Anda di halaman 1dari 13

Dosen Pengampu: Fitria N.Laiya.S.Th.I,M.TH.

Di Susun Oleh Kelompok 5:


1.Nur Ainnun M Lasampo 3.Marfan Mamonto 5.Indah Sari Ismail
2.Windrawati Salioko 4.Ela Saputri Pane 6.Anisa S Usman
7.Yerni Pagune

JURUSAN:PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS IAIN SULTAN AMAY GORONTALO

T.A.2020/2021
KATA PENGANTAR

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Secara kodrati anak memerlukan pendidikan atau bimbingan dari orang dewasa. Dasar
kodrati ini dapat dimengerti dari kebutuhan-kebutuhan dasar yang dimiliki oleh setiap anak
yang hidup didunia ini. Anak adalah amanat Allah SWT kepada kita, masing-masing dari kita
berharap anaknya menjadi anak yang baik, maka dari itu dibutuhkan optimalisasi tanggung
jawab dan peran dari orang tua. Meskipun pada dasarnya seorang anak lahir di atas fitrah,
akan tetapi ini tidak berarti kita membiarkannya tanpa pengarahan dan bimbingan yang baik
dan terarah, karena sesuatu yang baik jika tidak dijaga dan dirawat, ia akan menjadi tidak
baik akibat pengaruh faktor-faktor eksternal. Pendidikan dan pengarahan yang baik terhadap
anak sebenarnya sudah harus dimulai sejak anak tersebut belum lahir bahkan sebelum anak
tersebut ada di dalam kandungan.

Anak pada perkembangannya sering terjadi gangguan oleh beberapa faktor diantranya faktor
internal pada diri anak atau faktor lingkungan dimana ia berada. Anak dari hari ke hari
berinteraksi dengan lingkungannya baik orang tua, keluarga maupun masyarakat. Nilai-nilai
hakiki, sentuhan kasih sayang, dan semua perlakuan yang menyenangkan akan membentuk
keperibadiannya yang positif bagi anak.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Tentang Hadits yang menerangkan bahwa anak itu terlahir dalam keadaan suci (fitrah)

2. Tahrij hadits

3. Makna matan hadits

BAB II

PEMBAHASAN
A. HADITS TENTANG ANAK DALAM KEADAAN FITRAH

1. Bunyi dan Terjemahan Hadits

‫صلَّى‬ َ ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنهُ قَا َل قَا َل النَّبِ ُّي‬ِ ‫ي ع َْن َأبِي َسلَ َمةَ ب ِْن َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن ع َْن َأبِي هُ َري َْرةَ َر‬ ُّ ‫ب ع َْن‬
ِّ ‫الز ْه ِر‬ ٍ ‫َح َّدثَنَا آ َد ُم َح َّدثَنَا ابْنُ َأبِي ِذْئ‬
‫ص َرانِ ِه َأوْ يُ َم ِّج َسانِ ِه َك َمثَ ِل ْالبَ ِهي َم ِة تُ ْنتَ ُج ْالبَ ِهي َمةَ هَلْ ت ََرى فِيهَا‬ ْ
ِّ َ‫هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ُكلُّ َموْ لُو ٍد يُولَ ُد َعلَى ْالفِط َر ِة فََأبَ َواهُ يُهَ ِّودَانِ ِه َأوْ يُن‬
‫َج ْدعَا َء‬

Artinya: Telah menceritakan kepada Adam telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu
Dza’bin dari Az-zuhriyyi dari Abu Salamah bin Abdur rahman dari Abu Hurairah berkata:
Nabi SAW bersabda: setiap anak dilahiran dalam keadaan fitrah. Kemudian kedua orang
tuanyalah yang menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nashrani atau Majusi sebagaimana
binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian melihat
ada cacat padanya?

2. Takhrij al-Hadits

Penelitian hadis dilakukan pada al-Mausu’ah al-Syarif al-Kutub al-Tis’ah yang di dalamnya
mencakup Kutub al-Tis’ah ( Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan al-Tirmizi, Sunan al-
Nasa’i, Sunan Abu Dawud, Sunan Ibn Majah, Musnad Ahmad Ibn Hanbal, Muwatta’ Malik,
dan Sunan al-Darimi). Pencarian dilakukan melalui nomer hadis yang sudah diketahui
sebelumnya pada Shakhih al-Bukhari. Hasil pencarian diperoleh hadis pada Shahih al-
Bukhari, kitab al-Jana’iz, bab Ma Qila fi Aulad al- Musyrikin.

Hadits ini selain diriwayatkan oleh Bukhari juga terdapat pada:

a) Al- Bukhari, kitab al-Janaiz

b) Al-Bukhari, kitab Tafsir Qur’an

c) Al-Bukhari, kitab al- Qadar

d) Imam Muslim, kitab Al- Qadar

e) At-Turmudzi, kitab al- Qadar anir Rasulillah

f) An-Nasai, kitab, al- Janaiz

g) Abu Daud, kitab As-sunah

h) Ahmad, kitab Baqi Musnadun al- Mukashirin

i) Malik, kitab al- Janaiz


3. I’tibar Sanad Dan Skema Sanad

Setelah melakukan Takhrij al-Hadis, selanjutnya dilakukan i’tibar sanad. I’tibar sanad adalah
proses menyertakan dan merangkaikan sanad-sanad untuk hadis yang matannya memiliki
hubungan supaya dapat diketahui ada tidaknya periwayat yang lain untuk sanad hadis yang
diteliti. Oleh karena itu, untuk memperjelas dan mempermudah prose kegiatan i’tibar,
diperlukan pembuatan skema sanad. Berikut adalah skema sanad dari hadis yang sedang
diteliti.

No.

Nama Periwayat

Urutan Periwayat

Urutan dalam Sanad

1.

Abu Hurairah

Periwayat I

Sanad V

2.

Abu Salamah bin Abdi al-Rahman

Periwayat II

Sanad IV

3.

Az- zuhriyyi

Periwayat III

Sanad III

4.

Ibnu Abi Dzi’bin

Periwayat IV

Sanad II
5.

Adam bin Abi Isa

Periwayat V

Sanad I

6.

Imam al- Bukhari

Periwayat VI

Mukharij al-Hadis

4. Meneliti Kualitas Periwayat dan Persambungan Sanad

Kritik sanad ini dilakukan untuk menelusuri persambungan sanad dan reputasi dari masing-
masing periwayat, sehingga menentukan keshahihan suatu hadis.

1. Imam al- Bukhari

Adalah ahli hadits (periwayat) yang sangat terpercaya dalam ilmu hadits. Hadits-hadits beliau
memiliki derajat yang tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fil
Hadits (Pemimpin kaum mukmin dalam hal Ilmu Hadits). Dalam bidang ini, hampir semua
ulama di dunia merujuk kepadanya. Ia lahir di Bukhara pada bulan Syawal tahun 194 H.
Dipanggil dengan Abu Abdillah. Nama lengkap beliau Muhammmad bin Islmail bin Al
Mughirah bin Bardizbah Al Bukhari Al Ju’fi. Beliau digelari Al Imam Al Hafizh, dan lebih
dikenal dengan sebutan Al Imam Al- Bukhari karena beliau lahir di kota Bukhara, Turkistan.

Sewaktu kecil Al Imam Al Bukhari buta kedua matanya. Pada suatu malam ibu beliau
bermimpi melihat Nabi Ibrahim ‘Alaihissalaam yang mengatakan, “Hai Fulanah (yang beliau
maksud adalah ibu Al Imam Al Bukhari), sesungguhnya Allah telah mengembalikan
penglihatan kedua mata putramu karena seringnya engkau berdoa”. Ternyata pada pagi
harinya sang ibu menyaksikan bahwa Allah telah mengembalikan penglihatan kedua mata
putranya. Ketika berusia sepuluh tahun, Al Imam Al Bukhari mulai menuntut ilmu, beliau
melakukan pengembaraan ke Balkah, Naisabur, Rayy, Baghdad, Bashrah, Kufah, Makkah,
Mesir, dan Syam. Beliau wafat pada malam Idul Fithri tahun 256 H. ketika beliau mencapai
usia 62 tahun..

Guru-guru beliau diantaranya adalah Abu ‘Ashim An-Nabil, Al- Anshari, Makki bin Ibrahim,
Ubaidaillah bin Musa, Abu Al- Mughirah, Abdan bin Utsman, Ali bin Al Hasan bin Syaqiq,
Hajjaj bin Minhaal, Badal bin Al Muhabbir, Abdullah bin Raja’, Khalid bin Makhlad,
Abdurrahman Al Muqri, Khallad bin Yahya, Abdul Aziz al- Uwaisi, Abu al- Yaman, Ali bin
Al Madini, Imam Ahmad bin Hanbal, dan sederet imam dan ulama ahlul hadits lainnya.
Murid-murid beliau diantaranya yang paling terkenal adalah Al Imam Muslim bin Al Hajjaj
An Naisaburi, penyusun kitab Shahih Muslim, Imam Abu Isa at-Tirmidzi, Al- Imam Shalih
bin Muhammad.[1] Penilain kritikus hadits terhadap Imam al- Bukhari Para ulama menilai
bahwa kitab Shahih Al Bukhari ini merupakan kitab yang paling shahih setelah kitab suci Al
Quran.

Abu Bakar bin Munir kritikus hadits, menggolangkan Bukhari ke dalam kelompok "Siqat"
atau orang-orang yang dapat dipercayai dan kokoh hafalannya, sedangkan ketakwaan dan
keshalihan beliau agar dapat dijadikan teladan.

Abdullah bin Sa’id bin Ja’far mengatakan bahwa beliau tergolong tsabit (kokoh ingatannya).
Saya mendengar para ulama di Bashrah mengatakan, “Tidak pernah kami jumpai di dunia ini
orang seperti Muhammad bin Ismail dalam hal ma’rifah (keilmuan) dan keshalihan”.

Sulaim mengatakan bahwa beliau orang yang shalih hadisnya, saya tidak pernah melihat
dengan mata kepala saya sendiri semenjak enam puluh tahun orang yang lebih dalam
pemahamannya tentang ajaran Islam, leblih wara’ (takwa), dan lebih zuhud terhadap dunia.

2. Adam

Nama lengkapnya adalah Adam bin Abi Isa pangilannya Abu al-Hasan, lahir di Bagdad dan
wafat pada tahun 220 H. Guru-gurunya: Israil bin Yunus bin abi Ishak, Salam bin Musykin
bin Hafsh bin Maisaroh, Sulaiman bin al- Mughiroh, Syaiban bin Abdurrahman, Isa bin
Maimun, Waroqoh bin Umar bin Kilab, Muhammad bin Abdurrahman bin al- Mughiroh bin
al- Harits bin Dzi’bin, Laits bin Said bin Abdurrahman, sa’bah bin al-Hajaj al-wurud.
Muridnya : Ahmad bin al-Azhar bin Muni’, Amru bin Mansur, Muhammad bin Ismail bin
Ibrahim (Bukhari), Abdullah bin Abdurrahman bin al-Fadil bin Biharm, Umar bin Mansur,
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Muhammad bin Khalaf bin Umar.

Penilaian kritikus hadits terhadap Adam bin Abi Isa

a. Yahya bin Muin mengatakan tsiqoh ( terpercaya)

b. Abu Hatim Ar-rozi mengatakan tsiqotun ma’mun (orang yang dapat dipercaya)

c. An-Nasai mengatakan la ba’sa bihi ( tidak ada cacat di dalamnya)

d. Al- Ajali mengatakan tsiqoh ( terpercaya)

e. Abu Daud al-Sajastani mengatakan tsiqoh ( terpercaya)

f. Ibnu Hiban mengatakan dzikruhu fi al-tsiqot (ucapannya dapat dipercaya).

Beberapa penilaian para ulama di atas maka dapat diketahui bahwa Adam bin Abi Isa adalah
seorang perawi yang tsiqah (orang yang tsiqah, yang dapat dipercaya)

3. Ibnu Abi Dzi’bin


Nama lengkapnya Muhammad bin Abdurrahman bin al- Mughiroh bin al- Harits bin Abi
Dzi’bin. Beliau lahir di Kufah dan wafat pada tahun 158 H. Guru- gurunya : Abu ishak bin
yazid, Asid bin Asid, al- Harits bin Abdurrahman, Atho’ bin Abi Rabah Aslan, Muhammad
bin Muslim bin Ubaidilah bin Abdullah (Az- zuhriyyi). Muridnya: Adam bin Abi Isa, Abu
Bakar bin Ais bin Sulaiman, Ahmad bin Abdullah bin Yunus bin Abdullah bin Qois, Adam
bin Abi Isa.

Penilain kritikus hadits terhadap Ibnu Abi Dzi’bin

1. Ibnu Ahmad bin Hambal mengatakan Tsiqoh shuduq (dapat dipercaya ).

2. Yahya bin Muin mengatakan Tsiqah ( terpercaya)

3. An- Nasai menyatakan Tsiqah (terpercaya)

4. Yaqub bin Saibah mengatakan Tsiqoh shuduq (orang yang tsiqoh dan jujur ).

5. Ibnu Hiban mengatakan dzikruhu fi al-tsiqot (ucapannya dapat dipercaya)

6. Al- Kholal mengatakan Tsiqoh (terpercaya)

Beberapa penilaian para ulama di atas maka dapat diketahui bahwa Ibnu Abi Dzi’bin adalah
seorang perawi yang tsiqah (orang yang tsiqah, yang dapat dipercaya)

4. Az- Zuhriyyi

Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Muslim bin Ubaidillah bin Abdullah bin
Shihab, panggilannya adalah Abu Bakar. Lahir di Madinah dan wafat pada tahun 124 H.
Guru-gurunya: Ibnu Abi Khuzaimah, Abu al- Khowas, Ibrahim bin Abdurrahman bin Abi
Rabiah, Ibrahim bin Abdurrahman bin Khunain, Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf, Abu
Bakar bin Abdurrahman bin al- Harits bin Hasim bin al- Mughiroh, Abu Bakar bin
Muhammad bin Umar bin Khazam. Muridnya: Muhammad bin Abdurrahman bin al-
Mughiroh bin al- Harits bin Abi Dzi’bin, Ibrahim bin Ismail bin Mujma’ bin Yazid, Ibrahim
bin Umar bin Mas’ud, Abu Ayub, Ishak bin Rasyid, Ismail bin Muslim, Abu Ali bin Yazid,
Usamah bin Zaid, dll.

Penilaian kritikus hadits terhadap Az- Zuhriyyi

1. Musa bin Ismail mengatakan aku belum pernah melihat orang yang alim yang lebih
dari beliau.

2. Amru bin Dinar mengatakan aku tidak pernah melihat ada orang yang
pengetahuannya terhadap hadits melebihi Az- zuhriyyi

3. Laits bin Said mengatakan tsiqoh (dapat dipercaya) keilmuannya

4. Umar bin Abdul Aziz mengatakan kami mendatanginya dan kami tidak
meninggalkannya sebelum belajar daripadanya.
5. Ayub as-shakhotaini mengatakan aku tidak pernah melihat ada orang yang
pengetahuannya melebihi yang lain.

Beberapa penilaian para ulama di atas maka dapat diketahui bahwa Az-Zuhriyyi adalah
seorang perawi yang mutafaqun (yang telah disepakati tentang keshahihan haditsnya).

5. Abu Salamah bin Abdi al- Rahman

Nama lengkap beliau adalah Abdullah bin Abdi al-Rahman bin Auf, julukannya Abu
Salamah, lahir di Madinah dan wafat pada tahun 94 H. Guru-gurunya: Abu Sufyan bin Said
bin al- Mughiroh, Zainab binti Salamah, Abu al-Rudud, Thalhah bin Abidillah bin Usman,
Abdi al-Rahman bin Sakher ( Abu Hurairah), Abu Shifin bin Said bin al- Mughiroh.
Muridnya : Al- Harits bin Abdurrahman, Hasan bin Abdurrahman, Hamid bin Zaid, Sulaiman
bin Yasir, Sholeh bin Abi Hasan, Ibrahim bin Said bin Ibrahim bin Abdi al-Rahman bin Auf,
Az-Zuhriyyi, Muhammad bin Abdurrahman.

Penilaian kritikus hadis terhadap Abi Salamah bin Abdi al- Rahman

1. Abu Zarah Ar-razi mengatakan tsiqah umam (orang yang dapat dipercaya)

2. Ibnu Hiban mengatakan tsiqah (terpercaya)

3. Az-Zahabi mengatakan ( orang yang penting)

Beberapa penilaian para ulama di atas maka dapat diketahui bahwa Abi Salamah bin Abdi al-
Rahman adalah seorang perawi yang tsiqah (orang yang dapat dipercaya).

6. Abu Hurairah

Nama lengkapnya Abdi al-Rahman bin Sakher, lahir di Madinah, wafat pada tahun 57 H.
Guru-gurunya: Rasululloh Saw, Abi bin Ka’ab bin Qois, Basroh bin Abi Basroh, Usman bin
Affan bin Abi al- Ash bin Umayyah, Ali bin Abi Thalib bin Abdullah bin Hasyim bin Abdi
Manaf, Abu Shifin binSaid bin al-Mughiroh.

Muridnya: Atho’ bin Abi Raba’ah bin Aslam, Abdul Malik an Abi Hurairah, Abdullah bin
Abdi al-Rahman bin Auf, al-Harits bin abdurrahman, Hamid bin Zaid, Sholeh bin Abi
Hasan, Hasan bin Abdurrahman, Said bin Said, Sulaiman bin Abi Muslim, Sulaiman bin
Yasir.

Penilaian kritikus hadits terhadap Abu Hurairah Penilaian terhadap Abu Hurairah adalah
tidak ada yang meragukan kualitasnya lagi karena keadilan, kejujuran, kepercayaannya, dan
keontektikannya yang lebih tinggi dari sahabat lainnya.[2]
5. Kesimpulan Penelitian Sanad

Setelah menganalis sanad hadits, penulis memberikan kesimpulan bahwa hadits di atas
berkualitas shahih dikarenakan telah memenuhi syarat-syarat hadits shahih yaitu:

a. Mempunyai sanad yang bersambung (muttasil)

b. Para perawinya ‘adil

c. Para perawinya dhabith (kuat hafalannya)

d. Tidak mengandung unsur-unsur syadz

e. Tidak mengandung kecacatan (‘illat) yang dapat merusak keabsahan sebuah hadits[3]

B. ANALISA MATAN HADITS TENTANG ANAK DALAM KEADAAN FITRAH

Dalam penetapan tolok ukur matan, penulis menggunakan tolok ukur Muhammad
Shalahuddin al-Adlabi, ada empat macam yakni:

1. Kajian Linguistik

2. Tidak bertentangan dengan petunjuk Al-Quran

3. Tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat

4. Tidak bertentangan dengan akal sehat.[4]

1. Kajian Linguistik

Dalam kajaian linguistik hadits tentang pengaruh orang tua terhadap pendidikan anak,
peneliti menggunakan lafadz ‫ط َر ِة‬ ْ ِ‫ ُكلُّ َموْ لُو ٍد يُولَ ُد َعلَى ْالف‬sebagai kata kunci menganalisa
kebahasaan. Lafadz tersebut berarti setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Dalam
pandangan Islam, kemampuan dasar atau pembawaan disebut dengan fitrah. Secara
etimologis, fitrah berarti sifat asal, kesucian, bakat, dan bembawaan, secara terminologi fitrah
adalah tabiat yang siap menerima agama Islam. Dalam kaitannya dengan teori kependidikan
dapat dikatakan, bahwa fitrah mengandung implikasi kependidikan yang berkonotasi kepada
paham convergent. Karena fitrah mengandung makna kejadian yang di dalamnya berisi
potensi dasar beragama yang benar dan lurus yaitu Islam. Namun potensi dasar ini bisa
diubah oleh lingkungan sekitarnya.[5] Sejalan dengan hadits di atas, fitrah merupakan modal
seorang bayi untuk menerima agama tauhid dan tidak akan berbeda antara bayi yang satu
dengan bayi lainnya. Dengan demikian, orang tua dan pendidik berkewajiban memberikan
pendidikan dengan cara berikut. :

Pertama, membiasakan anak untuk mengingat kebesaran dan nikmat Allah, serta semangat
mencari dalil dan mengesakan Allah melalui tanda-tanda kekuasaan-Nya dan
menginterpretasikan berbagai gejala alam melalui penafsiran yang dapat mewujudkan tujuan
pengokohan fitrah anak agar tetap berada dalam kesucian dan kesiapan untuk mengagungkan
Allah.

Kedua, membiasakan anak-anak untuk mewaspadai penyimpangan-penyimpangan yang


kerap membiasakan dampak negatif terhadap diri anak,[6] misalnya tayangan film, berita-
berita dusta, atau gejala kehidupan lain yang tersalurkan melalui media informasi. Anak-
anak harus diberi pemahaman tentang bahaya kezaliman, kehidupan yang bebas, dan
kebobrokan perilaku melalui metode yang sesuai dengan kondisi anak, misalnya dengan
melalui dialog, cerita, atau pemberian contoh yang baik. Melalui cara itu, anak-anak akan
terhindar dari peyahudian, penasranian, atau pemajusian seperti yang diisyaratkan hadits di
atas.

2. Tidak bertentangan dengan petunjuk Al-Quran

Allah berfirman dalam al-Qur’an Surat. Ar- Rum ayat 30,

Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah, (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah
Allah. (Itulah) agama yang lurus tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.( Q.S. Ar-
Rum: 30).

‫ق ٱهَّلل ِ ۚ ٰ َذلِكَ ٱلدِّينُ ْٱلقَيِّ ُم َو ٰلَ ِك َّن َأ ْكثَ َر‬


ِ ‫يل لِخَ ْل‬ ْ ِ‫ك لِلدِّي ِن َحنِيفًا ۚ ف‬
َ َّ‫ط َرتَ ٱهَّلل ِ ٱلَّتِى فَطَ َر ٱلن‬
َ ‫اس َعلَ ْيهَا ۚ اَل تَ ْب ِد‬ َ َ‫م َوجْ ه‬žْ ِ‫فََأق‬
َ‫اس اَل يَ ْعلَ ُمون‬ ِ َّ‫ٱلن‬

Berdasarkan pada ayat di atas terbukti bahwa sabda Rasulullah SAW melalui hadis yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhari ini tidaklah sama sekali bertentangan dengan Al-Quran.
Melalui ayat tersebut di atas membuktikan bahwa manusia diciptakan oleh Alloh mempunyai
naluri beragama, yaitu agama Tauhid, maka tidak wajar kalau manusia tidak baragama
tauhid. Mereka tidak beragama tauhid karena pengaruh lingkungan.

3. Tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat

ُ‫ض َي هَّللا ُ َع ْنه‬ ِ ‫ي قَا َل َأ ْخبَ َرنِي َأبُو َسلَ َمةَ بْنُ َع ْب ِد الرَّحْ َم ِن َأ َّن َأبَا ه َُر ْي َرةَ َر‬ ُّ ‫َح َّدثَنَا َع ْب َدانُ َأ ْخبَ َرنَا َع ْب ُد هَّللا ِ َأ ْخبَ َرنَا يُونُسُ ع َْن‬
ِّ ‫الز ْه ِر‬
ْ ِ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َما ِم ْن َموْ لُو ٍد ِإاَّل يُولَ ُد َعلَى ْالف‬
‫ط َر ِة فََأبَ َواهُ يُهَ ِّودَانِ ِه َأوْ يُنَصِّ َرانِ ِه َأوْ يُ َمجِّ َسانِ ِه َك َما تُ ْنتَ ُج‬ َ ِ ‫قَا َل قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
ِ ‫يل لِ َخ ْل‬
ُ‫ق هَّللا ِ َذلِكَ الدِّين‬ َ َّ‫ط َرةَ هَّللا ِ الَّتِي فَطَ َر الن‬
َ ‫اس َعلَ ْيهَا اَل تَ ْب ِد‬ ْ ِ‫ بَ ِهي َمةً َج ْم َعا َء هَلْ تُ ِحسُّونَ فِيهَا ِم ْن َج ْدعَا َء ثُ َّم يَقُولُ{ ف‬žُ‫ْالبَ ِهي َمة‬
} ‫ْالقَيِّ ُم‬
Artinya:“Tiada seorang bayi pun melainkan dilahirkan dalam fitrah yang bersih. Maka orang
tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi, sebagaimana binatang
melahirkan binatang keseluruhanya. Apakah kalian mengetahui di dalamnya ada binatang
yang rumpung hidungnya? Kemudian Abu Hurairah membaca ayat dari surat ar-Rum : 30 ini
(tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah, itulah agama yang lurus.” (HR: Bukhari).

Hadits diatas berfungsi sebagai pembanding, juga memberikan pengertian bahwa begitu
besarnya pengaruh orang tua terhadap pendidikan anak, karena orang tuanyalah yang
menjadikan anaknya Yahudi, Nashrani dan Majusi, oleh sebab itu, orang tualah yang
berperan penting dalam pendidikan anaknya. Makna hadis ini sejalan dan menguatkan hadis
yang sedang penulis teliti. Kedua hadis tersebut menunjukkan pentingnya pendidikan anak.

4. Tidak Bertentangan Dengan Akal Sehat, Indera Dan Fakta Sejarah

Berdasarkan hadis di atas tentang pengaruh orang tua terhadap pendidikan anak, dapat
diketahui bahwa jika anak tumbuh di dalam keluarga yang menyimpang, belajar di
lingkungan yang sesat dan bergaul dengan masyarakat yang rusak, maka anak akan menyerap
kerusakan itu, terdidik dengan akhlak yang paling buruk, di samping menerima dasar-dasar
kekufuran dan kesesatan. Kemudian dia akan beralih dari kebahagian kepada kesengsaraan,
dari keimanan kepada kemurtadan dan dari Islam kepada kekufuran. Jika semua ini telah
terjadi, maka sangat sulit mengembalikan anak kepada kebenaran.

Dapat dipahami bahwa fitrah sebagai pembawaan sejak lahir bisa dipengaruhi oleh
lingkungan sekitarnya, bahkan ia tak dapat berkembang sama sekali tanpa adanya pengaruh
lingkungan tersebut. Namun demikian, meskipun fitrah dapat dipengaruhi oleh lingkungan,
tetapi kondisinya tidak netral. Ia memliki sifat yang dinamis, reaktif dan responsive terhadap
pengeruh dari luar. Dengan istilah lain, dalam proses perkembangannya, terjadi interaksi
saling mempengaruhi antara fitrah dan lingkungan sekitarnya, sampai akhir hayat manusia.

BAB III

PENUTUP

1. KESIMPULAN

Setelah melihat uraian di atas maka dapat disimpulkan :

1. Bahwa hadits tentang setiap anak dalam keadaan fitrah adalah berkualitas shahih
dikarenakan telah memenuhi syarat-syaratnya yaitu sanadnya bersambung (muttasil), Para
perawinya ‘adil dan dhabith (kuat hafalannya), Tidak mengandung unsur-unsur syadz dan
dan tidak mengandung kecacatan (‘illat) yang dapat merusak keabsahan hadits

2. Orang tua dan pendidik berkewajiban memberikan pendidikan dengan cara berikut :
Pertama, membiasakan anak untuk mengingat kebesaran dan nikmat Allah, serta semangat
mencari dalil dan mengesakan Allah

Kedua, membiasakan anak-anak untuk mewaspadai penyimpangan-penyimpangan yang


kerap membiasakan dampak negatif terhadap diri anak,

2. KRITIK DAN SARAN

Makalah ini masih banyak kekurangan di mana-mana karena keterbatasan pengetahuan oleh
kami sebagi peneliti dan penulis, dengan demikian kiranya kami mohon kritik dan saran dari
semua fihak dan dari teman-teman sebagai motivasi belajar dan menambah ilmu. Dan
semoga bermanfaat bagi kita semua.

DAFTAR PUSTAKA

Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Pres, 2002.

ausu’ah al-Hadis al-Syarif al-Kutub al-Tis’ah. Global Islamic Software, 1997.

Muhammad Shalahudin al-Aadlabi, Manhaj Naqd al- Matn, Beirut: Dar al- Afaq al- Jadidah,
1983.

Muhammad Fuad Abdul Baqi, Al- Lu’lu’ Wal Marjan: Mutiara Hadits Shahih Bukhari dan
Muslim, Jakarta: Umul Qura, 2011.

Munzier suparta, Ilmu Hadits, Jakarta: Rajawali Pres, 2010.

Majid Khan, dkk, Ulumul Hadits, Jakarta: Pusat Studi Wanita, 2005.

Suryadi, Metodologi Ilmu Rijalil Hadis, Yogyakarta: Madani Pustaka Hikmah, 2003.

______, Metodologi Penelitian Hadis, Yogyakarta: Sukses Offset, 2009.

Anda mungkin juga menyukai