Anda di halaman 1dari 27

“EFEK PAKAN FERMENTASI AMPAS SAGU (FAS) TERHADAP

PERFORMA AYAM KAMPUNG (GALLUS DOMESTICUS)”

MOH RIFYAL REZKY R


2019206013

Dosen Pembimbing I : Andi Tenri Bau Astuti M, S.Pt., M.Si.

Dosen Pembimbing II : Santi, S.Pt., M.Si.

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS ILMU PERTANIAN
UNIVERSITAS AL ASYARIAH MANDAR
POLEWALI MANDAR
2022
1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat

rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

proposal dengan judul “EFEK PAKAN FERMENTASI AMPAS SAGU

TERHADAP PERFORMA AYAM KAMPUNG (GALLUS DOMESTICUS)”

dengan baik. Proposal ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Ilmu Pertanian Universitas Al

Asyariah Mandar.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian

proposal ini, terutama kepada yang terhormat Ibu Andi Tenri Bau Astuti M, S.Pt.,

M.Si selaku pembimbing I dan Ibu Santi. S.Pt., M.Si selaku pembimbing II, yang

banyak memberikan masukan serta kritik demi kesempurnaan penulisan proposal

ini.

Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dalam penyusunan

proposal ini, namun sebagai manusia tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan.

Olehnya itu dengan penuh rasa rendah hati penulis menerima kritikan dan saran

yang sifatnya membangun. Semoga proposal ini dapat memberikan manfaat

kepada pembacanya, Aamiin.

Polewali, Desember 2022

Moh Rifyal Rezky Ruslan

i
2019206013

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL…………………….………………………………………i

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….ii

BAB 1 PENDAHULUAN……….….………...…………………………………..1

A. Latar Belakang…………...…………………..……………………...1

B. Hipotesis Penelitian…......………..………...………………………..3

C. Rumusan Masalah..…...…………………...………………………...3

D. Tujuan Penelitian ......….

…………………………………………….3

E. Manfaat Penelitian ……….……..

…………………………………...4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………...………...5

A. Tinjauan Umum Ayam Kampung….....……………….………….....5

B. Kebutuhan Nutrisi Ayam Kampung…….…………………………...7

C. Ampas Sagu…….....………...………………………………………9

D. Fermentasi…..………..……..……………………………………...10

E. Konsumsi Pakan …….……………………………………………..10

F. Pertambahan Bobot Badan…………………………………………12

BAB III METODEOLOGI PENELITIAN….…...………...………………….…13

A. Waktu Dan Tempat ……..……...………………………………….13

B. Alat Dan Bahan..……..………….……………….………………...13

C. Prosedur Penelitian ………….

……………………………………...13

ii
D. Variabel Penelitian …….…….……………………………………..15

E. Rancangan Penelitian………….…………………..………………..16

F. Kegiatan Penelitian………….……………………………………...17

Daftar Pustaka……………………………………………………………………19

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ayam kampung adalah sumberdaya domestik rakyat Indonesia yang

umum dipelihara. Jumlah populasi ayam kampung dalam 5 tahun terakhir telah

meningkat yaitu dari 299,7 juta ekor pada tahun 2017 meningkat menjadi 317,1

juta ekor pada tahun 2021 (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Kementerian Pertanian, 2021) Ada beberapa alasan para peternak lebih memilih

beternak ayam kampung antara lain: Ayam kampung lebih tahan terhadap

penyakit sehingga lebih mudah dipelihara, mudah adaptasi dengan lingkungan

baru dan tidak mudah stress,dalam hal pakan ayam kampung tidak memilih-milih

jenis makanan sehingga memudahkan pemilik untuk memberi ransum, dan

mempunyai peluang bisnis yang cukup besar.

Menurut Sayuti (2002) konsumen lebih menyukai daging ayam kampung

antara lain yaitu: daging ayam kampung kualitasnya jauh lebih baik, lebih padat,

rasanya lebih gurih, kandungan lemak atau kolesterolnya rendah dan kandungan

proteinnya tinggi. Rukmana (2003) menambahkan kekhawatiran banyak orang

akan adanya residu antibiotic atau bahan kimia dalam tubuh ayam broiler

mengakibatkan komsumen lebih memilih mengkonsumsi ayam kampung, selain

itu orang cenderung mengkonsumsi telur ayam kampung dari pada ayam ras

dengan alasan kandungan gizinya lebih lengkap.

Ayam kampung mempunyai kelebihan kecepatan daya adaptasi terhadap

lingkungan, pemeliharan yang relatif mudah, serta ketahanan terhadap penyakit

1
yang lebih tinggi daripada ayam broiler. Pemeliharaan ayam kampung dari tahun

ke tahun dirasa belum maksimal, sehingga produksi ayam kampung belum

mampu memenuhi permintaan konsumen. Rendahnya produktivitas ayam

kampung diakibatkan oleh buruknya manajemen pemeliharaan ayam kampung

dan tingginya harga pakan ayam.

Biaya pakan yang tinggi disebabkan sebagian besar dari bahan pakan

tersebut masih merupakan bahan impor seperti jagung dan konsentrat yang

harganya mahal. Masalah tersebut dibutuhkan pencarian pakan alternatif yang

penggunaannya tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, masih memiliki

kandungan gizi, mudah di dapat, harga relatif murah dan aman di konsumsi oleh

ternak seperti limbah sagu. Limbah sagu memiliki potensi yang baik untuk

digunakan sebagai bahan makanan yang berfungsi sebagai sumber energi untuk

manggantikan sebagian jagung atau biji - bijian lain dalam ransum unggas

(Nuraini, 2018).

Ampas sagu sangat memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai

pakan ternak ruminansia dan unggas (Suebu, Tanjung and Suharno, 2020). Ampas

sagu mengandung 65,7% pati, 14,8% serat kasar, 1,0% protein kasar, dan 4,1%

abu (McDonald et al.(1982). Namun penggunaanya sebagai pakan ternak tidak

dapat di berikan secara langsung karena memiliki kandungan serat kasar yang

tinggi sekitar 12-20% dan protein kasar rendah yaitu 0,1-3,1% (Usman & Tirajoh,

2018). Kondisi ini menyebabkan penggunaanya dalam ransum sangat menjadi

sangat terbatas. Oleh karena itu, pemamfaatan ampas sagu sebagai pakan ternak

unggas sangat diperlukan dengan sentuhan teknologi untuk meningkatkan

2
kandungan nutrisinya. Salah satunya adalah teknologi bio fermentasi

menggunakan probion.

Fermentasi mampu memperbaiki nilai nutrisi dari limbah yang memiliki

serat tinggi menjadi lebih rendah. Bahan pakan alternatif untuk ternak yang

berasal dari ampas sagu masih terbatas penggunaanya, khususnya sebagai bahan

penyusunan ransum ternak karena adanya serat kasar yang tinggi dan nilai protein

yang rendah sehingga perlu ditingkatkan kualitas melalui fermentasi.

B. Hipotesis Penelitian

1. Di duga penggunaan ampas sagu fermentasi sangat berpengaruh terhadap

performa ayam kampung.

2. Di duga penggunaan dosis ampas sagu fermentasi yang seimbang, sangat

berpengaruh terhadap performa ayam kampung.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh pengunaan pakan ampas sagu fermentasi terhadap

performa ayam kampung?

2. Bagaimana mengetahui dosis pemberian pakan ampas sagu fermentasi yang

terbaik untuk mendapatkan performa ayam kampung yang lebih optimal?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dilakukan penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Mengetahui pengaruh pengunaan pakan ampas sagu fermentasi terhadap

performa ayam kampung.

3
2. Mengetahui dosis pemberian pakan ampas sagu fermentasi yang terbaik untuk

mendapatkan performa ayam kampung yang lebih optimal.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi yang bermanfaat bagi

peternak dan peneliti terkait penggunaan ampas sagu fermentasi untuk

meningkatkan performa ayam kampung dan mendayagunakan sumber pakan

potensial yang ada saat ini.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Ayam Kampung


Klasifikasi Ayam Kampung

Menurut Gautier (2002) dalam Animal Diversity Web (ADW), klasifikasi

ayam kampung adalah sebagai berikut:

Kindom : Animalia

Phylum : Chordata

Subphyum : Vertebrata

Class : Aves

Ordo : Galliformes

Family : Phasianidae

Genus : Gallus

species : Gallus Domesticus

Ayam kampung merupakam istilah ilmiah dari Gallus domesticus yang memiliki

daya produksi daging dan telur yang bervariasi, mempunyai keunggulan tertentu,

seperti produksi telur, mempunyai suara merdu, warna bulu yang menarik, dan

lain sebagainya. Ayam kampung juga merupakan ayam asli Indonesia yang

memiliki ciri khas tersendiri dari tekstur dan rasa dagingnya sehingga banyak

disukai oleh konsumen. Hal ini membuat usaha ternak ayam memiliki prospek

yang sangat besar untuk dikembangkan (Rachman, 2017).

5
Karakteristik Ayam Kampung
Ayam kampung atau yang biasa dikenal sebutan ayam bukan ras (buras)

mempunyai kelebihan di daya adaptasi karena mampu menyesuaikan diri dengan

kondisi lingkungan dan perubahan iklim serta cuaca setempat. Bentuk jari kaki

kuat dan ramping, memiliki kuku yang tajam dan sangat kuat mengais tanah.

Secara umum ayam kampung mempunyai warna bulu yang beragam (hitam,

putih, cokelat, kuning dan kombinasinya), kaki cenderung panjang dan berwarna

hitam, putih, atau kuning serta bentuk tubuh ramping. Beberapa jenis ayam

kampung asli Indonesia yang dikenal masyarakat antara lain ayam pelung, ayam

kedu, ayam merawang, dan ayam sentul (Iskandar, 2010). Terbentuknya berbagai

macam-macam tipe ayam ini merupakan akibat dari proses budidaya dan

perkawinan antar keturunan secara alami serta pengaruh lingkungan.

Sistem Pemeliharaan Ayam Kampung

Umumnya sistem pemeliharaan ayam kampung masih sederhana. Menurut

Pramudyati (2009), ada 3 sistem pemeliharaan yaitu secara tradisional, semi

intensif dan intensif.

a. Sistem pemeliharaan secara tradisional, ayam kampung dipelihara dengan cara

dibiarkan lepas. peternak kurang memperhatikan aspek teknis dan perhitungan

ekonomi usahanya. Pakan ayam kampung tidak disediakan secara khusus.

Pemberian pakan dilakukan seadanya yaitu memberikan makanan sisa dapur.

Ada juga peternak yang memberikan dedak padi tetapi tidak secara teratur.

Sistem perkandangan kurang diperhatikan. Tingkat kematian ayam dapat

mencapai 56% terutama pada anak ayam sampai umur 6 minggu, produksi

telur rendah (47 butir/induk/tahun).

6
b. Sistem pemeliharaan secara semi-intensif ayam kampung dilakukan dengan

cara memisahkan anak ayam yang baru menetas dari induknya. Selama

pemisahan ini, anak ayam diberi pakan yang baik (komersial atau buatan

sendiri). Biasanya pakan komersial diberikan sebelum ayam diumbar. Pakan

komersial hanya diberikan sebanyak 25% dari kebutuhan pakan yang

dipelihara secara intensif/ekor/hari. Pada pemeliharaan secara semi intensif ini

tingkat kematian ayam dapat mencapai 34% terutama pada anak ayam sampai

umur 6 minggu dan produksi telur dapat mencapai 59 butir/ekor/tahun.

c. Sistem pemeliharaan secara intensif merupakan pemeliharaan ayam tanpa

menyediakan area umbaran tetapi dengan cara dikurung terus-menerus di

dalam kandang sehingga peternak harus mencukupi kebutuhan ransumnya.

Dalam sistem ini ayam dikandangkan dengan tujuan untuk menciptakan

kenyamanan dan perlindungan, sehingga ayam bisa memanfaatkan ransum

yang dikonsumsi secara efisien untuk pertumbuhan dan produksi.

B. Kebutuhan Nutrisi Ayam Kampung

Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat krusial pada pemeliharaan

ternak, termasuk ternak ayam kampung. Hal ini disebabkan pakan merupakan

sumber gizi dan energi sehingga ternak dapat hidup, tumbuh dan bereproduksi

dengan baik (Rukmana, 2003).

Kebutuhan nutrisi setiap fase pertumbuhan atau setiap umur ayam

kampung berbeda-beda. Menurut Mulyono (2004) kebutuhan nutrisi untuk ayam

kampung setiap fase adalah sebagai berikut:

7
a. Kebutuhan nutrisi fase starter

Pada periode starter nutrisi yang penting adalah untuk pertumbuhan.

Kebutuhan protein pada ayam kampung yang sedang tumbuh adalah 17% dan

memerlukan energi sebanyak 2.600 kkal (kilo kalori. Pakan yang diberikan

seharusnya berbentuk butiran kecil (crumble).

b. Kebutuhan nutrisi fase grower

Pada fase grower ayam tidak terlalu menuntut kualitas pakan yang baik

sebagaimana fase starter. Hal ini disebabkan nutrisi dari pakan tidak terlalu

digunakan untuk tumbuh dan ayam pun belum bereproduksi. Pada fase ini

pakannya perlu karbohidrat tinggi yaitu 2.600 kkal/kg dengan kadar protein yang

dibutuhkan yaitu 14%. Kandungan asam amino terpenting pada fase ini adalah

lisin yaitu 3,5 g/mkal (mega kalori).

c. Kebutuhan nutrisi fase layer

Pakan diperlukan lebih banyak karena disamping untuk memenuhi

kebutuhan basalnya juga untuk memenuhi kebutuhan produksi telur. Kadar energi

dalam pakan sebesar 2.400 - 2.700 kkal/kg. kadar protein dalam ransum sebanyak

14% sudah dapat menunjang produksi telur. Asam amino yang penting untuk

produksi telur adalah methionin (kira-kira 0,22%) dan lisin (kira-kira 0,68%).

8
Tabel : Kebutuhan Nutrisi Ayam Kampung Berdasarkan Umur

Uraian Umur (minggu)

1-8 9-20 >20

Energi Metabolisme (kkal/kg) 2.600 2.400 2.400-2.600

Protein kasar (%) 15-17 14 14

Kalsium (%) 0.90 1.00 3.40

Fosfor (%) 0.45 0.45 0.34

Metioinin (%) 0.37 0.21 0.22-0.3

Lisin (%) 0.87 0.45 0.68

(mulyono, 2004)

C. Ampas Sagu
Limbah ampas sagu masih sangat jarang digunakan untuk kebutuhan

ternak. Alternatif penggunaan ampas sagu sebagai bahan ransum ternak

merupakan hal yang positif walaupun disadari bahwa penggunaannya sebagai

pakan ternak belum optimal karena mempunyai kendala ialah tingginya kadar

serat kasar yang di milikinya yakni 4.99% sedangkan rendahnya kadar protein

yakni 1.79%, untuk menurunkan kadar serat kasar yang tinggi didalam ampas

sagu perlu dilakukannya fermentasi (Sudarto, Datau and Fathan, 2021).

Pengunann ampas sagu untuk ternak ruminansia dapat bisa digunakan secara

langsung atau diolah dalam bentuk wafer (Adelina et al., 2020), Namun jika

diberikan pada ternak unggas tidak dapat diberikan secara langsung, dibutuhkan

proses fermentasi (Suebu, & Tanjung, 2020).

9
Tabel: Hasil Uji Laboratorium Komposisi Kandungan Nutrisi Ampas Sagu

Zat Gizi Ampas Sagu

Protein kasar (%) 1.79

Serat Kasar (%) 4.99

Groos Energy (kkal/kg) 4215

Sumber: Sudarto, 2020. (Hasil uji Lab. Jurusan Nutrisi dan Makanan

Ternak Fapet Unhas, 2020)

D. Fermentasi

Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimia dari zat organik makanan

dan bahan makanan yang mengalami fermentasi biasanya memiliki gizi yang

lebih tinggi dibandingkan bahan asalnya (Nuraini, 2018). Hal ini disebabkan

mikroorganisme memecah komponen–komponen kompleks menjadi zat – zat

yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna, disamping itu

mikroorganisme juga mampu mensintesis beberapa vitamin dan faktor

pertumbuhan lainnya seperti riboflavin, vitamin B 12 dan provitamin A.

Fermentasi juga merupakan teknologi pengolahan bahan makanan dengan bantuan

enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme. Prinsip dari pengolahan bahan

secara fermentasi sebenarnya adalah mengaktifkan pertumbuhan dan metabolisme

dari mikroorganisme yang dibutuhkan sehingga membentuk produk baru yang

berbeda dengan bahan bakunya (Murugesan et al., 2005)

Menurut Buckle et al. (1987) mengemukakan bahwa proses fermentasi

bahan pangan oleh mikroorganisme menyebabkan perubahan-perubahan yang

10
menguntungkan seperti perbaikan mutu bahan pangan baik dari aspek gizi

maupun gaya cernanya serta meningkatkan daya simpanannya.

E. Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan merupakan kegiatan masuknya sejumlah unsur nutrisi

yang terdapat di dalam ransum yang telah tersusun dari berbagai bahan makanan

untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ayam (Rasyaf, 1994). Menurut Wahyu (1992)

konsumsi pakan merupakan jumlah dari pakan yang diberikan dikurangi dengan

jumlah pakan yang tersisa dan tercecer.

Setiap jenis unggas konsumsi pakannya berbeda-beda. Dengan adanya

perbedaan ini harus disusun ransum yang tepat berdasarkan kebutuhan tiap jenis

unggas dan setiap kelebihan untuk pertumbuhan harus dihindarkan karena

kelebihan ini akan dapat menimbulkan kondisi yang terlampau gemuk dan

produksi telur akan menurun (Rasyaf, 1994).

Menurut Wahyu (1992) temperatur lingkungan juga mempengaruhi

konsumsi makanan. Temperatur lingkungan yang tinggi mengakibatkan konsumsi

pakan menurun, sehingga untuk ayam-ayam yang dipelihara di kawasan tempat

yang temperaturnya tinggi harus diberi ransum dengan kadar protein dan energi

tinggi disertai dengan meningkatkan kadar zat-zat makanan lainnya, vitamin serta

mineral. Jumlah ransum yang diberikan kepada setiap ekor ayam per hari

disesuaikan dengan umur ayam.

11
Tabel : kebutuhan ransum/ekor/hari/sesuai dengan umur

Umur Ayam Jumlah Ransum

(Minggu) Hari (g) Minggu

(g)

9 50 350

10 52 360

11 53 370

12 55 390

(Rukmana, 2003)

F. Pertambahan Bobot Badan


Pertambahan bobot badan merupakan selisih antara bobot badan awal

dengan bobot badan akhir selama waktu tertentu (Rasyaf, 2006). Menurut Hafez

dan Dyer (1969) dalam Kustiningrum (2004) menyatakan pertambahan bobot

badan adalah pengukuran berat badan pada unggas yang biasanya dilakukan

seminggu sekali. Pertambahan bobot badan digunakan untuk menilai

pertumbuhan respon ternak terhadap berbagai jenis pakan, lingkungan serta tata

laksana pemeliharaan yang diterapkan.

Menurut Davies (1982) pertambahan bobot badan dapat digunakan untuk

menilai pertumbuhan ternak. Pertumbuhan sangat bergantung pada tingkat pakan,

jika pakan mengandung nutrisi yang tinggi maka ternak akan dapat mencapai

berat tertentu pada umur yang lebih muda. Persentase kenaikan bobot badan dari

minggu ke minggu berikutnya selama periode pertumbuhan tidak sama. Ternak

unggas yang diberi ransum dengan kandungan nutrisi yang seimbang,

12
pertumbuhan bobot badannya akan lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian

ransum yang tidak sesuai dengan kebutuhan (Rasyaf, 2006).

13
BAB III

METODEOLOGI PENELITIAN

A. Waktu Dan Tempat Penelitian


Penelitian ini akan dilaksakan pada bulan Februari-Maret di kandang Iyal

Farm Desa Ihing,Kecamatan Bulo, Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi

Sulawesi Barat dan di lanjutkan dengan uji kandungan nutrisi di Laboratorium

Kimia Pakan Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar.

B. Alat Dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kandang baterai

seperangkat alat untuk pembuatan ransum yang terdiri dari terpal sebagai alas,

pengaduk, ember, ayakan, tempat pakan dan minuman dari plastik, penimbang

makanan, penimbang berat badan, alat tulis dan kalkulator.

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam kampung 45 ekor

bahan pembuatan ransum meliputi, ampas sagu, ragi tape/EM4, molases/gula,

jagung giling, dedak.

C. Prosedur Penelitian

Pembuatan Ransum

Langkah-langkah pembuatan ransum adalah sebagai berikut :

1. Mempersiapkan alat dan bahan pembuatan ransum.

2. Ampas sagu yang digunakan di jemur sampai kering selanjutnya

diayak untuk memisahkan elasagu dari serat kasar atau pun benda

asing.

14
3. Tepung ampas sagu kering yang telah diayak kemudian di timbang dan

di tambahkan EM4 atau dapat juga mengunakan ragi tape) sebanyak 3-

5 gram/kg ampas sagu, di campur hingga homogen.

4. Ampas sagu yang telah diberi EM4/ragi tape tadi ditempatkan dalam

wadah yang bersih, bebas air dan minyak, di tutup sampai rapat selama

48-72 jam baru dibuka.

5. Ampas sagu yang telah mengalami fermentasi sempurna memiliki ciri-

ciri yaitu :aroma khas/aroma buah atau beraroma seperti tape ketan,

warna agak kemerahan, tekstur lembut dan rasanya agak manis. Hasil

fermentasi dijemur sampai kering dan siap digunakan dalam ransum.

Persiapan Kandang

1. Mencuci dan menyemprot kandang dengan disinfektan satu minggu

sebelum kandang digunakan

2. Menempatkan ayam pada kandang batterai dan setiap kandang diisi 5

ekor ayam.

Pemberian Pakan

Langkah-langkah pemberian pakan adalah sebagai berikut :

1. Menimbang ransum sesuai dengan kebutuhan ayam

2. Memberikan ransum setiap pagi dan sore hari.

D. Variabel Penelitian

Performa Ayam Kampung (Gallus Domesticus), berdasarkan parameter

yang diukur sebagai berikut :

15
Konsumsi Pakan (g/ekor/minggu)

Pengambilan data di lakukan dengan penimbangan pakan yang diberikan

dikurangi sisa pakan setiap hari menggunakan timbangan digital, kemudian total

menjadi konsumsi pakan selama penelitian g/ekor/minggu.

Konsumsi Air Minum (ml/ekor/minggu)

Pengambilan datanya di lakukan dengan pengukuran air minum yang

diberikan dikurangi sisa air minum setiap hari menggunakan gelas ukur kemudian

ditotal menjadi konsumsi air minum selama penelitian ml/ekor/minggu.

Bobot Badan (BB)

Bobot badan diukur sebelum dan sesudah perlakuan serta setiap sekali

dalam satu minggu sampai akhir penelitian. Penimbangan bobot badan dilakukan

pada pagi hari sebelum pakan di berikan.

Pertambahan Bobot Badan (PBB)

Pertambahan bobot badan di peroleh dari penimbangan setiap minggu dan

dihitung berdasarkan bobot badan akhir dikurangi dengan bobot badan awal

Konversi Pakan (g/ekor)

Konversi ransum adalah kemampuan ayam mengkonversikan ransum

menjadi unit satuan bobot badan yang dihitung setiap minggu selama penelitian.

Konversi ransum dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

FCR = Konsumsi Ransum (g)

Pertambahan Bobot Badan (g)

16
Mortalitas

Mortalitas dihitung berdasarkan jumlah ayam mati selama penelitian

E. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 3 (tiga ) perlakuan dan setiap perlakuan

terdiri dari 3 (tiga) ulangan.

Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut :

P1 : 10 % ampas sagu fermentasi dari total jagung dan dedak

P2 : 20 % ampas sagu fermentasi dari total jagung dan dedak

P3 : 30 % ampas sagu fermentasi dari total jagung dan dedak

Analisis Data

Pada penelitian ini, analisis data mengunakan metode RAL atau rancangan

acak lengkap dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. Atau dalam model matematika

sebagai berikut :

Yij=μ+I+ϵij

Keterangan :

Yij = Nilai pengamatan dengan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

μ = Rata-rata pengamatan

i = Pengaruh perlakuan ke-i (1,2, dan 3)

i = Perlakuan (1,2, dan 3)

j = Ulangan (1,2, dan 3)

ϵij = Pengaruh sisa terhadap sisa terhadap perlakuan ke-i dan ke-j

17
F. Kegiatan Penelitian

1. Penimbangan berat badan dilakukan setiap minggu

2. Konsumsi pakan dihitung berdasarkan penimbangan pakan pemberian

dikurangi sisa pakan dalam satuan gram

3. Konversi pakan di hitung dengan membagi konsumsi pakan dengan bobot

badan

18
Diagram Alur Penelitian

Manajemen Pemeliharaan

45 Ekor Ayam

Ulangan 1 Ulangan II Ulangan III

5 Ekor 5 Ekor 5 Ekor

5 Ekor 5 Ekor 5 Ekor 5 Ekor 5 Ekor 5 Ekor

Pemeliharaan 6 Minggu

Jagung Dan Dedak Jagung Dan Dedak Jagung Dan Dedak

90%+ Ampas Sagu 80%+ Ampas Sagu 70%+ Ampas Sagu


Fermentasi 10% Fermentasi 20% Fermentasi 30%

Parameter yang diukur

1. Konsumsi pakan
2. Konsumsi Air
3. PBB
4. Konversi Pakan
5. Bobot Badan
6. Mortalitas

19
DAFTAR PUSTAKA

Adelina, T., Mucra, D. A., Harahap, A. E., & Syarbini, M. (2020). Pengaruh

Pemberian Wafer Ransum Komplit Yang Ditambahkan Ampas Sagu

(Metroxylon Sp) Terhadap Penampilan Produksi Sapi Bali. jambara

journal of animal science, 3(1), 16-25.

https://doi,org/10.35900/jjas.v3i1,7167

AMELIA, D. (2021). Performa Ayam Kampung Periode Starter Pada Peternakan

Rakyat yang Diberi Ampas Sagu Dalam Ransum. 6(2), 81–87.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian.

(2021). Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2021/ Livestock and

Animal Health Statistics 2021.

Hidayat, C. (2012). Pengembangan produksi ayam lokal berbasis bahan pakan

lokal. Wartazoa, 22(2), 85–98.

Indrayati, S., Nur, Y. M., Periadnadi, P., & Nurmiati, N. (2017). Pemanfaatan

Ampas Sagu (Metroxylon Sagu Rottboel.) Hasil Fermentasi Trichoderma

Harzianum Rifai Dan Penambahan Mikroflora Alami Pencernaan Ayam

Broiler Dalam Pembuatan Pakan Ayam Konsentrat Berprobiotik. Jurnal

Bibiet, 2(2), 68. Https://Doi.Org/10.22216/Jbbt.V2i2.2923

Iskandar, S. (2010). Usahatani ayam kampung. Balai Penelitian Ternak Ciawi,

Bogor, 78.

Kustiningrum, D. R. (2004). Pengaruh Pergantian Pakan Starter Terhadap

20
Performance Ayam Kampung. Skripsi. Universitas Brawijaya Fakultas

Peternakan: Malang

Latif, S. A., Nuraini, Mirzah, & Djulardi, A. (2011). Penggunaan Ampas Sagu

Ampas Tahu Fermentasi dengan Monascus purpureus dalam Ransum

Terhadap Performa Puyuh Petelur The Utilization of Combination of Sago

Rotb-Tofu Waste Fermented by Monascus purpureus in Egg Quail Ration

On Their Egg Performance. 13(2), 125–129.

Mulyono, S. (2004). Beternak Ayam Buras Berorientasi Agribisnis. Penebar

Swadaya. Jakarta

Nuraini. (2018). Limbah Sagu Fermentasi Sebagai Pakan Alternatif Unggas. In

News.Ge.

Pasaribu, T. (2007). Produk fermentasi limbah pertanian sebagai bahan pakan

unggas di Indonesia. Wartazoa, 17(3), 109–116.

Rachman, T. (2017). Pengaruh Penambahan Fermentasi Ampas Kelapa (Cocos

Nucifera L.) Oleh Ragi Tempe Sebagai Campuran Pakan Terhadap Bobot,

Rasio Pakan, Dan Income Over Feed Cost Ayam Kampung (Gallus gallus

domesticus) SKRIPSI. Skripsi Thesis, Sanata Dharma University, 10–27.

https://repository.usd.ac.id/12117/2/131434037_full.pdf

Rukmana, I. H. R.(2003). Ayam Buras Intensifikasi Dan Kiat Pengembangan.

Kanisius.

Rasyaf, M. 2006. Beternak Ayam Kampung. Penebar Swadaya: Jakarta

21
Sudarto, A.-, Datau, F., & Fathan, S. (2021). Penambahan Ampas Sagu

Terfermentasi (Metroxylon sago) Terhadap Performa Ayam Kampung

Super Fase Starter. Jambura Journal of Animal Science, 3(2), 96–104.

https://app.dimensions.ai/details/publication/pub.1145584313

Sayuti, R. (2016). Prospek Pengembangan Agribisnis Ayam Buras Sebagai Usaha

Ekonomi di Pedesaan. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 20(1), 40.

https://doi.org/10.21082/fae.v20n1.2002.40-49

Uhi, H. T. (2007). Peningkatan nilai nutrisi ampas sagu (Metroxylon sp.) melalui

bio-fermentasi. Jurnal Ilmu Ternak, 7(1), 26–31.

(Uhi, 2018)Uhi, H. T. (2018). Peningkatan Nilai Nutrisi Ampas Sagu

Menggunakan Bio-Fermentasi. 716-723.

http://repository.pertanian.go.id/handele/123456789/8925

Wahyu, J.(1992), Ilmu Nutrisi Unggas. Fakultas Peternakan IPB.

22

Anda mungkin juga menyukai