Anda di halaman 1dari 10

Tugas Mandiri Dosen Pengampu

Hadist Tematik Pendidikan Agama Dr. Kholil Syuaib , M. Ag.

Takrhij hadist pendidikan nikmat waktu luang dan


kesehatan

Di Susun Oleh:

Muhammad Sidik
21890115416

Prodi Pendidikan Agama Islam

Fakultas Pasca Sarjana

Universitas Islam Negeri

Sultan Syarif Kasim Riau

2019
HADIST TENTANG NIKMAT WAKTU LUANG DAN KESEHATAN

ُ‫الصحةُ َو ْالفَ َراغ‬


ِ ، ‫اس‬
ِ ‫ير ِمنَ الن‬ ٌ ُ‫ان َم ْغب‬
ٌ ِ‫ون فِي ِه َما َكث‬ ِ َ ‫نِ ْع َمت‬
A. PENDAHULUAN
Berbicara tentang kehidupan merupakan media bagi hamba untuk berlomba-

lomba kejalan kebaikan artinya manusia mesti melakukan apa yang diperintah Allah

dan apa yang dilarang dalam maqna Taqwa. Kendatipun seperti itu kadar tingkatan

spritual hamba berbeda Cuma Nabi mengingat seperti hadist diatas manusia

seriang lupa dengan dua hal yakni waktu luang dan kesehatan. Kalau dihubungkan

dengan pendidikan hadist ini sangat erat hubungan dengan pendidikan. Kalau

ditelisik oleh akal dan logika tidak menfaatkan waktu luang dan kesehatan maka

tidak terjadinya proses pendidikan menuju pengamdian pada Allah. Maka dari itu

pemakalah akan mengkaji hadist tersebut dalam mata kuliah Hadist tematik

pendidikan.

B. METODE TAHKRIJ
Untuk mengetahui hadis tersebut dalam sumber aslinya, penulis merujuk

kepada kitab al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Hadits al-Nabawi, karya A.J.

Wensinck. Penulis menelusurinya melalui kata “‫نعمتان‬.1 Berdasarkan informasi dalam

kitab tersebut, ternyata hadis tersebut diriwayatkan oleh al-Turmudzi, Abu Dawud,

Ibn Majah, dan Ahmad ibn Hanbal. Dalam makalah ini, penulis akan meneliti sanad

jalur Abu Dawud

1 A. J. Wensinck, Al-Mu’jam al-Mufahras li Alfazh al-Hadits al-Nabawi, Juz 6, (Leiden : E.J. Brill,

1967), hlm. 494


C. KUTIPAN HADIST TEKS
1. Shahih al-Bukhori2

2. Sunan Tirmidzi3

3. Sunan Ibn Majah4

4. Imam Ahmad bin Hambal5

2
Al-Bukhori, Shohih al-Bukhori, Kitab Raqaqi,(Damaskus, Bairut, Dar Ibnu Katsir), h.1598.
3
al-Imam al-Hafiz Abi Isa Muhammad bin Isa Termidzi, Jami’ul kabir, kitab zihada (,Dar qar
Islam), h.139
4
Imam Ibn Majah, masyarik an-nur al wajahati( Riyadh, dar almuqni),h, 1396
5
Imam Ahmad bin Hambal, musnad imam Ahmad bin Hambal, musnad Hasyim (lebanon, bairut, dar
aal-kotob alilmiyah),h, 383
D. SKEMA SANAD

Rasulullah SAW

‘ibn abbas

abi hindi

sa’id bin abi hindi

abdullah bin sa’id abi hindi

waki’k

imam ahmad bin hambal

E. BIOGRAFI SANAD
1. Ibn’ abbas
Abdullah Nama Panjang Abdullah Bin Abbas Bin Abdul Muththalib Al-Quraish
Hashim, Abu Muhammad Al-Madani Beliau Saudara Laki-Laki Abdullah Bin
Abbad, Kasim Bin Abbas, Maqbut Bin Abbas, Ibunya Bernama Fadl Al-Harith
Al-Hilal. Berkata Khalifa Bin Hayyat, Ahmad Bin Muhammad Bin Ayyub
meninggal pada tahun delapan dan lim puluh ini diriwayatkan oleh al-Waqqadi yang
disampaikan yazid Mu’awiyah, dan yacub Ibn Shaybah mengatakan bahwa
meninggalnya pada umur 87 tahun. Dan ubayd al-Qasim bin Salm, dan Abu
Hassan al-ziyadi membenarkan beliau meninggal pada tahun delapan puluh tujuh
tahun.

2. Abi Hindi

Nama aslinya dang keluarganya dawud bin abi hind, Said bin abi hind dan
putranya Abdullah bin said bin abi hind

3. Sa’id bin Abi Hindi


Said Nama Aslinya Said Bin Abi Hindi Al- Phazari Mulli Samuroh Bin Jundab
Dan Dia Ayah Dari Abdullah Bin Said Bin Abi Hindi. Muhammad bin sa’di
berkata aku memanggil mereka sebagai anak-anak kebaik(pahala). Dan ia mati rasa
putra Auf kepada Samra bin Jandab. Di meninggal dalam suksesnya pertama
Hisham ibn abd al-Malik, dan dia memilki hadith yang shahih.
4. Abdullah bin Sa’id Abi Hindi
Nama aslinya Abdullah bin sa’id bin abi hindi al-pazariyu, Abu bakar al-Madani,
mauli bani syamkhu dari pazaroh. berkata Makki bin Ibrahim; saya mendengar
darinya empat puluh empat tahun. Ahmad ibn Hambal berkata dari makki; saya
mendengar darinya seratus empat puluh tujuh tahun.
F. KOMENTAR ULAMA TERHADAP RAWI
Kritik Ulama
No Nama Rawi Th.Wafat/Umur
Ta’dil Tajrih
1 Ibnu Abbas 87 Tahun.
2 Abi hindi ayahnya

3 Sa’id bin abi hindi anak


Abdullah bin said bin
4 anak
abi hindi
5 wakik

G. ANALISA SANAD
Meneliti kualitas hadis, maksudnya adalah terpenuhi atau tidak hadis tersebut
segala syarat atau kriteria hadis shahih, yaitu sanad bersambung (ittishal al-sanad),
seluruh periwayat bersifat ‘adil dan dhabith, periwayatan yang terhindar dari syuzuz
dan ‘illat.

a. Sanad bersambung (ittishal al-sanad)

Untuk mengetahui bersambung atau tidaknya suatu sanad hadis, dapat


dilihat dari tiga sisi, yaitu : 1) hubungan kezamanan masa hidup antara para
periwayat dengan periwayat yang terdekat dalam sanad; 2) hubungan guru-murid
dalam periwayatan hadis antara para periwayat yang terdekat dalam sanad; dan 3)
kata-kata yang menghubungkan antara para periwayat dengan periwayat yang
terdekat dalam sanad.

Jika dilihat hubungan kezamanan pada masa hidup para periwayat dengan
periwayat yang terdekat dalam sanad hadis yang diriwayatkan oleh imam ahmad bin
Hambal tersebut, yaitu dengan memperhatikan nasab masing-masing periwayat,
maka statusnya dapat ditentukan, karena keluarga dijami pujian padanya salah,

Jika memperhatikan hubungan guru murid antara para periwayat dengan


periwayat yang terdekat dalam sanad hadis tersebut, maka dikategorikan
bersambung (muttashil), sebagaimana terlihat dalam biografi masing-masing
periwayat.

Akan tetapi, jika dilihat kata-kata yang menghubungkan antara para


periwayat dengan periwayat yang terdekat, maka hadis tersebut dikategorikan
mu’an’an, karena dihubungkan dengan kata ‘an. Sebagian ulama menyatakan bahwa
sanad hadis yang mengandung kata ‘an adalah terputus. Tetapi mayoritas ulama
menilainya melalui sima’ apabila dipenuhi syarat berikut :

Dalam sanad yang mengandung kata ‘an itu tidak terdapat penyembunyian
informasi (tadlis) yang dilakukan oleh periwayat.

Antara periwayat dengan periwayat yang terdekat yang diantarai kata ‘an itu
dimungkinkan terjadi pertemuan.

Para periwayatannya haruslah orang-orang kepercayaan.

Setelah diteliti, ternyata sanad hadis riwayat Abu Dawud tersebut memenuhi syarat-
syarat di atas. Dengan demikian, maka sanad hadis tersebut dikategorikan
muttashil.

b. Ke’adilan dan kedhabitan periwayat

Jika ditinjau dari segi ke’adilan dan kedhabitan para periwayatnya, ternyata
sanad jalur Abu Dawud ini terjadi pertentangan dalam kritik terhadap rawi, yaitu
kritik terhadap al-Harits ibn ‘Abdurrahman, ada yang melakukan ta’dil dan ada
yang melakukan tajrih. Dalam hal ini, ada suatu kaidah yang mengkompromikan
pertentangan tersebut, yaitu “apabila terjadi pertentangan antara kritikan yang
memuji dan mencela, maka yang harus dimenangkan adalah kritikan yang memuji,
kecuali apabila kritikan yang mencela disertai penjelasan tentang tentang sebab-
sebabnya.”

Setelah memperhatikan kritikan yang mencela terhadap al-Harits ibn


‘Abdurrahman tersebut, ternyata para pengkritik yang mencela menjelaskan tentang
sebab-sebabnya, maka kritikan itu tidak dapat diterima. Dengan demikian, hadis
yang diriwayatkan oleh Abu Dawud ini disandarkan kepada periwayat yang
‘adil.dan dhabith.

c. Terhindar dari syuzuz (kejanggalan) dan‘illat (cacat)

Sanad yang terhidar dari syuzuz, maksudnya adalah riwayat seorang


periwayat yang tsiqah tidak bertentangan dengan riwayat para yang tsiqah lainnya.
Setelah dilakukan penelitian, ternyata sanad hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad bin hambal tersebut tidak bertentangan dengan riwayat rawi yang lebih
tsiqah. Dengan demikian, sanad hadis tersebut terhindar syuzuz.

Sanad hadis yang terhindar dari ‘illat adalah sanad yang tidak memiliki cacat
(‘illat) yang dapat mencemarkan periwayatan suatu hadis. Setelah dilakukan
penelitian sanad Imam Ahmad Bin Hambal ini tidak memiliki cacat yang dapat
mencemarkan periwayatan mereka, bertarti sanad hadis tersebut tidak
mengandung‘illat.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, dapat ditegaskan bahwa sanad


hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal tersebut, dinilai
bersambung (muttashil), para perawinya adalah ‘adil dan dhabith, serta tidak
mengandung sudzudz dan ‘illat. Dengan demikian, hadis tersebut dikategorikan
hadis shahih.

H. ANALISA MATAN
Jika hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal tersebut
dibandingkan dengan riwayat-riwayat yang lain, maka hadis tersebut diriwayatkan
secara makna. Menurut T.M. Hasbi Ash Shiddieqy, sebagian ahli hadis, ahli fiqih
dan ahli ushul mengharuskan para perawi meriwayatkan hadis dengan lafaznya
yang didengar, sekali-kali tidak boleh dia meriwayatkan dengan maknanya. Namun
demikian, Jumhur ulama berpendapat bahwa boleh bagi perawi hadis yang
menyebutkan makna bukan lafaz, atau meriwayatkan hadis dengan makna apabila
dia seorang yang mengetahui bahasa Arab dengan sempurna dan cara-cara orang
menyusun kalimat-kalimatnya, lagi pula ia amat mengetahui tentang makna-makna
lafaz dan mengetahui hal-hal yang merobah makna dan yang tidak bisa
merobahnya. Jika dia bersifat demikian, bolehlah di menukilkan lafaz hadis dengan
makna, karena dia dengan pengertiannya yang mendalam dapat memelihara
riwayatnya dari perobahan makna dan dari hilang hukum-hukumnya. Apabila si
perawi bukan seorang yang mengetahui hal-hal yang memalingkan makna, maka
tidak boleh baginya meriwayatkan hadis dengan makna. Semua ulama sependapat
menetapkan bahwa orang yang demikian itu wajib menyampaikan hadis persis
sebagaimana yang didengarnya.

Berdasarkan pendapat di atas, kemudian memperhatikan karakter para


periwayat dalam sanad hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad Bin Hambal,
ternyata mereka termasuk orang mengetahui bahasa Arab dengan sempurna. Hal
ini dapat dilihat laqab yang diberikan kepada mereka, disandarkan kepada suku-
suku dan daerah-daerah yang berada di kawasan Arab, berarti mereka termasuk
orang-orang mengetahui bahasa Arab. Selain itu, mereka juga termasuk orang
berilmu, di mana salah satu kunci ilmu itu adalah mengetahui bahasa Arab serta
ilmu-ilmu yang berkaitan dengannya.ditambah lahi periwayatannya satu keluarga
dan terkenal orang-orang yang selalu berpahala.

I. PENJELASAN MATAN HADIST


Menghitung nikmat yang telah Allah berikan adalah sebuah pekerjaan yang
sulit. Bagaimana tidak, Allah mengatakan bahwa jika seorang hamba ingin
menghitung nikmat tersebut, maka tidak akan sanggup menghitungnya.
Jadi berbicara soal waktu luang dan kesehatan merupakan suatu hal yang
penting maka dari itu semestinyalah melakukan nikmat kesyukuran dari Allah karna
lewat hadist nabi beliau memperingati manusia agar menjaga-jaga dari kelalaian.

1. Kesehatan

Banyak manusia yang sehat, namun tertipu dengan kesehatannya. Ia tak


gunakan kesehatannya untuk taat, namun untuk maksiat. Sementara di luar sana
ada sebagian orang yang ingin melakukan ketaatan, namun tak mampu
melakukannya dikarenakan sakit yang di derita.

Padahal badan yang sehat akan ditanyakan, digunakan untuk apa. Apakah
digunakan tuk mendatangi majelis ilmu ataukah mendatangi tempat-tempat
maksiat. Barulah ia tersadar ketika terbaring lemah tak berdaya karena sakit,
sehingga sesal pun tak terelakkan.

2. Waktu luang

Waktu adalah sesuatu yang terus berputar dan tak akan kembali lagi. Oleh
karena itu betapa banyak manusia yang tersesali oleh waktu. Waktunya hanya
berlalu begitu saja, tanpa ada manfaat dan faidahnya. Hidupnya hanya
menghabiskan waktu dan menyisakan penyesalan umur.

Waktu ibarat pedang bermata 2, jika digunakan untuk kebaikan, maka baik
pula. Sebaliknya, jika digunakan untuk keburukan, maka dampak buruk akan terjadi
di kemudian hari.

Betapa tidak, sebagian orang menghabiskan waktunya untuk maksiat, namun


tatkala ia sudah senja, maka ia akan menangisi masa tua nya karena ia tak
menghabiskan waktu dan umurnya untuk taat.

Ketahuilah bahwa 2 hal di atas adalah nikmat yang patut disyukuri tatkala
terkumpul di dalam diri seorang muslim. Karena tatkala seorang itu bersyukur,
maka Allah akan tambah nikmat tersebut.
Allah Ta’ala berfirman

َ َّ‫شك َْرت ُ ْم ََل َ ِزي َدنَّ ُك ْم َولَئِ ْن َكفَ ْرت ُ ْم ِإن‬


َ َ‫عذَا ِبي ل‬
‫شدِيد‬ َ ‫َو ِإ ْذ تَأَذَّنَ َربُّ ُك ْم لَئِ ْن‬

“Dan (ingatlah juga), tatkala Rabbmu mengatakan; “Sungguh jika kamu bersyukur,
pasti Aku akan tambah (nikmat) kepadamu, tapi jika kamu mengingkari (nikmat-
Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih” (QS. Ibrahim: 7).

J. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian-uraian yang di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan

sebagai berikut :

1. Setelah ditelusuri, ternyata hadis yang ditakhrij ini hanya diriwayatkan oleh

al- Bukhori, al-Turmudzi, , Ibn Majah, dan Ahmad ibn Hanbal.

2. Secara kuantitas, hadis tersebut digolongkan hadis Shahih, karena dari awal

sanad sampai akhirnya, jumlah perawinya tidak mencapai derajat mutawatir.

3. Secara kualitas, hadis tersebut dinilai shahih, karena diriwayatkan oleh perawi

yang ‘adil dan dhabith dan periwayatannya tidak mengandung sydzudz dan

‘illat.

4. Hadis tersebut menjelaskan tentang ada manusia sering terjadi/ yakni nikmat

waktu luang dan kesehatan

Anda mungkin juga menyukai