Anda di halaman 1dari 11

KRITIK SANAD DAN MATAN HADITS

TENTANG SIKSA KUBUR SEBAB KENCING

Makalah Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Studi Hadis Pada Program Studi Pendidikan Agama Islam Pasca
Sarjana Institut Agama Islam As’adiyah Sengkang

Oleh :
AMBO DALLE
BASRI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN PASCA SARJANA


INSTITUT AGAMA ISLAM AS’ADIYAH SENGKANG
2023
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur tidak lupa kita panjatkan kehadirat Allah Subhahu Wa Ta’ala
yang berkat anugerah dari-Nya kami mampu menyelesaikan makalah yang
berjudul “TENTANG SIKSA KUBUR SEBAB KENCING” ini. Sholawat serta selama
kita haturkan kepada junjungan agung Nabi Besar Muhammad Shallallahu `alaihi
Wa Sallam yang telah memberikan pedoman kepada kita jalan yang sebenar-
benarnya jalan berupa ajaran agama islam yang begitu sempurna dan menjadi
rahmat bagi alam semesta.
Penulis sangat bersyukur karena mampu menyelesaikan makalah ini tepat
waktu sebagai pemenuh tugas Studi Hadis yang bertemakan “TENTANG SIKSA
KUBUR SEBAB KENCING”. Selain itu, kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada berbagai pihak yang membantu kami untuk merampungkan makalah ini
sampai selesai.
Demikian yang bisa kami sampaikanS, semoga makalah ini bisa memberikan
manfaat kepada semua pihak. Dan jangan lupa kritik serta sarannya terhadap
makalah ini dalam rangka perbaikan makalah-makalah yang akan datang.

Sengkang, 22 Agustus
2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................i

DAFTAR ISI....................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................1

A. Latar Belakang.............................................1
B. Rumusan Masalah............................................2

BAB II PEMBAHASAN.............................................3
A. Hadis Tentang siksa kubur sebab kencing....................3
B. Kritik Sanad Hadis.........................................3
C. Kritik Matan Hadis.........................................6

BAB III PENUTUP...............................................7

A. Kesimpulan.................................................7
B. Saran......................................................7

DAFTAR PUSTAKA................................................9
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hadis didefinisikan sebagai segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Rasulullah


shallallahu alaihi wa sallam, sebagai utusan-Nya, baik berupa ucapan/ perkataan,
tindakan/ perbuatan, maupun ketetapan.

Dalam Islam, hadis selalu menjadi rujukan kedua setelah al-Qur’an. Hadis terdiri
dari tiga unsur penting, yaitu sanad, matan, dan rawi. Sanad adalah sandaran atau tempat
bersandar dalam sebuah hadis yang pada akhirnya sampai kepada Rasulullah Saw. Matan
adalah isi hadis. Sedangkan rawi adalah orang yang memberitakan atau meriwayatkan
hadis. Terlepas dari matan hadis, sanad dan rawi merupakan hal yang sangat penting
karena kedudukan sebuah hadis tergantung dari kualitas sanad dan rawi.

Hadis merupakan penjelasan terhadap al-Qur’an dengan menetapkan hukum yang


belum nyata disebutkan, sekaligus sebagai pengamalan al-Qur’an secara menyeluruh.
Dengan demikian, hadis harus benar-benar valid dan dapat dipertanggungjawabkan
keabsahannya berasal dari Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Agar mengetahui bahwa suatu hadis benar-benar berasal dari Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam, maka sangat diperlukan untuk melakukan kritik sanad (naqd al-sanad).
Mengingat sanad sangatlah penting dalam pemeliharaan kemurnian ajaran islam.

Sanad merupakan suatu keistimewaan yang dimiliki umat Islam dan tidak dapat
ditemukan di agama lain serta menjadi tonggak dalam pemeliharaan kemurnian suatu
hadis.

Dengan melakukan penelitian sanad hadis, kita dapat mengetahui kemurnian hadis
tersebut, apakah hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi bersambung kepada
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam atau tidak. Inilah yang membuat islam bisa
seperti sekarang ini.

Banyak sekali di luar sana yang memakai hadis tanpa diteliti terlebih dahulu,
apakah hadis tersebut shahih atau tidak, apakah hadis tersebut memiliki sanad yang
bersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam atau tidak. Oleh karena itu,
dengan melakukan penelitian terhadap sanad, setidaknya kita dapat mengetahui
kemuttasilan atau ketersambungan suatu hadis.

B. Rumusan Masalah
1. Hadits tentang siksa kubur sebab kencing
2. Kritik sanad terhadap hadits tersebut
3. Kritik matan hadits terhadap hadits tersebut
BAB II

PEMBAHASAN

A. Hadis Tentang siksa kubur sebab kencing

Hadis Riwayat Ibnu Majah No. 342

ِ ‫@ال َر ُس@و ُل هَّللا‬ َ @َ‫ح ع َْن َأبِي هُ َر ْي@ َرةَ ق‬


َ @َ‫@ال ق‬ ٍ ِ‫ص@ال‬ َ ‫ش ع َْن َأبِي‬
ِ ‫َح َّدثَنَا َأبُو بَ ْك ِر بْنُ َأبِي َش ْيبَةَ َح َّدثَنَا َعفَّانُ َح@ َّدثَنَا َأبُ@@و ع ََوانَ@ةَ ع َْن اَأْل ْع َم‬
‫ب ْالقَب ِْر ِم ْن ْالبَوْ ِل‬
ِ ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َأ ْكثَ ُر َع َذا‬
َ

“Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abu Syaibah berkata, telah
menceritakan kepada kami ‘Affan berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Awanah
dari Al A’masy dari Abu Shalih dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: “Mayoritas siksa yang terjadi di alam kubur adalah karena
sebab kencing.” (Ibnu Majah: 342)

B. Kritik Sanad hadits secara muttasil (Berkesinambungan)

1. Ibnu Majah

Bernama lengkap Muhammad bin Yazid Al-Rabi’i Maulahum, (Abu Abdullah Ibnu
Majjah al-Qazwaini al-Hafidz). Beliau lahir pada tahun 209 H dan wafat pada tahun 273 H.

Beliau berguru kepada para ulama’ dari negara Khurasan, Iraq, Hijaz, Mesir, dan
Syam, diantara ulama’ tersebut adalah Abu Bakar bin Abi Syaibah, Ali bin Muhammad Ath-
Thanafusi, Suwaid bin Sa’id, Ibrahim bin Mundzir al-Hizami, Hisyam bin Amr, dan
Muhammad bin Abdullah bin Numair.

Adapun murid-murid beliau, diantaranya adalah Ishaq bin Muhammad al-Qazwaini,


Ja’far bin Idris, Abu Thayyib Ahmad Al-Baghdadi, dan Muhammad bin Isa Al-Abhari. Tidak
ada ulama yang meragukan kredibilitasnya. Banyak ulama yang menilainya hafidz dan
tsiqah, seperti Ibnu Hajar yang menilainya “hafidz (ahad al-a’immah)” dan Abu Ya’la al-
Khalili yang menilainya tsiqah. Bahkan Kitab Sunan karyanya dinilai sebagai salah satu kitab
induk (kutub al-sittah dan kutub al-tis’ah).
2. Abu Bakar bin Abi Syaibah

Abu Bakar bin Abi Syaibah merupakan kalangan tabi’ al-atba’. Beliau memiliki
nama lengkap Abdullah bin Muhammad bin Abi Syaibah Ibrahim bin ‘Utsman, dengan
kuniyah Abu Bakar. Beliau lahir di Kufah pada tahun 159 H dan wafat pada tahun 235 H.
Di antara guru beliau adalah Jarir bin Abdul Hamid, Husaim bin Bashir as-Salami, Yazid
bin Harun, dan Affan bin Muslim. Beliau adalah lautan ilmu. Ibnu Hajar menilainya
“tsiqah hafidz, shahib tashanif”.

Demikian juga Al-‘Ijli dan Abu Hatim menilainya “tsiqah”. Banyak para ulama yang
berguru kepada beliau, diantaranya adalah Imam Bukhari, Muslim, Abu Daud, dan Ibnu
Majah yang meriwayatkan hadis dari beliau.

3. Affan Bin Muslim

Sama halnya dengan Abu Bakar bin Abi Syaibah, Affan bin Muslim juga merupakan
kalangan tabi’ al-atba’. Beliau memiliki nama lengkap Affan bin Muslim bin ‘Abdullah,
dengan kuniyah Abu ‘Utsman. Beliau tinggal di Baghdad dan wafat pada tahun 220 H.

Di antara guru beliau adalah Tsabit bin Yazid, Salam abi Mundzir al-Qari,
Hammad bin Zaid, Ismail ibnu ‘Ulyah, dan Abu Awanah. Adapun murid-murid beliau,
diantaranya adalah Bukhari, Husain bin ‘isa Al-Busthami, Ahmad bin Hambal, dan Abu
Bakar bin Abi Syaibah. Komentar ulama’. Para ulama hadis menyepakati bahwa beliau
termasuk perawi yang tsiqah.

4. Abu Awanah

Abu Awanah adalah ulama kalangan tabi’ut tabi’in. Nama lengkap beliau adalah
Wadldloh bin ‘Abdullah. Namun biasa dikenal dengan kuniyah Abu ‘Awanah. Beliau
tinggal di Bashrah dan berguru pada Al-A’masy, Ibrahim bin Muhammad, Haris bin
Ubaid, dan ulama lainnya.

Di antara murid-murid beliau adalah Affan bin Muslim, Adam bin Abdurrahman, dan
Ahmad bin Abdul Malik. Beliau wafat pada tahun 176 H. Untuk predikatnya, banyak
ulama yang menilainya tsiqah, seperti Abu Hatim, Abu Zur’ah, dan Ibnu Sa’d.
5. Al-A’masy

Nama lengkap Al-A’masy adalah Sulaiman bin Mihran al-Asadi Al-Kahali Abu
Muhammad Al-Kufi Al-A’masy. Beliau merupakan kalangan tabi’in yang lahir di
Thabaristan pada tahun 61 H dan tinggal di Kufah.

Di antara guru beliau adalah Abu Shalih, Abu Amr Asy-Syaibani, Abu Yahya, dan
Ibrahim bin Yazid. Banyak ulama yang meriwayatkan hadis darinya, seperti Al-A’masy,
Zaid bin Aslam, Al-Hakam bin Utaibah, dan masih banyak lagi. Beliau wafat pada tahun
147 H. Adapun mengenai kredibilitas beliau, para ulama menilainya tsiqah.

6. Abu Shalih

Sama halnya dengan Al-A’masy, Abu Shalih juga merupakan kalangan tabi’in.
Nama lengkap beliau adalah Dzakwan Abu Shalih as-Samman al-Ziyat al-Madani maula
Ummul Mukminin Juwairiyah al-Ghatfaniyah. Yang dikenal dengan kuniyah Abu Shalih.

Beliau lahir pada masa pemerintahan Umar bin Khattab dan wafat pada tahun 101
H. beliau tinggal di Madinah dan berguru kepada beberapa ulama, seperti Abu Hurairah,
‘Aisyah, Ummu Habibah, Ibnu Abbas, dan Ibnu ‘Ayyash.

Di antara murid beliau adalah Al-A’masy, Suhail bin Abi Shalih, Shafwan bin
Salim, Muhammad bin Sirrin, dan Abdullah bin Dinar. Untuk kredibilitasnya, para ulama
menilainya tsiqah.

7. Abu Hurairah

Abu Hurairah merupakan salah satu sahabat Nabi Muhammad Saw. yang banyak
meriwayatkan hadis. Beliau memiliki nama lengkap Abdul Rahman bin Shakhr. Namun
lebih dikenal dengan kuniyah Abu Hurairah.

Beliau tinggal di Madinah dan berguru langsung kepada Nabi Muhammad Saw., juga
kepada para sahabat, seperti Ali bin Abi Thalib, Usman bin Affan, dan Umar bin
Khattab. Diantara murid beliau adalah Abu Shalih, Abu Bakar bin Muhammad, Abu
Bakar bin Sulaiman, dan masih banyak lagi. Beliau wafat pada tahun 57 H. Mengenai
kredibilitasnya, tidak diragukan lagi. Karena para sahabat dihukumi adil oleh para ulama.
Lambang yang digunakan oleh Ibnu Majah, Abu Bakar bin Abi Syaibah, dan Affan
Bin Muslim adalah kata “haddasthana”. Kata tersebut menunjukkan bahwa terjadi proses
penerimaan hadis secara al-sama’. Hal ini merupakan cara yang tinggi nilainya menurut
para muhadditsin.

Jadi, para periwayat hadis yang telah mengatakan bahwa ia telah menerima hadis
diatas dari guru beliau dengan metode al-asma’, dapat dipercaya akan kebenarannya.
Dengan demikian, sanad antara Ibnu Majah, Abu Bakar bin Abi Syaibah, Affan bin
Muslim dan Abu Awanah dalam keadaan bersambung (muttasil).

Sementara lambang periwayatan yang digunakan oleh Abu Awanah, Al-A’masy, dan
Abu Shalih adalah huruf “‘an”. Meskipun menggunakan lafadz tersebut, tetap ada
kemungkinan akan terjadinya pertemuan antara mereka sebab diantara mereka terjadi
proses guru dan murid. Semua itu berarti sanad antara Abu Awanah, Al-A’masy, dan
Abu Shalih dalam keadaan bersambung (muttasil).

Adapun lambang yang digunakan oleh Abu Hurairah adalah kata “qaala”. Meskipun
demikian, tetap memungkinkan adanya pertemuan antara Abu Hurairah dengan
Rasulullah. Sebab terjadi proses guru dan murid sebagaimana yang dijelaskan dalam
kitab tahdhib al-tahdhib dan tahdhib alkamal.

Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa sanad antara Ibnu Majah, Abu Bakar bin
Abi Syaibah, Affan bin Muslim, Abu Awanah, Al-A’masy, Abu Shalih, dan Abu
Hurairah itu dihukumi muttasil hingga Rasulullah Saw.

C. Kritik Matan Hadis


Di dalam menganalisa matan hadis, digunakan empat pendekatan al-
Adlabi (1983), yaitu:
1. Kajian linguistik
2. Tidak bertentangan dengan al-Qur’an
3. Tidak bertentangan dengan hadis lain yang lebih kuat, dan
4. Tidak bertentangan dengan akal sehat, indera, dan fakta sejarah
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan Berdasarkan dari hasil penelusuran sanad hadis tersebut, dapat


diketahui bahwa hadis ini dapat memenuhi syarat sebagaimana yang telah disebutkan di
atas.

Dengan mengetahui tahun wafat mereka, maka dapat dipastikan kemungkinan


adanya pertemuan antara mereka. Sehingga tidak diragukan bahwa riwayat tersebut
bersambung (muttasil). Selain itu, banyak kritikus hadis yang menilai mereka sebagai
perawi yang tsiqah (adil dan dhabit). Juga tidak ditemukan syadz pada hadis tersebut,
karena memiliki beberapa hadis penguat yang sama sekali tidak bertentangan. ‘Illat juga
tidak ditemukan dalam hadis ini.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hadis tersebut berkualitas shahih


dari segi sanad. Beberapa pendapat ulama’ hadis dalam kitab-kitab nya juga
membahasnya, bahwa hadis ini merupakan hadis shahih. Meskipun ada sebagian kecil
yang menyebutkan hasan mashurr, tetapi mayoritas ulama’ menyebutkan hadis ini shahih

B. Saran
Apabila selama ini akurasi tersebut hanya berdasarkan kepercayaan terhadap para
penulisnya, maka perlu dilakukan sebuah penelitian baru yang mampu menjawab pertanyaan-
pertannyaan tersebut. Apabila usaha ini berhasil, maka akan memperkuat tingkat kepercayaan
terhadap kemuttasilan suatu hadis. Inilah peluang pengembangan ilmu hadis yang dapat
dilakukan oleh para pecinta hadis
DAFTAR PUSTAKA
Al-Adlabi, Muhammad Shalahudin. 1983. Manhaj Naqd al-Matn. Bairut: Dar al-
Afaq alJadidah.
‫ الموس@@@@وعة الحديثية‬https://play.google.com/store/apps/details?id=com.zad.hadith Imtyas, Rizkiyatul.
“Metode Kritik Sanad dan Matan,” Jurnal Ilmu Ushuluddin No. 1 (2018): 18-32
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/una

Anda mungkin juga menyukai