Dokumen
Dokumen
Apabila dirunut menurut bahasa, Taqiyudin Abi Bakr ibnu Muhammad Al-Husaini mengungkapkan
bahwa kata “syirkah” ini berarti ‘campur’ atau ‘campuran’. Maksudnya adalah seseorang yang
mencampurkan hartanya dengan harta orang lain, sehingga sudah tidak bisa lagi dibedakan.
Sementara itu, jika dilihat menurut istilah, kata “syirkah” ini berarti sebagai perserikatan yang terdiri
atas dua orang atau lebih dan didorong oleh kesadaran dari masing-masing pihak untuk memperoleh
keuntungan.
-Malikiyah
-Hambaliyah
-Sayyid Sabiq
-Idris Ahmad
-Syafiiyah
1.Al-Quran
An-nisa ayat 12
“…Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berkongsi itu benar-benar berbuat zalim
kepada sebagian lainnya kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh”
2.Hadist
Bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya Allah SWT telah berfirman : “Aku adalah mitra
ketiga dari dua orang yang bermitra selama salah satu dari keduanya tidak menghianati yang lainnya.
Jika salah satu dari keduanya telah mengkhianatinya, maka Aku keluar dari perkongsian itu.” (HR.
Abu Dawud, al-Baihaqi, dan ad-Daruquthni)
“Saya bersyirkah dengan ‘Ammar dan Sa’ad dalam hasil yang kami peroleh pada Perang Badar.
Kemudian Sa’ad datang dengan membawa dua orang tawanan, sedangkan saya dan ‘Ammar datang
dengan tidak membawa apa-apa”.
3.Ijma
Yakni ketika ulama’ kaum Muslimin telah bersepakat mengenai bolehnya pelaksanaan syirkah dalam
kehidupan manusia.
3.Shighat
• Objek akadnya berupa tasharruf, yaitu aktivitas pengelolaan harta dengan melakukan akad-akad,
misalnya akad jual-beli;
• Objek akadnya dapat diwakilkan (wakalah), agar keuntungan syirkah menjadi hak bersama di
antara para syarîk (mitra usaha).
Menurut An-Nabhani, berdasarkan kajian beliau terhadap berbagai hukum syirkah dan dalil-dalilnya,
terdapat lima macam syirkah dalam Islam yaitu:
• Syirkah Inân;
• Syirkah Abdan;
• Syirkah Mudhârabah;
• Syirkah Wujûh; dan
• Syirkah Mufâwadhah
Sementara itu, menurut ulama Hanabilah mengungkapkan bahwa jenis-jenis syirkah yang sah hanya
ada 4 saja yakni: a) Syirkah Inân; b) Syirkah Abdan; c) Syirkah Mudhârabah, dan d) Syirkah Wujûh.
Berbeda lagi dengan ulama Malikiyah yang menyatakan bahwa ada 3 macam syarkiah yang berlaku
yakni: a) Syirkah Inân; b) Syirkah Abdan; dan c) Syirkah Mudhârabah.
Secara Umum
• Terjadi pembatalan oleh salah seorang anggota serikat. Hal tersebut dikarenakan akad syirkah
merupakan akad yang jâiz dan ghair lâzim, sehingga memungkinkan untuk di-fasakh.
Secara Khusus
• Rusaknya harta syirkah seluruhnya atau harta salah satu pihak sebelum digunakan untuk membeli
dalam syirkah amwâl.
• Tidak terwujudnya persamaan modal dalam syirkah mufâwadhah ketika akad akan dimulai. Hal
tersebut karena adanya persamaan antara modal pada permulaan akad merupakan syarat yang
penting untuk keabsahan akad.
a) Musāqah
Musāqah adalah kerja sama antara pemilik kebun dan petani di mana sang pemilik kebun
menyerahkan kepada petani agar dipelihara dan hasil panennya nanti akan dibagi dua menurut
persentase yang ditentukan pada waktu akad.
Konsep musāqah merupakan konsep kerja sama yang saling menguntungkan antara kedua belah
pihak (simbiosis mutualisme). Tidak jarang para pemilik lahan tidak memiliki waktu luang untuk
merawat perkebunannya, sementara di pihak lain ada petani yang memiliki banyak waktu luang
namun tidak memiliki lahan yang bisa digarap. Dengan adanya sistem kerja sama musāqah, setiap
pihak akan sama-sama mendapatkan manfaat.
b) Muzāra’ah danMukhābarah
Muzāra’ah adalah kerja sama dalam bidang pertanian antara pemilik lahan dan petani penggarap di
mana benih tanamannya berasal dari petani. Sementara mukhābarah ialah kerja sama dalam bidang
pertanian antara pemilik lahan dan petani penggarap di mana benih tanamannya berasal dari
pemilik lahan.
Di Indonesia, khususnya di kawasan pedesaan, kedua model penggarapan tanah itu sama-sama
dipraktikkan oleh masyarakat petani. Landasan syariahnya terdapat dalam hadis dan ijma’ ulama.
-Memberikan bantuan keuangan dari sebagian hasil Usaha syirkah untuk mendirikan tempat ibadah,
Sekolah dan sebagainya
Sebagian ulama berpendapat bahwa keuntungan dan Kerugian mesti menurut perbandingan modal.
Apabila seorang Yang bermodal Rp.100.000 dan yang lainya Rp.50.000. maka Yang pertama mesti
mendapat 2/3 dari jumlah keuntungan, dan Yang kedua mendapat1/3 nya. Begitu juga kerugian,
mesti Menurut perbandingan modal masing-masing. Akan tetapi,Sebagian ulama berpendapat tidak
mesti sama menurut Perbandingan modal, boleh berlebih-berkurang menurut Perjanjian antara
keduanya waktu mendirikan perusahaan (perserikatan).
Kemudian mereka berselisih pendapat mengenai Modal yang berbeda akan tetapi pembagian
keuntungan sama,seperti harta yang disetorkan kepada syirkah itu sebesar 30%,
Mensyaratkan kerugian.