Subjective global assessment (SGA) pada dewasa. Secker dan
Jeejeebhoy kemudian mengadaptasi metode SGA untuk digunakan pada pediatri,
yang dikenal dengan SGNA.33 Metode SGNA terdiri dari pemeriksaan fisik, dan data
mengenai BB dan TB atau PB anak, TB orangtua, asupan makanan, gejala
gastrointestinal serta frekuensi dan lamanya, kapasitas fungsional saat itu, dan
penyakit yang diduga menyebabkan stres metabolik. Metode SGNA membagi status
nutrisi dalam tiga kategori: gizi cukup, gizi kurang, dan gizi buruk.
Uji tapis ini telah dicoba pada sekelompok pasien anak yang menjalani operasi,
dan hasil studi menunjukkan anak dalam kelompok malnutrisi mengalami tingkat
infeksi lebih tinggi dan masa rawatan lebih panjang dibandingkan anak dengan gizi
cukup.34 Kelemahan SGNA adalah waktu yang relatif lama dibutuhkan untuk
menyelesaikan formulir. Metode SGNA sebenarnya lebih merupakan alat penilaian
status nutrisi ketimbang alat skrining, disebabkan komponen antropometrik yang
terkandung di dalamnya.
2. Pediatric Nutrition Risk Score (PNRS)
Sermet-Gaudelus dkk. pada tahun 2000 mengembangkan uji tapis berdasarkan
penilaian secara prospektif dan kehilangan BB lebih dari 2% dari BB masuk sebagai
titik potong (cut-off) untuk risiko malnutrisi. PNRS memiliki skor dengan rentang nol
sampai lima dengan menjumlahkan nilai sesuai faktor risiko seperti dijelaskan dalam
tabel-1. Skor satu atau dua menandakan risiko sedang, dan skor lebih dari atau sama
dengan tiga menandakan risiko tinggi untuk malnutrisi.18 Di Indonesia, PNRS telah
diuji validitasnya pada sebuah studi dengan nilai sensitifitas 79% dan spesifisitas
71%.6
Pediatric nutritional risk score adalah alat uji tapis yang menilai risiko nutrisi
berdasarkan tiga faktor yaitu patologi penyakit, nyeri, dan asupan makanan. Uji tapis
dilakukan dalam waktu 48 jam pertama masa rawatan. Patologi penyakit dibagi
menjadi tiga kategori, yaitu ringan (tingkat 1) jika penyakit menyebabkan faktor stres
yang ringan, seperti dirawat untuk prosedur diagnostik, infeksi minor yang tidak perlu
rawat inap, penyakit episodik lainnya, juga bedah minor. Patologi tingkat 2 (sedang)
yaitu kondisi yang menyebabkan faktor stres sedang, misalnya infeksi berat namun
tidak mengancam nyawa, bedah rutin, fraktur, penyakit kronis tanpa perburukan yang
drastis, dan inflammatory bowel disease. Patologi tingkat 3 (berat) yaitu keadaan yang
menyebabkan faktor stres yang berat, seperti AIDS, keganasan, sepsis berat, bedah
mayor, trauma multipel, penyakit kronis yang mengalami eksaserbasi akut, dan
depresi mayor. Nyeri dinilai dengan visual analog scale (VAS) untuk anak usia ≥ 5
tahun dengan rentang skor 1 sampai 10, untuk anak ≤ 5 tahun penilaian nyeri adalah
dengan ekspresi wajah, gerakan ekstremitas, dan menangis yang menunjukkan rasa
nyeri. Asupan makanan dinilai dengan analisis diet catatan makanan 24 jam (24-hour
dietary recall), jika jumlah kalori kurang dari 50% kebutuhan kalori per hari maka
dianggap asupan makanan < 50% dan jika lebih dari 50% kebutuhan kalori per hari
maka dianggap asupan makanan > 50%. Setia p faktor diberi skor dengan rentang dari
0 sampai 3, kemudian dijumlahkan, jumlah skor menunjukkan risiko nutrisi.
3. Screening Tool for the Assessment of Malnutrition in Pediatrics (STAMP)
Metode STAMP adalah alat uji tapis nutrisi untuk anak yang dirawat di rumah sakit
yang terdiri dari tiga elemen, yaitu diagnosis klinis, riwayat asupan makanan, dan
pengukuran BB dan TB. Diagnosis klinis adalah diagnosis saat masuk yang
diklasifikasikan berdasarkan pengaruhnya terhadap status nutrisi, apakah pasti
berpengaruh (nilai 3), mungkin (nilai 2), atau tidak berpengaruh (nilai 0). Daftar
diagnosis penyakit dapat dilihat pada lampiran. Riwayat asupan makanan diperoleh
dari wawancara dengan orangtua atau pengasuh anak, apakah tidak ada asupan sama
sekali (nilai 3), asupan yang menurun baru-baru ini (nilai 2), atau asupan makanan
baik atau tidak terganggu (nilai 0). Pengukuran BB dan TB atau PB dilakukan sesuai
dengan metode yang telah dijelaskan sebelumnya, kemudian diplot ke kurva
pertumbuhan. Untuk menentukan skor, jika BB dan TB atau PB berjarak > 3 sentil
atau ≥ 3 kolom, atau BB < persentil ke-2, diberi nilai 3, jika BB dan TB—PB berjarak
> 2 sentil atau terpisah 2 kolom, diberi nilai 2, sedangkan jika BB dan TB—PB
berjarak 0 – 1 sentil diberi nilai 0. Jumlah skor dari ketiga faktor tersebut
menunjukkan risiko nutrisi pasien tersebut.
4. PaediatricYorkhill Malnutrition Score (PYMS)
Ada empat langkah dalam PYMS yang dinilai sebagai prediktor atau gejala
malnutrisi, yaitu: IMT, riwayat penurunan BB, perubahan dalam asupan nutrisi, dan
efek kondisi penyakit saat dilakukan penilaian terhadap status nutrisi pasien. Setiap
langkah memiliki nilai hingga dua, dan total jumlah nilai mencerminkan derajat risiko
nutrisi pasien.35 Sebuah studi yang membandingkan penilaian dengan menggunakan
SGNA, STAMP, dan PYMS mendapatkan hasil bahwa PYMS memiliki sensitifitas
yang hampir sama dengan STAMP, dan PYMS memiliki positive predictive value
yang lebih tinggi. SGNA memiliki spesifisitas yang lebih tinggi dari PYMS, tetapi
sensitifitasnya jauh lebih rendah.
5. The Screening Tool for Risk Of Impaired Nutrition Status and Growth (STRONG
KIDS )
Uji skrining yang dikembangkan di Belanda pada tahun 2007 ini merupakan
kuesioner yang terdiri dari empat poin yang diisi pada saat masuk, yaitu:9
• Penilaian klinis subjektif (skor 1).
Apakah status nutrisi pasien buruk berdasarkan penilaian klinis secara subjektif (mis.,
kehilangan lemak subkutan dan/atau massa otot dan/atau wajah yang cekung)?
• Penyakit risiko tinggi (skor 2).
Apakah ada penyakit yang mendasari dengan risiko malnutrisi atau akan dilakukan
tindakan bedah mayor?
• Asupan dan kehilangan nutrisi (skor 1).

Apakah dijumpai satu dari hal berikut?


Diare berlebihan (≥5 kali per hari) dan/atau muntah (>3 kali per hari) selama beberapa
hari terakhir?
Penurunan asupan makanan selama beberapa hari terakhir sebelum masuk rumah sakit
(tidak termasuk puasa untuk operasi elektif)?
Intervensi nutrisi yang diinstruksikan sebelumnya?
Ketidakmampuan menghabiskan makanan karena nyeri?
• Penurunan BB atau BB sulit naik? (skor 1)
Apakah ada penurunan BB atau tidak terjadi kenaikan BB (bayi <1 tahun) selama
beberapa minggu/bulan terakhir?
Dua pertanyaan pertama dijawab oleh tenaga medis dan dua pertanyaan berikutnya
dijawab oleh orangtua atau pengasuh anak tersebut. Setiap elemen diberi skor satu
sampai dua, dengan jumlah skor kumulatif maksimal lima. Skor satu sampai tiga
menunjukkan risiko sedang, dan skor empat sampai lima menunjukkan risiko tinggi.
Alat skrining ini juga disertai rekomendasi intervensi nutrisi untuk setiap kategori
risiko. Alat skrining ini telah diuji pada sebuah studi multisenter pada anak di Belanda
dengan hasil yang menunjukkan hubungan bermakna antara kelompok skor risiko
tinggi dari hasil pemeriksaan STRONGkids dengan BB/TB.9 Alat skrining ini
mempunyai dua kelemahan yaitu: penilaian klinis secara subjektif dilakukan oleh
dokter anak yang terampil, sedangkan kriteria alat skrining yang baik adalah dapat
dilakukan oleh semua pekerja kesehatan. Dan poin ke empat, yaitu penurunan BB
atau pertambahan BB yang tidak optimal, harus diketahui BB anak sebelum sakit atau
hasil pemeriksaan antropometrik yang menyita waktu untuk menilai dan
menginterpretasikan poin tersebut.

Anda mungkin juga menyukai